Ads 468x60px

Mercy's way

(Yes 43:16-21; Mzm 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6; Flp 3:8-14; Yoh 8:1-11)
Inilah judul buku terbaru saya yang terinspirasi dai pesan injili bahwa Allah selalu mengasihi tak peduli banyaknya dosa kita. Ia mengundang kita untuk datang kepadaNya dengan penuh iman-menerima kerahimanNya dan membiarkannya mengalir bagi yg lain.
Sebaliknya, kaum Farisi malahan merasa dirinya lebih bersih dan selalu berhasrat untuk menjadi “hakim” bg orang lain. Mereka adalah kaum munafik yang bisa jadi juga hidup dalam hati kita: “Mereka datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya padahal hatinya menjauh drpdKu” (Yes 29:13).
Hari inilah, kita diajak menanggalkan kesombongan dan mengenakan kerahiman.!
Mengacu pada “DKI-Devosi Kerahiman Ilahi” yang saya tulis dalam buku “SKI-Sekolah Kerahiman Ilahi”, ada 3 jalan kerahiman, yakni “KUD”, al:
K arya belaskasih
U capan belaskasih
D oa belaskasih
Adapun karya jasmani kerahiman, al:
memberi makan pada yang lapar-memberi minum pada yang haus-memberi tumpangan pada tunawisma-mengenakan pakaian pada yang telanjang-mengunjungi orang miskin dan tahanan serta menguburkan orang yang mati.
Sedangkan karya karya rohani kerahiman, al: mengajar-memberi nasehat-menghibur-membesarkan hati-mengampuni-menanggung dg sabar+mendoakan org.
Dari pelbagai tindakan dan karya kerahiman ini, kita diajak mempunyai 3 poros dasar sebuah kerahiman ilahi, al:
1."Pengampunan":
Mengampuni (forGIVE) berarti menjadi “giver”, memberi ruang kebebasan secara fair bagi orang lain untuk memperbaiki diri dan dilandasi nada dasar kasih yang tulus bukan yang penuh akal bulus, karena di dalam kasih tidak ada ketakutan dan kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan.
2. "Peneguhan":
Tak seorang pun sia-sia ketika ia meringankan beban orang lain, bukan? Yesus meringankan beban berat yang diderita pendosa: dicap buruk-disingkirkan dan dikorbankan. Ia memberi peneguhan bahwa pendosa ini tidak dihukum.
3. "Perutusan":
Yesus mengutusnya untuk ”pergi dan jangan berbuat dosa lagi.”Ia mengajak kita yang penuh dosa ("sin") untuk bermisi menjadi penuh cinta ("saint"), lahir sebagai manusia baru dan mewartakan secara nyata dengan pelbagai hal baik entah lewat pikiran, kata/tindakan nyata.
“Burung Garuda Burung Indonesia - Tanggalkan semua noda biar hidup kita tak sia-sia.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)


NB:

1.“Pax et Bonum - Damai dan Kebaikan”.
Inilah salah satu semangat dasar para Fransiskan yang saya tulis dalam buku “HERSTORY” (RJK, Kanisius) dan ditampilkan Yesus kepada wanita pendosa yang berzinah pada bacaan hari ini.
Ya, dalam tradisi Yahudi, zinah bisa mendatangkan hukuman mati tapi dalam Injil hari ini, Yesus datang sebagai raja Damai dan Kebaikan, yang mengampuni pezinah yang bertobat.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, zinah adalah segala jenis tindakan yang melanggar bidang seksual/susila dan dihukum keras dalam hukum kekudusan (Im 18:20).
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, ada 2 arti zinah, al:
- “Porneia”, semacam pelanggaran seksual (1Kor 6:13-18; Ef 5:3; Mat 5:32) dan
- “Akatharsia”, yakni kenajisan ibadat (Rom 1:24; 2Kor 12:21; Gal 5:19).
Yang pasti, bukankah kita juga pernah “berzinah” dalam artian rohani, ketika hidup dan iman kita tidak setia - murtad/menduakan Tuhan dengan menyembah "tuhan-tuhan kecil": harta-tahta dan kuasa (Bdk.Kitab Yehezkiel dan Hosea).
Adapun 3 pesan dasar Yesus supaya kita selalu punya “pax et bonum”, al:
A. ”Aku tidak menghukum kamu”:
Ia ajak kita untuk ”berbelaskasihan” pada org lain, terlebih org kecil-tersingkir/disingkirkan karena kita juga banyak mendapat pengampunan dariNya, terebih orang kecil kerap hanya menjadi korban/kambing hitam penguasa, entah di gereja/masyarakat.
B. ”Pergilah”:
Ia mengajak kita untuk ”berubah”: pergi dari manusia lama ke manusia baru, bongkar/tinggalkan pola lama dan membangun hidup sebagai manusia yang lahir baru.
C. ”Jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang”:
Ia mengajak kita untuk ”berbuah”. Pengalaman dicintai membuat kita mau mencintai, pengalaman diampuni membuat kita juga mau mengampuni dan bukankah itu adalah buah nyata dari sebuah pengalaman cinta dan perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi? Disinilah kita diajak untuk semakin mau konsisten: menjauh dari kegelapan (“malum”) dan mendekat kepada sumber kebaikan (“bonum”) dengan doa-kata-kata dan tindakan cinta kita, tidak lagi menjadi batu sandungan tapi jadi berkat buat semakin banyak org.
“Bermain kayang di kota Palu - Yesus kusayang terkenang selalu”.
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!


2."Ab imo pectore - Dari lubuk hati yang paling dalam."
Inilah yang diharapkan dari semangat pengampunan seperti pada Injil hari ini yang menampilkan sosok Yesus yang mengampuni perempuan yang dicap buruk dan disingkirkan karena dianggap berzinah.
Disinilah, kita diajak untuk menjadi pribadi yang mengampuni karena “yang murah hati akan memperoleh kemurahan Allah.”(Mat 5:7).
Etika Kristiani sendiri memang selalu menekankan hubungan timbal balik: Kita ingin dihormati orang? Hormatilah orang lain! Kita minta dilayani? Jadilah pelayan! Bila kita mengharapkan pengampunan maka tiket yang mesti kita bayar adalah tiket kesediaan untuk mengampuni: ”Penghakiman yang tak berbelas-kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasih” (Yak 2:13).
Adapun 2 jenis pengampunan:
a.”pengampunan formal”: mulut memaafkan tapi hati tetap panas. Pemazmur menegur pengampunan jenis ini: ”Biarlah doanya menjadi dosa”(Mzm 109:7). Mengapa? Sebab berdoa dengan mulut memuji Tuhan tapi dengan hati yang sesak oleh amarah dan dendam adalah dosa. Norman Vincent Peale menegaskan: “kebencian/dendam tidak menyakiti orang yang kita benci tapi setiap hari dan setiap malam perasaan itu malahan akan menggerogoti kita sendiri.
b.”pengampunan sementara”: sekarang memaafkan tapi siap untuk mengungkitnya kembali. Dengan kata lain: Kesalahan orang disimpan di ”gudang”. Padahal sebenarnya orang yang tidak pengampun adalah orang yang dengan sengaja menutup pintu pengampunan bagi dirinya sendiri, karena begitu mudah minta pengampunan tapi begitu sulit mengampuni. Disinilah, satu hal yang paling penting bahwa Allah hanya berkenan mengampuni orang yang pengampun: "jika kamu tidak mengampuni maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”(Mark 11:25-26). Bukankah setiap relasi itu kerap 70% memaafkan dan 30% mencintai, maka marilah kita belajar menjadi pribadi yang murah hati dan lebih berhati-hati, yang mau belajar untuk saling mengampuni.
"Ada arang di Bakauheni - Jadilah orang yang mengampuni."


3.“Salva nos omnes - Selamatkanlah kami semua.”
Inilah harapan kita karena percaya bahwa Yesus adalah rahim dan penuh belaskasihan.
Ia hadir untuk menyelamatkan dan ini sekaligus menunjukkan tujuan-Nya dalam menebus umat manusia (Yoh 3:16).
Adapun, Yesus tidak menghukum wanita tersebut sebagai orang yang tidak layak diampuni, tetapi menghadapinya dengan lembut dan kesabaran supaya menuntunnya kepada pertobatan (Luk 7:47).
Yesus dapat saja melemparkan batu kepada perempuan itu sebab Dia tanpa dosa; tetapi Dia lebih memperhatikan pemulihan orang berdosa itu ketimbang ketaatan pada hukum Taurat secara teliti.
Apabila perkataan-Nya, “Aku pun tidak menghukum engkau”, kedengaran terlalu lunak, maka hal tersebut diimbangi oleh kelanjutannya, “Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi”.
Sungguh berbeda sikap Yesus dengan para pemimpin agama Yahudi bukan?
Yesus yang paling layak untuk melempari perempuan itu dengan batu malahan menyatakan pengampunan-Nya dengan memperbolehkan perempuan itu pergi dalam pertobatan.
Nah, kita yang telah mendapat banyak anugerah-Nya juga wajib menerima dan mengasihi orang lain karena inilah yang Allah inginkan, belas kasih kepada sesama dan bukan sikap menghakimi.

"Ada galah di pohon kurma - Berbelaskasihanlah kepada sesama."

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar