Ads 468x60px

Maria La Salette.



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Maria La Salette.
19 Sept.
(Buku "MOM - MARY OUR MOTHER", RJK)
La Sallete adalah sebuah desa di dekat Corps, sebuah kota kecil di antara kota Grenoble dan Gab, Perancis. Pada pertengahan abad ke-19, desa yang dikelilingi oleh perbukitan ini dihuni oleh ± 600 petani miskin.
Penyebab kemiskinan penduduk yang tinggal di desa La Sallete adalah panenan yang gagal dan munculnya banyak wabah penyakit.
Selain kesulitan dalam hal ekonomi, kehidupan beriman umat di La-Sallete juga mengalami kelesuan. Umat pada umumnya pergi ke gereja karena rutinitas belaka.
Dampak Revolusi Perancis yang telah meneror Gereja, darah yang tertumpah sepanjang masa berkuasanya Napoleon, meningkatnya sekularisasi pemikiran masyarakat dan maraknya kekacauan politik yang menyelimuti Eropa jelas jelas telah mengakibatkan kerusakan serius atas iman masyarakat.
Di paroki La Salette sendiri, sedikit dan semakin sedikit saja umat yang ikut ambil bagian dalam Misa Kudus dan sakramen-sakramen diacuhkan. Kutuk dan sumpah serapah menggantikan doa; kebejatan moral menggantikan kemurnian, ketamakan dan kesenangan diri menggantikan kesalehan dan matiraga.
Dalam situasi umat yang demikian inilah, pada tanggal 19 September 1846, Bunda Maria menampakkan diri kepada dua anak kecil yang sedang menggembalakan kawanan domba. Kedua anak itu adalah "Maximin Giraud" dan "Melani Calvat".
Ya. Pada suatu hari Sabtu siang, 19 September 1846, dua orang anak miskin dan buta huruf – Maximin Guiraud (berusia 11 tahun) dan Melanie Calvat (berusia 14 tahun) – sedang menggembalakan domba milik majikan mereka dekat La Salette di sebuah desa terpencil di Pegunungan Alpen Prancis, sa terjadi.
Melanie Calvat, seorang dari delapan bersaudara, berasal dari sebuah keluarga miskin dan harus mulai bekerja ketika usianya tujuh tahun. Ia tidak pernah bersekolah, hanya tahu sedikit saja mengenai Katekese, jarang ke Misa, dan nyaris tak dapat mendaraskan Bapa Kami ataupun Salam Maria.
Begitu pula, Maximin Guiraud, yang ibunya telah meninggal dunia dan tidak cocok dengan ibu tirinya, hanya mempunyai sedikit saja pendidikan agama dan tidak bersekolah.
Ketika sedang menggembalakan domba, dan saat mereka mengumpulkan ternak setelah waktu istirahat, sebuah cahaya terang tiba tina muncul dan menarik perhatian mereka, suatu cahaya kemilau yang lebih cemerlang dari matahari.
Sementara mereka mendekat, mereka melihat seorang “Perempuan Cantik”. Mereka datang lebih dekat, dan melihat bahwa ia mengenakan gaun putih panjang dan apron kuning, duduk di atas sebuah batu karang dan menangis, wajahnya dibenamkan ke dalam kedua tangannya.
Dengan berurai airmata, perempuan itu berdiri dan berbicara kepada anak-anak dalam dialek Perancis setempat, meratapi hilangnya iman dan ketidakpedulian orang Kristen yang semakin mengabaikan hidup doa.
Ia mengenakan hiasan kepala dengan sebuah mahkota transparan di atasnya dan rangkaian mawar sekelilingnya, gaun yang bersinar dengan cahaya dan alas kaki berpinggiran bunga-bunga mawar.
Di lehernya tergantung sebuah salib emas: di salah satu ujung palang salib terdapat sebuah palu serta paku-paku, dan di ujung lainnya terdapat sebuah penjepit. Di sekeliling pundaknya tergantung sebuah rantai yang berat.
Adapun menghadapi ketidakpahaman dari anak-anak, ia melanjutkan dalam bahasa asli mereka, meramalkan akan datangnya cobaan, kelaparan, dan epidemi. Dia mengatakan kepada mereka untuk berdoa dan menyampaikan pesannya kepada dunia.
"Datanglah kepadaku, anak-anakku. Janganlah kalian takut. Aku ada di sini untuk menyampaikan sesuatu yang sangat penting".
Lanjutnya:
"Jika umatku tidak taat, aku akan harus terpaksa melepaskan lengan Putraku. Lengan-Nya begitu berat, begitu menekan, hingga aku tak lagi dapat menahannya. Berapa lama aku telah menderita demi kalian! Jika aku tidak menghendaki Putraku meninggalkan kalian, aku harus memohon dengan sangat kepada-Nya tanpa henti. Tetapi, kalian nyaris tidak mengindahkan hal ini. Tak peduli betapa baiknya kalian berdoa di masa mendatang, tak peduli betapa baiknya kalian berbuat, kalian tidak akan pernah dapat memberikan kepadaku ganti atas apa yang telah aku tanggung demi kalian."
"Aku memberikan kepada kalian enam hari untuk bekerja. Hari ketujuh Aku peruntukkan bagi DiriKu Sendiri. Namun, tak seorang pun hendak memberikannya kepada-Ku. Inilah yang menyebabkan lengan Putraku berat menekan. Mereka yang mengemudikan kereta tak dapat bersumpah serapah tanpa membawa-bawa nama Putraku. Inilah dua hal yang membuat lengan Putraku begitu berat menekan."
"Apabila panenan rusak, itu adalah karena kesalahan kalian sendiri. Aku telah memperingatkan kalian tahun lalu lewat kentang-kentang. Kalian mengacuhkannya. Malah sebaliknya, ketika kalian mendapati bahwa kentang-kentang itu telah membusuk, kalian bersumpah serapah, dan kalian mencemarkan nama Putraku. Kentang-kentang itu akan terus rusak, dan pada waktu Natal tahun ini tak akan ada lagi yang tersisa."
"Apabila ada pada kalian jagung, maka tak akan ada gunanyalah menabur benih. Binatang-binatang liar akan melahap apa yang kalian tabur. Dan semuanya yang tumbuh akan menjadi debu ketika kalian mengiriknya."
"Suatu bencana kelaparan hebat akan datang. Tetapi sebelum itu terjadi, anak-anak di bawah usia tujuh tahun akan diliputi kegentaran dan mati dalam pelukan orangtua mereka. Orang-orang dewasa akan harus membayar hutang dosa-dosa mereka dengan kelaparan. Buah-buah anggur akan menjadi busuk, dan biji-bijian akan menjadi rusak.”
Kemudian Bunda Maria mengatakan,
“Apabila orang bertobat, maka batu-batu akan menjadi tumpukan gandum, dan kentang-kentang akan didapati tersebar di tanah.”
Lalu ia bertanya kepada anak-anak,
“Adakah kalian berdoa dengan baik, anak-anakku?”
“Tidak, kami nyaris tak pernah berdoa sama sekali,” gumam mereka.
“Ah, anak-anakku, sungguh amat penting memanjatkan doa, malam maupun pagi. Apabila kalian tak punya cukup waktu, setidak-tidaknya daraskanlah satu Bapa Kami dan satu Salam Maria. Dan apabila memungkinkan, berdoalah lebih banyak.”
Bunda Maria kemudian kembali berbicara kepada mereka tentang penghukuman orang banyak:
“Hanya ada sedikit perempuan tua yang pergi ke Misa pada musim panas. Semua lainnya bekerja setiap hari Minggu sepanjang musim panas. Dan pada musim dingin, ketika mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, mereka pergi ke Misa hanya untuk memperolok agama. Sepanjang Masa Prapaskah mereka berkerumun di kedai tukang daging bagaikan anjing-anjing yang kelaparan.”
Ia mengakhirinya dengan mengatakan,
“Anak-anakku, kalian mesti menyampaikan ini kepada segenap umatku.”
Dia kemudian berjalan pergi, mendaki sebuah jalanan yang tinggi, bergerak ke puncak lereng dan melayang beberapa kaki di atas tanah. Dia berada di sana beberapa menit, melayang di udara di tengah-tengah cahaya terang, kemudian perlahan-lahan menghilang.
Anak-anak ini mengulangi kisah ini kepada majikan masing-masing. Adapun, dalam tahun-tahun berikutnya, bencana di seluruh Eropa terjadi sesuai ramalan.
Ketika orang banyak memastikan bahwa kisah tersebut sama dengan kenyataan, dan beberapa orang saleh menyimpulkan bahwa ini adalah penampakan Bunda Maria, maka anak-anak dikirim ke imam paroki La Salette.
Imam ini mengisahkan kembali cerita anak-anak pada waktu Misa. Para pejabat pemerintahan memulai suatu penyelidikan dan anak-anak tetap bersikukuh pada kisah mereka walau diancam hukuman penjara.
Suatu ketika saat menyelidiki tempat kejadian, seseorang mematahkan sebongkah dari batu karang di mana tadinya Santa Perawan duduk; maka memancarlah suatu sumber mata air di tempat yang tadinya kering terkecuali ketika saat salju mencair.
Mata air ini terus memancar dengan berlimpah. Orang mengambil air dari sumber mata air dan memberikannya kepada seorang perempuan yang menderita suatu penyakit serius yang telah menahun; ia meminum sedikit dari air tersebut setiap hari sambil mendaraskan novena, dan pada hari kesembilan, ia disembuhkan!
Kisah ini kemudian disampaikan kepada Uskup Bruillard dari Grenoble, yang memprakarsai suatu penyelidikan yang seksama atas penampakan.
Sementara itu, semakin banyak mukjizat penyembuhan yang terjadi. Mukjizat yang terbesar adalah sungguh mukjizat rohani: orang-orang ikut ambil bagian dalam Misa Kudus dengan setia dan mengakukan dosa-dosa mereka secara teratur. Mereka berhenti bekerja pada hari-hari Minggu dan kembali hidup saleh serta penuh devosi. Ziarah ke tempat ini menjadi semakin populer.
Lima tahun kemudian, pada tanggal 19 September 1851, Uskup Bruillard menetapkan bahwa penampakan “memaklumkan dari dirinya sendiri segala tanda-tanda kebenaran dan bahwa umat beriman dibenarkan untuk mempercayainya sebagai dapat dipercaya dan tak diragukan.” Pertobatan sejati telah terjadi.
Tahun berikutnya, suatu komunitas religius baru dibentuk, Misionaris dari La Salette. Juga, Uskup Bruillard meletakkan batu pertama untuk sebuah basilika baru.
Para peziarah semakin banyak mengunjungi lokasi penampakan, dan Santa Perawan digelari sebagai “Pendamai orang-orang berdosa”  Reconcilatrix of sinners).
Banyak orang kudus besar berdevosi kepada Santa Perawan Maria dari La Salette, di antaranya St Yohanes Bosco, St Yohanes Vianney, dan St Madeleine Sophie Barat.
Sementara kita merenungkan penampakan ini, pesan Bunda Maria masih sama relevannya dulu dan sekarang: Berapa banyak orang tidak punya waktu untuk Misa hari Minggu, tetapi menyempatkan diri untuk membaca koran, berolah-raga atau pergi shopping? Berapa banyak yang tidak mengakukan dosanya selama bertahun-tahun? Berapa banyak yang biasa mempergunakan nama Tuhan sebagai kata-kata carut-marut yang tidak pantas? Berapa banyak yang tidak berdoa setiap hari? Berapa banyak yang menyenangkan diri dengan hujat-hujat macam The Da Vinci Code? Oh ya, pesannya masih menggema. Dunia dan masing-masing kita membutuhkan pertobatan.
Marilah kita berpaling kepada Santa Perawan Maria dari La Salette dan mendaraskan Memorare kepadanya:
Ingatlah, ya Santa Perawan Maria dari La Salette, Bunda Dukacita sejati, akan airmata yang engkau curahkan bagi kami di Kalvari.
Ingatlah pula akan kasih sayang pemeliharaanmu agar kami tetap setia kepada Kristus, Putramu.
Setelah berbuat begitu banyak bagi anak-anakmu, engkau tidaklah akan meninggalkan kami sekarang.
Terhibur oleh pemikiran yang menenangkan hati ini, kami datang memohon kepadamu, kendati ketidaksetiaan dan tidak tahu terima kasih kami.
Perawan Pendamai, janganlah kiranya engkau menolak doa-doa kami, melainkan jadilah perantara kami, perolehkanlah bagi kami rahmat untuk mengasihi Yesus di atas segala-galanya.
Kiranya kami boleh menghibur engkau dengan mengamalkan hidup kudus dan dengan demikian boleh ikut ambil bagian dalam hidup kekal yang Kristus perolehkan bagi kami melalui salib-Nya. Amin.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

NB
A.
NOVENA BUNDA MARIA LA SALETTE UNTUK REKONSILIASI
Doa Pembuka :
Ya Bapa, Penyayang dan Pengasih.
Engkau senantiasa menunjukkan belas kasih dan pengampunan.
Sebagai tanda syukur dan terima kasih, kami tidak akan menyia-nyiakan tawaran dan kesempatan untuk bertobat.
Semoga segenap umat-Mu mengalami keselamatan seperti yang diwartakan oleh Kristus Putera-Mu Tuhan dan Pengantara Kami.
Amin. (hening sejenak)
Doa Bersama Bunda Maria La Salette:
Ingatlah, ya Santa Perawan Maria dari La Salette, Bunda dukacita sejati,
akan air mata yang engkau curahkan bagi kami di Kalvari.
Ingatlah pula akan kasih sayang pemeliharaanmu agar kami tetap setia
kepada Kristus, Puteramu.
Setelah berbuat begitu banyak bagi anak-anakmu, engkau tidak akan meninggalkan kami
sekarang.
Terhibur oleh pemikiran yang menenangkan hati ini, kami datang memohon kepadamu, kendati ketidaksetiaan dan tidak tahu terima kasih kami.
Perawan pendamai, janganlah kiranya engkau menolak doa-doa kami, melainkan jadilah perantara kami, perolehkanlah bagi kami rahmat untuk mengasihi Yesus di atas segala-galanya.
Kiranya kami boleh menghibur engkau dengan mengamalkan hidup kudus dan dengan demikian boleh ikut ambil bagian dalam hidup kekal yang Kristus perolehkan bagi kami melalui salib-Nya. Amin.
(sampaikan ujud pertobatan untuk diri sendiri dan atau orang lain yang didoakan)
Seruan Kepada Bunda Maria La Salette:
Bunda kami dari La Salette, Bunda kami yang terkasih, terpujilah engkau di antara semua wanita.
Bunda kami dari La Salette, pewarta belas kasih ilahi, terpujilah engkau di antara semua wanita.
Bunda kami dari La Salette, penopang harapan keselamatan kami, terpujilah engkau di antara semua wanita.
Dengan lembut engkau mengingatkan kami akan sengsara Yesus, doakanlah kami yang memohon perlindunganmu.
Dengan kata-kata kenabianmu, engkau mengingatkan kami untuk bertobat dan berdoa,
doakanlah kami yang memohon perlindunganmu.
Engkau penuh perhatian kepada orang kecil, miskin dan berdosa, doakanlah kami yang memohon perlindunganmu.
Perawan dari La Salette, Bunda Penyelamat,
bantulah kami agar hidup selaras dengan perintah Puteramu.
Perawan dari La Salette, Bunda Gereja,
bangkitkanlah kembali semangat hidup kristiani dalam umatmu.
Perawan dari La Salette, Bunda Rekonsiliasi,
mohonkanlah anugerah pertobatan dan rekonsiliasi pada keluarga kami. Amin.
(novena dilanjutkan dengan doa Bapa Kami dan Salam Maria atau dengan rangkaian Doa Rosario.)
Doa Penutup:
Bapa yang Maharahim, kami mengucap syukur atas kemurahan-Mu untuk mengampuni kami dengan menganugerahkan Yesus Kristus Putera-Mu.
Semoga kami selalu terbuka kepada pertobatan dengan penyesalan akan dosa dan kesalahan
secara tulus.
Semoga Bunda Maria La Salette menguatkan kami untuk terus menerus mengobarkan semangat rekonsiliasi. Demi Kristus Putera-Mu yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.
B.
The Message of Our Lady of La Salette
Delivered by Our Lady to MELANIE CALVAT and MAXIMIN GIRAUD
The message was approved by the Catholic Church and was published in its entirety at Lecce. France, on November 15, 1979 with the imprimatur of Bishop Zola. Published by the Shepherdess of La Salette with Imprimatur by Mgr. Bishop of Lecce.
"Well my children you will pass this on to all of my people." Simple reproduction without commentary or controversy of the original edition of Lecce in 1879.
APPARITION of the BLESSED VIRGIN on the Mountain of LA SALETTE the 19th of September, 1846 The following Secret was given by Our Lady to two children, Mélanie Calvat and Maximin Giraud, on September 19, 1846, while they were tending cattle on the mountain of La Salette, France.
"Come, my children, fear not, I am here to PROCLAIM GREAT NEWS TO YOU."
"If my people do not wish to submit themselves, I am forced to let go off the hand of my Son. It is so heavy and weighs me down so much I can no longer keep hold of it."
"I have suffered all of the time for the rest of you! If I do not wish my Son to abandon you, I must take it upon myself to pray for this continually. And the rest of you think little of this. In vain you will pray, in vain you will act, you will never be able to make up for the troubles I have taken over for the rest of you."
"I gave you six days to work, I kept the seventh for myself, and no one wishes to grant it to me. This is what weighs down the arm of my Son so much."
"Those who drive carts cannot speak without putting the name of my Son in the middle."
"These are the two things which weigh down the arm of my Son so much. If the harvest is spoiled, it is only because of the rest of you. I made you see this last year with the potatoes, you took little account of this. It was quite the opposite when you found bad potatoes, you swore oaths, and you included the name of my Son. They will continue to go bad, at Christmas there will be none left."
"You do not understand, my children. I will tell it to you another way. "If the harvest is spoiled, it does not seem to affect you. I made you see this last year with the potatoes. You took little account of this. It was quite the opposite when you found bad potatoes, you swore oaths, and you included the name of my Son. They will continue to go bad and at Christmas, there will be none left."
"If you have corn, you must not sow it. The beasts will eat all that you sow. And all that grows will fall to dust when you thresh it. A great famine will come. Before the famine comes, children under the age of seven will begin to tremble and will die in the arms of those who hold them. The others will do penance through hunger. The nuts will go bad, the grapes will become rotten."
====
According to the Constitution of the Missionaries of the Holy Family (MSF), Servant of God, Father Jean Berthier, M.S, chose Our Lady of La Salette as patroness.
It means that each member of religious community has a special devotion to Our Lady of La Salette, and they share their spirituality wherever they go.
They promote the need for reconciliation as the message from La Salette. The first day of their novena begins on September 11, nine days before September 19 or on the day of Our Lady’s apparition on September 19,and continues until the vigil of September 28, which is Founder’s Day for their congregation.
In Grave, Holland on September 28,1895, Father Berthier founded the Institute for Late Vocations with the permission of Pope Leo XIII, which became the Congregation of the Missionaries of the Holy Family (MSF).
The purpose of our novena to Our Lady of La Salette is to promote their spirituality reconciliation, and rebuilding of a community of love in the Church.
C.
Jean Baptiste Berthier:
Petrus – Pejuang Kristus
(Buku "XXI - INTERUPSI". RJK. KANISIUS).
Prolog
Di Tanah Merah Jakarta Utara, persis di belakang bekas lokalisasi Kramat Tunggak
yang sekarang menjadi lokasi Islamic Centre, ada sebuah tempat pendampingan
anak anak miskin. “Magdalena Group” namanya.
Di tempat inilah, saya berkenalan
dengan beberapa volunteer, salah satunya bernama Petrus, seorang mudika yang
juga anggota Legio Maria.
“Petrus” sendiri bisa berarti pejuang Kristus. Kita juga akan belajar bagaimana bisa menjadi pejuang Kristus di tengah zaman ini.
Disinilah, kita akan mencoba mengenal sesosok imam diosesan dari Prancis. Pater
Jean Baptiste Berthier namanya. Dialah bapak pendiri Kongregasi Misionaris
Keluarga Kudus (MSF) yang mempercayakan semua karyanya pada perlindungan Bunda Maria dari La Salette.
Sebuah Sketsa Profil.
“Iman menjadi semakin lemah di negeri-negeri yang sampai kini Katolik,
ketidakpedulian memasuki paroki yang dulu religius; di mana-mana
serapah, rasa tidak hormat terhadap hari Minggu, tanpa menyebut
kejahatan melawan kodrat yang menjadi banyak. Marilah kita menyetop
kecenderungan ke arah kehancuran yang mengancam masyarakat yang
runtuh, dan untuk itu kita memerlukan orang suci. Ah, andaikata 30 tahun
yang lalu di setiap paroki Prancis ada orang-orang seperti Vincentius a Paulo,
Vianney si pastor dari Ars, maka pasti kita tidak sampai pada keadaan
sekarang. Barangkali lebih sukar merebut kembali wilayah yang sudah hilang
daripada menjaganya sebelumnya; tetapi tidak mustahil juga; sebab Allah
telah membuat para bangsa terbuka bagi penyembuhan. Para rasul telah
menang atas filsafat yang angkuh dan atas kebusukan kafir; bukan musuh
yang samakah yang harus kita perangi? Marilah kita menggunakan senjata
yang sama, marilah kita hidup suci, dan kita akan memperoleh kemenangan
yang sama. Kesucian kita akan menutup mulut para musuh kita.” (Jean
Berthier, Le Sacerdoce …, La Bonne Presse, 1898, p. 142, No 288).
Penggalan tulisan di atas adalah sebuah ajakan rohani dari seorang imam. Jean Baptiste Berthier nama lengkapnya. Berthier panggilannya. Ia lahir di desa dekat Bas-Dauphine, Prancis Tenggara, pada 24 Februari 1840.
Tahun 1853, ia masuk seminari menengah di La Cote-Saint Andre dan pada 1857 melanjutkan studi filsafat dan teologi di Seminari Tinggi. Ia ditahbiskan menjadi imam pada 20 September 1862 di kapel Seminari Tinggi Keuskupan
Grenoble.
Ketika Berthier berumur dua belas tahun, Pastor Paroki Chatonnay menerima dia dan beberapa temannya untuk belajar bahasa Latin di
pastoran. Berthier banyak belajar, dan kerap tidak suka mengambil bagian dalam olah raga dan permainan. Seluruh waktu yang tidak diperlukannya untuk belajar, diisi dengan menolong orang tuanya di rumah dan di ladang.
Kerajinan seperti itu amat diperlukannya ketika ia diterima sebagai murid Seminari Menengah di La Côte-Saint-André.
Di seminari inilah, ia setia mempelajari bahan studi yang wajib, tapi ia juga tak lupa mengembangkan kebiasaan untuk membaca sebanyak mungkin. Ia juga rajin mengumpulkan
kutipan, naskah, khotbah, contoh-contoh ilustrasi yang kiranya nanti bisa menolongnya dalam karya sebagai imam.
Ia juga berusaha mengerti bahkan menghafal sebagian besar dari Perjanjian Baru. Di Grave, Belanda, ia pernah berkata kepada para muridnya, “Sejak awal masa studiku di seminari tinggi, aku tidak mengerti bagaimana seorang imam bisa menyia-nyiakan waktu, biar
pun hanya satu menit, tanpa membuat sesuatu.”
Seiring dengan perkembangan waktu karena kurangnya tenaga untuk daerah misi, pada 27 September 1895 di Grave (negeri Belanda), dia mendirikan Congregatio Misionariorum a Sacra Familia (MSF), dengan tujuan utama mengirimkan sebanyak mungkin misionaris ke tanah misi.
Tampaklah, Berthier adalah contoh pribadi yang begitu antusias menanggapi pesan yang
disampaikan Bunda Maria La Salette. “Baiklah anak-anakku sampaikanlah warta ini kepada seluruh umatku.”
Dengan kata lain, ia mendirikan tarekat
MSF supaya semua orang bisa menerima pesan Bunda Maria dan mengalami
pertobatan. Karena itu pulalah, kemudian Bunda Maria La Salette dijadikan
sebagai pelindung Tarekat MSF.
Seorang rekannya sendiri, Pater Besson,
pernah berkata, “Kami telah mendapat banyak misionaris yang baik, tetapi mereka bukan Pater Berthier! Dialah sungguh penjelma dari seorang misionaris sejati.”
MSF (Misionaris Keluarga Kudus) sendiri adalah salah satu kongregasi imam di Gereja Katolik Roma, dan mendapat pengakuan dari Paus Leo XIII pada tahun 1911. Mereka berkarya di benua Eropa (Jerman, Brasil, Spanyol, Italia, Polandia, Norwegia), benua Amerika dan Asia (Indonesia dan
Filipina).
Di Indonesia sendiri terdapat dua provinsi (pusat) MSF: Jawa dan Kalimantan. Kongregasi MSF sendiri mulai berkarya Indonesia pada tahun 1926 (di Kalimantan) dan pada tahun 1932 (di Jawa).
Dalam menghayati hidup dan karya-karya kerasulan, para anggota MSF meneladan semangat atau spiritualitas Keluarga Kudus Nazareth.
Kharisma (cita-cita) Kongregasi MSF yang didirikan oleh Berthier, dimekar-kembangkan dalam tiga macam kerasulan khusus.
Pertama,
Kerasulan Misioner: karya sebagai misionaris di dalam dan luar negeri.
Kedua, Kerasulan Panggilan: karya di bidang promosi panggilan, pembinaan dan pendidikan imam religius, karena baginya, “Tanpa imam, tanpa religius, ada kekurangan garam dunia, dan semuanya akan busuk, dan neraka menerima banyak penghuni.” (Messager de la Sainte Famille, 1908, hlm 539).
Ketiga, Kerasulan Keluarga: karya dalam bidang pastoral pendampingan keluarga,
baik teritorial (paroki) maupun kategorial.
Bicara soal Berthier, tak bisa lepas juga dari sosoknya sebagai seorang pengkhotbah dan pengarang. Sebagai pengkhotbah, ada baiknya kita mengutip sebuah pesan bijak-bestarinya, “Kita harus berkhotbah secara sederhana, kita harus berkhotbah tentang Yesus Kristus dan bukan tentang diri kita, begitulah kita menjadi pengkhotbah yang fasih.”
Masih terkait erat dengan khotbah-khotbahnya, ada sebuah bukunya, Le prêtre dans le ministère de la prédication (1883) yang sangat sukses. Dalam buku itu, selain aturan-aturan
praktis untuk berkhotbah, untuk melayani sakramen-sakramen dan untuk mengatur sebuah paroki, Jean Berthier menyajikan kumpulan-kumpulan khotbah yang sederhana dan praktis.
Ia menyarankan supaya khotbah itu
disesuaikan dengan konteks setempat, sebab “kamu bisa menimba inspirasi dari para pengarang besar, tetapi harus dibuat masuk akal. Dapat juga dipakai kutipan-kutipan indah dari para pengkhotbah besar, seperti misalnya dari Santo Leonardus, tetapi di mulutmu, kutipan itu menjadi bahan tertawaan saja
karena kamu tidak mempunyai kewibawaan dan suara mereka, dan juga irama
mereka. Semuanya harus disesuaikan dan diselaraskan.” (De Lombaerde, hlm
210; lihat juga Jean Berthier, Le prêtre… 1900, hlm 24, No. 47).
Berkhotbah secara praktis, bagi Berthier adalah segi lain dari kesederhanaan. Dalam apa yang telah dilaksanakannya, ia didorong oleh
keinginan untuk menolong orang lain, untuk memberikan kepada para pastor alat-alat yang berguna, dan kepada umat nasihat-nasihat yang praktis.
Sebagai pengarang, Bethier juga menyadari bahwa menulis itu adalah sarana karya pastoral yang sangat penting. Sebenarnya karangan pertamanya muncul tidak lama setelah ia masuk ke dalam karya pastoral (1866). Dalam
karya pastoralnya, kesehatannya yang kurang baik tidak mengizinkannya menangani karya pastoral aktif, kecuali menulis.
Di rumah bangsawan De Chabons Bresson, di mana ia menjadi kapelan serta pendidik anak-anak bangsawan itu, ia mempunyai waktu banyak untuk menulis.
Disinilah, ia menghasilkan beberapa buku. Beberapa di antaranya mempunyai ratusan
halaman, seperti “Kunci Surga”. Ada juga yang hanya beberapa puluh halaman, seperti “Metode Pendampingan Orang Menjelang Ajalnya”.
Sebagai mahkota semua karya tulis Berthier adalah buku: “Devosi dan Usaha
Meniru Keluarga Kudus” yang dipublikasikan pada tahun 1907. Inilah buku terakhir yang diedarkannya. Dalam buku ini, ia menegas-tuntaskan bahwa “Keluarga Kudus Nazaret” adalah potret relasi pribadi yang paling
otentik dengan Allah, serta contoh hidup sosial dalam dimensi terkecilnya, yaitu dalam keluarga.
Sepakat dengan Paus Leo XIII, yang untuk pertama kalinya menganjurkan kepada umat beriman untuk meneladan Keluarga Kudus, Berthier dengan pelbagai karangannya juga menuju kepada satu tujuan, yaitu membawa keselamatan kepada dunia dengan meneladan hidup Keluarga Kudus Nazaret.
Unsur terpenting mengapa Berthier memilih nama Keluarga Kudus sebagai nama kelompok misonaris yang didirikannya adalah karena dalam Keluarga Kudus, Yesus telah dididik dan dipersiapkan untuk tugasnya
sebagai Imam Agung.
Dalam Keluarga Kudus sendiri, hiduplah ketiga
pribadi suci yang pernah ada di dunia ini; dan di sinilah segala kebajikan dihayati dalam bentuk yang paling sempurna.
Mengacu padu pada bukunya “Le culte et l’Imitation de la Sainte Famille”, setelah bagian pertama tentang devosi terhadap Keluarga Kudus, menyusul bagian kedua yang tersusun
rukun seperti katalog kebajikan: tiap-tiap kebajikan digambarkan telah dilaksanakan oleh Keluarga Kudus, dan pantas untuk ditiru.
Baginya jelas, Keluarga Kudus dapat dipandang sebagai suri teladan dari segala kebajikan,
seperti: kesederhanaan, kerendahan hati, kerajinan, kerja sama, semangat berdoa, serta teladan hidup kesucian.
Pada minggu-minggu terakhir sebelum kematiannya, Berthier sangat lemah. Ia menderita batuk terus-menerus, akibat bronchitis yang dideritanya. Nafasnya sesak, ia tidak dapat tidur dan tidak mempunyai nafsu makan.
Pada tanggal 15 Oktober sore, ia masih memberikan suatu konferensi pada
waktu bacaan rohani. Ia bicara tentang imam-imam yang bertindak angkuh dan memandang rendah orang lain, dan ia membandingkan mereka dengan ayam yang mengakak. “Para imam seharusnya rendah hati dan sederhana,
bersedia menolong umat kecil dan sederhana, seperti yang telah dilakukan oleh Yesus sendiri,” katanya.
Keesokannya, ia wafat pada tanggal 16 Oktober, pada pukul 06.15, sebelum Pater Trampe selesai dengan sakramen minyak
sucinya. Tarekat MSF sendiri pada saat itu terdiri dari 25 imam, 54 skolastik, 13 novis dan 70 seminaris.
Refleksi Teologis
Bu Mega, Budaya Melibatkan Keluarga
“Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah,
adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara
tiada tara adalah keluarga.”
Inilah lirik lagu dalam sebuah sinetron televisi
bertajuk “Keluarga Cemara”. Berthier sendiri sangat menekan-tegaskan peran dan teladan Keluarga Kudus Nazaret.
Dia juga menyadari pentingnya peran
setiap keluarga Katolik dalam tumbuh-kembang iman setiap anggotanya. Dalam bahasa Thomas Aquinas, keluarga adalah ikatan keagamaan yang paling dasar. Dengan kata lain, keluarga itu vital!
Ingatlah juga, Kitab Suci kita, entah Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dibuka dengan
kisah tentang keluarga. Dosa yang pertama dibuat manusia, terjadi dalam keluarga, ketika Hawa menggoda Adam, juga ketika Kain membunuh Habel. Mukjizat yang pertama juga terjadi dalam sebuah keluarga di Kana,
dan mukjizat yang terakhir juga terjadi dalam sebuah keluarga di Betania.
Siapa itu keluarga? Secara umum: keluarga inti adalah ayah, ibu dan anakanaknya. Keluarga itu adalah kelompok terkecil dalam masyarakat. Keluarga merupakan tempat kita saling berbagi rasa, saling memperhatikan, saling menyayangi dan membantu satu dengan yang lainnya. Dari keluarga yang harmonis, pasti terbentuk suatu masyarakat yang baik pula.
Dalam pelbagai suratnya, Berthier juga tampak mengarahkan diri kepada Keluarga Kudus dengan suatu doa bagi tarekatnya:
“O Keluarga Kudus, Kepadamulah kualamatkan diriku pada akhir surat wasiat ini. Telah kutaruh
karya kecil ini di bawah perlindunganmu sejak permulaan. Kepadamulah kupercayakannya pada saat aku akan meninggal. Berkat perananmu, kebaikan telah bisa dilakukan di dalam rumah ini, bahkan kepada mereka yang tidak bertahan. Karena pengaruhmu keluarga ini telah berkembang dalam kedamaian
dan dalam semangat yang baik. Sudilah tetap mengiringi mereka dengan kurnia - kurniamu. Kembangkanlah kebajikan-kebajikan yang mau mereka praktikkan menurut contoh teladanmu.
Jauhkanlah dari mereka semangat dunia, ambisi, kecongkakan, sikap mencintai hidup enak dan hal-hal duniawi. Hanya satu keinginan ada padaku, satu ambisi sebelum meninggal dunia, yakni agar tarekat berkembang dalam semangatmu.
Saya berkeyakinan, bahwa berkat semangat itu
tarekat akan berkembang dalam jumlah, dan bahwa akan mengerjakan yang
baik dalam mereka yang akan masuk ke dalamnya, dan dalam mereka yang
akan dibangun olehnya melalui teladannya. Jangan khawatir, kawanan yang kecil, mau saya katakan kepada anak-anakku. Kalau kalian berusaha untuk hidup sebagai anak-anak dari Keluarga Kudus, tiada sesuatu yang kurang, dan
kalian akan mengerjakan yang baik menurut petunjuk dari Penyelenggaraan.”
Bagi Berthier, tampak jelas bahwa sebuah keluarga adalah tempat persemaian cinta kasih Allah. Di sanalah, taburan benih cinta mendapat
ruang pertumbuhan paling nyaman di dunia.
Namun, mudahkah menyemai, menumbuhkan dan merawat cinta manusiawi melalui persekutuan cinta dalam keluarga kita masing-masing?
Mencuatnya fakta kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), perselingkuhan dan angka perceraian yang semakin meningkat menjadi beberapa tantangannya.
Secara ideal, tampaklah jelas dekat dan hangatnya relasi dalam sebuah keluarga: lihatlah arti keluarga dalam bahasa Inggris, FAMILY. “Family” bisa berarti, Father and Mother I Love You.
Yang pasti, Gereja Katolik meyakini bahwa keluarga adalah gereja basis atau seminari dasar. Jadi, pentinglah kalau Gereja sedari dini
mempunyai budaya melibatkan dan memberi per-HATI-an pada setiap keluarga. Bagaimana dengan keluarga kita masing masing? Mari belajar memiliki “Bu Mega”: Budaya Melibatkan keluarga”.
Epilog
Festina lente!.
Bergegaslah tapi perlahan! (Kaisar Agustus)
Fokus perhatian para anggota MSF terhadap pastoral keluarga membuat saya juga
semakin sepakat dengan Dr. Nurcholis Madjid (Alm), yang mengatakan, kualitas keluarga menentukan masa depan bangsa.“
Secara khusus pula, terdapat empat tugas keluarga kristiani, antara lain: membentuk persekutuan pribadi-pribadi, mengabdi kepada kehidupan, ikut serta dalam pengembangan masyarakat, juga berperan serta dalam kehidupan dan misi Gereja” (Paus Yohanes Paulus II: Familiaris Consortio, 22 November 1981 no 17).
Bagi saya, semua paus, uskup, santo santa, martir bahkan Yesus sendiri datang
dari sebuah keluarga. Keluarga bagi saya merupakan sebuah komunitas yang
mesti memiliki empat sikap dasar, yakni:
Ke-cilkan emosi,
Lu-askan isi hati,
Ar-ahkan ke ilahi dan
Ga-lang relasi
(bdk. Jost Kokoh, Beriman Bersama Maria, Kanisius, 2008).
Keluarga itu juga semacam akar. Bersama teladan hidup Berthier, “Sang Pejuang Kristus”, mari kembali ke akar kita masing masing.
Bukankah, “roots creates the fruits”, akar yang baik membuat buah buahnya juga bisa menjadi lebih baik?
Dalam pemahaman ini, dapatlah dimengerti dengan mudah apa yang dikatakan Yesus bahwa tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik” (Luk. 6:43).
“kalau kita mencintai jiwa-jiwa, dan ingin bersikap baik terhadap mereka, kita menjadi kreatif dan mau memanfaatkan segala sesuatu untuk menuntun mereka kembali kepada Allah. Bukan ceramah-ceramah hebatlah yang mempertobatkan; sering kali hanya ada hal yang sepele yang kurang kita perhatikan yang bisa menjadi sinar terang bagi orang miskin dalam rencana Allah dan yang menuntun dia kepada Allah”. (Jean Baptiste Berthier)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar