HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
IN MEMORIAM: MERTON ( + 10 DESEMBER)
10 Desember 1948:
Ia masuk di pertapaan Trappist Gethsemani di Louisville, Kentucky USA.
10 Desember 1968:
Ia masuk di hidup abadi. Ia meninggal dunia di Bangkok Thailand.
“TM” alias Thomas Merton (31 Januari 1915 – 10 Desember 1968) adalah seorang rahib Trappist di "Abbey of Our Lady of Gethsemani", Kentucky Amerika dan pengarang buku buku rohani, pakar spiritual, penyair dan sekaligus aktivis sosial yang dilahirkan di Prades, tepatnya di département Pyrénées-Orientales, sebuah kota kecil di Perancis, pada tanggal 31 Januari 1915.
Ibunya, Ruth Jenkins Merton, adalah seorang wanita Amerika yang berbakat seni, penari, penulis puisi dan kronik hidup. Ayahnya, Owen Merton, adalah seorang pria Selandia baru yang berprofesi sebagai pelukis.
Ketika berumur satu tahun, orang tuanya pindah ke Amerika Serikat. Disanalah adiknya lahir dengan nama John Paul, empat tahun lebih muda dari dia. Ketika Merton berumur enam tahun, ibunya meninggal akibat penyakit kanker.
Setelah ibundanya meninggal, Merton ikut berpindah-pindah bersama ayahnya, karena itu sekolah dasarnya dilangsungkan di tiga negara: Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris.
Ia sendiri melewati tahun-tahun awal hidupnya di bagian selatan Perancis, kemudian ia pergi ke Sekolah Oakham di Inggris dan ayahnya meninggal karena tumor otak ketika Merton berusia 16 tahun.
Merton lalu masuk di Universitas Cambridge dan menjalani hidup yang kacau, penuh dengan petualangan, foya-foya dan huru hara. Ia menjadi “sang pendosa” dan melulu asyik masyuk-khusyuk mencari kenikmatan duniawi, bahkan di tahun pertamanya di Universitas Cambridge, konon ia mendapatkan anak dari hubungan free-sex nya.
Akhirnya, Merton pindah ke Amerika Serikat dan tinggal bersama kakek-neneknya yang bekerja sebagai penerbit dan menyelesaikan pendidikannya di Columbia University, New York, jurusan Sastra Inggris. Disanalah, ia berkenalan dengan sekelompok seniman dan penulis yang kelak menjadi sahabatnya seumur hidupnya dan mengajaknya ber-transformasi dari “sang pendosa” menuju ke “sang pendoa”.
Selain sastra, ia berminat dalam bidang sosial dan filsafat, termasuk filsafat mistik timur. Ia juga sangat aktif melibatkan diri dalam kegiatan kampus. Ia banyak menulis dalam hampir semua majalah kampus. Ia berambisi menjadi seorang penyair, penulis dan kritikus terkenal.
Jiwa sosial Merton tumbuh ketika ia mulai mengenal kristianitas. Merton sendiri dibaptis dan menjadi pemeluk agama Katolik pada awal usia 20-an tahun ketika ia sedang menyusun tesis masternya tentang William Blake.
Meskipun hidup masa muda Merton dapat dikatakan”kafir”, namun pada inti batinnya ia merupakan seorang religius, dalam arti: selalu memiliki rasa kagum dan haus, yang tak pernah terpuaskan, akan suatu realitas tertinggi.
Kehausan akan realitas tertinggi tersebut sedikit terpenuhi setelah ia membaca buku ”The Medieval Philosophy” karangan Etiene Gilson. Merton mengatakan bahwa dengan membaca buku itu, inteleknya yang selama itu mencari arti Allah, benar-benar “melek” dan terpuaskan, sehingga ia mengalami perubahan radikal dari seorang”ateis”menjadi seorang yang “mistis”, membuka diri kepada pengalaman religius yang otentik.
Setelah bertobat, ia rajin melakukan praktek keagamaan: setiap hari menyambut komuni, seminggu sekali mengaku dosa,berdoa jalan salib, membaca bacaan rohani, antara lain karya-karya St.Yohanes dari Salib, St. Agustinus dan lain-lain.
Beberapa figur yang berpengaruh dalam membentuk dan membangun kepribadian Merton adalah Mark Van Doren, Daniel Walsh dan William Blake.
Mark Van Doren adalah seorang pujangga pemenang hadiah Pulitzer, menjadi model keunggulan mengajar, kefasihan sastra dan etika pribadi serta pengganti ayah bagi Merton.
Sementara Daniel Walsh adalah seorang filsuf yang amat memahami Merton dan yang memperkenalkannya kepada kehidupan Trappist di Pertapaan Gethsemani. Pribadi lain yang juga amat berpengaruh terhadap kepribadian Merton adalah William Blake, yang kemudian hari akan memiliki pengaruh sangat banyak terhadap pemikiran-pemikiran dan tulisannya.
Merton sendiri pernah berkarya di Friendship House dan mulai memikirkan secara serius untuk menjadi imam. Ia mengajukan permohonan ke Ordo Fransiskan dan diterima. Tetapi beberapa bulan sebelum masuk novisiat ia dihantui oleh rasa tidak pantas, mengingat masa lalunya.
Kemudian, ia menjelaskan keraguannya kepada pemimpin Ordo Fransiskan dan ia dinasehati untuk menarik diri selama waktu tak terbatas, apalagi mengingat bahwa belum ada dua tahun sejak dia menjadi Katolik. Merton mengalami frustasi yang hebat namun menerima keputusan itu dengan tabah. Ia masuk Ordo Ketiga Fransiskan, karena ia berpikir sekurang-kurangnya dalam Ordo Ketiga ia masih kesempatan untuk menjadi suci sembari mengajar di Kolese St. Bonaventure, di Olean, New York.
Pada liburan Paska, ia mengadakan retret/khalwat di Biara Trappist, Gethsemani, dekat Bardstown, Kentucky, dan merasa jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap cara hidup Trappist yang keras. Ia melihat dalam cara hidup tersebut cita-cita hidupnya sendiri yang selalu ia cari.
10 Desember 1948, ia masuk ke pertapaan Trappist Gethsemani di Louisville, Kentucky. Disana, Merton menjalani kehidupan doa dan kerja dalam keheningan sebagai seorang rahib Trappist, sementara buah-buah pemikiran dan permenungannya ia tuangkan ke dalam tulisan-tulisannya.
Sebelum kaul kekalnya, ia tergoda untuk meninggalkan biaranya dan masuk biara Kartusian, untuk menghayati hidup eremit di sana. Tetapi hatinya tenang setelah membicarakannya dengan Abas dan Bapa pengakuannya.
Tahun 1947, ia mengucapkan kaul kekal dan tahun 1949 menerima tahbisan imamat, meskipun sebelum tahbisan, godaan untuk memeluk eremit muncul kembali.
Setelah di tahbiskan, ia menjadi pembimbing para calon imam dalam biaranya sendiri di Biara Trappist, Gethsemani dari tahun 1951-1955. Dan tahun 1955-1965, ia bertugas sebagai pembimbing novis.
Waktu menjadi novis, kabarnya dia disuruh menulis riwayat hidupnya, ”The Seven Storey Mountain” yang menjadi “best seller”. Adapun menurut pengakuan para pembacanya, mereka menemukan Tuhan kembali dan bertobat sesudah membaca buku ”The Seven Storey Mountain” itu.
Sementara itu Merton terus menulis dalam berbagai subyek, mulai dari hidup rohani, kesenian, sastra, sampai politik. Banyak orang yang membaca karya tulisnya, karena apa yang ditulisnya keluar dari hati dan penghayatan hidupnya.
Ya, pada tahun-tahun ia tinggal di Gethsemani, Merton berubah dari seorang biarawan muda yang sangat bersemangat dalam memeriksa hidup batinnya seperti yang digambarkan dalam buku otobiografinya yang paling terkenal, The Seven Storey Mountain, menjadi seorang penulis dan penyair yang kontemplatif yang menjadi terkenal karena dialognya dengan iman-iman lain dan sikapnya yang anti-kekerasan pada masa kerusuhan antar-ras dan Perang Vietnam pada tahun 1960-an.
Pada tahun 1965, setelah pergulatan selama lima belas tahun untuk meyakinkan komunitasnya bahwa panggilan hidup eremit adalah perkembangan wajar dan buah yang masak dari hidup seorang rahib trappist/cisterciensis, akhirnya ia mendapat ijin dari Abasnya untuk menjalani hidup eremit. Sebuah rumah di bangun khusus untuk itu, namun masih di dalam lingkungan biaranya.
Dengan menjalani hidup eremit, Merton semakin menjadi rahib trappist yang matang, manusiawi, dekat dengan manusia dan universal pandangannya. Hal ini nampak dari tulisan dan pengaruh tulisannya yang semakin luas dan mendalam.
Pada tahun-tahun itu juga, ia sekaligus mengalami banyak sekali "pertikaian" dengan Abas/kepala biaranya karena ia dilarang keluar dari biara, mengimbangi reputasi internasionalnya dan korespondensinya yang sangat luas dengan banyak tokoh terkenal dari pelbagai bidang pada waktu itu.
Seorang kepala biara atau Abas yang baru memberikan kepadanya kebebasan untuk melakukan perjalanan ke Asia pada akhir 1968. Dalam perjalanan itu ia mengalami pertemuan yang tak terlupakan dengan Dalai Lama di India, juga dengan Thich Nhat Hanh dan D. T. Suzuki. Ia juga berkunjung ke Polonnaruwa (yang saat itu dikenal sebagai Ceylon), dan mendapatkan suatu pengalaman keagamaan ketika ia menyaksikan patung-patung Sang Buddha yang sangat besar.
Pada tahun 1968 itu juga, Merton di undang oleh suatu lembaga ”pertemuan para rahib Asia” di Bangkok, untuk memberikan ceramah "Marxisme dan Monastisisme" dalam pertemuan itu. Ia bermaksud beberapa bulan tinggal di Asia, dengan tujuan untuk memperdalam penghayatan kerahibannya dan berdialog dengan para rahib timur. Dia juga punya rencana untuk berkunjung ke pertapaan Santa Maria Rawaseneng, Temanggung, Jawa Tengah.
Ada spekulasi bahwa Merton ingin menetap di Asia sebagai seorang pertapa.
Akan tetapi harapan itu tak dapat di penuhi karena di Bangkok, Thomas Merton, sang “rahib” ini-pun “raib”. Ia meninggal dunia di usia 53 tahun pada tanggal 10 Desember 1968, akibat suatu kecelakaan, terkena arus listrik dari sebuah kipas angin.
Jenazahnya diterbangkan ke Gethsemani dan di sana ia dikebumikan. Sejak kematiannya, pengaruhnya terus berkembang, dan ia dianggap oleh banyak orang sebagai mistikus Amerika pada abad ke-20.
Selama hidupnya, Merton menulis lebih dari 50an buku, 2000 puisi, dan tidak terhitung jumlahnya esai, tinjauan, dan ceramah yang telah direkam dan diterbitkan dimana Merton sendiri melarang buku-bukunya diterbitkan sebelum lewat masa 25 tahun sesudah kematiannya.
Sebagai penghargaan terhadap hubungannya yang erat dengan Universitas Bellarmine, arsip-arsip Merton disimpan di tempat penyimpanan resmi, yaitu "Thomas Merton Center" di kampus Bellarmine di Louisville, Kentucky. Ada juga “Penghargaan Thomas Merton” yakni sebuah hadiah perdamaian, yang telah dianugerahkan sejak 1972 oleh "Pusat Thomas Merton untuk Perdamaian dan Keadilan Sosial" ("Thomas Merton Center for Peace and Social Justice") di Pittsburgh, Pennsylvania, AS.
===
My Lord God, I have no idea where I am going.
I do not see the road ahead of me.
I cannot know for certain where it will end.
Nor do I really know myself, and the fact that I think that I am following your will does not mean that I am actually doing so.
But I believe that the desire to please you does in fact please you.
And I hope I have that desire in all that I am doing.
I hope that I will never do anything apart from that desire.
And I know that if I do this you will lead me by the right road though I may know nothing about it.
Therefore will I trust you always though I may seem to be lost and in the shadow of death.
I will not fear, for you are ever with me, and you will never leave me to face my perils alone.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar