Ads 468x60px

Iustitia omnibus - Keadilan untuk semua


Kej 37:3-4.12-13a.17b-28;
Mzm 105:16-17.18-19.20-21;
Mat 21:33-43.45-46
Inilah salah satu harapan iman bahwa Tuhan itu berlaku adil pada umatNya. Hal ini ditegaskan dalam kisah Yusuf yang dibuang secara tidak adil oleh para kakaknya karena iri hati dan Yesus yang disalibkan secara tidak adil oleh para imam kepala dan ahli taurat karena sentimen dan iri hati juga.
Ketika itulah Tuhan yang Maha Adil tetap berkarya dan melindungi setiap umatNya serta mengatakan bahwa "batu yang dibuang oleh tukang bangunan telah menjadi batu penjuru."
Mengacu pada bacaan injil hari ini, ketidakadilan juga tampak ketika para penggarap anggur yang dipercaya malahan menolak dan membunuh para utusan dan bahkan putera majikannya sendiri.
Dengan kata lain: Mereka hadir sebagai orang yang bersikap tidak adil dengan 3 ciri, antara lain:
1."Will to power":
Mereka rakus kuasa dan selalu merasa tidak cukup sehingga berhasrat untuk
menguasai semua kebun anggur yang sebenarnya bukan haknya.
2."Will to affair":
Mereka bersekongkol untuk menganiaya dan membunuh para utusan dan putra majikannya sendiri. Inilah mentalitas gerombolan tukang pukul, yang "bersatu" untuk membuat hal yang buruk, yang kerap penuh intrik-taktik dan
ketidaktulusan.
3."Will to forget":
Mereka mudah lupa dan tidak tahu ber-terimakasih. Mereka seharusnya merasa beruntung karena diberi pekerjaan dan upah oleh tuan pemilik kebun anggur. Tapi mereka senyatanya malahan melakukan tindakan yang keji: menganiaya dan membunuh para utusan bahkan anak dari tuan kebun
anggur itu sendiri.
Nah, masa prapaskah dengan 3 tujuan dasar, yakni menyiapkan kebangkitan-mengenangkan pembaptisan dan menciptakan pertobatan mengajak kita untuk ber-instrospeksi dan bertindak adil, jangan-jangan kita masih memiliki "3 will" di atas tadi sehingga sulit menjadi orang adil dan tidak peka melihat kebaikan
Tuhan lewat orang lain.
"Cari usus di Sukabumi - Tuhan Yesus ampunilah kami."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
BERTOBAT –
"BERi cinta, TOlak dosa, BAnTu doa"
Gereja mensyukuri rahmat yang bisa dialami lewat Sakramen Tobat/Pengakuan Dosa atau Rekonsiliasi (Yoh 20:21-23, Amsal 28:13).
Kristus memberikan kuasa kepada para Rasul untuk mengampuni dosa atas nama-Nya, dan para Rasul meneruskan kuasa tersebut kepada penerus-penerus mereka, yaitu para Uskup dan Imam.
Konsili Vatikan II memilih istilah sakramen tobat, bukan sakramen pengampunan. Yang terpenting memang “orang beriman yang bertobat” (LG 28).
Tujuan menerima sakramen tobat bukan hanya menjadi "tomat" (hari ini TObat, besok kuMAT), tapi memulihkan relasi kasih dengan Allah.
Berkat sakramen ini, manusia memperoleh pengampunan dari Allah dan sekaligus didamaikan dengan Gereja (LG 11).
Sementara itu, dampak sakramen tobat ialah rasa “plong”, lega, karena tahu bahwa dosaku telah diampuni, dan bebanpun menjadi ringan. Nabi Yesaya mengatakan, “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum.” (42:3)
Inti dari sakramen ini sendiri adalah bertobat.
Bertobat ternyata juga bisa menjadi solusi bagi hati yang berduka, masalah yang membelit, dan bertambahnya rezeki.
Selama ini, kebanyakan orang sering memahami bahwa bertobat hanya dilakukan oleh seseorang yang telah berbuat dosa besar.
Maka, bagi mereka yang 'merasa' bukan pelaku dosa besar, tidak mempunyai kebutuhan untuk bertobat. Benarkah demikian?
Bertobat sendiri, dalam bahasa Yunani, berarti “metanoia” (berbalik). Ia berbalik dari setan ke Tuhan, dari gelap ke terang, dari dosa ke cinta. Dkl: seseorang yang mau bertobat, tidak hanya berhenti pada kata-kata saja, tapi pada sikap dan tindakan nyata. Bagi saya pribadi, ada tiga sikap dasar bertobat, yakni: beri cinta, tolak dosa dan bantu doa.
Firman Tuhan: "Ada sukacita besar di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat." Demikian juga dinyatakan oleh Tuhan di dalam perumpamaan mengenai anak yang hilang: Betapa bapa anak itu bersukacita dan mengadakan pesta ketika anaknya yang terhilang itu kembali. Maka, marilah kita setia bertobat dari tutur kata yang buruk, mari kita bertobat dari cara hidup yang suka-suka, mari kita bertobat dari tingkah laku yang tidak benar, mari kita bertobat dari setiap hal yang Tuhan tidak suka, karena bukankah saat-saat yang paling gelap sering menjadi saat-saat yang paling indah dan penuh rahmat juga?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar