Ads 468x60px

Pengakuan Dosa dan Prapaskah


PENGAKUAN DOSA & PRAPASKAH
(MERCY’S WAY - “24 JAM UNTUK TUHAN”)

PROLOG
“...Kenyataan bahwa seseorang mendatangi kamar pengakuan mengindikasikan suatu keinginan untuk bertobat. Tanpa dorongan untuk bertobat, orang tidak akan melakukannya. Kehadiran orang di kamar pengakuan adalah suatu pembuktian akan keinginannya untuk berubah.
Kata-kata memang penting, tetapi bahasa tubuh adalah isyarat yang tidak dapat dipalsukan. Sikap yang canggung, rendah diri, dan kesulitan dalam berkata kata, yang ditunjukkan pengaku dosa; kadang-kadang sudah mengungkapkan kebertobatan orang tersebut daripada kata-kata yang lancar.” (Paus Fransiskus, "The Name Of God Is Mercy").
SALAH SATU PENANDA UTAMA
Pada Hari Minggu Kerahiman Ilahi 12 April 2015 yang lalu, Paus Fransiskus secara resmi mempublikasikan Bulla “Misericordiae Vultus", artinya “Wajah Kerahiman” tentang penyelenggaraan “Jubilee of Mercy – Yubileum Tahun Kerahiman”, yang telah dimulai dari tanggal 8 Desember 2015 ( Hari Raya Maria Dikandung Tanpa Noda) dan ditutup pada tanggal 20 November 2016 (Hari Raya Kristus Raja) dengan tema : “MERCIFUL LIKE THE FATHER – MURAH HATI SEPERTI BAPA” (Luk 6:36)
Salah satu penanda utama dalam “Jubilee of Mercy – Yubileum Tahun Kerahiman” adalah “24 Jam untuk Tuhan.” Inilah sebuah “proyek iman”, yakni diselenggarakannya penerimaan Sakramen Tobat dan aneka macam “sekolah kerahiman ilahi”, entah secara pribadi atau bersama.
Hal ini sendiri adalah inisiatif dari Paus agar diadakan secara serempak di setiap keuskupan sedunia pada hari Jumat dan hari Sabtu menjelang Hari Minggu Prapaskah IV.
Pada kesempatan itu, umat wajib diberi kesempatan untuk menerima sakramen rekonsiliasi, berdoa secara intensif, dan merevisi hidup rohaninya sendiri. Lewat sakramen rekonsiliasi, manusia dapat menyentuh langsung Allah yang Maharahim serta memperoleh kedamaian hati.
Paus mendesak kepada para Imam sebagai Bapa Pengakuan, agar menjadi tanda yang nyata dari belas kasihan Allah. Para Imam hendaknya bersikap seperti ayah dari perumpamaan tentang “anak yang hilang”, dimana mereka merangkul orang berdosa dan membuatnya bersukacita dengan mengampuni dosanya.
Paus juga mengajak kita untuk berdoa kepada santo santo yang menghayati kerahiman / belas kasih Allah sepanjang hidupnya, secara khusus St Faustina (FAhami Tuhan, USahakan iman dengan haTI yang sederhaNA), yang semasa hidupnya telah memasuki lubuk kerahiman Ilahi.
St Faustina sendiri mengalami banyak mengalami pengalaman mistik yang semuanya dicatat dalam Buku Harian dengan judul “Divine Mercy in My Soul” (Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku).
Kiranya para kudus menolong kita dengan doa-doa mereka. Dan, teristimewa, Bunda Maria, yang teladan seluruh hidupnya telah dibentuk oleh kasih Allah sehingga ia dapat menjadi “Tabut Perjanjian” antara Allah dan manusia dengan menjadi Bunda Yesus.

EPILOG
Begitu banyak orang, sedang kembali ke Sakramen Rekonsiliasi; Lewat pengalaman rekonsiliasi ini, mereka menemukan kembali jalan pulang kepada Tuhan, menghayati saat doa yang sungguh khusyuk, dan menemukan makna dari kehidupan.
Marilah kita menempatkan Sakramen Rekonsiliasi pada pusat kehidupan kita sehingga sakramen ini akan memampukan manusia menyentuh keagungan belas kasihan Allah dengan tangan mereka sendiri. Bagi setiap petobat, sakramen ini akan menjadi sumber damai batin yang sejati.." (Paus Fransiskus, MV 17)
Pelbagai tempat, pelbagai paroki dan keuskupan tentunya dapat memilih cara dan bentuknya sendiri, sesuai dengan situasi dan keadaan khusus mereka.
Yang bisa dibuat selain mengaku dosa pastinya, adalah sebuah “gerakan iman” berpola “ABCD”, yakni:
A: Adorasi
B: Baca kitab suci
C: Cintai ekaristi
D: Doa doa devosi
Beberapa inisiatif lain yang bisa dilakukan untuk mengisi “24 jam”, misalnya: renungan khusus tentang kerahiman ilahi, refleksi tentang sakramen pengampunan, tersedianya buku/bacaan rohani, doa jalan salib, penampilan vocal group atau paduan suara/kor lagu-lagu tobat/kerahiman, menonton film/video tentang kain Kafan, doa meditatif dengan lagu-lagu Taize, doa Brevir bersama umat pada pagi, siang, sore dan malam (Laudes - Hora Media – Vesperae – Completorium), dll.
Bisa juga dihadirkan pelbagai katekese tentang kerahiman Tuhan, kerahiman dalam keluarga, membangun budaya kerahiman dalam hidup bersama; katekese tentang sakramen rekonsiliasi.
Paus menambahkan, ini adalah kesempatan untuk berdoa bersama-sama dengan seluruh Gereja, seluruh dunia. Tak tahukah kamu betapa kuat dan dahsyatnya kekuatan doa bersama dan serentak ini?
Tentang Sakramen Tobat, Paus Fransiskus mengatakan bahwa:
“Mengaku dosa bukanlah memasuki sebuah ruang penghakiman/pengadilan yang mengerikan; gunung kerahiman Allah begitu besar, kita saja yang malas untuk datang memohon kerahiman Tuhan; janganlah takut untuk mengaku dosa. Manusia bisa saja jatuh dalam dosa, pergilah, menyesal, bertobat, kita diampuni, kita lalu bangkit lagi. Saya sendiri setiap 15 hari mengaku dosa, sebab saya juga seorang pendosa.”
Selamat datang ke dalam lautan kerahiman ilahi, untuk setia menjumpaiNya – mencintaiNYa dan mengimaniNya (“ABC”: Ask for His mercy, Be mercyfull, Completely trust)
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)


NB:
BULLA MISERICORDIA VULTUS PAUS FRANSISKUS SEPUTAR “24 JAM UNTUK TUHAN.”
POINT 17 :
Masa Prapaskah hendaknya dihayati dengan lebih sungguh-sungguh sebagai masa istimewa untuk merayakan dan mengalami belas kasihan Allah.
Betapa banyak ayat Alkitab yang sangat cocok untuk direnungkan selama pekan-pekan Prapaskah guna membantu kita menemukan kembali wajah Bapa yang murah hati!
Kita dapat mengulangi kata-kata Nabi Mikha dan menjadikannya kata-kata kita sendiri: “Ya Tuhan, Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran; yang tidak terus bertahan dalam murka, melainkan berkenan menunjukkan belas kasihan. Ya Tuhan, Engkau akan kembali menyayangi umat-Mu. Engkau akan menghapus kesalahan-kesalahan kami dan mencampakkan segala dosa kami ke dalam tubir-tubir laut.” (bdk. Mikh. 7:18-19}
Kutipan-kutipan dari kitab Nabi Yesaya juga dapat direnungkan secara konkret selama masa doa, masa puasa, dan masa meningkatkan karya amal ini. “Bukankah ini puasa yang Kukehendaki, yakni: supaya engkau meretas belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk; supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk; supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah; dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan Tuhan menjadi barisan belakangmu. Pada waktu itulah engkau akan memanggil Tuhan dan Ia akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari serta memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri, dan memuaskan hati orang yang tertindas, maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari. Tuhan akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan” (Yes. 58:6-11).
Di lain maatra, begitu banyak orang, termasuk kaum muda, sedang kembali ke Sakramen Rekonsiliasi; lewat pengalaman rekonsiliasi ini, mereka menemukan kembali jalan pulang kepada Tuhan, menghayati saat doa yang sungguh khusyuk,dan menemukan makna dari kehidupan mereka.
Marilah kita menempatkan Sakramen Rekonsiliasi pada pusat kehidupan kita sehingga sakramen ini akan memampukan manusia menyentuh keagungan belas kasihan Allah dengan tangan mereka sendiri. Bagi setiap petobat, sakramen ini akan menjadi sumber damai batin yang sejati.
Saya tidak akan pernah merasa lelah mendesak agar para bapa pengakuan menjadi tanda autentik dari belas kasihan Bapa. Kita tidak secara otomatis menjadi bapa pengakuan yang baik. Kita menjadi bapa pengakuan yang baik apabila, di atas semuanya, kita membiarkan diri kita sendiri menjadi petobat guna mendapatkan belas kasihan Allah.
Hendaklah kita tidak pernah lupa bahwa menjadi bapa pengakuan berarti ambil bagian dalam perutusan Yesus untuk menjadi tanda nyata dari kasih ilahi yang tak hentimemberi pengampunan dan keselamatan. Kita para imam telah menerima karunia Roh Kudus untuk mengampuni dosa, dan kita bertanggungjawab untuk ini.
Tak seorang pun dari kita mempunyai kuasa atas sakramen ini; sebaliknya, lewat sakramen ini kita sungguh menjadi hamba-hamba setia dari belas kasihan Allah. Setiap bapa pengakuan harus menerima orang beriman seperti bapa dalam perumpamaan tentang anak yang hilang: seorang bapa yang lari menyongsong anaknya meskipun anak itu sudah memboroskan semua harta warisannya.
Para bapa pengakuan dipanggil untuk merangkul anak yang menyesali kesalahannya lalupulang ke rumah, dan ia harus mengungkapkan sukacita karena sudah mendapatkan anak itu kembali.
Marilah kita tidak pernah lelah menjangkau anak lain yang berdiri di luar, yang tidak mampu menikmati suka cita, guna menjelaskan kepadanya bahwahukuman yang ia anggap kejam dan tidak adil itu tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan belas kasihan bapa yang tak berbatas.
Hendaknya para bapa pengakuan tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada gunanya tetapi, seperti bapa dalam perumpamaan itu, hendaknya ia dengan arif menyala percakapan yang sudah disiapkan oleh anak yang hilang itu. Dengan demikian, para bapa pengakuan akan belajar mendengarkan ratapan minta pertolongan dan belas kasihan yang mengalir dari hati setiap petobat.
Pendek kata, para bapa pengakuan dipanggil untuk menjadi tanda belas kasihan kapan saja, di mana saja, dan dalam situasi apa saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar