Ads 468x60px

Pancasila



HIK : HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
Intermezzo:
GARUDA PANCASILA: Riwayatmu..
GA gah alamnya
RU kun rakyatnya
DA mai hidupnya
PAN tulkanlah kebaikan
CA rilah kebenaran
SI apkanlah kesejahteraan
LA yanilah dengan ketulusan.
"Garuda Pancasila, akulah pendukungmu. Patriot proklamasi, sedia berkorban untukmu. Pancasila dasar negara, rakyat adil makmur sentosa..."
Dasar negara Pancasila dilambangkan dengan burung Garuda yang membawa perisai berisi 5 sila dalam Pancasila. Lambangnya pun telah kita kenal sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Namun, adakah yang mengetahui atau minimal pernah terbersit pertanyaan, siapakah perancang lambang negara Garuda Pancasila?
Ada cerita narasi yang cukup menarik mengenai tokoh di balik rancangan lambang Garuda Pancasila tersebut.
Berbeda dari tokoh-tokoh perumus Pancasila yang namanya cukup dikenal, tokoh satu ini justru nyaris dilupakan. Dialah Sultan Hamid II, putra sulung Sultan Pontianak ke-VI.
Berikut ini adalah sejumlah fakta menarik di balik proses pembuatan lambang negara, Garuda Pancasila:
1. Pada Desember tahun 1949, Sultan Hamid II menjabat sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio. Selama jabatan menteri negara itu pula dia ditugaskan Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan lambang negara.
2. Sultan Hamid II membentuk panitia perancang lambang negara, dimana ia bertindak sebagai ketuanya. Ide lambang dasar negara tidak semata-mata lahir dari Sultan Hamid II, tapi para anggota dalam kepanitiaan seperti Muhammad Yamin, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsis, dan R. M. Ngabehi Poerbatjaraka pun boleh mengajukan rancangan.
3. Sultan Hamid II mencari ide lambang negara dengan berkunjung ke Sintang dan Putus Sibau. Di Sintang, ia tertarik dengan patung burung garuda yang menghiasi gantungan gong yang dibawa Patih Lohgender dari Majapahit. Patung Garuda tersebut lantas dipinjam dan dibawa pulang dengan tempo peminjaman selama 1 bulan.
4. Burung Garuda adalah burung mistis yang berasal dari mitologi Hindu. Mitologi ini datang dari India dan berkembang di Indonesia sejak abad ke-6. Burung Garuda berarti kekuatan, dan warna emas pada burung tersebut berarti kemegahan dan kejayaan.
5. Terpilihlah dua rancangan lambang negara terbaik, yakni karya Muhammad Yamin dan Sultan Hamid II. Namun, rancangan yang diterima oleh pemerintah dan DPR adalah karya Sultan Hamid II. Saat itu juga dilakukan perbaikan rancangan, yakni dengan mengganti pita merah putih yang dicengkeram Garuda dengan pita putih berisi semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
6. Pada 15 Februari 1950, Presiden Soekarno memperkenalkan lambang negara untuk yang pertama kalinya kepada rakyat Indonesia di Hotel Des Indes, Jakarta.
7. Ketika itu Burung Garuda dalam lambang negara karya Sultan Hamid II kala itu memiliki kepala botak (belum berjambul seperti sekarang). Atas masukan Presiden Soekarno kala itu, cengkraman burung terhadap pita yang semula menghadap ke belakang diganti menghadap ke depan.
8. Sultan Hamid II mendapat tuduhan terlibat dalam Kudeta Westerling pada tahun 1950 dan dihukum 10 tahun penjara. Akibatnya, sejarah resmi Indonesia melupakan sosoknya yang berjasa dalam rancangan lambang negara. Selain itu, fakta mengenai perbaikan rancangan Sultan Hamid II ini dikatakan tidak banyak diungkap setelah tuduhan terhadapnya menjadi santer saat itu. C'est la vie !
9. Pada tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno. Ia kemudian memerintahkan pelukis istana bernama Dullah untuk melukis lambang negara sesuai bentuk rancangan akhir. Rancangan inilah yang kemudian dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
10. Di dalam UU Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, nama WR Supratman disebut dengan jelas, tetapi tidak ada nama Sultan Hamid II. (Disinilah ada diskriminasi hukum. Tidak satu pun pasal yang menyatakan bahwa lambang negara adalah rancangan Sultan Hamid II.” - Turiman Fachturrahman.
Turiman Fachturrahman, staf pengajar FH Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat dan penulis buku "Sultan Hamid II, Sang Perancang Lambang Negara")
11. Desain yang telah disahkan pada 1950 ini rupanya masih disempurnakan kembali oleh Sultan Hamid II, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Hasil karya otentik tersebut diserahkan kepada H. Masagung pada 18 Juli 1974, sedangkan lambang negara yang mendapat disposisi Presiden Soekarno pada tahun 1950 lalu tetap tersimpan di Istana Kadriyah, Pontianak.
Biarlah TJAHAJA wajahMu menyinari kami ya Tuhan....
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
Pohon sukun itu, yang berdiri kokoh di atas bukit, menghadap ke laut di kota Ende yang terkenal dengan Danau Kelimutu-nya. Di situlah, pada tahun 1934 hingga 1938, Soekarno banyak merenung ketika "diasingkan" oleh Belanda. Beberapa saksi sejarah menuturkan, salah satu hasil perenungan Bung Karno di bawah pohon sukun itu adalah Pancasila.
Pohon sukun itu kemudian diberi nama “pohon Pancasila”. Lalu, lapangan—dulunya bukit—tempat sukun itu berdiri di beri nama “Lapangan Pancasila”.
Ya, di Ende, sebuah kota indah di Pulau Flores, yang kental juga sebagai "pusat misi Katolik di Indonesia Timur", Soekarno menjahit ide-ide besarnya mengenai Indonesia masa depan, termasuk ideologi Pancasila. Ia juga terus mengasah dirinya dengan perjumpaan bersama para pastor misionaris SVD yang berkarya di Ende dan bisa membuat beberapa naskah teater rakyat serta membaca banyak buku di perpustakaan para misionaris Katolik itu.
Dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno mengatakan:
“Di pulau Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya merenungkan di bawah pohon kayu. Ketika itu datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang indah.”
Dengan demikian, banyak yang menyebut Ende sebagai tempat “penyusunan gagasan-gagasan Pancasila”. Ya, kota Ende, ibu kota Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur ini sendiri memang tak dapat dipisahkan dengan nama besar Bung Karno karena di kota sunyi inilah pada tahun 1934-1938 Bung Karno diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan meski jauh dari hiruk pikuk politik saat itu, justru di kota pesisir selatan Pulau Flores ini, Bung Karno mendapat inspirasi sehingga lahirlah Pancasila.
Kini, selain ada Pelabuhan Bung Karno, ada juga Parade Kebangsaan menelusuri ruas jalan Kota Ende melewati tempat-tempat yang terkait dengan keberadaan Bung Karno selama di Ende dan berakhir di Lapangan Pancasila dengan adanya "wisata sejarah" yakni rumah pengasingan Bung Karno.
2.
Dari mana datangnya istilah Pancasila itu? Dalam buku “Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civic)” dikatakan, kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sangsekerta: Panca berarti lima, sedangkan sila berarti dasar kesusilaan.
Sebagai kata majemuk, kata “Pancaҫila” sudah dikenal dalam agama Budha. Bila diartikan secara negatif, ia berarti lima pantangan:
(1) larangan membinasakan makhluk hidup,
(2) larangan mencuri,
(3) larangan berzinah,
(4) larangan menipu, dan
(5) larangan minum miras.
Dalam karangan Mpu Prapantja, Negarakretagama, kata “Pancaҫila” juga ditemukan di buku (sarga) ke-53 bait kedua: “Yatnanggegwani Pancaҫila Krtasangskarabhisekakrama (Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan itu, begitu pula upacara ibadat dan penobatan).
Akan tetapi, jika diperhatikan dengan seksama, tidak ada keterkaitan antara Pancaҫila dalam Budha dan Negarakretagama dengan Pancasila yang menjadi dasar atau ideologi bangsa kita itu.
Bung Karno, dalam kursus Pancasila di Istana Negara, 5 Juni 1958, membantah pendapat bahwa “Pancasila (dasar negara kita) adalah perasan dari Buddhisme. Katanya, Pancasila itu tidak pernah congruent dengan agama tertentu, tetapi juga tidak pernah bertentangan dengan agama tertentu.
Soekarno sendiri menolak disebut sebagai “penemu Pancasila”. Baginya, lima mutiara dalam Pancasila itu sudah ada dan hidup di bumi dan tradisi historis bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar