1.SABTU MALAM PASKAH
Di makam kita dapat merenungkan tragedi umat manusia yang, terlepas dari Allah, secara tak terelakkan dikuasai oleh kesepian dan keputusasaan.
Mengandalkan dirinya sendiri, manusia merasa sesak dalam setiap tarikan napas pengharapan menghadapi penderitaan, kegagalan hidup dan, teristimewa, maut.
Apakah yang harus kita lakukan?
Kita harus menunggu kebangkitan.
Pastinya, Gereja merayakan Paskah dengan sukacita yang luar biasa!
Yesus telah bangkit dari antara orang mati dan tidak akan pernah mati lagi.
Ia hidup abadi sebagai Tuhan dan Penyelamat kita yang mulia.
Semangat Paskah ini dimulai pada Hari Sabtu Malam Paskah dengan Upacara Cahaya yang melambangkan Terang Kebangkitan.
Lilin Paskah mengingatkan kita bahwa Yesus adalah terang dunia dan kita semua dipanggil untuk membagikan terang-Nya kepada siapa saja yang kita jumpai.
Warga baru dibersihkan dari dosa dan disambut kedatangannya dalam Gereja.
Kaum beriman yang telah dibaptis diajak memperbaharui Janji Baptis.
Sebagaimana Kristus wafat, lalu bangkit, demikian pula kita mati terhadap dosa dan bangkit untuk hidup baru sebagai anak-anak Allah.
Mengandalkan dirinya sendiri, manusia merasa sesak dalam setiap tarikan napas pengharapan menghadapi penderitaan, kegagalan hidup dan, teristimewa, maut.
Apakah yang harus kita lakukan?
Kita harus menunggu kebangkitan.
Pastinya, Gereja merayakan Paskah dengan sukacita yang luar biasa!
Yesus telah bangkit dari antara orang mati dan tidak akan pernah mati lagi.
Ia hidup abadi sebagai Tuhan dan Penyelamat kita yang mulia.
Semangat Paskah ini dimulai pada Hari Sabtu Malam Paskah dengan Upacara Cahaya yang melambangkan Terang Kebangkitan.
Lilin Paskah mengingatkan kita bahwa Yesus adalah terang dunia dan kita semua dipanggil untuk membagikan terang-Nya kepada siapa saja yang kita jumpai.
Warga baru dibersihkan dari dosa dan disambut kedatangannya dalam Gereja.
Kaum beriman yang telah dibaptis diajak memperbaharui Janji Baptis.
Sebagaimana Kristus wafat, lalu bangkit, demikian pula kita mati terhadap dosa dan bangkit untuk hidup baru sebagai anak-anak Allah.
2."Via cruxis et via spes - Jalan salib dan jalan harapan".
Kis 4:32-37; Mzm 93:1ab.1c-2.5; Yoh 3:7-15
Kis 4:32-37; Mzm 93:1ab.1c-2.5; Yoh 3:7-15
Premis iman ini benar karena tidak ada paskah tanpa jumat agung, tidak ada kebangkitan tanpa kematian dan tidak ada kemuliaan tanpa kesakitan.
Inilah kekhasan iman Katolik yang harus kita syukuri dan maknai bahwa kita memiliki warisan iman ilahi sekaligus sangat insani yakni "jalan salib", sebuah "via dolorosa - jalan dukacita" yang sekaligus merupakan "via spes - jalan harapan dan via sapientia - jalan kebijaksanaan".
Adapun dalam buku saya, "TANDA" (RJK, Kanisius), salib yang sekaligus jalan harapan dan jalan kebijaksanaan sendiri bisa berarti "Saat Aku Lemah Ingatlah Bapa".
Inilah kekhasan iman Katolik yang harus kita syukuri dan maknai bahwa kita memiliki warisan iman ilahi sekaligus sangat insani yakni "jalan salib", sebuah "via dolorosa - jalan dukacita" yang sekaligus merupakan "via spes - jalan harapan dan via sapientia - jalan kebijaksanaan".
Adapun dalam buku saya, "TANDA" (RJK, Kanisius), salib yang sekaligus jalan harapan dan jalan kebijaksanaan sendiri bisa berarti "Saat Aku Lemah Ingatlah Bapa".
Ya, Bapa yang Rahim-lah, yang memberikan 3 pilar dasar dalam kelemahan dan ruwet renteng hidup harian kita, al:
A. Keselamatan:
Dulu, ketika Musa meninggikan ular di padang gurun, umat Israel yang memandang ular itu diselamatkan dari pagutan ular-ular tembaga.
Kini: ketika Yesus ditinggikan lewat kayu salib, kita juga diselamatkan dari perbudakan dosa karena Dia telah mati dan menjadi penebus "korban silih" buat kita.
Dulu, ketika Musa meninggikan ular di padang gurun, umat Israel yang memandang ular itu diselamatkan dari pagutan ular-ular tembaga.
Kini: ketika Yesus ditinggikan lewat kayu salib, kita juga diselamatkan dari perbudakan dosa karena Dia telah mati dan menjadi penebus "korban silih" buat kita.
B. Kedewasaan:
"Salib" yang kita jumpai dan alami dalam kehidupan membuat kita menjadi orang beriman yang dewasa, mengajak kita berani semakin mengalami "katarsis" dan "knosis", semacam pemurnian dan pengosongan diri bahwa setiap "salib" membuat kita lebih mengenakan keilahian (Kristus sentris) dan menanggalkan kesombongan (Ego sentris). Kita menjadi dewasa dan lebih berbelarasa dalam berkata-bersikap dan bertindak secara nyata dalam hidup sehari-hari.
"Salib" yang kita jumpai dan alami dalam kehidupan membuat kita menjadi orang beriman yang dewasa, mengajak kita berani semakin mengalami "katarsis" dan "knosis", semacam pemurnian dan pengosongan diri bahwa setiap "salib" membuat kita lebih mengenakan keilahian (Kristus sentris) dan menanggalkan kesombongan (Ego sentris). Kita menjadi dewasa dan lebih berbelarasa dalam berkata-bersikap dan bertindak secara nyata dalam hidup sehari-hari.
C. Penghiburan:
Di banyak gereja dan bahkan di rumah kita mungkin ada kayu salib Kristus yang digantungkan, marilah kita juga menggantungkan "HIK-Harapan Iman Kasih" kita beserta pergulatan hidup kepada Kristus yang telah rela "tergantung" untuk kita.
Inilah penghiburan iman kita bahwa "Dia yang tersalib" bersolider dengan kita, "Dia yang tersalib" menjadi energi/sumber kekuatan, "elan vital" dalam menanggung beban kehidupan yang terus datang silih berganti.
Di banyak gereja dan bahkan di rumah kita mungkin ada kayu salib Kristus yang digantungkan, marilah kita juga menggantungkan "HIK-Harapan Iman Kasih" kita beserta pergulatan hidup kepada Kristus yang telah rela "tergantung" untuk kita.
Inilah penghiburan iman kita bahwa "Dia yang tersalib" bersolider dengan kita, "Dia yang tersalib" menjadi energi/sumber kekuatan, "elan vital" dalam menanggung beban kehidupan yang terus datang silih berganti.
"Bunga Tulip bunga penuh rasa - Pengalaman salib membuat kita semakin beriman dewasa".
3."Eternitas-Keabadian."
Inilah salah satu kekhasan hidup kekal seperti yang dijanjikanNya kepada Nikodemus. "Hidup yang kekal" berarti hidup mulia di surga bersama Allah untuk selama-lamanya. Nah, selama kita masih hidup di dunia dan menuju hidup kekal, kita diajak untuk senantiasa percaya kepadaNya dengan mengungkapkan-merayakan dan pastinya dengan mewujudkan ajaran kasihNya.
Inilah sebuah upaya meng-horisontal-kan Kerajaan Allah yang sejati dan abadi.
Lebih lanjut, untuk mengungkapkan-merayakan dan mewujudkan "cahi-cakir-cadak", "cara hidup-cara pikir-cara bertindak" ala Yesus, kita dapat belajar dari pengalaman iman gereja perdana yang tidak memisahkan "MAP"-"Mimbar Altar Pasar" karena sejatinya iman di "altar/mimbar perjamuan" memang tidak terpisah dari hidup harian di "pasar kehidupan".
Inilah sebuah upaya meng-horisontal-kan Kerajaan Allah yang sejati dan abadi.
Lebih lanjut, untuk mengungkapkan-merayakan dan mewujudkan "cahi-cakir-cadak", "cara hidup-cara pikir-cara bertindak" ala Yesus, kita dapat belajar dari pengalaman iman gereja perdana yang tidak memisahkan "MAP"-"Mimbar Altar Pasar" karena sejatinya iman di "altar/mimbar perjamuan" memang tidak terpisah dari hidup harian di "pasar kehidupan".
Yesus memberikan contoh nyatanya:
memberi makan/minum, memberi tumpangan/pakaian, mengunjungi yang sakit/di penjara dll (Mat 25: 34-46).
memberi makan/minum, memberi tumpangan/pakaian, mengunjungi yang sakit/di penjara dll (Mat 25: 34-46).
Menyitir kesaksian hidup para rasul:"Tdk ada seorangpun yang berkekurangan diantara mrk; karena semua orang yang mempunyai tanah/rumah, menjual kepunyaannya dan hasil penjualan itu mereka bawa dan letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya" (Kis 4:34-35).
Dengan kata lain: Kita diajak untuk menjadi orang beriman yang berjuang mencapai hidup yang kekal dengan semangat berbagi/berpeduli, berpindah dari pola egosentris ke kristussentris.
Pastinya: Allah mengutus Yesus datang ke dunia untuk membawa terang keselamatan bagi siapa saja yang terbuka menyambut diriNya.
Inisiatif keselamatan berasal dari Allah dan dari manusia dituntut sikap percaya.
Tapi, sikap percaya ini bukan hanya diucapkan di bibir saja tapi harus tercermin dalam sikap hidup yang nyata, yang berakar bertumbuh dan berbuah dalam tindakan nyata.
Tapi, sikap percaya ini bukan hanya diucapkan di bibir saja tapi harus tercermin dalam sikap hidup yang nyata, yang berakar bertumbuh dan berbuah dalam tindakan nyata.
"Dari Pattaya ke Pasar Koja - Mari berkarya dengan bersahaja."
4.“Dominus vivit - Tuhan itu HIDUP!”
Dari Tarsus
Jangan lupa ke sinagoga
Yesus itu
Sang Alpha dan Omega
Dari Tarsus
Jangan lupa ke sinagoga
Yesus itu
Sang Alpha dan Omega
Satpam itu tukang jaga
Bakso itu enak pakai cuka
Kita jelas mencari surga
Jangan mau mendekati neraka
Bakso itu enak pakai cuka
Kita jelas mencari surga
Jangan mau mendekati neraka
Betsyeba makan soto babat
Kamu bukan lagi hamba melainkan sahabat
Kamu bukan lagi hamba melainkan sahabat
Bang Jaja makan tempe
Masuk gereja, jangan lupa matikan hape
Masuk gereja, jangan lupa matikan hape
Makan pepaya di Surabaya
Alleluia - Tuhan itu sungguh bercahaya
Alleluia - Tuhan itu sungguh bercahaya
Dari Rawa Buaya ke Surakarta
Sorak alleluia - gegap gempita
Sorak alleluia - gegap gempita
Daun pepaya di atas dahan
Alleluya - puji Tuhan
Alleluya - puji Tuhan
Kita melangkah di Kampung Sawah
Selamat paskah - berkatNya melimpah ruah
Selamat paskah - berkatNya melimpah ruah
Warung Barokah di Kramat Jati
Selamat Paskah - Tuhan memberkati!
Selamat Paskah - Tuhan memberkati!
Jika engkau berjalan,
majulah dlm byk perbuatan baik, dlm "HIK", Harapan Iman dan Kasih,
tanpa jatuh kembali dalam kebiasaan lama.
majulah dlm byk perbuatan baik, dlm "HIK", Harapan Iman dan Kasih,
tanpa jatuh kembali dalam kebiasaan lama.
Bermadahlah seperti seorang peziarah:
bermadah dan berjalan!
Bukan untuk bermalas-malasan,
melainkan membangun kekuatan. Bermadah dan berjalanlah!
bermadah dan berjalan!
Bukan untuk bermalas-malasan,
melainkan membangun kekuatan. Bermadah dan berjalanlah!
Marilah kita memadahkan alleluia dengan suara kita dan dengan hati kita,
dengan bibir dan dengan hidup kita.
Inilah alleluia yang menyukakan hati Tuhan.
Tuhan menghendaki kita memadahkan alleluia dan memadahkannya dengan sepenuh hati, tanpa nada-nada sumbang sang pelantun madah.
Alleluia!!
dengan bibir dan dengan hidup kita.
Inilah alleluia yang menyukakan hati Tuhan.
Tuhan menghendaki kita memadahkan alleluia dan memadahkannya dengan sepenuh hati, tanpa nada-nada sumbang sang pelantun madah.
Alleluia!!
Pergi ke Galilea!
Inilah tempat Tuhan bekerja:
menjadi PRAYER-HEALER-TEACHER-GIVER.
Inilah tempat Tuhan bekerja:
menjadi PRAYER-HEALER-TEACHER-GIVER.
"ABAK-Ayo Bangkit Ayo Kerja",
karna disanalah kita akan melihat Tuhan.
karna disanalah kita akan melihat Tuhan.
Ya, kita diajak “pergi ke Galilea” untuk mewartakan datangnya "musim semi baru" yang penuh kesuburan (telor-kelinci), keindahan dan kesucian (bunga bakung).
Ia mengajak kita untuk “bangkit” - “melewati”, bangun dari “kuburan dosa”, “next level” menjadi orang yang lebih berkualitas:
bersyukur dan berpeduli
bersyukur dan berpeduli
NEXT LEVEL!
"Kita adalah orang-orang Paskah, dan Alleluia adalah madah kita!”
"Kita adalah orang-orang Paskah, dan Alleluia adalah madah kita!”
Akhirnya,
Semoga PASKAH membuat "HIK-Harapan Iman Kasih" kita makin "JOST"-"Jadikan Orang Sahabatnya Tuhan" dan "KOKOH"- "Kanan Oke Kiri Oke Haleluya!"
Semoga PASKAH membuat "HIK-Harapan Iman Kasih" kita makin "JOST"-"Jadikan Orang Sahabatnya Tuhan" dan "KOKOH"- "Kanan Oke Kiri Oke Haleluya!"
5.SABTU SUCI - VIGILI PASKAH
Kej.1:1 - 2:2 ;
Kej.22:1-18
(Kej. 22:1-2,9a,10-13,15-18);
Kel.14:15 - 15:1;
Yes.55:1-11;
Bar.3:9-15,32 - 4:4;
Yeh.36:16-17a,18-28;
Mrk.16:1-8
Kej.1:1 - 2:2 ;
Kej.22:1-18
(Kej. 22:1-2,9a,10-13,15-18);
Kel.14:15 - 15:1;
Yes.55:1-11;
Bar.3:9-15,32 - 4:4;
Yeh.36:16-17a,18-28;
Mrk.16:1-8
"Allleluia-Pujilah Tuhan!"
Inilah pekik kemenangan yang khas pada malam kebangkitan Tuhan di malam Paskah.
KebangkitanNya sendiri adalah salah satu kebenaran utama yang penting dalam Injil (1Kor 15:1-8) karena bbrp alasan iman, al:
A. Membuktikan bhw Dia adl Anak Allah (Yoh 10:17-18; Rom 1:4).
B. Menjamin kemanjuran bhw kematian-Nya yg menebus kita (Rom 6:4; 1Kor 15:17)
C. Membuktikan kebenaran Alkitab (Maz 16:10; Luk 24:44-47; Kis 2:31)
D. Memastikan penghakiman org fasik di masa depan (Kis 17:30-31).
E. Mendasari karunia Roh Kudus-hidup kekal (Yoh 20:22; Rom 5:10; 1Kor 15:45) dan kenaikan-Nya di surga sebagai Pengantara org beriman (Ibr 7:23-28).
F. Memastikan warisan orang percaya di surga (1Pet 1:3-4) dan kebangkitan/pengangkatan mrk ketika Tuhan datang (Yoh 14:3; 1Tes 4:14-18).
G. Memungkinkan tersedianya kehadiran Kristus serta kuasa-Nya atas dosa dlm pengalaman hidup kita (Gal 2:20; Ef 1:18-20).
Inilah pekik kemenangan yang khas pada malam kebangkitan Tuhan di malam Paskah.
KebangkitanNya sendiri adalah salah satu kebenaran utama yang penting dalam Injil (1Kor 15:1-8) karena bbrp alasan iman, al:
A. Membuktikan bhw Dia adl Anak Allah (Yoh 10:17-18; Rom 1:4).
B. Menjamin kemanjuran bhw kematian-Nya yg menebus kita (Rom 6:4; 1Kor 15:17)
C. Membuktikan kebenaran Alkitab (Maz 16:10; Luk 24:44-47; Kis 2:31)
D. Memastikan penghakiman org fasik di masa depan (Kis 17:30-31).
E. Mendasari karunia Roh Kudus-hidup kekal (Yoh 20:22; Rom 5:10; 1Kor 15:45) dan kenaikan-Nya di surga sebagai Pengantara org beriman (Ibr 7:23-28).
F. Memastikan warisan orang percaya di surga (1Pet 1:3-4) dan kebangkitan/pengangkatan mrk ketika Tuhan datang (Yoh 14:3; 1Tes 4:14-18).
G. Memungkinkan tersedianya kehadiran Kristus serta kuasa-Nya atas dosa dlm pengalaman hidup kita (Gal 2:20; Ef 1:18-20).
KebangkitanNya juga merupakan suatu peristiwa historis.
Setelah bangkit, Ia tetap tinggal di bumi selama 40 hari, menampakkan Diri dan berbicara kepada murid-Nya, al:
a. Maria Magdalena (Yoh 20:11-18)
b. Para wanita yg kembali dari kuburan (Mat 28:9-10)
c. Petrus (Luk 24:34)
d. Dua murid yg menuju ke Emaus (Luk 24:13-32)
e. Semua murid kecuali Tomas
(Luk 24:36-43)
f. Semua murid pada Minggu malam, satu minggu kemudian (Yoh 20:26-31)
g. 7 murid di Danau Galilea
(Yoh 21:1-25)
h. 500 orang di Galilea
(Mat 28:16-20, 1Kor 15:6)
i. Yakobus (1Kor 15:7)
j. Murid-murid yg menerima Amanat Agung (Mat 28:16-20)
k. Para rasul ketika Ia naik ke sorga (Kis 1:3-11)
l. Rasul Paulus (1Kor 15:8)
Setelah bangkit, Ia tetap tinggal di bumi selama 40 hari, menampakkan Diri dan berbicara kepada murid-Nya, al:
a. Maria Magdalena (Yoh 20:11-18)
b. Para wanita yg kembali dari kuburan (Mat 28:9-10)
c. Petrus (Luk 24:34)
d. Dua murid yg menuju ke Emaus (Luk 24:13-32)
e. Semua murid kecuali Tomas
(Luk 24:36-43)
f. Semua murid pada Minggu malam, satu minggu kemudian (Yoh 20:26-31)
g. 7 murid di Danau Galilea
(Yoh 21:1-25)
h. 500 orang di Galilea
(Mat 28:16-20, 1Kor 15:6)
i. Yakobus (1Kor 15:7)
j. Murid-murid yg menerima Amanat Agung (Mat 28:16-20)
k. Para rasul ketika Ia naik ke sorga (Kis 1:3-11)
l. Rasul Paulus (1Kor 15:8)
Sudahkah kita juga ikut "bangkit"bersamaNya?
"Makan pepaya di atas bukit - Alleluia Tuhan bangkit!"
6.Kotbah (Alm) Mgr. Johannes Pujasumarta
Saudari dan saudaraku yang terkasih dalam Tuhan,
Pada malam Minggu Paska Kebangkitan Tuhan kita diajak oleh Gereja yang kudus untuk bersyukur atas karya TUHAN Allah, yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya, dan yang menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Dengan menciptakan manusia, perempuan dan laki-laki, serta menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya TUHAN merindukan terjadinya syalom, yaitu damai sejahtera yang terjadi dalam hubungan selaras antara manusia dengan sesama dan segala makhluk, dengan dirinya sendiri dan dengan Allah, Sang Pencipta. Namun, oleh karena dosa damai sejatera itu dirusak oleh manusia, sedemikian rusak karena manusia tidak mau menjadi penjaga satu sama lain. Rusaklah seluruh keutuhan ciptaan oleh karena kejahatan dan dosa manusia.
Karya Allah yang membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir dapat kita alami pula pada zaman kita dalam peristiwa kemerdekaan bangsa dari perbudakan penjajah. Panggilan kepada kemerdekaan yang semakin utuh membutuhkan tanggapan manusia Indonesia, peremputan dan laki-laki, untuk tidak lelah-lelahnya bekerja keras mengisi kemerdekaan dengan ketulusan hati, kejujuran, dan kesediaan untuk melayani satu sama lain, agar terwujudlah persaudaraan sejati antar warga bangsa.
Tetap saja kita sadari, bahwa kehendak baik, perbuatan terpuji, yang dilakukan dengan ketulusan hati, kejujuran, dan kesediaan untuk melayani satu sama lain menjadi sulit diwujudkan karena berbenturan - bahkan berlawanan - dengan kepentingan pribadi maupun kelompok. Peristiwa Yesus, seorang pribadi yang unggul dalam kebaikan, kebenaran dan ketulusan hati tetap menjadi pola cara manusia berelasi dengan sesamanya: membalas kebaikan dengan kejahatan.
Namun seperti dulu pada zaman Yesus, sekarang pun kita percaya, bahwa Allah, Bapa yang maharahim, membela orang baik, jujur dan tulus hatinya. Iman kepercayaan kita kepada Kristus yang hidup, hendaknya menjadi daya kekuatan bagi kita untuk bekerja demi kemuliaan nama Tuhan dan demi keselamatan sesama dan seluruh dunia.
Sebagai ungkapan syukur atas karya penciptaan yang mengagumkan, dan akan karya penebusan yang lebih mengagumkan lagi, marilah kita melestarikan keutuhan ciptaan, menciptakan damai sejahtera, karena berkat sengsara dan salib-Nya Yesus Kristus telah mendamaikan semua dan segalanya dalam diri-Nya. Semoga daya kebangkitan Tuhan menjadi kekuatan bagi kita untuk mewujudkan persaudaraan sejati di bumi Indonesia ini. Selamat Paska Kebangkitan Tuhan.
Semoga saudari dan saudara semua dilimpahi berkat Allah yang mahakuasa, Bapa, dan Putera dan Roh Kudus. Amin.
Salam, doa dan Berkah Dalem,
Pada malam Minggu Paska Kebangkitan Tuhan kita diajak oleh Gereja yang kudus untuk bersyukur atas karya TUHAN Allah, yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya, dan yang menyelamatkan manusia dari hukuman dosa. Dengan menciptakan manusia, perempuan dan laki-laki, serta menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya TUHAN merindukan terjadinya syalom, yaitu damai sejahtera yang terjadi dalam hubungan selaras antara manusia dengan sesama dan segala makhluk, dengan dirinya sendiri dan dengan Allah, Sang Pencipta. Namun, oleh karena dosa damai sejatera itu dirusak oleh manusia, sedemikian rusak karena manusia tidak mau menjadi penjaga satu sama lain. Rusaklah seluruh keutuhan ciptaan oleh karena kejahatan dan dosa manusia.
Karya Allah yang membebaskan umat-Nya dari perbudakan di Mesir dapat kita alami pula pada zaman kita dalam peristiwa kemerdekaan bangsa dari perbudakan penjajah. Panggilan kepada kemerdekaan yang semakin utuh membutuhkan tanggapan manusia Indonesia, peremputan dan laki-laki, untuk tidak lelah-lelahnya bekerja keras mengisi kemerdekaan dengan ketulusan hati, kejujuran, dan kesediaan untuk melayani satu sama lain, agar terwujudlah persaudaraan sejati antar warga bangsa.
Tetap saja kita sadari, bahwa kehendak baik, perbuatan terpuji, yang dilakukan dengan ketulusan hati, kejujuran, dan kesediaan untuk melayani satu sama lain menjadi sulit diwujudkan karena berbenturan - bahkan berlawanan - dengan kepentingan pribadi maupun kelompok. Peristiwa Yesus, seorang pribadi yang unggul dalam kebaikan, kebenaran dan ketulusan hati tetap menjadi pola cara manusia berelasi dengan sesamanya: membalas kebaikan dengan kejahatan.
Namun seperti dulu pada zaman Yesus, sekarang pun kita percaya, bahwa Allah, Bapa yang maharahim, membela orang baik, jujur dan tulus hatinya. Iman kepercayaan kita kepada Kristus yang hidup, hendaknya menjadi daya kekuatan bagi kita untuk bekerja demi kemuliaan nama Tuhan dan demi keselamatan sesama dan seluruh dunia.
Sebagai ungkapan syukur atas karya penciptaan yang mengagumkan, dan akan karya penebusan yang lebih mengagumkan lagi, marilah kita melestarikan keutuhan ciptaan, menciptakan damai sejahtera, karena berkat sengsara dan salib-Nya Yesus Kristus telah mendamaikan semua dan segalanya dalam diri-Nya. Semoga daya kebangkitan Tuhan menjadi kekuatan bagi kita untuk mewujudkan persaudaraan sejati di bumi Indonesia ini. Selamat Paska Kebangkitan Tuhan.
Semoga saudari dan saudara semua dilimpahi berkat Allah yang mahakuasa, Bapa, dan Putera dan Roh Kudus. Amin.
Salam, doa dan Berkah Dalem,
7.KHOTBAH PASTOR RANIERO CANTALAMESSA, OFM.CAP,
(PENGKHOTBAH RUMAHTANGGA KEPAUSAN),
(PENGKHOTBAH RUMAHTANGGA KEPAUSAN),
"ECCE HOMO! (LIHATLAH MANUSIA ITU!)" :
KITA SEMUA, LEMBAGA-LEMBAGA KITA BERESIKO MENJADI SEPERTI PILATUS, MENCUCI TANGAN KITA..
KITA SEMUA, LEMBAGA-LEMBAGA KITA BERESIKO MENJADI SEPERTI PILATUS, MENCUCI TANGAN KITA..
Kita baru saja mendengar kisah pengadilan Yesus di hadapan Pilatus. Ada satu titik tertentu di dalam kisah itu di mana kita perlu berhenti sejenak.
Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia. Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan mereka berkata: "Salam, hai raja orang Yahudi!" Lalu mereka menampar muka-Nya .... Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: "Lihatlah Manusia itu! [Ecce Homo!]" (Yoh 19:1-3,5).
Di antara lukisan-lukisan yang tak terhitung banyaknya yang memiliki Ecce Homo sebagai subjek mereka, ada satu yang selalu membuat saya terkesan. Lukisan dari pelukis Flemish abad keenam belas, Jan Mostaert. Izinkan saya mencoba untuk menggambarkannya. Ini akan membantu membekaskan dengan lebih baik episode tersebut dalam pikiran kita, karena sang seniman hanya menuangkan dengan setia dalam lukisan fakta-fakta kisah Injil, terutama Injil Markus (lihat Mrk 15:16-20).
Yesus memiliki mahkota duri di kepala-Nya. Serangkaian ranting berduri yang ditemukan di halaman, mungkin untuk menyalakan api, dianyam para serdadu sebuah kesempatan untuk olok-olok kedudukan raja-Nya ini. Tetesan-tetesan darah turun ke wajah-Nya. Mulut-Nya setengah terbuka, seperti orang yang sedang mengalami kesulitan bernapas. Di pundak-Nya ada beban dan mantel usang, lebih mirip dengan lapisan tipis ketimbang kain. Pundak-Nya memiliki luka-luka pukulan-pukulan terakhir selama pencambukan-Nya. Pergelangan tangan-Nya terikat bersama-sama oleh sebuah tali kasar yang mengitari sebanyak dua kali. Mereka telah menempatkan sebuah buluh di salah satu tangan-Nya bagaikan semacam tongkat serta seikat ranting pada tangan lainnya, lambang mengejek kedudukan raja-Nya. Yesus tidak bisa menggerakkan bahkan sebuah jari pun; ini adalah seorang manusia yang diturunkan hingga sepenuhnya tidak berdaya, bentuk dasar dari semua orang dalam sejarah dengan tangan mereka yang terikat.
Merenungkan sengsara tersebut, filsuf Blaise Pascal menulis kata-kata ini suatu hari : "Kristus akan kesakitan sampai akhir dunia; kita seharusnya tidak tidur selama waktu ini".[1] Ada rasa yang di dalamnya kata-kata ini berlaku bagi pribadi Kristus sendiri, yaitu, bagi kepala tubuh mistik, dan tidak hanya bagi para anggotanya. Meskipun tidak bangkit dan hidup sekarang tetapi justru karena Ia telah bangkit dan hidup. Tetapi marilah kita kesampingkan makna yang terlalu mengandung teka-teki ini dan malahan berbicara tentang makna paling jelas dari kata-kata ini. Yesus berada dalam kesakitan sampai akhir dunia dalam setiap pria atau wanita yang mengalami siksaan yang sama dengan-Nya. "Kamu telah melakukannya untuk Aku!" (Mat 25:40). Ia mengatakan kata-kata ini tidak hanya tentang orang-orang yang percaya kepada-Nya; Ia juga mengatakannya tentang setiap pria atau wanita yang lapar, telanjang, teraniaya, atau dipenjara.
Untuk sekali janganlah kita berpikir tentang kejahatan sosial bersama : kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, eksploitasi orang lemah. Kejahatan-kejahatan ini berbicara tentang sering (bahkan jika itu tidak pernah cukup), tetapi ada resiko bahwa mereka menjadi pemisahan-pemisahan - kelompok-kelompok ketimbang pribadi-pribadi. Mari kita memikirkan bukan penderitaan perorangan, orang-orang dengan nama dan jatidiri tertentu; memikirkan siksaan-siksaan yang diputuskan dengan darah dingin dan secara sukarela ditimbulkan pada saat ini oleh manusia pada manusia lain, bahkan pada bayi-bayi.
Berapa banyak contoh dari "Ecce homo" ("Lihatlah manusia itu!") ada di dunia! Berapa banyak tahanan yang menemukan diri mereka dalam situasi yang sama seperti Yesus dalam praetorium Pilatus: sendirian, tangan diborgol, disiksa, pada belas kasihan dari para serdadu yang bengis penuh kebencian yang terlibat dalam setiap jenis kekejaman fisik dan psikologis serta yang menikmati menonton orang-orang menderita. "Kita seharusnya tidak tidur; kita seharusnya tidak meninggalkan mereka sendirian!"
Seruan "Ecce homo!" tidak hanya berlaku untuk para korban tetapi juga untuk para penyiksa. Artinya, "Mampulah melihatlah orang ini!" Dengan rasa takut dan gentar, mari kita juga mengatakan, "Kita mampu melihat orang ini!" Alangkah jauh di depan kita pawai yang tak terhentikan, dari homo sapiens sapiens (manusia modern yang tercerahkan), dari orang semacam itu yang menurut seseorang, harus dilahirkan dari kematian Tuhan dan menggantikan-Nya![2]
* * *
Orang-orang Kristiani tentu saja bukan satu-satunya korban kekerasan yang mematikan dunia, tetapi kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa di banyak negara mereka adalah para korban yang paling sering dimaksudkan. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya suatu hari, "Akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah" (Yoh 16: 2). Mungkin jangan pernah memiliki kata-kata ini menemukan pemenuhan persis seperti yang mereka lakukan hari ini.
Seorang uskup abad ketiga, Dionisius dari Alexandria, telah meninggalkan kita sebuah kesaksian Paskah yang dirayakan oleh umat Kristen selama penganiayaan bengis oleh kaisar Romawi Desius :
Pertama kami ditetapkan dan dikelilingi oleh para penganiaya dan para pembunuh, namun bahkan kemudian kami adalah orang-orang satu-satunya untuk memelihara suasana pesta. Setiap tempat di mana kami diserang menjadi bagi kami sebuah tempat untuk perayaan apakah lapangan, gurun, kapal, penginapan, atau penjara. Suasana pesta yang paling cemerlang dari semuanya dipelihara oleh para martir yang menunaikan, yang berpesta di surga.[3]
Ini akan menjadi cara Paskah bagi banyak orang Kristiani tahun ini, 2015 tahun setelah Kristus.
Ada seseorang yang, dalam tekanan sekuler, memiliki keberanian untuk mengecam ketidakpedulian yang mencemaskan dari lembaga-lembaga dunia dan opini publik dalam menghadapi semua pembunuhan orang-orang Kristiani ini, mengingat apa yang kadang-kadang dibawa ketidakpedulian tersebut di masa lalu.[4] Kita semua dan semua lembaga kita di Barat beresiko menjadi Pilatus-pilatus yang mencuci tangan kita.
Namun, kita tidak diperbolehkan untuk membuat pengingkaran apapun hari ini. Kita akan mengkhianati misteri yang sedang kita rayakan. Yesus wafat, berseru, "Bapa, ampunilah mereka; sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk 23:34). Doa ini tidak hanya bergumam di bawah napas-Nya; ia berseru sehingga orang-orang itu bisa mendengarnya dengan baik. Ia bahkan bukan hanya sebuah doa; ia adalah sebuah permintaan yang harus ditaati yang dibuat dengan otoritas yang berasal dari menjadi Putra : "Bapa, ampunilah mereka!" Dan karena Ia sendiri telah mengatakan bahwa Bapa mendengar semua doa-Nya (lihat Yoh 11:42), kita harus percaya bahwa Ia mendengar doa terakhir dari salib ini dan akibatnya bahwa para penyalib Kristus kemudian diampuni oleh Allah (tentu saja tidak tanpa bertobat dalam beberapa cara) dan berada bersama Dia di surga, untuk bersaksi bagi semua kekekalan yang kepada ekstrem ini kasih Allah mampu pergi.
Ketidaktahuan, pada hakekatnya, ada secara eksklusif di antara para serdadu. Tetapi doa Yesus tidak terbatas pada mereka. Kemegahan ilahi pengampunan-Nya terdiri dalam kenyataan bahwa itu juga ditawarkan bagi para musuh-Nya yang paling tanpa belas kasihan. Alasan ketidaktahuan dikedepankan dengan tepat bagi mereka. Meskipun mereka bertindak dengan licik dan dengki, pada kenyataannya mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat; mereka tidak berpikir mereka sedang memaku pada salib seorang manusia yang benar-benar Mesias dan Putra Allah! Alih-alih menuduh musuh-musuh-Nya, atau mengampuni mereka dan mempercayakan tugas balas dendam kepada Bapa surgawi-Nya, Ia membela mereka.
Ia menyajikan murid-murid-Nya dengan sebuah contoh kemurahan hati yang tak terbatas. Mengampuni dengan kebesaran yang sama dari jiwa-Nya tidak berarti hanya sebuah sikap negatif yang melaluinya orang menolak keinginan jahat pada orang-orang yang berbuat jahat; itu harus diubah bukan menjadi sebuah keinginan positif untuk berbuat baik kepada mereka, bahkan jika itu hanya melalui sebuah doa kepada Allah atas nama mereka. "Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:44). Jenis pengampunan ini tidak bisa mencari balasan dengan harapan hukuman ilahi. Ia harus diilhami oleh sebuah amal yang memaafkan sesama tanpa, tetapi, menutup mata terhadap kebenaran tetapi, sebaliknya, mengusahakan menghentikan para pelaku kejahatan sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan melakukan yang lebih membahayakan orang lain dan diri mereka sendiri.
Kita mungkin ingin mengatakan, "Tuhan, Engkau meminta kami untuk melakukan hal yang mustahil!" Ia akan menjawab, "Aku tahu, tapi Aku wafat untuk memberikan kamu apa yang sedang Aku minta daripadamu. Aku tidak hanya memberi kamu perintah untuk mengampuni dan tidak hanya sebuah contoh heroik pengampunan, tetapi melalui wafat-Ku, Aku juga menganugerahkan kamu rahmat yang memampukan kamu untuk mengampuni. Aku tidak memberikan dunia hanya sebuah ajaran tentang belas kasih seperti yang diberikan banyak orang lain. Aku juga Allah dan Aku telah mencurahkan bagimu sungai-sungai belas kasih melalui wafat-Ku. Dari mereka kamu dapat menarik sebanyak mungkin belas kasih yang kamu inginkan selama Tahun Yubileum Kerahiman".
***
Seseorang bisa mengatakan, "Jadi, apakah mengikuti Kristus selalu berarti menyerahkan diri secara pasif untuk mengalah dan mati?" Sebaliknya! Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya, "Bersoraklah" sebelum masuk ke dalam sengsara-Nya : "Aku telah mengalahkan dunia" (Yoh 16:33). Kristus telah mengalahkan dunia dengan mengalahkan kejahatan dunia. Kemenangan definitif kebaikan atas kejahatan yang akan diwujudkan pada akhir jaman telah terjadi, secara hukum dan de facto, pada salib Kristus. "Sekarang", Ia berkata, "adalah penghakiman atas dunia ini" (Yoh 12:31).Sejak hari itu, kejahatan hilang, dan ia semakin hilang ketika ia tampak semakin menang. Ia sudah diadili dan dihukum dalam ungkapannya yang terakhir dengan sebuah kalimat yang tidak dapat diajukan banding.
Yesus mengalahkan kekerasan tidak dengan menentangnya dengan sebuah kekerasan yang lebih besar tetapi dengan menanggungnya dan membongkar semua ketidakadilan dan kesia-siaan. Ia meresmikan semacam kemenangan baru yang dirangkum oleh Santo Agustinus dalam tiga kata: "Victor quia victima : Kemenangan karena korban" [5] Melihat Ia wafat dengan cara ini menyebabkan perwira Romawi berseru," Sungguh, orang ini adalah Anak Allah! "(Mrk 15:39). Lainnya bertanya pada mereka diri sendiri bisa berarti apa "teriakan keras" yang dipancarkan oleh kematian Yesus (lihat Mrk 15:37). Perwira itu, yang ahli dalam pertarungan dan pertempuran, mengakui seketika itu juga bahwa itu adalah sebuah teriakan kemenangan.[6]
Masalah kekerasan mengganggu kita, mengejutkan kita, dan ia telah menciptakan bentuk-bentuk baru dan menghebohkan dari kekejaman dan kebiadaban hari ini. Kita orang-orang Kristiani ngeri akan gagasan bahwa orang dapat membunuh dalam nama Allah. Tetapi, seseorang bisa menolak, "Tetapi bukankah Alkitab juga penuh dengan cerita-cerita kekerasan? Bukankah Allah disebut 'Tuhan semesta alam'? Bukankah untuk mengutuk seluruh kota untuk pemusnahan dikaitkan dengan-Nya? Bukankah Ia yang mengatur sejumlah kasus hukuman mati dalam Hukum Musa?"
Jika mereka telah mengalamatkan keberatan-keberatan yang sama itu terhadap Yesus selama hidup-Nya, Ia pasti telah menanggapi dengan apa yang Ia katakan tentang perceraian: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian" (Mat 19:8). Hal yang sama berlaku untuk kekerasan: "sejak semula tidaklah demikian". Bab pertama Kejadian menyajikan sebuah dunia di mana kekerasan bahkan tidak masuk akal, tidak di antara manusia itu sendiri maupun di antara manusia dan hewan. Bahkan tidak untuk membalas kematian Habel, dan karena itu menghukum si pembunuh, apakah diperbolehkan untuk membunuh (lihat Kej 4:15).
Kehendak Allah yang sebenarnya Allah dinyatakan oleh perintah "Jangan membunuh" lebih daripada oleh pengecualian terhadap perintah dalam hukum itu, yang merupakan kelonggaran terhadap "kekerasan hati" dan praktek masyarakat. Kekerasan, bersama dengan dosa, sayangnya adalah bagian dari kehidupan, dan Perjanjian Lama, yang mencerminkan kehidupan dan harus berguna bagi kehidupan sebagaimana adanya, berusaha melalui perundang-undangan dan hukuman matinya setidaknya menyalurkan dan mengekang kekerasan sehingga ia tidak merosot menjadi keleluasaan pribadi dan orang-orang kemudian saling mengobrak-abrik.[7]
Paulus berbicara tentang sebuah periode waktu yang ditandai dengan "kesabaran" Allah (lihat Roma 3:25). Allah bersabar terhadap kekerasan cara Ia bersabar terhadap poligami, perceraian, dan hal-hal lain, tetapi Ia sedang mempersiapkan orang-orang untuk sebuah masa yang di dalamnya rencana awal-Nya akan "diikhtisarkan" dan dipulihkan untuk menghormati, seakan-akan sebuah ciptaan baru. Masa itu tiba bersama Yesus, yang menyatakan di atas bukit, "Kamu telah mendengar firman: 'Mata ganti mata dan gigi ganti gigi'. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu .... Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:38-39,43-44).
"Khotbah di Bukit" yang sejati yang mengubah sejarah bukanlah, bagaimanapun, salah satu khotbah yang diucapkan di sebuah bukit di Galilea tetapi khotbah yang sekarang dinyatakan, dengan keheningan, dari salib. Di Kalvari Kristus memberikan sebuat "tidak" yang definitif terhadap kekerasan, pengaturan yang bertentangan dengannya tidak hanya dengan tanpa kekerasan tetapi, bahkan lebih, dengan pengampunan, kelemahlembutan, dan kasih. Meskipun kekerasan masih akan terus ada, ia tidak akan lagi - bahkan tidak jauh - dapat menghubungkan dirinya kepada Allah dan menyelubungi dirinya dalam kekuasaan-Nya. Melakukan hal demikian akan membuat konsep Allah mundur ke tahap primitif dan bersahaja dalam sejarah yang telah dilampaui oleh hati nurani umat manusia yang religius dan beradab.
* * *
Para martir sejati bagi Kristus tidak mati dengan tangan terkepal tetapi dengan tangan mereka yang tergabung dalam doa. Kita telah memiliki banyak contoh terbaru dari hal ini. Kristus adalah orang yang memberikan dua puluh satu orang Kristen Koptik dipenggal di Libya oleh ISIS 22 Februari lalu ini kekuatan untuk mati membisikkan nama Yesus.
Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa untuk saudara dan saudari kami yang dianiaya dalam iman dan untuk semua manusia Ecce Homo yang berada di muka bumi pada saat ini, orang-orang Kristiani dan bukan Kristiani. Maria, di kaki salib engkau menyatukan dirimu kepada Putramu, dan engkau berbisik, setelah Dia, "Bapa, ampunilah mereka!" Bantu kami mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, tidak hanya di panggung dunia, tetapi juga dalam kehidupan kami sehari-hari, di dalam dinding-dinding rumah kami. Engkau "berbagi penderitaan-Nya ketika Ia wafat di kayu salib. Dengan demikian, dengan cara yang sangat khusus engkau bekerja sama dengan ketaatan, iman, harapan dan penyalaan amalmu dalam karya Juruselamat"[8] Semoga engkau mengilhami para pria dan wanita dari masa kami dengan pikiran damai dan belas kasih. Dan pikiran pengampunan. Amin.
______________________
[1] Blaise Pascal, ”Misteri Yesus”, #552, dalam Pensées (New York: E. P. Dutton & Co., 1958), 148.
[2] Friedrich Nietzsche, Ilmu Homo III, 125.
[3] Eusebius, Sejarah Gereja, VII, 22, 4, terjemahan G. A. Williamson (New York: Penguin Books, 1965), 236-237.
[4] Ernesto Galli della Loggia, “L’indifferenza che uccide” [“Ketidakpedulian yang Membunuh”], dalam Corriere della sera, 28 Juli, 2014, hal. 1.
[5] Augustine, Pengakuan-pengakuan, X, 43.
[6] Lihat Permainan Sengsara Allah yang Mustahil oleh Frank Topping.
[7] Lihat René Girard, Hal-hal Tersembunyi Sejak Adanya Dunia (Stanford , CA : Stanford University Press, 1987).
[8] bdk. Lumen Gentium, no. 61.
Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia. Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan mereka berkata: "Salam, hai raja orang Yahudi!" Lalu mereka menampar muka-Nya .... Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: "Lihatlah Manusia itu! [Ecce Homo!]" (Yoh 19:1-3,5).
Di antara lukisan-lukisan yang tak terhitung banyaknya yang memiliki Ecce Homo sebagai subjek mereka, ada satu yang selalu membuat saya terkesan. Lukisan dari pelukis Flemish abad keenam belas, Jan Mostaert. Izinkan saya mencoba untuk menggambarkannya. Ini akan membantu membekaskan dengan lebih baik episode tersebut dalam pikiran kita, karena sang seniman hanya menuangkan dengan setia dalam lukisan fakta-fakta kisah Injil, terutama Injil Markus (lihat Mrk 15:16-20).
Yesus memiliki mahkota duri di kepala-Nya. Serangkaian ranting berduri yang ditemukan di halaman, mungkin untuk menyalakan api, dianyam para serdadu sebuah kesempatan untuk olok-olok kedudukan raja-Nya ini. Tetesan-tetesan darah turun ke wajah-Nya. Mulut-Nya setengah terbuka, seperti orang yang sedang mengalami kesulitan bernapas. Di pundak-Nya ada beban dan mantel usang, lebih mirip dengan lapisan tipis ketimbang kain. Pundak-Nya memiliki luka-luka pukulan-pukulan terakhir selama pencambukan-Nya. Pergelangan tangan-Nya terikat bersama-sama oleh sebuah tali kasar yang mengitari sebanyak dua kali. Mereka telah menempatkan sebuah buluh di salah satu tangan-Nya bagaikan semacam tongkat serta seikat ranting pada tangan lainnya, lambang mengejek kedudukan raja-Nya. Yesus tidak bisa menggerakkan bahkan sebuah jari pun; ini adalah seorang manusia yang diturunkan hingga sepenuhnya tidak berdaya, bentuk dasar dari semua orang dalam sejarah dengan tangan mereka yang terikat.
Merenungkan sengsara tersebut, filsuf Blaise Pascal menulis kata-kata ini suatu hari : "Kristus akan kesakitan sampai akhir dunia; kita seharusnya tidak tidur selama waktu ini".[1] Ada rasa yang di dalamnya kata-kata ini berlaku bagi pribadi Kristus sendiri, yaitu, bagi kepala tubuh mistik, dan tidak hanya bagi para anggotanya. Meskipun tidak bangkit dan hidup sekarang tetapi justru karena Ia telah bangkit dan hidup. Tetapi marilah kita kesampingkan makna yang terlalu mengandung teka-teki ini dan malahan berbicara tentang makna paling jelas dari kata-kata ini. Yesus berada dalam kesakitan sampai akhir dunia dalam setiap pria atau wanita yang mengalami siksaan yang sama dengan-Nya. "Kamu telah melakukannya untuk Aku!" (Mat 25:40). Ia mengatakan kata-kata ini tidak hanya tentang orang-orang yang percaya kepada-Nya; Ia juga mengatakannya tentang setiap pria atau wanita yang lapar, telanjang, teraniaya, atau dipenjara.
Untuk sekali janganlah kita berpikir tentang kejahatan sosial bersama : kelaparan, kemiskinan, ketidakadilan, eksploitasi orang lemah. Kejahatan-kejahatan ini berbicara tentang sering (bahkan jika itu tidak pernah cukup), tetapi ada resiko bahwa mereka menjadi pemisahan-pemisahan - kelompok-kelompok ketimbang pribadi-pribadi. Mari kita memikirkan bukan penderitaan perorangan, orang-orang dengan nama dan jatidiri tertentu; memikirkan siksaan-siksaan yang diputuskan dengan darah dingin dan secara sukarela ditimbulkan pada saat ini oleh manusia pada manusia lain, bahkan pada bayi-bayi.
Berapa banyak contoh dari "Ecce homo" ("Lihatlah manusia itu!") ada di dunia! Berapa banyak tahanan yang menemukan diri mereka dalam situasi yang sama seperti Yesus dalam praetorium Pilatus: sendirian, tangan diborgol, disiksa, pada belas kasihan dari para serdadu yang bengis penuh kebencian yang terlibat dalam setiap jenis kekejaman fisik dan psikologis serta yang menikmati menonton orang-orang menderita. "Kita seharusnya tidak tidur; kita seharusnya tidak meninggalkan mereka sendirian!"
Seruan "Ecce homo!" tidak hanya berlaku untuk para korban tetapi juga untuk para penyiksa. Artinya, "Mampulah melihatlah orang ini!" Dengan rasa takut dan gentar, mari kita juga mengatakan, "Kita mampu melihat orang ini!" Alangkah jauh di depan kita pawai yang tak terhentikan, dari homo sapiens sapiens (manusia modern yang tercerahkan), dari orang semacam itu yang menurut seseorang, harus dilahirkan dari kematian Tuhan dan menggantikan-Nya![2]
* * *
Orang-orang Kristiani tentu saja bukan satu-satunya korban kekerasan yang mematikan dunia, tetapi kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa di banyak negara mereka adalah para korban yang paling sering dimaksudkan. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya suatu hari, "Akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah" (Yoh 16: 2). Mungkin jangan pernah memiliki kata-kata ini menemukan pemenuhan persis seperti yang mereka lakukan hari ini.
Seorang uskup abad ketiga, Dionisius dari Alexandria, telah meninggalkan kita sebuah kesaksian Paskah yang dirayakan oleh umat Kristen selama penganiayaan bengis oleh kaisar Romawi Desius :
Pertama kami ditetapkan dan dikelilingi oleh para penganiaya dan para pembunuh, namun bahkan kemudian kami adalah orang-orang satu-satunya untuk memelihara suasana pesta. Setiap tempat di mana kami diserang menjadi bagi kami sebuah tempat untuk perayaan apakah lapangan, gurun, kapal, penginapan, atau penjara. Suasana pesta yang paling cemerlang dari semuanya dipelihara oleh para martir yang menunaikan, yang berpesta di surga.[3]
Ini akan menjadi cara Paskah bagi banyak orang Kristiani tahun ini, 2015 tahun setelah Kristus.
Ada seseorang yang, dalam tekanan sekuler, memiliki keberanian untuk mengecam ketidakpedulian yang mencemaskan dari lembaga-lembaga dunia dan opini publik dalam menghadapi semua pembunuhan orang-orang Kristiani ini, mengingat apa yang kadang-kadang dibawa ketidakpedulian tersebut di masa lalu.[4] Kita semua dan semua lembaga kita di Barat beresiko menjadi Pilatus-pilatus yang mencuci tangan kita.
Namun, kita tidak diperbolehkan untuk membuat pengingkaran apapun hari ini. Kita akan mengkhianati misteri yang sedang kita rayakan. Yesus wafat, berseru, "Bapa, ampunilah mereka; sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk 23:34). Doa ini tidak hanya bergumam di bawah napas-Nya; ia berseru sehingga orang-orang itu bisa mendengarnya dengan baik. Ia bahkan bukan hanya sebuah doa; ia adalah sebuah permintaan yang harus ditaati yang dibuat dengan otoritas yang berasal dari menjadi Putra : "Bapa, ampunilah mereka!" Dan karena Ia sendiri telah mengatakan bahwa Bapa mendengar semua doa-Nya (lihat Yoh 11:42), kita harus percaya bahwa Ia mendengar doa terakhir dari salib ini dan akibatnya bahwa para penyalib Kristus kemudian diampuni oleh Allah (tentu saja tidak tanpa bertobat dalam beberapa cara) dan berada bersama Dia di surga, untuk bersaksi bagi semua kekekalan yang kepada ekstrem ini kasih Allah mampu pergi.
Ketidaktahuan, pada hakekatnya, ada secara eksklusif di antara para serdadu. Tetapi doa Yesus tidak terbatas pada mereka. Kemegahan ilahi pengampunan-Nya terdiri dalam kenyataan bahwa itu juga ditawarkan bagi para musuh-Nya yang paling tanpa belas kasihan. Alasan ketidaktahuan dikedepankan dengan tepat bagi mereka. Meskipun mereka bertindak dengan licik dan dengki, pada kenyataannya mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat; mereka tidak berpikir mereka sedang memaku pada salib seorang manusia yang benar-benar Mesias dan Putra Allah! Alih-alih menuduh musuh-musuh-Nya, atau mengampuni mereka dan mempercayakan tugas balas dendam kepada Bapa surgawi-Nya, Ia membela mereka.
Ia menyajikan murid-murid-Nya dengan sebuah contoh kemurahan hati yang tak terbatas. Mengampuni dengan kebesaran yang sama dari jiwa-Nya tidak berarti hanya sebuah sikap negatif yang melaluinya orang menolak keinginan jahat pada orang-orang yang berbuat jahat; itu harus diubah bukan menjadi sebuah keinginan positif untuk berbuat baik kepada mereka, bahkan jika itu hanya melalui sebuah doa kepada Allah atas nama mereka. "Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:44). Jenis pengampunan ini tidak bisa mencari balasan dengan harapan hukuman ilahi. Ia harus diilhami oleh sebuah amal yang memaafkan sesama tanpa, tetapi, menutup mata terhadap kebenaran tetapi, sebaliknya, mengusahakan menghentikan para pelaku kejahatan sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan melakukan yang lebih membahayakan orang lain dan diri mereka sendiri.
Kita mungkin ingin mengatakan, "Tuhan, Engkau meminta kami untuk melakukan hal yang mustahil!" Ia akan menjawab, "Aku tahu, tapi Aku wafat untuk memberikan kamu apa yang sedang Aku minta daripadamu. Aku tidak hanya memberi kamu perintah untuk mengampuni dan tidak hanya sebuah contoh heroik pengampunan, tetapi melalui wafat-Ku, Aku juga menganugerahkan kamu rahmat yang memampukan kamu untuk mengampuni. Aku tidak memberikan dunia hanya sebuah ajaran tentang belas kasih seperti yang diberikan banyak orang lain. Aku juga Allah dan Aku telah mencurahkan bagimu sungai-sungai belas kasih melalui wafat-Ku. Dari mereka kamu dapat menarik sebanyak mungkin belas kasih yang kamu inginkan selama Tahun Yubileum Kerahiman".
***
Seseorang bisa mengatakan, "Jadi, apakah mengikuti Kristus selalu berarti menyerahkan diri secara pasif untuk mengalah dan mati?" Sebaliknya! Ia mengatakan kepada murid-murid-Nya, "Bersoraklah" sebelum masuk ke dalam sengsara-Nya : "Aku telah mengalahkan dunia" (Yoh 16:33). Kristus telah mengalahkan dunia dengan mengalahkan kejahatan dunia. Kemenangan definitif kebaikan atas kejahatan yang akan diwujudkan pada akhir jaman telah terjadi, secara hukum dan de facto, pada salib Kristus. "Sekarang", Ia berkata, "adalah penghakiman atas dunia ini" (Yoh 12:31).Sejak hari itu, kejahatan hilang, dan ia semakin hilang ketika ia tampak semakin menang. Ia sudah diadili dan dihukum dalam ungkapannya yang terakhir dengan sebuah kalimat yang tidak dapat diajukan banding.
Yesus mengalahkan kekerasan tidak dengan menentangnya dengan sebuah kekerasan yang lebih besar tetapi dengan menanggungnya dan membongkar semua ketidakadilan dan kesia-siaan. Ia meresmikan semacam kemenangan baru yang dirangkum oleh Santo Agustinus dalam tiga kata: "Victor quia victima : Kemenangan karena korban" [5] Melihat Ia wafat dengan cara ini menyebabkan perwira Romawi berseru," Sungguh, orang ini adalah Anak Allah! "(Mrk 15:39). Lainnya bertanya pada mereka diri sendiri bisa berarti apa "teriakan keras" yang dipancarkan oleh kematian Yesus (lihat Mrk 15:37). Perwira itu, yang ahli dalam pertarungan dan pertempuran, mengakui seketika itu juga bahwa itu adalah sebuah teriakan kemenangan.[6]
Masalah kekerasan mengganggu kita, mengejutkan kita, dan ia telah menciptakan bentuk-bentuk baru dan menghebohkan dari kekejaman dan kebiadaban hari ini. Kita orang-orang Kristiani ngeri akan gagasan bahwa orang dapat membunuh dalam nama Allah. Tetapi, seseorang bisa menolak, "Tetapi bukankah Alkitab juga penuh dengan cerita-cerita kekerasan? Bukankah Allah disebut 'Tuhan semesta alam'? Bukankah untuk mengutuk seluruh kota untuk pemusnahan dikaitkan dengan-Nya? Bukankah Ia yang mengatur sejumlah kasus hukuman mati dalam Hukum Musa?"
Jika mereka telah mengalamatkan keberatan-keberatan yang sama itu terhadap Yesus selama hidup-Nya, Ia pasti telah menanggapi dengan apa yang Ia katakan tentang perceraian: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian" (Mat 19:8). Hal yang sama berlaku untuk kekerasan: "sejak semula tidaklah demikian". Bab pertama Kejadian menyajikan sebuah dunia di mana kekerasan bahkan tidak masuk akal, tidak di antara manusia itu sendiri maupun di antara manusia dan hewan. Bahkan tidak untuk membalas kematian Habel, dan karena itu menghukum si pembunuh, apakah diperbolehkan untuk membunuh (lihat Kej 4:15).
Kehendak Allah yang sebenarnya Allah dinyatakan oleh perintah "Jangan membunuh" lebih daripada oleh pengecualian terhadap perintah dalam hukum itu, yang merupakan kelonggaran terhadap "kekerasan hati" dan praktek masyarakat. Kekerasan, bersama dengan dosa, sayangnya adalah bagian dari kehidupan, dan Perjanjian Lama, yang mencerminkan kehidupan dan harus berguna bagi kehidupan sebagaimana adanya, berusaha melalui perundang-undangan dan hukuman matinya setidaknya menyalurkan dan mengekang kekerasan sehingga ia tidak merosot menjadi keleluasaan pribadi dan orang-orang kemudian saling mengobrak-abrik.[7]
Paulus berbicara tentang sebuah periode waktu yang ditandai dengan "kesabaran" Allah (lihat Roma 3:25). Allah bersabar terhadap kekerasan cara Ia bersabar terhadap poligami, perceraian, dan hal-hal lain, tetapi Ia sedang mempersiapkan orang-orang untuk sebuah masa yang di dalamnya rencana awal-Nya akan "diikhtisarkan" dan dipulihkan untuk menghormati, seakan-akan sebuah ciptaan baru. Masa itu tiba bersama Yesus, yang menyatakan di atas bukit, "Kamu telah mendengar firman: 'Mata ganti mata dan gigi ganti gigi'. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu .... Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:38-39,43-44).
"Khotbah di Bukit" yang sejati yang mengubah sejarah bukanlah, bagaimanapun, salah satu khotbah yang diucapkan di sebuah bukit di Galilea tetapi khotbah yang sekarang dinyatakan, dengan keheningan, dari salib. Di Kalvari Kristus memberikan sebuat "tidak" yang definitif terhadap kekerasan, pengaturan yang bertentangan dengannya tidak hanya dengan tanpa kekerasan tetapi, bahkan lebih, dengan pengampunan, kelemahlembutan, dan kasih. Meskipun kekerasan masih akan terus ada, ia tidak akan lagi - bahkan tidak jauh - dapat menghubungkan dirinya kepada Allah dan menyelubungi dirinya dalam kekuasaan-Nya. Melakukan hal demikian akan membuat konsep Allah mundur ke tahap primitif dan bersahaja dalam sejarah yang telah dilampaui oleh hati nurani umat manusia yang religius dan beradab.
* * *
Para martir sejati bagi Kristus tidak mati dengan tangan terkepal tetapi dengan tangan mereka yang tergabung dalam doa. Kita telah memiliki banyak contoh terbaru dari hal ini. Kristus adalah orang yang memberikan dua puluh satu orang Kristen Koptik dipenggal di Libya oleh ISIS 22 Februari lalu ini kekuatan untuk mati membisikkan nama Yesus.
Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa untuk saudara dan saudari kami yang dianiaya dalam iman dan untuk semua manusia Ecce Homo yang berada di muka bumi pada saat ini, orang-orang Kristiani dan bukan Kristiani. Maria, di kaki salib engkau menyatukan dirimu kepada Putramu, dan engkau berbisik, setelah Dia, "Bapa, ampunilah mereka!" Bantu kami mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, tidak hanya di panggung dunia, tetapi juga dalam kehidupan kami sehari-hari, di dalam dinding-dinding rumah kami. Engkau "berbagi penderitaan-Nya ketika Ia wafat di kayu salib. Dengan demikian, dengan cara yang sangat khusus engkau bekerja sama dengan ketaatan, iman, harapan dan penyalaan amalmu dalam karya Juruselamat"[8] Semoga engkau mengilhami para pria dan wanita dari masa kami dengan pikiran damai dan belas kasih. Dan pikiran pengampunan. Amin.
______________________
[1] Blaise Pascal, ”Misteri Yesus”, #552, dalam Pensées (New York: E. P. Dutton & Co., 1958), 148.
[2] Friedrich Nietzsche, Ilmu Homo III, 125.
[3] Eusebius, Sejarah Gereja, VII, 22, 4, terjemahan G. A. Williamson (New York: Penguin Books, 1965), 236-237.
[4] Ernesto Galli della Loggia, “L’indifferenza che uccide” [“Ketidakpedulian yang Membunuh”], dalam Corriere della sera, 28 Juli, 2014, hal. 1.
[5] Augustine, Pengakuan-pengakuan, X, 43.
[6] Lihat Permainan Sengsara Allah yang Mustahil oleh Frank Topping.
[7] Lihat René Girard, Hal-hal Tersembunyi Sejak Adanya Dunia (Stanford , CA : Stanford University Press, 1987).
[8] bdk. Lumen Gentium, no. 61.
8.O CRUX, AVE SPES UNICA!
Salam, ya Salib, satu-satunya pengharapan kami!
Salam, ya Salib, satu-satunya pengharapan kami!
Dalam perayaan Liturgi ini, kita diundang untuk mengarahkan pandangan pada Salib. Salib adalah “tempat istimewa” di mana kasih Allah dinyatakan dan ditunjukkan kepada kita….
Di Salib, kemalangan manusia dan kerahiman ilahi bertemu. Adorasi kepada kerahiman yang tak terbatas ini bagi manusia merupakan satu-satunya jalan untuk membuka diri terhadap misteri yang diungkapkapkan oleh Salib.
Salib dipancangkan di bumi dan tampaknya berakar dalam kejahatan manusia, tetapi Salib menjulang tinggi, seolah menunjuk surga, menunjuk kepada kebajikan Allah. Dengan Salib Kristus, Yang Jahat telah dikalahkan, maut ditaklukkan, hidup diberikan kepada kita, pengharapan dipulihkan, terang dianugerahkan:“Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:14-15).
Jadi, apakah gerangan yang kita lihat ketika kita memandang kepada salib di mana Yesus ditinggikan (bdk. Yohanes 19:37)? Kita merenungkan tanda kasih Allah yang tak terhingga kepada umat manusia.
St Paulus berbicara mengenai tema yang sama dalam surat kepada jemaat di Efesus sebagaimana baru saja kita dengar. Kristus Yesus tak hanya sekedar menjadi manusia, menjadi sama dengan manusia dalam segala hal, malahan Ia mengambil rupa seorang hamba dan terlebih lagi merendahkan diri-Nya dengan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (bdk. Filipi 2:6-8).
Ya, “begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yohanes 3:16). Kita mengagungkan - dengan berlimpah syukur - betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus yang melampaui segala pengetahuan (bdk. Efesus 3:18-19)!
Di Taman Eden, di kaki pohon, ada seorang perempuan, yakni Hawa (bdk. Kejadian 3). Oleh bujuk rayu Si Jahat, ia mengambil apa yang ia pikir adalah kehidupan ilahi. Sebaliknya, yang diambilnya adalah benih maut yang kemudian masuk ke dalam dunia melaluinya (bdk. Yakobus 1:15; Roma 6:23).
Di Kalvari, di kaki pohon salib, ada seorang perempuan lain, yakni Maria (bdk. Yohanes 19:25-27). Dengan menerima rencana Allah, ia ikut ambil bagian secara intim dalam pemberian diri Putra kepada Bapa demi hidup dunia dan, dengan menerima amanat Yesus yang mempercayakannya kepada Yohanes Rasul, ia menjadi Bunda segenap umat manusia….
Marilah kita ingat bahwa dari Salib mengalir segala kasih karunia yang dilimpahkan atas kita dan bahwa karenanya, sebuah Salib yang diberkati adalah sumber rahmat, bahwa hendaknyalah kita kerap membuat Tanda Salib pada diri kita dan senantiasa melakukannya dengan hormat dan khidmad, dan, akhirnya, rumah kita janganlah pernah tanpa simbol keselamatan ini.”
Di Salib, kemalangan manusia dan kerahiman ilahi bertemu. Adorasi kepada kerahiman yang tak terbatas ini bagi manusia merupakan satu-satunya jalan untuk membuka diri terhadap misteri yang diungkapkapkan oleh Salib.
Salib dipancangkan di bumi dan tampaknya berakar dalam kejahatan manusia, tetapi Salib menjulang tinggi, seolah menunjuk surga, menunjuk kepada kebajikan Allah. Dengan Salib Kristus, Yang Jahat telah dikalahkan, maut ditaklukkan, hidup diberikan kepada kita, pengharapan dipulihkan, terang dianugerahkan:“Sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:14-15).
Jadi, apakah gerangan yang kita lihat ketika kita memandang kepada salib di mana Yesus ditinggikan (bdk. Yohanes 19:37)? Kita merenungkan tanda kasih Allah yang tak terhingga kepada umat manusia.
St Paulus berbicara mengenai tema yang sama dalam surat kepada jemaat di Efesus sebagaimana baru saja kita dengar. Kristus Yesus tak hanya sekedar menjadi manusia, menjadi sama dengan manusia dalam segala hal, malahan Ia mengambil rupa seorang hamba dan terlebih lagi merendahkan diri-Nya dengan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (bdk. Filipi 2:6-8).
Ya, “begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yohanes 3:16). Kita mengagungkan - dengan berlimpah syukur - betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus yang melampaui segala pengetahuan (bdk. Efesus 3:18-19)!
Di Taman Eden, di kaki pohon, ada seorang perempuan, yakni Hawa (bdk. Kejadian 3). Oleh bujuk rayu Si Jahat, ia mengambil apa yang ia pikir adalah kehidupan ilahi. Sebaliknya, yang diambilnya adalah benih maut yang kemudian masuk ke dalam dunia melaluinya (bdk. Yakobus 1:15; Roma 6:23).
Di Kalvari, di kaki pohon salib, ada seorang perempuan lain, yakni Maria (bdk. Yohanes 19:25-27). Dengan menerima rencana Allah, ia ikut ambil bagian secara intim dalam pemberian diri Putra kepada Bapa demi hidup dunia dan, dengan menerima amanat Yesus yang mempercayakannya kepada Yohanes Rasul, ia menjadi Bunda segenap umat manusia….
Marilah kita ingat bahwa dari Salib mengalir segala kasih karunia yang dilimpahkan atas kita dan bahwa karenanya, sebuah Salib yang diberkati adalah sumber rahmat, bahwa hendaknyalah kita kerap membuat Tanda Salib pada diri kita dan senantiasa melakukannya dengan hormat dan khidmad, dan, akhirnya, rumah kita janganlah pernah tanpa simbol keselamatan ini.”
Ada sepenggal kisah:
Dalam suatu dialog antar agama di Samarinda, seorang non-Kristiani bertanya, “Pastor, mengapa di setiap ruangan dalam rumah sakit Katolik, bahkan di kamar pasien sekalipun, selalu dipasang salib? Mengingat para pasien yang datang bukan hanya dari kalangan Katolik saja dapatkah salib-salib itu dipindahkan?”
Pastor menjawab, “Maaf, hal itu tidak bisa ditawar. Salib adalah identitas kami. Salib dipasang karena kami percaya bahwa Yesus menyelamatkan semua orang, termasuk orang bukan Katolik. Yesus mengasihi semua orang, Anda tidak harus menjadi Katolik untuk memohon kepada-Nya. Jika ada yang merasa terancam dengan dipasangnya salib dalam kamar pasien, kami tidak pernah memaksa siapa pun untuk berobat ke rumah sakit Katolik.”
Lihatlah Salib tanda agung,
di sana bergantung Kristus,
Penyelamat Dunia.”
Kami menyembah Engkau, ya Kristus, dan memuji-Mu, sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia.”
SALIB KRISTUS ADALAH SUMBER SEGALA RAHMAT,
SUMBER SEGALA KASIH KARUNIA
Dalam suatu dialog antar agama di Samarinda, seorang non-Kristiani bertanya, “Pastor, mengapa di setiap ruangan dalam rumah sakit Katolik, bahkan di kamar pasien sekalipun, selalu dipasang salib? Mengingat para pasien yang datang bukan hanya dari kalangan Katolik saja dapatkah salib-salib itu dipindahkan?”
Pastor menjawab, “Maaf, hal itu tidak bisa ditawar. Salib adalah identitas kami. Salib dipasang karena kami percaya bahwa Yesus menyelamatkan semua orang, termasuk orang bukan Katolik. Yesus mengasihi semua orang, Anda tidak harus menjadi Katolik untuk memohon kepada-Nya. Jika ada yang merasa terancam dengan dipasangnya salib dalam kamar pasien, kami tidak pernah memaksa siapa pun untuk berobat ke rumah sakit Katolik.”
Lihatlah Salib tanda agung,
di sana bergantung Kristus,
Penyelamat Dunia.”
Kami menyembah Engkau, ya Kristus, dan memuji-Mu, sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia.”
SALIB KRISTUS ADALAH SUMBER SEGALA RAHMAT,
SUMBER SEGALA KASIH KARUNIA
9.“Deus vobiscum”
Kis 3:11-26; Luk 24:35-48
“Deus vobiscum - (Damai) Tuhan besertamu”. Itulah slh satu salam Gereja yg berawal dari salam Yesus yg Bangkit ketika menemui para rasul yg sdg berkumpul. Scr etimologis, salam Yesus ini berasal dr bhs Ibrani: “shalom”.
Seperti yg saya tulis dlm buku "BBM" (kanisius), Shalom pertama-tama adl inisiatif yg keluar dari Allah, suatu kondisi surgawi yg hanya dapat diturunkan oleh Dia yg berasal dari surga. Yesus di dalam hidupNya di bumi selalu memberi salam kepada orang-orang dengan cara demikian, “Shalom bagimu,” juga ketika Ia pertama kali bangkit dari kubur, diapun menyapa Magdalena dengan kata yang sama tersebut.
Paulus juga kerapkali menyebutkan ‘Allah (sumber) shalom’ di dalam surat-suratnya (Filemon 1:3). Kesaksian Yohanes di dalam Wahyu jg byk dibuka dengan doa: Kasih karunia dan shalom menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang…. (Wahyu 1:4; 2 Yohanes 1:3).
Jelaslah, bahwa shalom berbicara tentang kondisi hati, bukan materi. Ukuran Shalom tidak mengikuti ukuran dari dunia ini, hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus sendiri (Yohanes 14:27). Ia tdk tergantung pada keadaan fisik kita, harta benda kita, lingkungan kita, atau dunia tempat kita berpijak. Shalom atau damai sejahtera yang dari Tuhan, tetap dapat kita tunjukkan bahkan dalam kondisi yang paling buruk sekalipun.. Karena itulah, baik kita mengingat tiga arti kata “shalom” dlm bahasa Yunani, al:
a. Hugianinein baik/sehat (tubuhnya).
b.Eirene: damai/sejahtera (hatinya).
c.Soteria: selamat/mengalami kesembuhan (jiwanya).
“Deus vobiscum - (Damai) Tuhan besertamu”. Itulah slh satu salam Gereja yg berawal dari salam Yesus yg Bangkit ketika menemui para rasul yg sdg berkumpul. Scr etimologis, salam Yesus ini berasal dr bhs Ibrani: “shalom”.
Seperti yg saya tulis dlm buku "BBM" (kanisius), Shalom pertama-tama adl inisiatif yg keluar dari Allah, suatu kondisi surgawi yg hanya dapat diturunkan oleh Dia yg berasal dari surga. Yesus di dalam hidupNya di bumi selalu memberi salam kepada orang-orang dengan cara demikian, “Shalom bagimu,” juga ketika Ia pertama kali bangkit dari kubur, diapun menyapa Magdalena dengan kata yang sama tersebut.
Paulus juga kerapkali menyebutkan ‘Allah (sumber) shalom’ di dalam surat-suratnya (Filemon 1:3). Kesaksian Yohanes di dalam Wahyu jg byk dibuka dengan doa: Kasih karunia dan shalom menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang…. (Wahyu 1:4; 2 Yohanes 1:3).
Jelaslah, bahwa shalom berbicara tentang kondisi hati, bukan materi. Ukuran Shalom tidak mengikuti ukuran dari dunia ini, hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus sendiri (Yohanes 14:27). Ia tdk tergantung pada keadaan fisik kita, harta benda kita, lingkungan kita, atau dunia tempat kita berpijak. Shalom atau damai sejahtera yang dari Tuhan, tetap dapat kita tunjukkan bahkan dalam kondisi yang paling buruk sekalipun.. Karena itulah, baik kita mengingat tiga arti kata “shalom” dlm bahasa Yunani, al:
a. Hugianinein baik/sehat (tubuhnya).
b.Eirene: damai/sejahtera (hatinya).
c.Soteria: selamat/mengalami kesembuhan (jiwanya).
Yg pasti, shalom sll berfokus pada Tuhan sbg pusat manifestasi shalom di atas bumi. Di dalam Kristus kita melihat wujud shalom secara sempurna, tidak parsial. Tuhanlah raja shalom (Yesaya 9:5). Maka, kalau dahulu, tiga setengah tahun di bumi, Yesus terus-menerus memberitakan shalom, mengajar tentang shalom, mengusir setan yang telah mencuri shalom Allah atas manusia, dan menyembuhkan orang-orang dari sakit-penyakit sebagai salah satu wujud shalom itu, kini sudah dua ribu tahun lebih, Yesus juga butuh kita, dan untuk itulah kita dipanggil untuk bertolong-tolongan untuk mendatangkan shalom, yaitu damai-sejahtera dan keselamatan dari Allah.
“Ikan louhan di Senayan-Berkat Tuhan buat kalian.”
“Ikan louhan di Senayan-Berkat Tuhan buat kalian.”
10.“Surrexit Dominus - Tuhan sdh bangkit!”
Kis 3:1-10; Luk 24:13-35
“Surrexit Dominus - Tuhan sdh bangkit!” Inilah seruan Paskah yg dlm bhs Paus Fransiskus pd pesan Urbi et Orbi: "Ia telah mati+bangkit sekali u/selamanya+u/semua orang". Ya, Kristus sll hidup-hadir+menyertai kita sperti ketika Ia hadir-berjalan bersama+menyertai kedua murid di Emaus (Emaus = “Ekaristi Mengubah Aku Untuk Sembuh”, RJK, buku TANDA). Hari ini, Emaus disebut sbg "dusun" yg letaknya kira-kira 11 km dari Yerusalem.
Perjalanan dari Yerusalem ke Emaus sendiri mengandung trilogi iman, al:
“Surrexit Dominus - Tuhan sdh bangkit!” Inilah seruan Paskah yg dlm bhs Paus Fransiskus pd pesan Urbi et Orbi: "Ia telah mati+bangkit sekali u/selamanya+u/semua orang". Ya, Kristus sll hidup-hadir+menyertai kita sperti ketika Ia hadir-berjalan bersama+menyertai kedua murid di Emaus (Emaus = “Ekaristi Mengubah Aku Untuk Sembuh”, RJK, buku TANDA). Hari ini, Emaus disebut sbg "dusun" yg letaknya kira-kira 11 km dari Yerusalem.
Perjalanan dari Yerusalem ke Emaus sendiri mengandung trilogi iman, al:
A. Dimurnikan:
Perjumpaan dg Yesus merupakan sebuah pemurnian iman bhw tahtaNya bukan singgasana yg indah+megah tp sebuah SALIB yang hina. PakaianNya bukan dari bahan halus berkilau-kilau tp tubuh telanjang berlumur darah. MahkotaNya bukan dari emas tp duri. Tongkat pemerintahanNya adl sebatang buluh dan minumNya cuka+empedu-asam. Dkl: Tuhan sll mau memurnikan keyakinan iman kt bhw dunia diselamatkan o/Dia yg Tersalib, bukan o/mrk yg menyalibkan-Nya. Dunia ditebus oleh kesabaran Tuhan dan dihancurkan oleh ketidaksabaran mns.
Perjumpaan dg Yesus merupakan sebuah pemurnian iman bhw tahtaNya bukan singgasana yg indah+megah tp sebuah SALIB yang hina. PakaianNya bukan dari bahan halus berkilau-kilau tp tubuh telanjang berlumur darah. MahkotaNya bukan dari emas tp duri. Tongkat pemerintahanNya adl sebatang buluh dan minumNya cuka+empedu-asam. Dkl: Tuhan sll mau memurnikan keyakinan iman kt bhw dunia diselamatkan o/Dia yg Tersalib, bukan o/mrk yg menyalibkan-Nya. Dunia ditebus oleh kesabaran Tuhan dan dihancurkan oleh ketidaksabaran mns.
B. Dicerahkan:
Perjalanan dari Yerusalem ke Emaus adl sebuah pencerahan ttg Yesus. Caranya sederhana: Kedua murid itu diminta mengingat-ingat kembali semua yg sdh pernah didengar tentangNya dg pikiran yg merdeka+tdk dikuasai agenda tersembunyi. Mrk dicerahkan+dihadapkan kpd sumber-sumber kepercayaan yg sejati (ayat 27: "mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi"). Seperti mrk, kita juga diajak berdialog dg sabda Tuhan agar dicerahkan olehNya.
Perjalanan dari Yerusalem ke Emaus adl sebuah pencerahan ttg Yesus. Caranya sederhana: Kedua murid itu diminta mengingat-ingat kembali semua yg sdh pernah didengar tentangNya dg pikiran yg merdeka+tdk dikuasai agenda tersembunyi. Mrk dicerahkan+dihadapkan kpd sumber-sumber kepercayaan yg sejati (ayat 27: "mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi"). Seperti mrk, kita juga diajak berdialog dg sabda Tuhan agar dicerahkan olehNya.
C. Disatukan:
Di Emaus, "ketika Ia memecah-mecah roti" (baca: Ekaristi), barulah kedua murid itu ‘sembuh’: mengenali siapa sesungguhnya Yesus. Mereka mengalami bahwa kini Yang Ilahi bisa benar-benar hadir+bersatu di tengah-tengah mns. Ia membungkuk kpd kt, menyembuhkanlah cacat cela kt, menaklukkanlah sgl yg jahat krn Ia ada+bersatu dlm suka duka hdp kt, bukan?
“Daun pepaya di atas dahan - Alleluya puji Tuhan.”
Di Emaus, "ketika Ia memecah-mecah roti" (baca: Ekaristi), barulah kedua murid itu ‘sembuh’: mengenali siapa sesungguhnya Yesus. Mereka mengalami bahwa kini Yang Ilahi bisa benar-benar hadir+bersatu di tengah-tengah mns. Ia membungkuk kpd kt, menyembuhkanlah cacat cela kt, menaklukkanlah sgl yg jahat krn Ia ada+bersatu dlm suka duka hdp kt, bukan?
“Daun pepaya di atas dahan - Alleluya puji Tuhan.”
============
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar