HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
SERI MONASTIK
MADAH PUJIAN UNTUK MARIA DALAM DOA OFFISI (I):
Ave Regína Caelórum
Regína Caeli
Sub Tuum Praesidium
“Tak ada anjing pemburu,
baik yang bergerak cepat maupun yang sedang mengejar mangsa,
juga tak ada angin utara maupun sungai yang deras,
yang sama cepatnya dengan Bunda Maria,
dalam menuju ke arah pembaringan orang yang meninggal.”
1.
Ave, Regína Caelórum
Ave, Regína caelórum,
ave Domina angelórum,
salve, radix, salve, porta,
ex qua mundo lux est orta.
Gaude, Virgo gloriósa,
super omnes speciósa;
vale, o valde decóra,
et pro nobis Christum exóra.
Salam, ya Ratu Surgawi,
salam, bunda Putra ilahi.
Darimulah hidup kami
memperoleh terang suci.
Bersukalah, ya Maria,
bunda yang paling jelita.
Hiduplah, bunda mulia,
doakanlah kami semua.
**********
“Ave Regina Caelorum - Salam, ya Ratu Surgawi” adalah salah satu antifon Maria yang biasa digunakan dalam Gereja Katolik sebagai antifon penutup saat doa malam atau ibadat penutup dalam Ibadat Harian (Horarium), secara khusus dinyanyikan setelah epifani, atau kadang mulai sejak Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah) sampai dengan hari Rabu dalam Pekan Suci (hari sebelum Kamis Putih).
Adapun antifon “Ave Regina Caelorum - Salam, ya Ratu Surgawi” ini dinyanyikan pada akhir Ibadat Sore (Vesperae, 17.30) oleh para rahib di Pertapaan Trappist Rawaseneng.
Asal usul doa ini tidak sepenuhnya diketahui, namun doa ini sudah terdapat di dalam aneka ria tulisan rohani pada abad ke-12, sebagai salah satu doa yang dapat memperolehkan indulgensi. Isi “Ave Regina Caelorum - Salam, ya Ratu Surgawi” sendiri adalah semacam ajakan atau “rayuan” umat beriman agar Maria sudi bergembira bersama Gereja atas karunia penebusan melalui Yesus Kristus. “Ave Regina Caelorum” ini juga dikutip dalam buku Puji Syukur, no. 626.
=================
2.
Regina Caeli
Regina caeli, laetare, alleluia:
Quia quem meruisti portare, alleluia,
Resurrexit, sicut dixit, alleluia,
Ora pro nobis Deum, alleluia.
Gaude et laetare, Virgo Maria, alleluia.
Quia surrexit Dominus vere, alleluia.
Ratu Surga bersukacitalah, alleluya,
Sebab Ia yang sudi kau kandung, alleluya,
Telah bangkit seperti disabdakan-Nya, alleluya
Doakanlah kami pada Allah, alleluya
Bersukacitalah dan bergembiralah, Perawan Maria, alleluya,
Sebab Tuhan sungguh telah bangkit, alleluya
*********
Doa “Ratu Surga - Regina Caeli” adalah doa penghormatan kepada Maria, yang telah dikenal sejak umat kristen kuno. Adapun isinya merupakan ajakan umat beriman agar Maria bergembira bersama Gereja atas kebangkitan Puteranya Yesus Kristus dari kematian.
Doa “Ratu Surga - Regina Caeli” ini telah dipakai sebagai salah satu Antifon penutup dalam Ibadat Harian selama Masa Paskah sejak abad ke-12 terutama oleh para biarawan Fransiskan. Doa Regina Caeli juga digunakan sebagai pengganti Doa Angelus/Malaikat Tuhan selama Masa Paskah sampai Tritunggal Maha Kudus, dengan 3 kali waktu pendarasan yang sama yaitu: pagi (06.00), siang (12.00), sore (18.00). Adapun antifon “Ratu Surga - Regina Caeli” ini dinyanyikan ketika akhir Ibadat Sore (Vesperae, 17.30) pada masa Paskah, oleh para rahib di Pertapaan Trappist Rawaseneng.
Pengarang Doa “Ratu Surga - Regina Caeli” ini tidak diketahui persis, namun legenda mengatakan bahwa Santo Gregorius Agung mendengar tiga baris pertama dilantunkan oleh para malaikat pada suatu pagi di hari Paskah saat ia sedang berjalan tanpa alas kaki dalam suatu prosesi dan ia kemudian menambahkan baris keempat: "Ora pro nobis Deum. Alleluia - Doakan kami pada Allah. Alleluya.”
“Ratu Surga - Regina Caeli” sendiri adalah sebuah gelar untuk Maria, yang menimbulkan aneka penghormatan dalam teologi, sastra dan liturgi seperti Ibadat Harian, musik dan karya seni semenjak Konsili Efesus. Paus Emeritus Benediktus XVI menunjukkan bahwa penerimaan Maria pada kehendak ilahi merupakan salah satu alasan bahwa ia adalah Ratu Surga. Oleh karena penerimaannya yang rendah hati dan tanpa pamrih pada kehendak Tuhan, "Tuhan menempatkannya dalam posisi yang lebih tinggi dibandingkan semua makhluk lainnya, dan Kristus memahkotainya sebagai Ratu surga dan bumi".
Dogma Gereja Katolik sendiri menyatakan bahwa Maria berada di surga, Bunda Allah yang Tak Bernoda, Sang Perawan Abadi Maria, setelah menyelesaikan perjalanan kehidupan duniawinya, yang tubuh dan jiwanya diangkat ke dalam kemegahan surgawi. Adapun gelar Ratu Surga ini dinyatakan oleh Paus Pius XII di dalam ensiklik-nya mengenai Ratu Surga, “Ad Caeli Reginam”.
Dulu, selama berabad-abad umat Katolik, saat mengucapkan devosi Litani Loreto, merujuk Maria sebagai Ratu Surga. Gereja Ortodoks Timur juga memiliki dalam dirinya sendiri sejarah liturgi yang kaya (berbagai himne, khotbah dan patung) mengenai Maria sebagai Ratu Surga. Tema-tema yang dipakai antara lain: naiknya Maria ke surga bersama para malaikat, berkumpulnya para rasul di sekeliling Perawan Maria yang sedang sekarat, prosesi pemakamannya, makamnya yang kosong dan Maria di surga. Umat Ortodoks juga memiliki sebuah sejarah kepercayaan devosi yang kebanyakan berasal dari Liber de Transitu Mariae (Buku Peralihan Maria) yang diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-4.
Agama Protestan dan tokoh reformasi gereja pada masa-masa awal seperti Martin Bucer, Johannes Brenz dan Bullinger juga menerima keberadaan Maria di surga sebagai sesuatu yang terbukti sendiri seperti halnya perihal iman: Johannes Oecolampadius menganggap Maria sebagai “Leher dari Tubuh Mistis Kristus” dan “Ratu Semua Kuasa Surgawi “ bahkan Martin Luther, dalam sebuah khotbahnya pada tahun 1522 pada “Pesta Pengangkatan Maria ke Surga” menyatakan bahwa Maria memang berada di surga.
Gerakan untuk secara resmi menerima keratuan Maria juga diajukan oleh beberapa kongres Mariologi di Lyon - Perancis, Freiburg - Jerman, dan Einsiedelm - Swiss. Adapun Gabriel Roschini mendirikan Pro Regalitate Mariae di Roma, Italia, sebagai sebuah perkumpulan internasional untuk memasyarakatkan Keratuan Maria.
Beberapa paus juga telah menggambarkan Maria sebagai Ratu Surga, yang terdokumentasi oleh Gabriel Roschini, bahkan Paus Pius XII berulang-kali menggunakan gelar tersebut di banyak ensiklik dan surat apostoliknya, terutama selama masa Perang Dunia II.
3.
Sub Tuum Praesidium
Sub tuum praesidium
confugimus,
Sancta Dei Genetrix.
Nostras deprecationes ne despicias
in necessitatibus nostris,
sed a periculis cunctis
libera nos semper,
Virgo gloriosa et benedicta.
Santa Maria, Bunda Kristus,
kami berlindung padamu.
Janganlah mengabaikan doa kami,
bila kami dirundung nestapa.
Bebaskanlah kami selalu dari segala mara bahaya,
ya Perawan mulia yang terpuji.
*************
“Sub Tuum Praesidium” yang dalam bahasa Yunani: Ὑπὸ τὴν σὴν εὐσπλαγχνίαν dan dalam bahasa Indonesia bisa berarti: “Di bawah perlindunganmu” adalah suatu doa atau himne yang berasal dari tradisi kuno untuk memohon perantaraan Santa Perawan Maria sebagai Bunda Allah (Theotokos), dan doa memohon kepada Maria Penolong Umat Kristen. Gereja meyakini bahwa inilah sebuah doa kepada Maria yang paling tua, yang sudah dipakai umat Allah sejak abad ke-2, baik oleh Gereja Barat maupun Gereja Timur.
Teks yang digunakan dalam Ritus Romawi diyakini berasal dari versi Koptik, sementara teks yang digunakan Ritus Ambrosian banyak berdasar pada Ritus Bizantium.
Teks dalam bahasa Latin yang dipergunakan di Gereja Katolik Ritus Romawi:
Sub tuum praesidium confugimus,
Sancta Dei Genetrix.
Nostras deprecationes ne despicias in necessitatibus (nostris),
sed a periculis cunctis libera nos semper,
Virgo gloriosa et benedicta.
Teks dalam bahasa Latin yang dipergunakan di Gereja Katolik Ritus Ambrosian:
Sub tuam misericórdiam confúgimus,
Dei Génitrix :
ut nostram deprecatiónem ne indúcas in tentatiónem,
sed de perículo líbera nos,
sola casta et benedícta.
Teks tertua tentang doa “Sub Tuum Praesidium” ini ditemukan pada liturgi Natal Ortodoks Koptik, yang tertulis dalam suatu kertas papirus dari Mesir dengan bahasa Yunani, diperkirakan berasal dari antara tahun 250-280 M.
Pemakaian doa “Sub Tuum Praesidium” ini mula-mula ditemukan pada pelbagai keuskupan di Perancis yang menggunakannya sebagai antifon pada akhir Misa, sebagai pengganti doa “Salam, Ya Ratu.” Kata “praesidium” sendiri memiliki arti “bala bantuan kepada pasukan perang” atau “di bawah perlindunganmu”. Adapun antifon “Sub Tuum Praesidium” ini dinyanyikan ketika akhir Ibadat Pagi (Laudes, 06.00), oleh para rahib di Pertapaan Trappist Rawaseneng.
Dalam Ritus Roma, Doa “Sub Tuum Praesidium” ini didaraskan atau dinyanyikan dalam salah satunya, Litani Santa Perawan Maria, dan juga dipakai sebagai antifon penutup dalam Ibadat Harian dan Ibadat Malam, di luar Masa Paskah.
Menurut Buku Panduan Indulgensi (Enchiridion Indulgentiarum, Conc. 17 § 2), umat Katolik yang mendaraskan doa ini dengan penuh kesalehan akan memperoleh "indulgensi sebagian".
==============
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar