Ads 468x60px

Lumen Mundi - Terang Dunia


“Lumen Mundi - Terang Dunia.”
Bil 21:4-9; Mzm 102:2-3.16-18.19-20; Yoh 8:21-30
Inilah salah satu gelar Yesus yang kita imani. Terang sendiri berfungsi memberi cahaya dan terang yang sejati adalah Yesus:"Akulah terang dunia” (Yoh 8:12).
Namun, banyak orang tidak bisa melihat hal itu karena ketertutupan hati dan kesombongan diri yang membuat mereka jatuh binasa (Yoh 8:40; Yoh 8:45).
Padahal, Yesus sudah bersaksi dan menunjukkan bahwa semua kata dan wartaNya, doa dan karyaNya menerangi banyak orang.
Kitapun sebenarnya diajak menjadi terang dengan 3
jalan iman, antara lain:
1.Via purgativa - Jalan pemurnian:
Yesus berasal dari atas, yaitu Surga, tempat di mana tak ada dosa sedangkan kita berasal dari bawah dan penuh dengan dosa.Tapi, karena kerahimanNya-lah, Ia berkenan turun dan disalibkan untuk memurnikan kita dari segala dosa. Nah, ketika kita merasa lelah, putus asa, kecewa dan terluka hendaknya memandang Dia yang tersalib karna pengorbanan dan penderitaan yang kita alami sebenarnya tak seberapa jika dibandingkan dengan pengorbananNya.
2.Via unitiva - Jalan persatuan:
Yesus menunjukkan kesatuanNya dengan Bapa. Keseluruhan hidup-Nya Dia arahkan pada penggenapan kehendak Bapa di dalam dan melalui diri-Nya.
3.Via illuminativa - Jalan Pencerahan:
Yesus hadir sebagai "Terang”. Ia bukan terang lampu/matahari/bulan tetapi "Terang Dunia." Terang itulah yang selalu menerangi hati dan hidup kita.
Itu berarti bahwa kita yang sudah diterangiNya tidak boleh lagi hidup sebagai anak-anak gelap. Sebaliknya, karna syukur atas terangNya, kitapun selalu rela menjadi anak terang bagi sesama dan semesta lewat setiap doa dan karya.
Pastinya, ungkapan "Akulah Dia" (Yun: Ego eimi; 24, 28) merujuk kepada pernyataan Allah dalam kitab Yesaya (Ibr: Ani hu: "Aku tetap Dia"/"Akulah Dia", Yes. 41:4; 43:10, 13, 25; 46:4; 48:12), yaitu Allah penyelamat. Dengan kata lain: Yesus sungguh menjadi satu-satu-Nya penyelamat.
“Buah srikaya buah pepaya - Jadilah orang percaya yang bercahaya.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

NB:

A.“Salva nos Domine - Selamatkanlah kami ya Tuhan!”
Hosea 6:1-6
Lukas 18:9-14.
Inilah rahmat yang kita mohonkan dan ada tiga cara dasar untuk menjadi orang yang diselamatkanNya, al:
1.Kebenaran:
Hal inilah yang terjadi pada si pemungut cukai yang datang dengan penuh kerendahan hati dan penyesalan diri. Ia menyadari diri tidak layak untuk diampuni, oleh karenanya ia hanya memohon belas kasihan. Tetapi, justru kesadaran diri berdosa dan tidak layaklah yang membuatnya dilayakkan menerima anugerah kebenaran.
2.Ketulusan:
Sikap inilah yang dihadirkan pemungut cukai, yakni sikap tulus dan jujur bahwa dirinya membutuhkan jamahan Allah. Sebaliknya, orang Farisi malahan hadir dengan tidak tulus. Ia tidak menjadi “anak-anak” (child) tapi “kekanak-kanakan”(childish) karena begitu yakin akan kebenaran diri dan memandang rendah orang lain.
Lihat saja, bagaimana ia melaporkan/memamerkan kepada Allah mengenai semua kewajiban agama yang telah dia laksanakan. Seolah-olah keberadaannya menjadi berkat bagi Allah, bukan sebaliknya.
3.Kegigihan:
Keutamaan yang didasarkan pada karakter Allah (Luk. 18:1-8) ini juga dialaskan pada kerendahan hati dan pertobatan (Luk. 18:9-17). Inilah cara kita mendekat pada Allah. Di satu sisi, kita berdoa dengan gigih agar kuasa Allah dan keadilan-Nya dinyatakan. Di sisi lain, kita harus datang dengan kesadaran akan siapa kita di hadapan Allah. Datang pada Allah bukan karena perbuatan baik atau karena segala sesuatu yang dimiliki, tetapi karena kebutuhan akan Allah yang penuh dengan kasih karunia.
"Dari Cikarang ke Kalimati - Jadilah orang yang rendah hati."

B.“Miserere mei Deus - Kasihanilah aku ya Allah!”
Dan 3:25.34.43
Mzm 25
Mat 18:21-35.
Sampai berapa kali kita harus mengasih pengampunan?
7 kali tidaklah cukup tapi harus 70 x 7 kali atau dengan kata lain tak terbatas.
“7” sendiri melambangkan karakteristik sempurna dalam bangsa Yahudi: Kita melihat imam harus memerciki darah/minyak di hadapan Tuhan sebanyak 7 kali (Im 4:6; Im 14:16), memerciki darah sebanyak 7 kali kepada orang yang ditahirkan dari kusta (Im 14:7).
Kita juga melihat bahwa angka 7 dipakai dalam peristiwa tembok Yeriko, “dan 7 orang imam harus membawa 7 sangkakala tanduk domba di depan tabut. Tetapi pada hari yang ke7, 7 kali kamu harus mengelilingi kota itu sedang para imam meniup sangkakala.” (Yos 6:4). Bahkan dikatakan dalam Maz 119:164: “7 kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau”. Kitab Wahyu juga menuliskan tentang gulungan kitab yang dimaterai 7 materai (lih. Why 5:1).
Dkl: angka 7 menyatakan sesuatu yg penuh dan sempurna. Contohnya: Yusuf yang telah dicelakai dan dijual oleh saudaranya, akhirnya mau memaafkan
(Kej 45:5-15; Kej 50:10-21). Musa mengampuni Harun dan Miryam yg memberontak (Bil 12:1-13). Daud juga mengampuni Saul, walaupun Saul berusaha berkali-kali membunuhnya (1Sam 24:10-12; 1Sam 26:9; 1Sam 26:23; 2Sam 1:14-17 ) dan Daud juga memaafkan penghinanya (2Sam 16:9-13; 2Sam 19:23; 1Raj 2:8-9).
Dan akhirnya, contoh paling sempurna adalah ketika di kayu salib Yesus mengatakan wasiat pertamanya: “Ya Bapa, ampunilah mereka.." (Luk 23:34). Bagaimana dengan kita sendiri?
"Ada karang di Goa Sriningsih - Jadilah orang yang selalu berbelaskasih."

C.“Hosanna in excelsis - Terpujilah Engkau di surga.”
2Raj 5:1-15a;
Luk 4:24-30.
Inilah pekik iman yang bisa kita kumandangkan kepadaNya atas berkatNya kepada kita. Pertanyaannya: Apakah dalam memberikan rahmat-Nya, Tuhan pilih-pilih orang?
Dari sekian banyak janda yang kelaparan, Elia hanya diutus untuk janda di Sarfat (1Raj 17,7-24). Dari sekian banyak orang kusta, hanya Naaman yang disembuhkan-Nya dengan perantaraan Elisa (2Raj 5,1-27).
Tentu saja tidak demikian!
Tuhan jelas maha baik untuk semua orang:
Ia "menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar" (Mat 5,45).
Oleh karena itu, yang menjadi pokok persoalan bukan pada Allah yang mengotak-kotakkan tetapi pada pihak manusia yang kerap menolak-Nya, yang tidak menerima-Nya dengan penuh “hik”: harapan iman dan kasih.
Dengan demikian, sabda Tuhan ini mengajak kita untuk dengan sebulat hati 100% menerima-Nya sebagai Dia yang kita imani, sebagai satu-satunya tempat di mana kita penuh dan utuh menggantungkan "hik", harapan iman dan kasih kita sepenuhnya, selalu dan senantiasa, sepanjang hayat di kandung badan.
"Dari Matraman ke Cililitan - Dengan iman, kita kalahkan kejahatan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar