Ads 468x60px

Deus Caritas Est - Allah Adalah Kasih


"Deus caritas est- Allah adalah kasih!”
Hos.14:2-10;Mrk. 12:28b-34.
Inilah ensiklik kepausan yang kembali mengggema di hati ketika Yesus bersabda: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu" (Markus 12:30).
Hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan rupanya merangkum seluruh diri kita. Dkl: kasih mengandaikan totalitas, sebuah sikap yang utuh penuh-menyeluruh dan tidak mudah luruh.
Tentu saja hal ini tidak mudah untuk dilakukan, karena dalam kenyataannya kasih kepada Tuhan mungkin menjadi nomer ke-sekian dalam hidup kita, bukan?
Arus modernitas: materi dan teknologi menyebabkan kita lebih menyembah dan mencintai hal-hal indrawi daripada Tuhan yang ilahi.
Lebih lanjut, kasih yang penuh dan utuh itu ternyata tidak hanya berpola vertikal tapi mesti berpola "salib" (vertikal & horisontal).
Artinya?
Kasih kepada sesama merupakan wujud nyata dari kasih kita kepada Allah dalam hidup kita:
“Dan hukum yang kedua ialah: 'Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri'" (Markus 12:30-31).
Itu berarti kita tidak bisa mengasihi Tuhan (yang tidak kelihatan), jika tidak mengasihi saudara/orang-orang di sekitar (yang kelihatan).
Sepanjang hidupnya, Yesus menampakkan kasihNya kepada Allah dengan pelbagai tindakan kasihNya yang nyata terhadap sesama, bukan?
Akhirnya, jadikanlah kasih sebagai jantung dalam hidup kita. Jantung yang dapat membuat hidup kita lebih hidup. Kasih ilahi dan kasih insani akan membuat hidup kita menjadi lebih damai, karena dengan menghadirkan dan membagikan kasih, tidak ada lagi pintu yang terbuka bagi masuknya dendam dan kebencian karena kasih sejatinya adalah jalan masuk untuk hidup bersama Allah, "sebab Allah adalah kasih" (Yoh 4, 8.16).
"Ada selasih ada di Pasar Turi - Andalkan kasih setiap hari."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

NB:

1.“Via unitiva-Jalan Persatuan.”
Yer. 7:23-28;
Mzm. 95:1-2,6-7,8-9;
Luk. 11:14-23.
Tidak mungkin kita bersikap netral dalam konflik rohani karena kuasa Kerajaan Allah dan kuasa Beelzebul adalah dua hal yang berlawanan, yang tak pernah dapat bertemu dan berdamai.
Kuasa yang menyelamatkan dan mendamaikan tak dapat berjalan seiring dengan kuasa yang menggelapkan dan membinasakan.
Jelasnya, iman bukanlah politik karena dalam dunia politik banyak kompromi, tak ada ikatan persekutuan yang langgeng, setiap saat koalisi dapat dibuat/dibubarkan/diingkari.
Sebaliknya dlm ranah iman, kuasa Allah jelas tak dapat berkompromi dengan setan:
"Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan" (Luk 11:23, Luk 9:50).
Sikap Yesus jelas!
Tidak ada posisi netral antara Allah dan Iblis, antara kebenaran dan kejahatan, antara kekudusan dan dosa.
Dkl: Kita diajak menjadi orang beriman “sejati”, tidak ada kepalsuan di dalamnya.
Mengacu pada bacaan injili, karena musuh-musuh Yesus tidak mau mengakui bahwa Dia datang dari Allah, maka mereka terus sibuk ber-prasangka buruk dan mengaitkan kuasa-Nya dengan Beelzebul. Ini merupakan terjemahan dari istilah Ibrani Baalzebul, "dewa lalat/dewa tempat tinggal," nama dari salah satu dewa orang Filistin, yang diambil alih oleh Yudaisme menjadi nama Iblis. Iblis sendiri memang selalu menentang kedatangan Kerajaan Kristus (Luk 11:24-26; Mat 13:18-30; Why 12:12).
Disinilah, Yesus menyatakan keunggulan-Nya atas Iblis dan kemampuan-Nya untuk membebaskan orang dari Iblis karena kuasaNya sungguh datang dari kesatuannya dengan Allah.
Ia mempertunjukkan kuasa ilahi dalam hal mengusir setan-setan, mengalahkan Iblis dan merampas miliknya (Luk 11:20-22) karena memang Yesuslah perwujudan kasih Allah yang esa dan kuasa.
“Cari kaktus di Laut Mati – Ikutilah Kristus sepenuh hati."

2.“Ecce Sacerdos Magnus - Pandanglah Imam Agung.”
Ul 4:1.6-9
Mzm 147
Mat 5:17-19.
Secara sederhana, ada beberapa pokok wejangan Yesus sebagai Imam Agung dalam Kotbah di Bukit, al:
A. Semangat yang harus menjiwai anggota Kerajaan Allah (Mat 5:3-48).
B. Semangat untuk "menggenapi" hukum/adat-istiadat leluhur (Mat 6:1-18).
C. Sikap terhadap harta benda (Mat 6:19-34).
D. Perihal hubungan dengan sesama (Mat 7:1-12).
Yang pasti, Yesus sang Imam Agung ini datang ke dunia bukan untuk membatalkan Hukum Taurat tapi untuk menggenapinya menurut hakekat yang terdalam, yaitu untuk mengasihi Allah dan sesama.
Ia menegaskan bahwa Perjanjian Lama adalah firman Allah yang kekal. Maka, siapapun yang melalaikan/melanggar satu perintah saja dari firman Tuhan itu, ia telah melanggar seluruh firman Tuhan.
Lebih lanjut, Yesus sang Imam Agung menegur para imam, ahli Taurat dan orang Farisi sebagai orang yang tidak sejati hidupnya.
Nah, bagaimana mungkin orang yang kesehariannya bergaul dengan firman dan hukum Tuhan ternyata di mata Yesus tidaklah sejati dan bukanlah pewaris Kerajaan Surga?
Bisa jadi, ketaatan orang Farisi hanya bersifat lahiriah karena tidak didasarkan atas kasih kepada Allah dan sesama tapi demi cinta diri dan kesombongan rohani.
Dkl: Yesus ingin agar kita memberlakukan firman dan hukum Tuhan dengan sungguh mulai dari dalam hati bukan hanya sekadar ucapan/tingkah laku lahiriah karena sejatinya, hukum Taurat dan firmanNya diberikan Tuhan supaya kita hidup lebih bermutu.
Indahnya: hidup, ajaran dan karya penebusan Kristus adalah penggenapan hukum Taurat. Hanya Kristus-lah yang dapat membebaskan kita untuk hidup benar di hadapan hukum Allah dan dalam hubungan yang benar dengan sesama karena Ia menghayati hukum Tuhan sepenuhnya dari hati yang tulus dan kudus.
"Cari kardus di Lebak Bulus - Jadilah kudus dan tulus."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar