Ads 468x60px

St.Thomas Aquinas: Sang Pencerah “Fides et Ratio”



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
St.Thomas Aquinas:
Sang Pencerah “Fides et Ratio”
(Pertautan Iman & Akal: Sebuah DIA.LO.GUE)
“The saint is a medicine because he is an antidote. Indeed is the why the Saint is often a martyr; he is mistaken for a poison because he is an antitode….A saint is not what people want but rather what people need…” (G.K. Chesterton, Saint Thomas Aquinas & Saint Francis of Asisi, San Franscisco: Ignatius Press, 1986)
“Contemplari et contemplata aliis tradere – Berkontemplasilah dan bagikan buah-buahnya".
Inilah inti pewartaan para Dominikan seperti yang saya tulis dalam buku "XXI - INTERUPSI" (RJK, Kanisius), dimana St. Thomas Aquinas menjadi salah satu anggota dan tokohnya.
Ketika saya berkarya di Paroki St Maria Fatima Sragen, saya bersama beberapa umat pergi ke Kedung Ombo guna mengambil perahu kayu untuk mengantisipasi bencana banjir karena luapan air sungai Bengawan Solo.
Bukan sebuah kebetulan, perahu itu kami pesankan supaya dibuatkan dengan warna apa saja, ternyata berwarna biru dan putih dan kemudian saya bersama para relawan memberi nama perahu itu sebagai “Stella Maris / Bintang Laut” (P:5,8m, L:1,2m), karena bukankah warna biru dan putih itu warna khas dari Bunda Maria?
Adapun, salah satu relawannya bernama Mbah Jumadi, “JUMpai Allah secara pribaDI”. Nah, bersama St Thomas Aquinas yang juga sangat mencintai Bunda Maria, kita juga diajak untuk bisa “jumadi” dengan 3 modal dasar penuh HIK-Harapan Iman Kasih, al:
1."Conscience: Kesadaran diri".
Belajar dari hidup Yesus, Thomas Aquinas selalu sadar akan konteks aktual. Ia juga selalu 'aware' atas macam-macam “salib” dalam karya dan wartanya: diperebutkan, dianggap buruk dan disalahpahami.
Di balik "salib" itu, Ia 100% sadar bahwa semua karyaNya hanya untuk kemuliaan Bapa. Ia tetap ber-“gaudium etsi laboriosum – bergembira meski melelahkan”. Dalam bahasa khas Thomas Aquinas sendiri: “Tiada apapun yang kuinginkan selain Tuhan sendiri.”
2."Competence: Kecakapan budi".
Sehati dan sepikir bersama Allah adalah tujuan hidup kita supaya cakap berbicara dengan dan dalam Tuhan. Dua jalan St. Tomas supaya mendapat kecakapan, al "dodi"-DOa dan stuDI".
Ya, kita perlu "dodi" yang cakap karena ada 3 karakter setan (Lat.Rohani 313-327): seperti "perempuan"/perayu: lemah jika dilawan tapi kuat jika dibiarkan; seperti "playboy"/penipu dan seperti "panglima"/mencari titik lemah kita.
St Thomas sendiri cakap dengan menulis banyak buku dan lagu, termasuk buku "Summa Theologiae" dan lagu "Tantum Ergo".
3."Compassion: Kedalaman hati".
St Thomas dekat dengan Bunda Maria, “Consolatrix afflictorum, Auxilium christianorum, Spes nostra, Regina apostolorum – Penghibur orang yang berduka, Pertolongan orang kristiani, Pengharapan kita dan Ratu para rasul.”
Karena devosinya kepada Bunda Maria, menjelang wafat, St Thomas-pun juga belajar dari kepasrahan Bunda Maria. Ia berkata "Ini tempat perhentianku - disini aku mau diam sebab aku menginginkannya".
Walaupun konon, ada banyak cerita menarik seputar jasadnya yang "diperebutkan" selama hampir satu abad antara Ordo Cisterciensis (OCSO) dan Ordo Dominikan (OP), yang pasti bukankah devosi dan buah buah hidup rohani lewat pelbagai syair doa dan tulisannya yang bermutu adalah buah ranum dari compassion cum Deo - kedalaman hatinya dengan Yang Ilahi?
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
I.
Doa Sebelum Misa (St. Thomas Aquinas)
Allah yang kekal dan kuasa,
lihatlah aku datang kepada Sakramen Putra Tunggal-Mu,
Tuhan kami Yesus Kristus.
Aku datang
sebagai seorang yang sakit kepada tabib hidup,
sebagai seorang yang cemar kepada sumber belas kasihan,
sebagai seorang yang buta kepada terang cahaya abadi,
sebagai seorang yang miskin dan malang kepada Tuhan pencipta langit dan bumi.
Sebab itu, aku mohon dengan sangat dari kelimpahan rahmat-Mu yang tak terhingga
sudilah kiranya Engkau
menyembuhkan penyakitku,
mentahirkan kecemaranku,
mencelikkan kebutaanku,
memperkayaku ganti kemiskinan
dan menyelubungiku dengan pakaian ganti ketelanjangan,
agar aku layak menerima Roti Para Malaikat,
Raja atas segala raja, Tuan atas segala tuan,
dengan segala hormat dan kerendahan hati,
dengan segala dukacita dan devosi,
dengan segala kemurnian dan iman,
dengan segala maksud dan tujuan
demi mendatangkan keselamatan bagi jiwaku.
Anugerahkanlah kepadaku,
aku mohon,
rahmat menerima bukan hanya Sakramen Tubuh dan Darah Tuhan,
melainkan juga rahmat dan daya kuasa Sakramen.
Ya Allah yang maharahim,
anugerahkanlah kepadaku karunia untuk menerima Tubuh Putra Tunggal-Mu,
Tuhan kami Yesus Kristus,
yang Ia ambil dari Santa Perawan Maria,
agar aku layak dimasukkan dalam Tubuh mistik-Nya,
dan dibilangan di antara orang-orang kepunyaan-Nya.
Ya Bapa yang mahapengasih,
anugerahkanlah kepadaku rahmat untuk pada akhirnya memandang dalam keabadian
PutraMu terkasih dengan Wajah-Nya tanpa berselubung,
yang sekarang hendak aku terima dalam selubung sakramental di bawah sini. Amin.
II.
Doa Sesudah Misa (St. Thomas Aquinas)
Tuhan, Bapa yang mahakuasa,
Allah yang kekal,
aku bersyukur kepada-Mu,
sebab walau aku seorang pendosa,
seorang hamba-Mu yang tak berguna,
bukan karena kelayakanku,
melainkan karena belas kasih-Mu semata,
Engkau telah memberi aku makan dengan
Tubuh dan Darah mahaberharga PutraMu,
Tuhan kami Yesus Kristus.
Aku mohon kiranya Komuni Kudus ini
tidak mendatangkan bagiku penghukuman dan kebinasaan,
melainkan pengampunan dan keselamatan.
Kiranya Komuni Kudus menjadi pelindung iman
dan perisai kehendak baik.
Kiranya Komuni Kudus memurnikanku dari perbuatan jahat
dan mengakhiri hasrat dan nafsuku yang jahat.
Kiranya Komuni Kudus mendatangkan bagiku belas kasih dan kesabaran,
kerendahan hati dan ketaatan,
serta kekuatan untuk bertumbuh dalam kebajikan.
Kiranya Komuni Kudus menjadi pembelaku yang tangguh melawan segala musuh,
baik yang kelihatan maupun yang tak kelihatan,
dan menjadi penenang yang sempurna mengatasi segala dorongan hatiku yang jahat,
baik jasmani maupun rohani.
Kiranya Komuni Kudus mempersatukanku lebih akrab mesra dengan Engkau,
satu-satunya Allah yang benar,
dan menghantarku dengan selamat melewati kematian
menuju kebahagiaan abadi bersama-Mu.
Aku mohon kiranya Engkau membimbing aku,
seorang pendosa yang malang, ke perjamuan
di mana Engkau bersama PutraMu dan Roh Kudus,
adalah terang yang benar dan sempurna,
kegenapan total,
sukacita abadi,
kegembiraan tanpa akhir,
kebahagiaan sejati bagi para kudus-Mu.
Sudi kabulkanlah doaku dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.
III.
Doa ketika Tak Dapat Ikut Ambil Bagian dalam Misa Harian (St.Thomas Aquinas)
Pergilah, malaikat pelindungku terkasih,
pergilah ke gereja, ikut ambil bagian dalam Misa untukku.
Pergilah, sujudlah menyembah dengan segala kesalehan sebagai gantiku
dan perolehkanlah bagiku setiap rahmat.
Saat Persembahan,
persembahkanlah diriku kepada Allah yang Kekal.
Pula segala milikku dan segala keberadaanku,
haturkanlah bersama Darah Mahasuci Anak Domba.
Bersembah baktilah bagiku dalam Doa Syukur Agung.
Berdoalah bagi mereka semua yang aku kasihi
yang jauh maupun yang dekat.
Ingatlah pula mereka yang kukasihi yang telah meninggal dunia
bagi siapa Darah Mahasuci Yesus telah dicurahkan.
Dan saat Komuni Kudus, hantarlah bagiku
Tubuh dan Darah Kristus, sebagai santapanku,
guna mendatangkan bagiku kekuatan dan rahmat berkat, ikatan kasih untuk melihat-Nya dari muka ke muka.
Dan ketika Misa Kudus telah usai
segeralah kembali kepadaku dengan berkat-Nya.
Amin.
IV.
Doa Santo Thomas Aquinas Sebelum Belajar (Oratio St Thomae Aquinatis Ante Studium)
Ya Pencipta yang tak terperikan, dari harta kebijaksanaan-Mu, Engkau menunjuk tiga hierarki malaikat, menempatkan mereka di atas surga yang tertinggi dalam rancangan yang menakjubkan, dan menyebarkan dengan indah, bagian-bagian yang berbeda dari alam semesta.
Aku berkata:
Dikau, yang sungguh adalah sumber terang dan kebijaksanaan, berkenanlah untuk menuangkan di atas akal budiku sinar-Mu yang cemerlang,
dan hapuskanlah dariku kegelapan ganda di mana aku dilahirkan, yakni dosa dan kebodohan.
Dikau yang membuat fasih lidah bayi-bayi, didiklah lidahku dan tuangkanlah rahmat kebaikanmu di atas bibirku.
Anugerahkanlah kepadaku pengertian yang tajam, kapasitas untuk mengingat, metode dan kemudahan dalam belajar, penafsiran yang mendalam, dan kefasihan dalam berbicara.
Instruksikanlah permulaannya, arahkanlah prosesnya, selesaikanlah akhirnya.
Dikau yang sungguh Allah dan sungguh manusia, yang hidup dan berkuasa sepanjang segala masa. Amin.
Latin:
ORATIO S. THOMAE AQUINATIS ANTE STUDIUM
Creator ineffabilis, qui de thesauris sapientiae tuae tres Angelorum hierarchias designasti et eas super caelum empyreum miro ordine collocasti atque universi partes elegantissime distribuisti.
Tu, inquam, qui verus fons luminis et sapientiae diceris ac supreminens principium, infundere digneris super intellectus mei tenebras tuae radium claritatis, duplices, in quibus natus sum, a me removens tenbras, peccatum scilicet et ignorantiam.
Tu, qui linguas infantium facis disertas, linguam meam erudias atque in labiis meis gratiam tuae benedictionis infundas.
Da mihi intelligendi acumen, retinendi capacitatem, addiscendi modum et facilitatem, interpretandi subtilitatem, loquendi gratiam copiosam.
Ingressum intruas, progressum dirigas, egressum compleas.
Tu, qui es verus Deus et homo, qui vibis et regnas in saecula saeculorum. Amen.
Creator of all things,
true source of light and wisdom,
origin of all being,
graciously let a ray of your light penetrate
the darkness of my understanding.
Take from me the double darkness
in which I have been born,
an obscurity of sin and ignorance.
Give me a keen understanding,
a retentive memory, and
the ability to grasp things
correctly and fundamentally.
Grant me the talent
of being exact in my explanations
and the ability to express myself
with thoroughness and charm.
Point out the beginning,
direct the progress,
and help in the completion.
I ask this through Christ our Lord.
Amen. (St. Thomas Aquinas)
V. DOA menurut St. Thomas Aquinas dalam SUMMA THEOLOGIAE..
Dalam buku Summa Theologiae, St. Thomas Aquinas mengusulkan tujuh belas artikel dalam pertanyaan seputar doa. Ketujuh belas artikel itu antara lain pertanyaan-pertanyaan seputar doa, berupa:
(1) Apakah doa merupakan sebuah tindakan kekuatan hasrat atau kekuatan rasio?
(2) Apakah patut berdoa kepada Allah?
(3) Apakah doa merupakan sebuah tindakan keagamaan?
(4) Apakah kita harus berdoa kepada Allah saja?
(5) Apakah kita harus meminta sesuatu yang jelas ketika kita berdoa?
(6) Apakah kita harus meminta hal-hal yang fana ketika kita berdoa?
(7) Apakah kita harus berdoa bagi yang lain?
(8) Apakah kita harus berdoa bagi musuh-musuh kita?
(9) Apakah tujuh pemohonan Doa Bapa Kami secara tepat diangkat?
(10) Apakah doa tepat bagi ciptaan yang rasional?
(11) Apakah para kudus di Surga berdoa untuk kita?
(12) Apakah doa seharusnya bersuara?
(13) Apakah perhatian merupakan sebuah kondisi yang perlu bagi doa?
(14) Apakah doa seharusnya lama?
(15) Apakah doa merupakan jasa?
(16) Apakah pendosa mendapatkan sesuatu dari Allah dengan doa-doa mereka?
(17) Apakah bagian-bagian doa diurutkan secara tepat sebagai permohonan, doa, perantaraan, dan syukur?
Disinilah, terlampirkan jawaban dan pokok-pokok pemikiran St. Thomas Aquinas dalam rangka menjawab tujuh belas pertanyaan mengenai doa :
1.
Doa merupakan sebuah tindakan rasio.
Menjawab pertanyaan pertama, doa bagi St. Thomas Aquinas adalah sebuah tindakan rasio.
Pertama-tama, terlebih dahulu ia memaparkan perbedaan rasio spekulatif dan rasio praktis. Baginya, rasio spekulasi melulu memahami objeknya belaka. Sementara, rasio praktis tidak hanya memahami melainkan juga menyebabkan.
Lanjutnya bahwa satu hal menjadi penyebab bagi hal lain dalam dua cara, yaitu pertama dengan sempurna, ketika penyebab tersebut memerlukan efeknya, dan ini terjadi ketika efek tunduk sepenuhnya pada kekuatan penyebab. Kedua, dengan tidak sempurna, dengan membuang efeknya karena tidak tunduk sepenuhnya pada kekuatan penyebab.
Kedua, sesuai dengan hal tersebut, rasio merupakan penyebab hal-hal tertentu dalam dua cara, yaitu pertama dengan memaksakan kebutuhan. Dengan demikian kebutuhan lahir dari rasio. Kedua, dengan mengarah pada efeknya, dalam arti tertentu membuangnya, dan dalam arti ini rasio meminta kepada hal-hal yang tidak tunduk untuk melakukan sesuatu, entah mereka menjadi kesamaannya atau melebihinya.
Kedua hal tersebut, sebutlah untuk memerintah dan untuk bertanya atau memohon, menyiratkan sebuah perintah tertentu, katakanlah bahwa manusia mengusulkan sesuatu untuk diefektifkan oleh sesuatu yang lain. Oleh karenanya, dengan mengutip kata-kata Aristoteles, rasiolah yang mendesak kita untuk melakukan hal yang terbaik.
Lanjutnya, doa dalam arti ini menandai sebuah permohonan, seperti yang dikatakan St. Agustinus bahwa doa merupakan sebuah permohonan dan Damaskus yang mengatakan bahwa berdoa adalah meminta sesuatu dari Allah. Sesuai dengan hal tersebut, jelas bahwa doa merupakan sebuah tindakan rasio.
2.
Sudah sepatutnyalah kita berdoa kepada Allah.
St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa ada tiga kesalahan yang dilakukan orang-orang kuno perihal doa. Sebagian dari mereka berpegang pada keyakinan bahwa urusan-urusan manusiawi tidaklah diatur oleh penyenggara ilahi. Karenanya, tidak perlulah kita berdoa dan beribadat kepada Allah sama sekali.
Yang lain berpegang pada keyakinan bahwa segala hal, termasuk urusan-urusan manusiawi, terjadi apakah oleh penyelenggaraan ilahi yang tidak dapat berubah atau melalui pengaruh daya tarik bintang, atau karena hubungan sebab-akibat. Karenanya, pendapat ini mengesampingkan manfaat doa.
Pendapat lain berpegang pada keyakinan bahwa urusan-urusan manusia sungguh diatur oleh penyelenggaraan ilahi, dan urusan-urusan manusia tersebut tidak terjadi dari kebutuhan, namun terjadi oleh disposisi penyelenggaraan ilahi yang dapat berubah, dan perubahan itu terjadi karena doa-doa dan hal-hal lain yang berkenaan dengan peribadatan kepada Allah.
Semua pendapat ini sudah disanggah oleh St. Thomas Aquinas dalam bagian pertama bukunya. Oleh karena itu, kita perlu menekankan manfaat doa bukan untuk menekankan perlunya urusan-urusan manusia tunduk pada penyelenggaraan ilahi atau pun untuk menyiratkan bagian yang dapat berubah dari disposisi ilahi.
Untuk menerangi persoalan ini, kita harus memikirkan bahwa penyelenggaran ilahi menentukan tidak hanya efek apa yang akan mengambil alih, namun juga dari efek macam apa yang menyebabkan dan dalam urutan apa efek ini dihasilkan.
Di sini, lanjutnya, tindakan manusia merupakan penyebab dari beberapa efek. Karena itu, pastilah bukan bahwa tindakan manusia tertentu yang menyebabkan perubahan disposisi ilahi, namun bahwa tindakan manusia tersebut memperoleh efek-efek tertentu menurut urutan disposisi ilahi atau dengan kata lain penyebab natural.
Demikianlah berlaku juga bagi doa. Kita berdoa bukan bahwa kita bisa mengubah disposisi ilahi, melainkan bahwa kita memperoleh apa yang Allah telah tentukan untuk dipenuhi dengan doa-doa kita.
3.
Doa merupakan tindakan agama.
Bagi St. Thomas Aquinas, doa merupakan tindakan agama karena segala hal yang melaluinya menunjuk kepada Allah adalah milik agama.
Di sini, doa dilakukan untuk menghormati Allah sejauh manusia menundukkan dirinya kepada Allah. Dengan berdoa, manusia mengakui bahwa ia membutuhkan Allah sebagai Penulis dari kebaikan-Nya.
4.
Doa kepada Allah dan peran dari Orang Kudus.
Bagi St. Thomas Aquinas, doa dilayangkan seseorang dalam dua cara, yaitu pertama kepada Allah sendiri karena doa-doa kita harus terarah pada rahmat dan kemuliaan yang Allah berikan kepada kita. Kedua, berdoa kepada para Kudus, bukan berarti bahwa melalui mereka Allah mengetahui permohonan kita, namun agar doa-doa kita menjadi efektif melalui doa-doa dan jasa mereka.
Lanjutnya, hal ini jelas dari gaya yang dipakai Gereja dalam berdoa: karena kami menyembah Tritunggal Mahakudus yang Terberkati agar mengasihani kita, sementara itu kami memohon kepada para kudus di surga untuk mendoakan kita.
5.
Mintalah sesuatu yang pasti atau tertentu ketika berdoa.
Pada bagian ini, St. Thomas menggunakan pemikiran Valerius Maximus, seorang penulis Latin dan penulis dari sejumlah kumpulan anekdot historis pada masa pemerintahan Kaisar Romawi Kuno, Tiberius, dari tahun 14-37 M, untuk menjelaskan mengapa perlu meminta sesuatu yang pasti ketika berdoa.
Dalam buku Facta et dicta memorabilia, Maximus mengatakan bahwa Sokrates menganjurkan bahwa kita hendaknya meminta kepada para dewa tiada lain selain hal-hal yang baik bagi kita karena mereka mengetahui apa yang baik bagi setiap orang, di mana ketika berdoa, kita seringkali meminta untuk apa yang terbaik bagi kita.
Menurut St. Thomas Aquinas, pendapat ini benar pada sebuah tingkat tertentu, sebagaimana pada hal-hal yang mungkin menghasilkan sebuah kejahatan, dan yang manusia mungkin menggunakan sakit atau sehat, misalnya kekayaan, yang dengannya banyak yang jatuh ke dalam kejahatan; kehormatan, yang dengannya telah menghancurkan banyak orang; kekuasaan, yang dengannya kita telah menyaksikan hasil-hasil yang tidak membahagiakan; perkawinan-perkawinan yang megah yang kadang-kadang membawa perpecahan dalam keluarga.
Namun, bagi St. Thomas Aquinas, ada hal-hal baik yang orang tidak salah dalam menggunakannya karena hal-hal tersebut tidak memiliki hasil akhir yang jahat. Hal-hal tersebut adalah yang menjadi objek dari Sabda Bahagia dan hal-hal inilah yang dicari para Kudus ketika mereka berdoa.
6.
Mintalah hal-hal yang fana ketika berdoa.
Bagi St. Thomas Aquinas, berdoa untuk hal-hal yang fana yang diingini adalah sah. Di sini ia mengutip kata-kata St. Agustinus: Adalah sah berdoa untuk apa yang sah untuk diingini: ”it is lawlful to pray for what it is lawful to desire.”
Lanjut St. Thomas Aquinas, berdoa memohon hal-hal yang fana adalah sah sejauh mereka menjadi sarana pendukung kehidupan tubuh kita dan pendukung untuk meningkatkan tindakan-tindakan keutamaan.
7.
Berdoalah bagi orang lain.
Bagi St. Thomas Aquinas, berdoa untuk mengingini hal-hal yang baik tidak terbatas untuk diri sendiri, melainkan juga bagi orang lain. Hal ini untuk menunjukkan kasih kita kepada orang lain.
8.
Berdoalah bagi musuh-musuhmu.
Berdoa bagi orang lain adalah sebuah tindakan kasih, menurut St. Thomas Aquinas. Oleh karena itu, kita terikat untuk mendoakan musuh-musuh kita sebagaimana kita terikat untuk mengasihi mereka. Lanjutnya, kita hendaknya mengasihi mereka berdasarkan kodratnya, bukan berdasarkan dosa-dosa mereka. Mengasihi musuh-musuh kita pada umumnya adalah persoalan ajaran.
Namun, mengasihi mereka secara individual bukanlah persoalan ajaran, kecuali pikiran orang memang disiapkan untuk mengasihi musuhnya bahkan dalam tingkat individual dalam rangka untuk membantu orang itu, atau jika musuhnya memohon pengampunan. Tindakan mengasihi musuh dalam tingkat individu merupakan sebuah tindakan yang sempurna.
9.
Ketujuh permohonan dalam doa Bapa Kami patut kita angkat.
Bagi St. Thomas Aquinas, doa Bapa Kami adalah doa yang paling sempurna karena seperti yang dikatakan St. Agustinus, jika kita berdoa dengan benar dan pantas, kita tidak dapat mengatakan apa pun selain yang terkandung di dalam doa Bapa Kami.
Karena doa itu menafsirkan keinginan kita di hadapan Allah, maka kemudian kita boleh meminta sesuatu dalam doa kita ketika sesuatu itu benar di mana kita hendaknya menginginkannya.
Di dalam doa Bapa Kami, kita tidak hanya meminta untuk semua yang mungkin kita inginkan, tetapi juga kita harus mengingini apa yang ada di dalamnya.
Dengan demikian, doa tersebut tidak hanya mengajarkan kepada kita untuk meminta, namun juga mengarahkan seluruh afeksi kita.
Jadi jelas bahwa hal pertama yang menjadi objek keinginan kita adalah akhir, dan selanjutnya apa pun yang terarah pada akhir.
Akhir kita itu adalah Allah yang kepada-Nya seluruh afeksi kita terarah dalam dua cara, yaitu pertama dengan kehendak kita akan kemuliaan Allah, dan kedua, dengan menghendaki kemuliaan-Nya. Yang pertama adalah kasih di mana kita mengasihi Allah di dalam diri-Nya sendiri, sementara itu yang kedua adalah kasih di mana kita mengasihi diri kita di dalam Allah. Oleh karena itu, permohonan pertama yang terungkap adalah dimuliakanlah nama-Mu, dan yang kedua adalah Datanglah Kerajaan-Mu, yang dengannya kita mohon agar kemuliaan kerajaan-Nya datang.
Pada akhir yang sama suatu hal mengarahkan kita dalam dua cara, yaitu di satu sisi, dengan kodratnya, dan di sisi lain secara kebetulan. Dari inti kodratnya, yang baik mengarahkan kita pada akhir tersebut. Suatu hal itu berguna dalam dua cara di mana akhir merupakan Sabda Bahagia, yaitu di satu sisi, dengan langsung dan prinsipiil, sesuai dengan jasa kita melakukan Sabda Bahagia dengan menaati Allah, dan dalam kerangka ini kita memohon: Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga. Di sisi lain, kita katakan: Berilah kami roti hari ini. Apakah hal ini berarti Roti yang Terberkati yang bermanfaat bagi manusia atau roti tubuh yang menunjukkan semua makanan yang cukup, sebagaimana dikatakan oleh St. Agustinus bahwa Ekaristi merupakan sakramen yang utama dan roti adalah makanan yang utama.
Secara kebetulan, kita terarah pada Sabda Bahagia dengan membuang halangan-halangan. Ada tiga halangan pada pencapaian kita akan Sabda Bahagia.
Pertama adalah dosa yang mengeluarkan manusia dari kerajaan surga. . Oleh karenanya, kita memohon Ampunilah dosa kami.
Kedua adalah godaan yang menjauhkan kita dari kehendak Allah, dan karenanya kita berkata janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, di mana kita tidak minta untuk dicobai, melainkan tidak untuk dikuasai oleh pencobaan.
Ketiga, ada keadaan hukuman yang merupakan semacam halangan pada kehidupan yang cukup, dan untuk ini kita berkata bebaskanlah aku dari yang jahat.
10.
Doa itu cocok bagi ciptaan yang rasional.
Di sini, St. Thomas Aquinas menjawab bahwa sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, doa merupakan sebuah tindakan dari rasio, dan di dalam permohonannya terdiri atas sesuatu yang unggul, sebagaimana perintah merupakan sebuah tindakan rasio, di mana batin diarahkan untuk melakukan sesuatu.
Di sini, doa cocok bagi dia yang memiliki kemampuan untuk memiliki rasio, dan suatu yang unggul yang mungkin ia mohon. Sekarang tiada lagi sesuatu di atas yang merupakan pribadi ilahi, dan hewan yang dungu yang tanpa rasio. Oleh karena itu, doa cocok bagi ciptaan yang rasional.
11.
Orang Kudus di surga mendoakan kita.
Bagi St. Thomas Aquinas, ada sesuatu yang salah dalam pernyataan Vigilantius yang mengatakan bahwa saat kita hidup, kita dapat berdoa bagi satu dengan yang lain; namun, setelah mati tak satu pun doa-doa kita bagi yang lain didengarkan, bahkan doa-doa martir pun tidak didengarkan.
Baginya, doa bagi yang lain lahir dari cinta kasih. Semakin besar cinta kasih orang kudus di surga, semakin banyak mereka berdoa bagi para musafir dan semakin mereka bersatu secara dekat dengan Allah, semakin doa-doa mereka manjur. Karena tatanan ilahi mengatur bahwa pengada yang lebih rendah menerima limpahan yang terbaik dari pengada yang lebih tinggi sebagaimana udara menerima terang dari matahari.
12.
Berdoa dengan suara.
Maksud St. Thomas Aquinas di sini adalah bahwa ada dua macam cara berdoa, yaitu pertama secara komunal dan individu. Secara komunal, doa yang dilayangkan Gereja kepada Allah mewakili tubuh orang beriman.
Oleh karena itu, doa hendaknya masuk pada pengetahuan seluruh jemaat di mana hal ini hanya mungkin terjadi dengan doa yang diucapkan.
Di sisi lain, doa individual adalah doa yang disampaikan oleh satu orang entah dia berdoa bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Karenanya doa semacam itu tidak esensial bila bersuara.
Namun, ada tiga alasan bahwa doa tersebut dilakukan dengan bersuara.
Pertama adalah bahwa doa dilakukan untuk membangkitkan gairah devosi di mana pikiran pribadi seseorang terangkat kepada Allah. Karena oleh sarana tanda-tanda eksternal, apakah dengan kata-kata atau tindakan, pikiran manusia digerakkan untuk memahami, dan konsekuensinya menimbulkan afeksi. Jadi bisa dikatakan, kita hendaknya menggunakan kata-kata atau tanda-tanda sejauh mereka membantu membangkitkan gairah pikiran. Namun, jika mereka mengganggu pikiran, kita hendaknya kita hentikan.
Kedua, suara yang dipakai saat berdoa, sebagaimana membayar hutang, menunjukkan bahwa manusia ingin melayani Allah yang dari-Nya ia mendapatkan segala hal. Bentuk pelayanan itu tidak hanya dengan pikiran, melainkan juga dengan tubuhnya. Di sini, doa dilakukan sebagai bentuk rasa puas.
Ketiga, doa-doa yang disuarakan mengalir dari dalam jiwa ke tubuh, melalui berlimpahnya perasaan seseorang ketika berdoa.
13.
Perhatian merupakan sebuah syarat yang perlu dari doa.
Menurut St. Thomas Aquinas, kita perlu melihat bahwa suatu hal perlu dalam dua cara: pertama, suatu hal perlu karena akhir dicapai lebih baik, dan dengan demikian perhatian mutlak perlu bagi doa. Kedua, suatu hal diperlukan ketika tanpanya sesuatu tidak dapat mencapai efeknya.
Di sini, menurut St. Thomas Aquinas, efek doa ada tiga, yaitu
Efek pertama sebuah efek yang umum berlaku bagi semua tindakan yang dipicu oleh cinta kasih. Untuk menyadarinya, tidaklah perlu bila doa harus penuh perhatian karena daya maksud asali, yang dengannya orang ingin berdoa, menyumbang seluruh doa yang berjasa.
Efek kedua dari doa adalah pantas pada itu (thereto) dan terdiri dalam tindakan mencapai sesuatu dengan doa. Di sini sekali lagi, maksud asali cukup untuk mendapatkan efek ini. Namun, bila maksud asali berkurang, doa kehilangan jasa dan tindakan mendapatkan sesuatu yang diminta juga berkurang. Hal ini disebabkan karena, sebagaimana Gregorius berkata, Allah tidak mendengar doa dari mereka yang tidak memberi perhatian pada doanya.
Efek ketiga doa adalah bahwa yang menghasilkan sekali baik penyegaran rohani pikiran dan karenanya perhatian sebuah syarat yang perlu.
Tambah St. Thomas Aquinas bahwa ada tiga macam perhatian yang dapat dipakai pada doa yang bersuara, yaitu pertama yang memerhatikan kata-kata; kedua, yang memerhatikan pada kepekaan kata-kata; ketiga, yang memerhatikan akhir doa, sebutlah, Allah. Jenis terakhir inilah yang paling perlu. Lebih lanjut lagi, perhatian ini kadang-kadang begitu kuat sehingga pikiran melupakan hal-hal lain.
14.
Berdoalah dalam waktu yang cukup lama.
Di sini St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa kita berbicara tentang doa dalam dua cara; pertama, dengan memikirkannya di dalam doa itu sendiri; kedua, dengan memikirkannya dalam penyebabnya.
Penyebab doa adalah hasrat akan cinta kasih, yang darinya doa muncul. Hasrat ini harus berlanjut dalam diri kita baik secara aktual maupun virtual karena keutamaan dari hasrat ini tetaplah berada did alam apa paun yang kita lakukan berdasarkan cinta kasih, dan kita harus melakukan segala hal bagi kemuliaan Allah.
Dari perspektif inilah doa harus berlanjut.
Namun, doa yang dipikirkan dalam doa sendiri, tidak dapat berlanjut karena kita masih memiliki kesibukan pekerjaan lain. Oleh karena itu, kuantitas suatu hal harus diukur dengan akhirnya, contohnya kuantitas dosis harus diukur dengan kesehatan.
Demikianlah bahwa doa haruslah berakhir cukup lama untuk membangkitkan gairah hasrat batin. Ketika gairah dari dalam batin ini melampaui ukuran ini, dia tidak dapat dilanjutkan lebih lama lagi. Doa harus dihentikan tanpa menyebabkan kekuatiran.
15.
Doa adalah tindakan yang berjasa.
St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa doa, disamping menyebabkan kegembiraan rohani disaat berdoa, memiliki dua kemanjuran yaitu dalam melakukan perbuatan yang berjasa dan dalam mendapatkan. Sekarang, doa manjur dalam melakukan perbuatan jasa karena dihasilkan dari cinta kasih sebagai akarnya.
Di sini doa lahir dari cinta kasih melalui media agama di mana doa merupakan sebuah tindakan dan syarat bagi kebaikan doa, misalnya kerendahan hati dan iman. Iman diperlukan dalam berdoa kepada Allah. Kita perlu percaya bahwa kita dapat meraih dari-Nya apa yang kita cari. Kerendahan hati perlu pada bagian pribadi yang berdoa, karena dia mengenali kebutuhannya. Devosi juga perlu.
Sebagaimana pada kemanjurannya dalam mendapatkan apa yang diingini, kemanjuran doa berasal dari rahmat Allah kepadanya kita berdoa, dan Yang meminta kita untuk berdoa, sebagaimana yang dikatakan St. Agustinus: Dia tidak akan mendesak kita untuk meminta namun dia berkehendak untuk memberi, juga yang dikatakan Krisostomus: Dia takpernah menolak untuk mengabulkan doa-doa kita karena dalam kebaikan cinta kasih-Nya dia mendesak kita untuk tidak berhenti berdoa.
16.
Pendosa dapat memperoleh sesuatu dari Allah dengan doanya sejauh doanya lahir dari hasrat alami akan kebaikan.
Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa, menurut St. Thomas Aquinas, dalam diri seorang pendosa ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu kodratnya di mana Allah mengasihi dia, dan dosa di mana Allah membenci dosa itu. Ketika seorang pendosa berdoa untuk sesuatu dengan hasrat yang penuh dosa, Allah tidak akan mendengarkan doanya dengan belas kasih, tetapi tidak jarang dengan kemurkaan saat Dia membiarkan pendosa itu jatuh ke dalam dosa yang lebih dalam. Namun, Allah akan mendengar doa si pendosa jika doanya lahir dari hasrat alami yang baik, bukan berasal dari keadilan-Nya, karena pendosa tersebut tidak layak untuk didengarkan, namun dari belas kasihan-Nya.
17.
Bagian-bagian doa:
permohonan, doa, perantaraan, dan syukur.
Di sini St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa ada tiga syarat doa.
Pertama, bahwa pribadi yang berdoa harus mendekati Allah kepada-Nya ia berdoa. Hal ini ditandai dalam kata doa sendiri karena doa adalah mengangkat pikiran kepada Allah.
Kedua, haruslah ada sebuah permohonan, dan ini ditandai dalam kata doa perantara bagi orang lain.
Ketiga, adalah alasan untuk mendapatkan apa yang kita minta. Hal ini terjadi di pihak Allah atau di pihak pribadi yang berdoa.
Dari pihak Allah, alasan untuk mendapatkan bagian dari Allah adalah kekudusan-Nya. Sementara itu. alasan untuk mendapatkan di pihak pribadi yang meminta adalah syukur karena melalui pemberian rasa syukur atas keuntungan yang diterima, kit
VI.
St. Thomas Aquinas menurut kalender tradisional (kalender liturgi pra-KV II – Cornelius) kerap diangap dan dihormati sebagai Common Doctor of the Catholic Church, Pelindung semua sekolah katolik.
Adapun setiap 7 Maret merupakan ulang tahun Doctor Angelicus ini ke dalam kehidupan kekal, di usia 49, di tengah perjalanan menuju Konsili Umum di Lyons. Untuk menghormatinya, merupakan hal yang layak untuk kembali berbagi cerita tentang kematiannya, seperti yang dikisahkan oleh Bernard Gui dalam Vitae Sancti Thomae Aquinatis:
***
Beberapa hari kemudian pria kudus ini telah memulihkan kekuatannya untuk melanjutkan perjalanan ke Roma; tetapi, ketika mendekati biara Cistercian dari Fossanova dan menerima undangan hangat dari abbot dan komunitasnya untuk tinggal di sana sampai kesehatannya telah pulih secara menyeluruh, Thomas menerima undangan tersebut dan berbelok menuju biara. Dan setelah berdoa di hadapan high altar di Gereja, selagi ia memasuki biara, tangan Tuhan turun atasnya, dan ia tahu bahwa dalam rohnya ia telah mencapai akhir hidupnya…
Abbot dengan ramah memberinya kamar dalam apartemennya, dengan segala kenyamanan yang dapat diberikan, kenyamanan yang pantas bagi seorang tamu; dan karena ia sungguh lelah, ia berbaring di tempat tidur dan ditemani oleh para rahib dengan segenap rasa hormat dan kerendahan hati. Saat itu sedang musim salju dan mereka menyalakan api di ruangannya, membawa kayu ke dalam di bahu mereka. Melihat hal tersebut, Thomas berkata,”Siapakah aku ini sehingga hamba Allah harus menunggui aku seperti ini?” Dan sekarang dengan setiap hari yang berlalu, tubuhnya semakin melemah, namun dari semangatnya mengalir aliran pengajaran doktrin. Ketika diminta oleh beberapa rahib untuk memberikan mereka beberapa kenangan bahwa ia tinggal bersama mereka, ia memberikan eksposisi singkat tentang Kidung Agung. Dan memang layaklah bahwa Thomas, pekerja agung dalam sekolah Gereja, mengakhiri pengajarannya tentang kidung kemuliaan kekal, seorang ahli dalam sekolah tersebut, ketika akan berlalu dari penjara tubuh menuju pesta pernikahan surgawi, sudah seharusnya memberikan diskursus tentang persatuan Gereja dengan Kristus, mempelainya.
Merasa bahwa kekuatannya semakin melemah, dengan sungguh Ia meminta Tubuh Kristus yang maha kudus:dan ketika abbot, ditemani oleh para rahib, membawakan Tubuh Kristus, ia memberikan penghormatan kepada-Nya, meniarapkan diri di tanah; dengan tubuh yang lemah, namun dengan pikirannya yang seolah-oleh berlari dengan kencang untuk bertemu Tuhan. Dan ketika ditanya, seperti yang diharuskan oleh disiplin Gereja, apakah ia percaya bahwa ini memang tubuh Putra Allah yang lahir dari Perawan Maria dan tergantung di salib demi kita dan pada hari ketiga Ia bangkit kembali, Thomas menjawab dengan suara lantang dan kesalehan serta air mata yang tercurah:
“Bahkan mungkin bagi kita, para pelancong, melalui kehidupan, memperoleh pengetahuan yang lebih besar tentang kebenaran ini daripada yang diberikan iman yang sejati pada kita – iman yang benar kendati tak dapat dijelaskan – namun sekarang dalam iman ini saja aku menegaskan bahwa aku sungguh percaya dan dengan yakin mengetahui bahwa ini memang sungguh Allah dan manusia, Putra Bapa yang kekal, lahir dari Bunda Perawan, Tuhan Yesus Kristus. Saya mempercayai dan mengakui hal ini dengan tulus”
Lalu dengan air mata dan kesalehan ia menerima Sakramen yang memberi hidup. Tapi, pertama-tama, menurut sebuah laporan, ia juga mengucapkan perkataan berikut:
“O harga penebusanku dan makanan bagi para peziarah, aku menerima Engkau! Demi Engkau aku telah belajar dan bekerja dan terus berjaga. Aku telah mewartakan dan mengajar Engkau. Tetapi seandainya aku telah berkata-kata atau menulis apapun yang salah tentang sakramen ini atau pun tentang hal lainnya, aku menyerahkan semuanya pada penghakiman Gereja Roma yang kudus, dalam ketaatan yang kepadanya aku hendak mengakhiri hidupku”
Pada hari berikutnya ia meminta untuk menerima sakramen pengurapan orang sakit. Pikirannya tetap jernih melalui perayaan dan ia menjawab doa sendiri. Lalu, ia mengatupkan tangan, dan dengan penuh kedamaian ia menyerahkan jiwanya kepada Penciptanya.
***
St. Thomas Aquinas, doakanlah kami: perolehlah bagi kami rahmat untuk meneladani kerendahan hati, devosi, dan ketaatanmu, dan juga kebijaksanaanmu, agar kami dapat hidup dan mati seperti engkau hidup dan mati, dalam persekutuan yang setia dengan Kristus dan Gereja Kudusnya. Amin.
VII.
Nasihat Rohani dari St. Thomas Aquinas
St. Thomas Aquinas―seorang Doktor Gereja sekaligus penulis himne Ekaristi yang terkenal seperti Adore te Devote, Pange Lingua Gloriosi, Sacris Solemnis, dst―dalam Summa Theologica memberikan jawaban terhadap pertanyaan, apakah sah (lawful) untuk menerima sakramen Ekaristi setiap hari:
Aku menjawab bahwa, ada dua hal yang harus dipertimbangkan berkenaan dengan penggunaan sakramen ini. Pertama, di sisi sakramen itu sendiri, kebajikannya yang memberikan kesehatan pada manusia; dan karenanya sangat menguntungkan untuk menerimanya setiap hari agar buah-buah sakramen [Ekaristi] juga diterima setiap hari. Oleh karena itu Ambrosius berkata (De Sacram. iv): “Bila kapanpun darah Kristus ditumpahkan, ia ditumpahkan demi pengampunan dosa, saya yang sering berdosa, harus menerimanya sesering mungkin: saya membutuhkan obat yang teratur.” Hal kedua yang perlu dipertimbangkan ada pada sisi penerima, yang diharuskan mendekati sakramen terebut dengan rasa hormat dan devosi yang besar. Akibatnya, bila seseorang menemukan bahwa ia memiliki disposisi ini [yakni rasa hormat dan devosi yang besar], baik bila ia menerimanya setiap hari. Karenanya Agustinus setelah berkata, “Terimalah setiap hari, agar ia menguntungkanmu setiap hari juga” ia menambahkan: “Jadi hiduplah, agar kamu layak menerimanya setiap hari.” Tetapi karena banyak orang masih kurang dalam devosi ini, karena alasan banyaknya kekurangan jasmani dan rohani yang mereka derita, merupakan hal yang tidak bijaksana bagi semua orang untuk mendekati sakramen tersebut setiap hari; tetapi mereka seharusnya mendekati sakramen terebut sesering mungkin bila diri mereka telah memiliki disposisi yang layak. Oleh karena itu dikatakan dalam De Eccles. Dogmat. Liii: “Aku tidak memuji atau menyalahkan penerimaan Ekaristi setiap hari.”
I answer that, There are two things to be considered regarding the use of this sacrament. The first is on the part of the sacrament itself, the virtue of which gives health to men; and consequently it is profitable to receive it daily so as to receive its fruits daily. Hence Ambrose says (De Sacram. iv): “If, whenever Christ’s blood is shed, it is shed for the forgiveness of sins, I who sin often, should receive it often: I need a frequent remedy.” The second thing to be considered is on the part of the recipient, who is required to approach this sacrament with great reverence and devotion. Consequently, if anyone finds that he has these dispositions every day, he will do well to receive it daily. Hence, Augustine after saying, “Receive daily, that it may profit thee daily,” adds: “So live, as to deserve to receive it daily.” But because many persons are lacking in this devotion, on account of the many drawbacks both spiritual and corporal from which they suffer, it is not expedient for all to approach this sacrament every day; but they should do so as often as they find themselves properly disposed. Hence it is said in De Eccles. Dogmat. liii: “I neither praise nor blame daily reception of the Eucharist.” (S.th., IV, Qu. 80, art. 10)
St. Thomas Aquinas dengan jelas menegaskan, bahwa penerimaan Komuni secara teratur perlu didahului adanya disposisi batin yang layak: yakni rasa hormat dan devosi yang besar terhadap Sakramen Ekaristi. Seseorang yang sudah memiliki disposisi yang layak untuk menerima Komuni, dianjurkan untuk menerima Komuni sesering mungkin, karena Komuni adalah obat bagi jiwa kita yang sakit. Tetapi jika seseorang kurang memiliki disposisi tersebut, maka merupakan hal yang bijaksana bila menahan diri untuk tidak menyambut Komuni. Nasihat Aquinas yang terakhir inilah yang harus menjadi perhatian kita.
Bagaimana kita bisa mengetahui apakah seseorang memiliki rasa hormat terhadap Ekaristi?
Liturgi Suci selalu menekankan kesatuan antara aspek batiniah dan lahiriah, antara sikap batin dan perbuatan lahiriah. Seseorang yang memiliki rasa hormat yang besar terhadap Ekaristi, seharusnya menunjukkan sikap berikut ketika menyambut Komuni:
• Mereka menerima Komuni di lidah sambil berlutut
• Mereka membungkukkan badan, dan menerima Komuni di lidah sambil berdiri
• Mereka membungkukkan badan, dan menerima Komuni di tangan
Ketiga hal diatas hanya contoh saja, tentu ada banyak hal yang bisa menunjukkan disposisi batin seseorang yang sungguh menghormati Ekaristi. Menurut saya, bila ketiga hal diatas dilakukan dengan khidmat, maka kita dapat sungguh melihat rasa hormat yang ditampilkan dan bukannya melihat sebuah gerakan otomatis seperti yang dilakukan robot.
Sekarang, kita melihat sebuah kecenderungan bahwa antrian untuk menerima Komuni selalu ramai dan panjang setiap minggunya, sedangkan antrian untuk pengakuan dosa hanya ramai di saat-saat menjelang Paskah atau Natal. Tidak jarang kita menemukan bahwa sedikit sekali paroki yang memiliki jadwal pengakuan dosa yang tetap, sekalipun ada, yang mengantri pun dapat dihitung dengan jari. Ironis sekali, bila kita menyambut Tubuh dan Darah Tuhan tanpa mempedulikan kesehatan jiwa kita.
Beberapa Langkah Praktis dalam Melaksanakan Nasihat St. Thomas Aquinas
Apa yang seharusnya kita lakukan bila kita ingin memiliki rasa hormat dan devosi terhadap Tubuh Tuhan? Berdasarkan nasihat dari St. Thomas Aquinas, saya mencoba merumuskan beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan.
Pertama, saya menganjurkan anda untuk menerima sakramen tobat secara teratur, karena ada banyak manfaat rohani yang berguna bagi jiwa kita.
Kedua, mulai mempelajari ajaran Gereja yang berhubungan dengan Ekaristi, yaitu Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi. Baca juga kisah santo/a yang berhubungan dengan Ekaristi. Buku kecil karangan Rm. Stefano Manelli “Yesus Kekasih Kita dalam Ekaristi” dan buku berjudul “Ekaristi: Roti Kehidupan Kekal” karangan Raffaello Martinelli dapat membantu anda semakin menghayati Ekaristi. Jangan lupa membaca penjelasan Katekismus Gereja Katolik tentang Sakramen Ekaristi.
Ketiga, saya menyarankan anda untuk mulai menerima Komuni di lidah sambil berlutut. Saya sendiri sudah melakukannya dan menuliskan alasan saya untuk melakukan hal tersebut. Penting untuk diketahui bahwa praktek menerima Komuni di tangan merupakan sebuah indult (pengecualian) dan bukanlah hal yang umum. Praktek yang umum adalah menerima Komuni di lidah sambil berlutut.
Keempat, baik juga bila anda mulai mengembangkan kebiasaan untuk melakukan kunjungan terhadap Sakramen Maha Kudus dan melakukan adorasi pribadi secara teratur. Jangan lupa juga untuk mengikuti Misa harian dan menerima Komuni bila memungkinkan. Rasa hormat dan devosi terhadap Ekaristi tidak datang begitu saja, melainkan harus terus ditanam dan dipupuk secara rutin. Tentunya kebiasaan yang saleh ini sangat berkenan di mata Tuhan.
Kelima, menurut pertimbangan saya, ada saat ketika anda harus menahan diri untuk tidak menerima Komuni, yaitu ketika kita datang terlambat menghadiri Misa. Mungkin masih tidak masalah kalau terlambat 5-10 menit, namun bila lebih dari itu, rasanya tidak layak bila anda tetap menerima Komuni, padahal anda seharusnya mempersiapkan diri sebelum Misa. Saat lainnya ialah bila anda sudah terlalu lama tidak mengaku dosa. Bagi saya yang sudah terbiasa mengaku dosa secara rutin (sekitar 2 minggu sekali atau sebulan sekali), saya merasakan bertumbuhnya kepekaan saya terhadap Ekaristi. Bila sudah terlalu lama belum mengaku dosa, maka tidak ada salahnya bila tidak menerima Komuni dahulu sebelum mengaku dosa. Tentunya harus diingat bahwa hal tersebut sangat bergantung pada kondisi kerohanian seseorang, dan perlu dilakukan pemeriksaan batin yang mendalam untuk menilai apakah layak atau tidaknya kita menyambut Tubuh Tuhan. Selain itu, jangan pernah menerima Komuni dengan cara mengambil dan mencelupkannya ke dalam cawan berisi anggur. Ingat, rasa hormat terhadap Tuhan harus lebih diutamakan (kecuali anda adalah seseorang yang bergulat mengatasi sinful habit, seperti yang saya sebutkan dalam kisah nyata kelima).
Intinya, dalam melakukan langkah kelima, saya mengundang anda untuk melakukan pemeriksaan batin dan discernment mengenai disposisi batin anda bila anda berada dalam situasi tersebut.
Keenam, lakukan langkah pertama hingga kelima secara konsisten. Mari kita tumbuhkan kembali rasa hormat dan devosi terhadap Ekaristi secara mendalam.
Saya tutup tulisan ini dengan kutipan dari St. Thomas Aquinas:
“Makanan rohani, di sisi lain, mengubah orang yang memakannya menjadi dirinya. Oleh karena itu, efek yang pantas bagi Sakramen ini adalah pertobatan manusia menjadi Kristus, agar bukan ia lagi yang hidup, melainkan Kristuslah yang hidup di dalam dirinya; akibatnya; ia memiliki efek ganda, yakni memulihkan kekuatan rohani yang ia hilangkan melalui dosa dan kelemahannya, dan meningkatnya kekuatan kebajikan-kebajikannya.” – Commentary on Book IV of the Sentences, d.12, q.2, a.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar