Ads 468x60px

ANTIFON MARIA DALAM DOA OFFISI (2)


HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
SKETSA ANTIFON MARIA DALAM DOA OFFISI:
TINJAUAN SOSIO HISTORIS & TEOLOGIS
(BAGIAN 2)
ALMA REDEMPTORIS MATER
AVE MARIA
SALVE REGINA.
4.
Alma Redemptóris Mater
Alma Redemptóris Mater, quae pérvia caeli porta manes,
et stella maris, succúrre cadénti, súrgere qui curat, pópulo:
Tu quae genuísti, natúra miránte, tuum sanctum Genitórem,
Virgo prius ac postérius, Gabriélis ab ore sumens illud Ave, peccatórum miserére.
Bunda, yang berbelaskasih engkau melahirkan
Penyelamat, Pelindung kami,
kami mohon restu
agar s’lamat senantiasa,
berkat doamu di hadapan Yesus, Puteramu yang tercinta.
Kuatkanlah kami yang lemah,
dengan iman, harapan dan kasih sejati, ya Maria bunda kami.
*********
“Alma Redemptóris Mater”, yang dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “Loving Mother of our Saviour” atau “Salam, Bunda Sang Penebus” yang populer juga disebut “Bunda yang berbelaskasih”, adalah salah satu doa yang dipakai sebagai Antifon penutup dalam ibadat harian. Dulu, dinyanyikan terlebih pada masa Advent dan Natal, sampai pada Epifani atau bahkan sampai Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah, namun saat ini penggunaannya dimungkinkan kapanpun setiap saat.
Adapun antifon “Alma Redemptóris Mater” ini dinyanyikan ketika akhir Ibadat Siang pertama (Tertia, 08.15), oleh para rahib di Pertapaan Trappist Rawaseneng.
Dipercaya adalah Hermannus Contractus yang juga dikenal sebagai Hermannus Augiensis atau Herman the Cripple atau Herman si Pincang (1013–1054). Ia adalah seorang ilmuwan yang menguasai bidang matematika dan astronomi, dan sekaligus seorang komposer musik; yang menyusun doa ini berdasarkan tulisan dari St. Fulgentius, Epifanus dan Irenasius dari Lyon.
Pastinya, dalam lagu Alma Redemptóris Mater” ini, Maria dipuji sebagai "gerbang surga dan bintang laut" karena menerima salam malaikat Gabriel dan akan melahirkan penebus manusia.
Pada Puji Syukur 627, “Alma Redemptoris Mater” diterjemahkan :
“Salam, Bunda Sang Penebus, pintu surga yang tetap terbuka,
bintang samud'ra, tolonglah manusia yang jatuh dan berhasrat bangun.
Dengan mengagumkan engkau melahirkan Sang Penciptamu yang kudus.
Kau terima salam Gabriel, dikau tetap perawan untuk selamanya, doakan orang berdosa.”
==================
5.
Áve María
Áve María, grátia pléna,
Dóminus técum.
Benedícta tu in muliéribus,
et benedíctus frúctus véntris túi, Iésus.
Sáncta María, Máter Déi,
óra pro nóbis peccatóribus,
nunc et in hóra mórtis nóstrae. Ámen.
Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu.
Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus.
Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini,
Sekarang dan waktu kami mati. Amin.
(Jawa)
Sembah bekti kawula dewi Maria kekasihing Allah, pangeran nunggil ing panjenengan dalem, sami-sami wanita sang dewi pinuji piyambak, saha pinuji ugi wohing salira dalem sri Yesus.
Dewi Maria, ibuning Allah, kawula tiyang dosa sami nyuwun pangapunten dalem, samangke tuwin benjing dumugining pejah. Amin.
************
Doa “Ave Maria - Salam Maria” adalah doa yang paling dikenal umat Katolik sebagai doa penghormatan Gereja kepada Bunda Maria dan terdiri dari tiga bagian:
a. “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu…..” merupakan kutipan perkataan Malaikat Gabriel ketika mengunjungi Perawan Maria (lih. Luk 1:28).
b. “Terpujilah Engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu (Yesus)”, diambil dari salam Elisabet kepada Perawan Maria ketika Maria datang mengunjunginya (lih. Luk 1:42)
c.“Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin”, dinyatakan oleh Katekismus Konsili Trente pada abad ke-16, sebagai doa yang disusun oleh Gereja.
Katekismus Gereja Katolik menyatakan:
“Adalah sangat tepat, bahwa Gereja Tuhan yang kudus menambahkan kepada ucapan syukur ini, permohonan kepada Bunda Allah yang kudus untuk mendoakan kita, dan dengan demikian supaya kita memohon bantuan kepadanya agar oleh doa-doa syafaatnya, ia mengusahakan persahabatan antara Allah dan kita manusia, dan memperoleh bagi kita, berkat yang kita butuhkan untuk hidup sekarang ini dan untuk hidup yang tidak berkesudahan.”
Sejarah Doa Salam Maria.
Kata, “Salam Maria, penuh rahmat” ini dipergunakan oleh para Bapa Gereja sebagai ungkapan penghormatan kepada Bunda Maria.
Di abad ke-7, St. Gregorius telah memasukkan ungkapan doa “Salam Maria” ini dalam Liber Antiphonarius, sebagai frasa dalam doa persembahan, dalam teks Misa Minggu keempat Masa Adven. Seabad kemudian, frasa “Salam Maria” ini tercatat sebagai bagian dalam tulisan pengajaran St. Andreas dari Kreta dan St. Yohanes Damaskus (abad ke 8).
Namun demikian, “Salam Maria” sebagai rumusan doa devosi belum jelas ditemukan sebelum tahun 1050. Dua buah manuskrip tua Anglo-Saxon di British Museum, yang salah satunya berasal dari tahun 1030, menunjukkan bahwa kata, “Salam Maria…. terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu” itu tertulis berulang-ulang dalam sebuah doa penghormatan kepada Bunda Maria.
Tahun 1184, Uskup Agung Canterbury, Abbot Baldwin, menulis:
“Terhadap salam dari Malaikat ini, yang dengannya kita setiap hari menyapa Sang Perawan yang Terberkati dengan devosi sedemikian, kita biasa menambahkan, “dan terpujilah buah tubuhmu,” yang dikatakan oleh Elisabet kemudian, setelah mendengar salam dari Maria, seolah melengkapi perkataan dari malaikat itu, dengan berkata: “Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu.”
Tahun 1196, dekrit sinode dari Eudes de Sully, Uskup Paris, mengajarkan kepada para klerus, “Salam kepada Perawan Maria” ini sebagai rumusan doa yang telah dikenal di keuskupannya, sebagaimana doa resmi lainnya, seperti doa Bapa Kami dan Aku Percaya.
Sejak saat itu, doa Salam Maria ini diperkenalkan dan dianjurkan kepada umat beriman, dimulai dari Sinode di Durham Inggris, tahun 1217.
Doa Salam Maria ini kemudian dikenal sebagai doa-doa yang umum didoakan oleh para kudus (santo dan santa), seperti St. Aybert, St. Louis dari Perancis, St. Margaretta, St. Dominikus dan menjadi sebuah doa di biara-biara yang mengungkapan pertobatan.
Doa ini umum diulangi, sampai puluhan kali, 50 atau bahkan 150 kali, mengikuti pola pengulangan doa “Kudus, kudus, kudus” yang terus diulangi tanpa putusnya di hadapan tahta Allah yang Maha Tinggi.
Di zaman St. Louis, doa “Salam Maria” berakhir dengan “… terpujilah buah tubuhmu”. Penambahan “Yesus” sesudah frasa itu umumnya dikenal dari abad 15, menurut anjuran Paus Urbanus IV (1261) dan Paus Yohanes XXII (1316-1344). Teks doa Salam Maria seperti yang kita ketahui sekarang, tercatat sebagai bagian depan salah satu karya Girolamo Savonarola, di tahun 1495. Girolamo Savonarola sendiri adalah seorang biarawan, yang dikenal sebagai seorang pembaharu di Ordo Praedicatorium (OP/Dominikan).
Dua tahun sebelumnya, frasa “Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini. Amin,” tercatat dalam Calendar of Shepherds, edisi bahasa Perancis. Namun penerimaan resmi teks doa Salam Maria selengkapnya, meskipun sudah disebutkan dalam Katekismus Konsili Trente, akhirnya baru dinyatakan dalam Roman Breviary pada tahun 1568.
Indahnya, banyak komposer musik tersohor yang pernah memakai penggalan teks doa Salam Maria di dalam karya mereka sebagai “tribute”, persembahan kepada Maria, antara lain yang paling terkenal adalah “Ave Maria” karya Franz Schubert yang diciptakannya tahun 1825. Adapun antifon lagu “Ave Maria” ini dinyanyikan ketika akhir Ibadat Bacaan (Vigili, 03.30), oleh para rahib di Pertapaan Trappist Rawaseneng.
===============
6. Salve, Regina
Salve, Regina, Mater misericordiae,
vita, dulcedo, et spes nostra, salve.
Ad te clamamus exsules filii Hevae,
Ad te suspiramus, gementes et flentes
in hac lacrimarum valle.
Eia, ergo, advocata nostra, illos tuos
misericordes oculos ad nos converte;
Et Jesum, benedictum fructum ventris tui,
nobis post hoc exsilium ostende.
O clemens, O pia, O dulcis Virgo Maria.
Ora pro nobis, sancta Dei Genitrix.
Ut digni efficamur promissionibus Christi.
Salam, ya Ratu, bunda yang berbelas kasih,
hidup, hiburan, dan harapan kami.
dengarkan kami anak Hawa yang terbuang,
Bunda, perhatikan keluh kesah kami
dalam lembah duka ini.
Ya Ibunda, ya penolong kami, dengan mata
yang memancarkan kasihan pandanglah kami;
Dan kelak, tunjukkanlah kepada kami,
Yesus, buah rahimmu yang terpuji.
Maria, yang pemurah, ya Perawan yang baik hati.
Doakanlah kami, ya Santa Bunda Allah,
Supaya kami dapat menikmati janji Kristus.
**********
Doa “Salve Regina - Salam ya Ratu” berasal dari abad ke-11, kemungkinan besar diciptakan oleh Hermann of Reichenau, seorang ilmuwan dan rahib Jerman, yang juga dikenal sebagai Hermannus Contractus / Hermannus Augiensis atau Herman the Cripple (Herman si Pincang) yang juga menciptakan doa “Alma Redemptóris Mater”.
Namun ada legenda lain yang menyebutkan bahwa Doa “Salve Regina” awalnya berasal dari "Antiphona de Podio" (Kidung pujian dari Le Puy), yang digubah oleh Adhémar, Uskup Puy-en-Velay. Adhémar adalah orang pertama yang meminta izin untuk ikut dalam Perang Salib, dan orang pertama yang menerima salib dari Paus Urbanus II. Dikatakan, sebelum berangkat di penghujung Oktober 1096, dia menciptakan lagu perjuangan Perang Salib, yang dalam syairnya dimohonkan doa restu dari Bunda Maria, Sang Ratu Surga.
Konon dia lalu meminta agar para rahib Cluny memasukkannya dalam ibadat harian mereka, namun tidak ada bukti penggunaannya di biara Cluny sebelum masa Petrus Venerabilis (sekitar tahun 1135), yang mendekritkan agar kidung tersebut dinyanyikan untuk mengiringi prosesi pada perayaan-perayaan tertentu.
Ada juga legenda yang mengaitkannya dengan Santo Bernardus dari Clairvaux.
Dikisahkan bahwa ketika St. Bernardus bertugas sebagai duta diplomasi, “legatus apostolicus” di Jerman, saat dia memasuki katedral pada Malam Natal 1146 dalam sebuah prosesi diiringi nyanyian “Salve Regina”, dan tatkala bait "O clemens, O pia, O dulcis Virgo Maria" dinyanyikan, dia berlutut tiga kali. Pelat-pelat kuningan dipasang pada lantai Gereja, untuk menandai jejak langkahnya, serta tempat-tempat dia dengan perasaan mendalam menyerukan “kemurahan hati, belas kasih, dan kebaikan Perawan Maria yang terberkati" (Ratisbonne, "Life and Times of St. Bernard", 1855).
Syair “Salve Regina” seperti yang ada sekarang adalah sama dengan yang ada di Biara Cluny sejak abad ke-12, dan penggunaannya dalam liturgi Katolik tersebar luas sejak saat itu. Secara garis besar, “Salve Regina” berisi pujian dan salam kepada Maria sebagai bunda pemurah dan sumber harapan umat beriman. Maria juga diyakini sebagai pembela umat beriman pada pengadilan terakhir di hadapan Kristus sebagai HAKIM pada akhir jaman.
Di abad pertengahan, para rahib trappist memakainya dalam doa harian mereka. Doa ini juga adalah doa yang paling sering dipakai para pelaut untuk pemberkatan kapal dan sering dipakai sebagai lagu penutup pada misa penguburan pastor yang dinyanyikan bersama-sama oleh para pastor lain yang menghadirinya.
Pada abad ke-18, “Salve Regina” menjadi salah satu pokok bahasan dalam kitab klasik Mariologi Katolik Roma berjudul “Kemuliaan-Kemuliaan Maria” karya St. Alfonsus Liguori (“The Glories of Mary”, St. Alphonsus de Liguori”). Dalam bagian pertama, dan bagian utama dari kitab tersebut, St. Alfonsus, Sang Doktor Gereja; membahas “Salve Regina” secara rinci, dan dengan berdasar atas teks doa “Salve Regina” menjelaskan bagaimana Allah memberikan Maria kepada umat manusia sebagai "Pintu Gerbang Surga".
Di masa sekarang, “Salve Regina” umumnya didaraskan seusai doa rosario, dan dalam liturgi, “Salve Regina” adalah salah satu dari empat antifon Maria yang didaraskan sesudah ibadat penutup, atau waktu-waktu lainnya dalam ibadat harian. Adapun antifon “Salve Regina - Salam ya Ratu” ini dinyanyikan ketika akhir Ibadat Penutup (Completorium, 19.45) oleh para rahib di Pertapaan Trappist Rawaseneng.
Lebih lanjut, selama berabad-abad jelaslah bahwa umat Katolik menyerukan salam kepada Bunda Maria sebagai Bunda Kerahiman karena doa “Salve Regina” yang sudah berusia lebih dari 700 tahun ini dimulai dengan seruan: “Salam, Ya Ratu, Bunda yang berbelas kasih, hidup, hiburan dan harapan kami … Ya Ibunda, ya pelindung kami, limpahkanlah kasih sayangMu yang besar kepada kami.”
Dalam catatan hariannya, Santa Maria Faustina Kowalska juga menulis perkataan Bunda Maria kepadanya dalam sebuah penglihatan, “Aku bukan saja Ratu Surga, melainkan juga Bunda Kerahiman dan Bundamu …” (BHSF 330).
Paus St. Yohanes Paulus II bahkan menyebut Bunda Maria sebagai Bunda Kerahiman dalam ensikliknya Dives in Misericordia (1980). Terakhir, Paus Fransiskus dalam Bulla Misericordiae Vultus (2015) mendedikasikan satu nomor khusus yaitu nomor 24 untuk menghormati Bunda Maria sebagai Bunda Kerahiman. Beliau menulis, “Pikiran saya sekarang beralih kepada Bunda Kerahiman.”
Bukan tanpa alasan Allah memberikan ibu-Nya yang rahim kepada kita. Di kaki salib Yesus berkata kepada murid yang dikasihi-Nya, “Inilah ibumu!” dan Dia berkata kepada Bunda Maria, “Inilah anakmu!” (Yoh 19:27). Patung Pieta karya Michelangelo yang ditaruh di dalam Basilika St Petrus Vatikan, melukiskan Bunda Maria sedang memangku tubuh Yesus: Tangan kirinya kecil dan feminin, namun tangan kanannya yang berada di bawah tubuh Yesus kuat dan mampu menahan berat tubuh-Nya. Hal ini menegaskan bahwa kasih Bunda Maria tidak hanya penuh kelemahlembutan namun sekaligus juga joss dan kokoh: kasih yang rahim, yang hangat sekaligus kasih yang juga kuat dalam memikul salib, yang tidak pernah menyerah, karena.. “kasih percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, dan sabar menanggung segala sesuatu” (1 Kor 13:7).
Ketika Yesus bersabda kepada Bunda Maria, “Inilah anakmu!”, Bunda Maria diutus untuk menjadi ibu kita dan kita menjadi anak-anaknya. Janin tumbuh dan berkembang di dalam rahim seorang wanita. Kata Ibrani untuk kerahiman adalah rahamim, yang berasal dari kata rehem (rahim seorang wanita). Di dalam kerahiman Maria, kita membentuk gambar dan rupa Kristus dalam diri kita. Bukan hanya membentuk wajah Kristus dalam diri kita, Bunda Maria juga menginginkan agar Kristus hidup, tumbuh dan berkembang dalam diri kita. Dia membimbing kita agar tumbuh dewasa sebagai pengikut Kristus.
Ada harapan dari Paus Fransiskus bahwa dengan wajah kerahiman Bunda Maria yang manis, kita semua dapat menemukan kembali sukacita kelembutan wajah Allah. Dalam misteri inkarnasi (sabda menjadi manusia), dia turut menghadirkan Yesus yang adalah wajah kerahiman Allah. Bunda Maria adalah Tabut Perjanjian karena dia adalah satu-satunya manusia yang dipilih oleh Allah untuk mengandung Yesus yang adalah wajah kerahiman Allah Adappun Magnificat atau Kidung Pujian Maria adalah kidung kerahiman Allah: Dia memuji Allah dengan menyatakan secara agung bahwa “rahmat-Nya” turun-temurun atas orang yang takut akan Dia (Luk 1:50) dan Ia menolong Israel karena Ia mengingat akan “rahmat-Nya” (Luk 1:54), ya karena kerahiman Allah-lah, segala keturunan akan menyebutnya sebagai “berbahagia” (Luk 1:48)
===========
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar