HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Menyambut Hari Raya Penampakan Tuhan (Epifani)
Perayaan Penampakan Tuhan adalah sebuah perayaan yang berasal dari tradisi Gereja Timur. Misteri iman yang dirayakan dalam perayaan Epifania adalah Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia. Dialah penampakan Allah. Allah yang tak kelihatan kini dapat kita kenali dalam diri Putra-Nya, Yesus Kristus. Ia yang sudah ada sebelum adanya waktu kini memasuki kurun waktu untuk memperbaharui kehidupan.
Dalam Gereja Barat misteri inkarnasi itu dirayakan dengan kelahiran Kanak-kanak Yesus di gua Betlehem. Sejak semula memang ada perbedaan tekanan dalam refleksi teologis antara Gereja Barat dan Gereja Timur. Gereja Barat lebih menonjolkan kemanusiaan Kristus, sedang Gereja Timur menekankan segi keilahian-Nya. Sejak tahun 354 perayaan Epifania dirayakan juga di Gereja Barat sebagai Penampakan Tuhan kepada para bangsa yang diwakili oleh para majus.
Tidak begitu jelas siapa yang disebut sebagai orang majus itu. Dalam Tradisi pernah diterjemahkan sebagai "Raja" dan "Sarjana", namun terjemahan itu dirasa kurang tepat maka dalam teks liturgi yang baru tetap dipakai kata "majus".
Dalam bahasa Yunani kata “magos” mempunyai arti yang luas: imam-imam agama Persia, ahli perbintangan (astrolog) dari Babel, magician, paranormal, the wise men from the East. Dalam Perjanjian Lama kata itu hanya dipakai sekali yakni dalam Dan 2:2.10, “Lalu raja menyuruh memanggil orang-orang berilmu, ahli jampi, ahli sihir dan para Kasdim, untuk menerangkan kepadanya tentang mimpinya itu”.
Dalam kisah Injil mereka mewakili semua orang dari bangsa-bangsa bukan Yahudi yang mencari dan mengakui Sang Mesias. Mereka datang untuk menyembah-Nya. Dalam Injil Mateus, “menyembah” berarti mengakui dan mengimani Yesus sebagai Mesias, Tuhan (lih. Mat 8:2; 9:18 dst).
Dalam tradisi liturgi karena pengaruh Mzm 72:10 (“Kiranya raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan, kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti”) dan Yes 60:1-6 (ay. 3“Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu”) mereka digambarkan sebagai raja.
Dalam Injil tidak disebutkan jumlahnya, namun karena diceritakan bahwa mereka membawa 3 buah persembahan (emas, kemenyan dan mur) maka muncul dugaan bahwa jumlahnya ada 3 orang yang kemudian dalam tradisi diberi nama Gaspar, Melchior dan Balthazar.
Pastinya, Injil Matius menyebut tentang para majus yang datang dari Timur untuk menyembah bayi Kristus yang baru dilahirkan (bdk. Mat 2:1-12). Tetapi, tepatnya siapakah para majus tersebut tetap merupakan suatu misteri.
Seringkali para majus disebut juga sebagai ahli perbintangan. Dalam bahasa Yunani, bahasa asli Injil, kata “magos” (magoi, jamak) mempunyai empat arti:
(1) seorang dari golongan imam Persia kuno, di mana astrologi dan astronomi berperan penting pada masa Kitab Suci;
(2) seorang yang memiliki pengetahuan dan kuasa gaib (= okultisme), dan mahir dalam menafsirkan mimpi, perbintangan, ramal, hal-hal klenik, dan perantara roh;
(3) seorang ahli nujum; atau
(4) seorang dukun, yang memeras orang dengan mempergunakan praktek-praktek di atas.
Dari definisi yang mungkin di atas dan dari gambaran dalam Injil, para majus kemungkinan adalah para imam Persia ahli perbintangan yang dapat membaca bintang-bintang, teristimewa makna bintang yang mewartakan kelahiran Mesias. (Bahkan ahli sejarah kuno Herodotus (wafat abad ke-5 SM) menegaskan keahlian kaum imam Persia dalam perbintangan).
Yang terpenting, kunjungan para majus menggenapi nubuat Perjanjian Lama: Bileam menubuatkan kedatangan Mesias yang akan ditandai dengan sebuah bintang: “Aku melihat dia, tetapi bukan sekarang; aku memandang dia, tetapi bukan dari dekat; bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel…” (Bil 24:17).
Mazmur 72 berbicara mengenai bagaimana bangsa kafir akan datang untuk menyembah Mesias: “kiranya raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan, kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti! Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya!” (Mzm 72:10-11).
Yesaya juga menubuatkan persembahan-persembahan: “Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN” (Yes 60:6).
St. Matius mencatat bahwa para majus membawa tiga persembahan; masing-masing persembahan memiliki makna nubuat: emas, persembahan bagi seorang raja; kemenyan, persembahan bagi seorang imam; dan mur - balsam penguburan, persembahan bagi seorang yang akan meninggal.
St. Ireneus (wafat 202) dalam tulisannya Adversus haereses menyampaikan tafsiran atas persembahan emas, kemenyan dan mur sebagai berikut: Raja, Tuhan dan Penebus yang Menderita, juga menafsirkannya sebagai keutamaan, doa dan penderitaan.
Pada umumnya, kita berpikiran bahwa ketiga majus tersebut adalah tiga orang raja. Kita biasa menempatkan patung tiga raja di gua natal kita. Kita bahkan menyanyikan, “Kami tiga raja dari Timur….” Di sini, ketiga persembahan, Mazmur 72 dan bintang yang terbit di Timur secara bersama-sama menggambarkan para majus sebagai tiga raja yang datang dari Timur.
Sebenarnya, tradisi awali tidak konsisten mengenai jumlah para majus. Tradisi Timur menyebutkan ada duabelas orang majus. Di Barat, beberapa Bapa Gereja perdana - termasuk Origen, St. Leo Agung, dan St. Maximus dari Turin - setuju ada tiga orang majus. Lukisan Kristen Perdana di Roma yang diketemukan dalam makam St. Petrus dan St. Marcellinus menggambarkan dua orang majus dan di makam St. Domitilla, empat orang.
Sejak abad ketujuh di Gereja Barat, para majus diidentifikasikan sebagai Kaspar, Melkior dan Baltasar.
Dalam suatu karya tulis berjudul Excerpta et Collectanea yang ditulis St. Beda (wafat 735) tercatat demikian, “Para majus adalah mereka yang membawa persembahan bagi Tuhan.
Yang pertama dikatakan bernama Melkior, seorang tua berambut putih dan berjenggot panjang… yang mempersembahkan emas kepada Kristus bagai kepada seorang raja.
Yang kedua bernama Kaspar, seorang muda tanpa jenggot dan kulitnya kemerah-merahan… menyembah-Nya sebagai Tuhan dengan persembahan kemenyan, suatu persembahan yang layak bagi yang ilahi.
Yang ketiga, berkulit hitam dan berjenggot lebat, namanya Baltasar… dengan persembahan murnya memberikan kesaksian pada Putra Manusia bahwa ia akan wafat.”
Suatu kutipan dari penanggalan para kudus abad pertengahan yang dicetak di Cologne berbunyi, “Setelah mengalami banyak pencobaan dan kelelahan demi Injil, ketiga orang bijaksana tersebut bertemu di Sewa (Sebaste di Armenia) pada tahun 54 untuk merayakan Natal.
Kemudian, setelah Perayaan Misa, mereka wafat: St. Melkior pada tanggal 1 Januari, dalam usia 116 tahun; St. Baltasar pada tanggal 6 Januari, dalam usia 112 tahun; dan St. Kaspar pada tanggal 11 Januari, dalam usia 109 tahun.” Martirologi Romawi juga mencatat tanggal-tanggal di atas sebagai pesta masing-masing majus.
Kaisar Zeno membawa reliqui para majus dari Persia ke Konstantinopel pada tahun 490. Reliqui (entah sama atau serupa) muncul di Milano bertahun-tahun kemudian dan disimpan di Basilika St. Eustorgius. Kaisar Frederick Barbarossa dari Jerman, yang menjarah Italia, membawa reliqui ke Cologne pada tahun 1162, di mana reliqui aman tersimpan hingga saat ini dalam sebuah rumah reliqui yang indah di katedral.
Meskipun sebagian misteri tetap tak terungkap mengenai identitas para majus, Gereja menghormati sembah sujud mereka: Konsili Trente, ketika menekankan penghormatan yang patut diberikan kepada Ekaristi Kudus memaklumkan, “Umat beriman Kristus menghormati Sakramen Mahakudus ini dengan penyembahan latria yang diperuntukkan bagi Allah yang benar…. Sebab dalam sakramen ini kita percaya bahwa Allah yang sama hadir, yang diutus Bapa yang kekal ke dalam dunia dengan mengatakan, `Biarlah segenap malaikat Allah menyembah-Nya.' Dialah Allah yang sama yang para Majus sujud menyembah, dan akhirnya, Allah yang sama yang dipuja para Rasul di Galilea seperti dicatat dalam Kitab Suci” (Dekrit tentang Sakramen Mahakudus, 5).
Dengan merayakan Hari Raya Natal dan Epifani (sekarang Hari Raya Penampakan Tuhan), kita pun patut sadar akan kewajiban kita untuk bersembah sujud kepada Kristus melalui doa, sembah bakti, dan perbuatan-perbuatan baik serta kurban.
St. Gregorius Nazianze (wafat 389) menyampaikan khotbahnya, “Marilah kita tinggal dalam sembah sujud; dan kepada Dia, yang, guna menyelamatkan kita, merendahkan Diri hingga ke tingkat kemiskinan yang begitu rupa dengan menerima tubuh kita, marilah kita mempersembahkan tidak hanya kemenyan, emas dan mur…, melainkan juga persembahan-persembahan rohani, yang lebih luhur daripada yang dapat dilihat dengan mata” (Oratio, 19).
A.
"Stella Aeterna - Bintang Abadi."
Inilah salah satu karakter ilahi dari pribadi Yesus yang kehadirannya selalu mencerahkan-meneduhkan dan menghangatkan. Sinarnya menyatukan para gembala yang bersahaja dengan para majus yang bijaksana. Kasihnya mengajak orang yang jauh menjadi dekat, untuk sama-sama datang dan bersembah sujud kepadaNya.
Pastinya, dengan merayakan Hari Raya Natal dan Epifani (sekarang Hari Raya Penampakan Tuhan), kita pun patut sadar akan kewajiban kita untuk datang dan bersembah sujud kepada Kristus melalui doa, sembah bakti, dan perbuatan-perbuatan baik serta korban.
Dengan kata lain:
Kita diajak memiliki 3 poros untuk belajar menjadi "bintang", antara lain:
1.Berusaha:
Seperti para majus yang pergi dari Timur ke Yerusalem, kitapun juga diajak untuk selalu berusaha, hidup dalam pola "meninggalkan", lepas dari ketakutan masa lampau dan masa depan.
2.Bersukacita:
Kita yakin bahwa Allah selalu menyertai kita. Itu juga yang dialami para majus yang disertai Bintang Betlehem. Hati mereka penuh dengan syukur ketika menemukan Yesus dengan perantaraan bintang yang tersamar.
3.Berbagi:
"Burung tekukur burung rajawali - tiada syukur tanpa berpeduli!"
Jelasnya, buah orang yang bersyukur adalah lebih mudah berpeduli, tidak cuek bebek tapi mau memberikan "harta/talenta"nya kepada orang banyak. Marilah kita terus tinggal dalam sembah sujud; dan kepada Dia, yang guna menyelamatkan kita, merendahkan Diri hingga ke tingkat kemiskinan yang begitu rupa dengan menerima tubuh kita, marilah kita berbagi dan mempersembahkan tidak hanya kemenyan, emas dan mur, melainkan juga berbagi persembahan rohani, yang lebih luhur daripada yang dapat dilihat dengan mata.
"Dari Pasar Baru ke Kramat Jati – Selamat tahun baru, Tuhan Yesus memberkati.”
B.
"Ad astra per aspera - Sampai ke bintang dengan jerih payah."
Inilah motto negara bagian Kansas di Amerika yang juga menjadi tema pokok pada Hari Raya Penampakan Tuhan (Efifani) dan kalimat penutup pada salah satu buku saya, "FX - Sketsa Walikota Surakarta".
Pastinya, setelah natal, para majus (Kaspar Baltasar Melkhior) datang ke Yerusalem dan bertanya-tanya, “Dimanakah Raja Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintangNya di ufuk timur dan kami datang untuk menyembah Dia” ("ex oriente lux - cahaya itu datang dari timur").
Jelaslah bahwa Yesus datang sebagai "Bintang" dan kitapun diajak belajar menjadi "bintang bintang kecil" bagi dunia. Mengacu pada dunia harian kita, ada pelbagai bintang: bintang film sampai bintang iklan, bir bintang, bintang tujuh, bintang laut dll, yang pasti itu sebabnya Apollo 13 bermotto "ex astris scientia - dari bintang datanglah pengetahuan".
Adapun 3 sikap dasar dari bintang, al:
"Universal":
Bintang bersinar untuk semua orang tanpa pandang bulu. Ia tidak diskriminatif. Cahayanya terbuka: tidak eksklusif tapi inklusif. Karya keselamatan Allah juga berlaku universal, melebar dan menyebar untuk semua. Dengan kata lain: Kita diajak menjadi orang yang tanggap jaman, yang tidak pilih kasih tapi siap ber-dialog kasih bagi semua.
"Integral":
Bintang bersinar dengan utuh-penuh dan menyeluruh. Setiap malam selalu berkelap kelip. Ia memantulkan dan membagikan sinarnya 100% dengan sepenuh hati, tidak peduli diabaikan/ditinggalkan, dipergunjingkan/dilupakan. Eksistensinya jelas: hadir dan mengalir, berbagi dan peduli. Dengan kata lain: Aku berbagi (cahaya) maka aku ada. Sudahkah?
"Inspirasional":
Bintang selalu meng-inspirasi banyak orang. Banyak lagu-drama-prosa+puisi bicara soal bintang: dari lagu "bintang kecil" sampai seabrek ramalan bintang dan lain-lain. Kehadirannya selalu membawa "enlightenment", pencerahan bagi dunia. Kita juga diajak menjadi inspirasi (Lat: "in-spirit": dalam ROH) bagi dunia, mencerahkan dan menyegarkan dunia dengan warna warni kasih dan kebaikan.
"Cari senar di Taman Sari - Mari bersinar setiap hari."
C.
“Lumen Gentium - Cahaya Para Bangsa”.
Itulah pesan pada Hari Raya Epifani bahwa para majus datang untuk menyembah Kristus, “Cahaya Para Bangsa”. Yang pasti, bersama 3 majus, kita juga diajak menjadi “lumen gentium”, dg 3 pola dasar, al:
”CA”ri Tuhan:
Dalam tradisi Eropa, mereka digambarkan sebagai orang Asia, Afrika dan Eropa. Dalam “Excerpta et Collectanea” yang ditulis St.Beda: “Para majus, al: Melkior, orang tua berambut putih berjenggot panjang (dari Asia); Kaspar, orang muda tanpa jenggot dan kulitnya kemerah-merahan (dari Eropa); Baltasar, berkulit hitamdan berjenggot lebat (dari Afrika). Mereka datang dari negeri yg jauh dan menggunakan keahliannya untuk mencari Tuhan. Sudahkah kita gunakan keahlian/talenta sebagai sarana untuk mencari Tuhan?
”HA”dapi cobaan:
Suatu kutipan dari penanggalan orang kudus abad pertengahan: “Setelah mengalami banyak cobaan dan kelelahan, ke-3 Majus bertemu di Sewa pada tahun 54 untuk merayakan Natal. Lalu, setelah Misa Natal, mereka wafat: Melkior pada 1 Januari (usia 116 thn); Baltasar pada 6 Jan (112 thn); Kaspar pada 11 Jan (109 thn). Walau kadang kita "lelah": dilukai, dijatuhkan, dikorbankan da dikambinghitamkan, maukah kitaselalu tegar dan tetap berbagi sinar kasih bagi banyak orang?
”YA”kini iman:
Kunjungan para majus telah menggenapi nubuat KSPL (Bil 24:17, Maz 72: 10-11, Yes 60:6). Dan, meski masih banyak misteri tentang orang majus, Gereja selalumenghormati sembah sujud mereka sebagai penghayatan dalam ekaristi dan adorasi: Mereka ber-“adoro te devote” dengan membawa 3 gift, al: emas/Ia adalah raja “yg memimpin”; kemenyan/imam “yg menguduskan”; mur-balsam makam/nabi “yang mewartakan”. Bukankah sejak dibaptis, kita juga diajak menjadi raja, imam dan nabi? Pastinya, seperti 3 majus yang pulang lewat "jalan baru" setelah berjumpa dengan Yesus, kita juga diajak untuk selalu mau lahir dan menapaki jalan hidup yang baru. Ya, seperti kata St. Gregorius Nazianze, “Marilah kita persembahkan tidak cuma kemenyan, emas dan mur tapi juga persembahan rohani, yang lebih luhur daripada yang dapat dilihat dengan mata!
“Ada Dullah ada Alya, Jadikanlah hidup kita selalu bercahaya."
D.
Pesta Penampakan Tuhan:
"Mereka berlutut dan memuji Yesus"
Chromatius:
Mengungkap Keilahian Kristus yang mulia.
"Marilah memperingati betapa jayanya kemuliaan yang hadir dalam diri sang Raja setelah dilahirkan, setelah para majus yang dalam perjalanannya patuh mengikuti bintang yang berinar. Para majus segera berlutut dan memuji Dia yang dilahirkan sebagai Tuhan. Dalam palungan-Nya mereka memuliakan-Nya dengan persembahan, meski Yesus adalah bayi yang masih menangis dalam gendongan ibu-Nya.
Dengan mata fisik, mereka melihat satu hal, namun mereka juga melihat hal lain dengan mata hati mereka. Mereka memandang kerendahan hati yang diambil-Nya dalam rupa seorang bayi, tetapi kejayaan keilahian-Nya telah dimanifestasikan juga mereka lihat. Mereka melihat seorang anak laki-laki, tetapi Dialah Tuhan yang dipuja. Sangat tidak terperikan misteri kemuliaan ilahi-Nya! Allah yang tak kasat mata dan abadi tidak segan mengambil rupa seorang manusia untuk kita. Putera Allah, yakni Allah alam semesta, lahir dalam rupa manusia. Dia memperkenankan dirinya lahir di palungan, sehingga surga berada dalam palungan tersebut. Dia berada dalam buaian; buaian yang tidak dapat digenggam dunia. Dia didengar dalam bentuk tangisan bayi. Dialah persona yang sama yang mengatakan bahwa seluruh dunia akan berguncang pada saat sengsara-Nya.
Maka Dialah, Allah yang mulia dan Tuhan yang agung, yang dilihat sebagai bayi yang mungil oleh para orang majus. Dialah yang selama masih kecil adalah benar-benar Allah dan Raja abadi. Bagi-Nya, Yesaya menubuatkan, "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita; seorang putera telah diberikan untuk kita, lambang pemerintahan ada di atas bahunya (Yes 9:6)"."
(Trattato sul vangelo di Matteo 5:1)
E.
Sognamo un mondo, senza violenza, un mundo di quitizia et di speranza,.
Ognuno dia la mano, al suo vicino, simbolo di pace et di fraternita..
Kami rindu suatu dunia tanpa kekerasan, dunia dengan keadilan dan pengharapan..
Rindu agar setiap orang bersalaman dengan sesamanya, tanda perdamaian dan persaudaraan..
=========
Tuhan, aku rindu punya mata terang berpijar untuk peka melihat mereka yang membutuhkan kasihMu..
Tuhan, aku rindu punya hati yang penuh belaskasihanMu..
Tuhan, aku rindu punya akal budi kaya pengetahuan dan hikmat kebijaksanaan akan kehendakMu..
Tuhan, aku rindu punya tangan trampil dan lembut mengerjakan segala yang baik dan berkenan padaMu..
Tuhan, aku rindu punya telinga yang mendengarkan dan bibir yang penuh kata-kata penghiburanMu..
Tuhan, aku rindu punya jiwa tulus penuh semangat untuk membagikan suka-citaMu..
Dimana ada keputusasaan,
biarlah kutabur harapan..
Dimana ada keragu-raguan,
biarlah kutabur iman..
Dimana ada kebencian,
biarlah kutabur kasih..
Dimana ada luka hati,
biarlah kutabur pengampunan..
Dimana ada kegelapan,
biarlah kutabur terang..
Dimana ada kesedihan,
biarlah kutabur sukacita..
Tuhan
Bila Engkau memerlukan tanganku untuk melayani,
Hari ini kuberikan kepada-Mu Tuhan..
Tuhan
Bila Engkau memerlukan kakiku untuk mengunjungi mereka,
Hari ini kuberikan kepada-Mu Tuhan..
Tuhan
Bila Engkau memerlukan suaraku untuk menghibur,
Hari ini kuberikan kepada-Mu Tuhan..
Tuhan
Bila Engkau memerlukan hatiku untuk mencintai,
Hari ini kuberikan kepada-Mu Tuhan..
UntukMu Tuhan, semuanya dan semaunya. Cukuplah kasih dan rahmatMu
=======
Para Majus
Para majus sampai ke Yerusalem karena dituntun oleh bintang. Mereka ingin menyembah seorang raja yang baru lahir, yang kehadiran-Nya ditandai dengan munculnya sebuah bintang di Timur. Mereka datang ke Yerusalem karena mengira bahwa raja yang baru lahir itu adalah anak Herodes. Tetapi ternyata mereka salah duga.
Dalam Kitab Bilangan, Bileam menubuatkan akan adanya bintang yang terbit dari Yakub (Bil 24:7). Dalam Midrash Rabbah (tulisan yang ditemukan di Qumran) bintang yang terbit dari Yakub diartikan sebagai Sang Mesias. Kitab Wahyu menyebut Kristus sebagai “bintang timur yang gilang gemilang” (Why 22:16). Dengan demikian bintang menjadi simbol adanya campur tangan Ilahi yang menunjukkan jalan bagi orang-orang bukan Yahudi untuk bertemu dengan Sang Mesias.
Yang menarik adalah bahwa para majus itu diceritakan masuk ke dalam sebuah "rumah" dan melihat anak itu bersama Maria, ibunya. Tidak disebut tentang gua atau kandang. Sebenarnya tradisi tentang kelahiran Yesus di sebuah gua atau kandang dipakai untuk menggambarkan kesederhanaan dan kemiskinan-Nya.
Tradisi itu muncul karena dalam kisah kelahiran-Nya disebut tentang palungan (tempat makanan ternak) dan kemiskinan Keluarga Kudus itu digambarkan dengan digunakannya kain lampin untuk membungkus Yesus.
Kesederhanaan dan kerendahan hati yang membuat seluruh Yerusalem menolak-Nya (karena tidak sesuai dengan gambaran mereka tentang Mesias) ternyata tidak membuat para majus itu ragu-ragu untuk meyakini dan mengimani bahwa Yesuslah Sang Mesias yang kelahiran-Nya ditandai dengan munculnya bintang di Timur. Mereka kemudian sujud dan menyembah-Nya.
Dalam Injil Mateus, “menyembah” berarti mengakui dan mengimani Yesus sebagai Mesias, Tuhan (lih. Mat 8:2; 9:18 dst). Para ekseget memaknai “rumah” dimana Yesus hadir bersama ibu-Nya adalah simbolisasi Gereja. Kegembiraan para majus adalah kebahagiaan bahwa semua bangsa boleh masuk ke dalam Gereja.
Orang-orang majus mempersembahkan emas, kemenyan dan mur kepada Sang Bayi yang baru lahir itu. Para pujangga Gereja mengartikan persembahan itu sebagai pengakuan akan identitas Sang Bayi.
Emas melambangkan martabat dan kemuliaan raja karena hanya rajalah yang memiliki emas secara berkelimpahan.
Kemenyan menyimbolkan keilahian karena kemenyan dipergunakan dalam ibadat kebaktian kepada Allah.
Mur melambangkan kemanusiaan karena mur dipakai antara lain untuk meminyaki jenasah. Sesudah wafat di salib, jenasah Yesus diminyaki dengan mur oleh Maria Magdalena.
Dengan demikian persembahan para majus itu merupakan ungkapan iman mereka bahwa Sang Bayi yang lemah dan sederhana ini sesungguhnya adalah seorang raja agung, Dia sungguh Allah dan sungguh manusia. Rupanya orang-orang majus itu lebih percaya pada “sasmita” bintang daripada penampilan fisik bayi Yesus.
Para majus tidak mengenal konsep Mesias. Mereka tidak mengambil sikap pro atau kontra. Yang ada pada mereka adalah keyakinan bahwa petunjuk bintang mengisyaratkan kelahiran seorang Raja besar.
Oleh karena itu mereka tidak mempersoalkan ketika bintang itu muncul lagi dan menuntun mereka ke tempat di mana Yesus dibaringkan. Dengan kedatangan para majus itu terpenuhilah nubuat tentang Mesias yang mengatakan bahwa semua bangsa akan datang menyembah Allah Israel (lih. misalnya Bil 24:17; Yes 49:23; 60:5; Mzm 72:10-15).
Akhirnya, kisah perjalanan orang-orang majus mencari Sang Mesias adalah simbol sebuah peziarahan manusia mencaridan menemukan Tuhan : keberanian meninggalkan “zona nyaman” menuju “zona resiko”, ada keragu-raguan, kebingungan dan bahkan kehilangan arah. Tetapi juga ada tekad, ketekunan, tidak mudah menyerah dan patah semangat. Ada kerendahan hati dan kesediaan untuk bertanya. Berjumpa dengan kepura-puraan, kepalsuan dan kemunafikan.
Dan ketekunan itu membuahkan hasil : kebahagiaan dan kelimpahan bertemu Tuhan. Perjumpaan itu mengubah dan menjadikan kita kreatif, berani mencoba jalan lain, jalan alternatif.
Di hadapan Tuhan, semua yang kita miliki yakni harta dan segala jerih lelah kita merupakan anugerah yang layak dihaturkan kembali sebagai persembahan syukur. Meskipun sudah dibabtis dan secara resmi menyatakan diri beriman kepada Yesus, namun kita tidak boleh lelah terus mencari Sang Terang Sejati, seperti yang dilakukan oleh orang-orang majus. Seperti mereka, kita masih harus terus berproses untuk mencari dan menemukan Yesus serta kehendak-Nya secara konkret di dalam kehidupan kita sehari-hari.
Pastinya, orang-orang Majus mengajari kita agar semakin peka terhadap kehadiran, bimbingan dan campur tangan Allah yang disimbolkan dengan bintang dan mimpi. Orang-orang yang jujur dan rendah hati yang selalu mengarahkan perhatiannya kepada yang baik, benar dan suci, kendati hanya diberi petunjuk yang samar-samar pasti akan selalu dapat menemukan langkah yang tepat menuju kepada keselamatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar