KILAS BALIK:
HOMILI PAUS FRANSISKUS
DALAM MISA HARI RABU ABU
DI BASILIKA SANTA SABINA DI BUKIT AVENTINO, ROMA,
TUHAN TIDAK PERNAH LELAH BERBELAS KASIH KEPADA KITA
Bacaan Ekaristi :
Yl 2:12-18; 2 Kor 5:20-6:2; Mat 6:1-6,16-18
Kita memulai hari ini, sebagai Umat Allah, perjalanan Masa Prapaskah kita, suatu masa yang di dalamnya kita berusaha mempersatukan diri kita lebih dekat kepada Tuhan Yesus Kristus, berbagi misteri Sengsara-Nya dan kebangkitan-Nya.
Liturgi Hari Rabu Abu menawarkan kepada kita pertama-tama perikop dari nabi Yoel, yang diutus oleh Allah untuk memanggil orang-orang kepada penebusan dosa dan pertobatan, oleh karena sebuah malapetaka (serangan belalang) yang menghancurkan Yudea. Hanya Tuhan yang dapat menyelamatkan kita dari sebuah bencana; oleh karena itu, perlulah meminta-minta kepada-Nya dengan doa-doa dan puasa, mengakukan dosa kita.
Nabi Yoel menekankan pertobatan batin : "Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu" (2:12). Berbalik kepada Tuhan "dengan segenap hatimu" berarti melakukan perjalanan dari sebuah pertobatan yang tidak dangkal dan sementara, tetapi sebuah rencana perjalanan rohani yang menyangkut tempat paling intim dari pribadi kita. Hati, pada kenyataannya, adalah tempat kedudukan perasaan-perasaan kita, pusat yang di dalamnya pilihan-pilihan kita dan sikap-sikap kita dewasa.
"Berbalik kepada-Ku dengan segenap hatimu" itu tidak melibatkan hanya perorangan, tetapi diperluas hingga seluruh jemaat; merupakan sebuah pertemuan yang ditujukan kepada semua orang: "kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua, kumpulkanlah anak-anak, bahkan anak-anak yang menyusu; baiklah pengantin laki-laki keluar dari kamarnya, dan pengantin perempuan dari kamar tidurnya" (ayat 16).
Nabi Yoel secara khusus berhenti sejenak pada doa para imam, mencatat bahwa itu disertai dengan air mata. Pada permulaan Masa Prapaskah ini, akan ada baiknya kita memohon karunia air mata, sehingga membuat doa kita dan perjalanan pertobatan kita sungguh lebih asli dan bebas dari kemunafikan.
Hal ini, sesungguhnya, adalah pesan Injil hari ini. Dalam perikop Injil Matius, Yesus membaca ulang tiga karya belas kasihan yang diketahui lebih dulu dalam Hukum Musa: sedekah, doa dan puasa. Dalam perjalanan waktu, anjuran-anjuran ini dirusak oleh karat formalisme lahiriah, atau benar-benar berubah menjadi sebuah tanda keunggulan sosial.
Yesus menempatkan sebagai bukti sebuah godaan umum dalam tiga karya ini, yang dapat diringkas, pada kenyataannya, sebagai kemunafikan (Ia menamainya sebuah kebaikan sebanyak tiga kali): "Jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka ..... Apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik ..... Apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri .... pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang ...... Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik" (Mat 6:1.2.5.16).
Ketika kita melakukan sesuatu yang baik, hampir secara naluriah keinginan lahir di dalam diri kita untuk dihargai dan dikagumi karena tindakan yang baik itu, untuk mendapatkan beberapa kepuasan. Yesus mengajak kita untuk melakukan karya-karya yang baik ini tanpa peragaan apapun, dan percaya hanya pada ganjaran Bapa "yang melihat yang tersembunyi" (Mat 6:4.6.18).
Saudara dan saudari terkasih, Tuhan tidak pernah lelah berbelas kasih pada kita dan Ia ingin menawarkan kita sekali lagi pengampunan-Nya, mengundang kita untuk berbalik kepada-Nya dengan hati yang baru, yang dimurnikan dari kejahatan, untuk mengambil bagian dalam sukacita-Nya. Bagaimana kita menerima undangan ini?
Santo Paulus menyarankan hal ini kepada kita dalam Bacaan Kedua hari ini : "Dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah" (2 Kor 5:20). Upaya pertobatan ini tidak hanya sebuah karya manusia. Rekonsiliasi antara kita dan Allah dimungkinkan berkat belas kasih Bapa yang, demi kasih-Nya bagi kita, tidak segan-segan mengorbankan Putra-Nya yang tunggal.
Bahkan, Kristus, yang benar dan tanpa dosa, menjadi dosa karena kita (ayat 21) ketika di kayu salib Ia dibebani dengan dosa-dosa kita, dan dengan cara ini menyelamatkan dan membenarkan kita di hadapan Allah. "Dalam Dia" kita bisa dibenarkan, di dalam Dia kita bisa berubah, jika kita menerima kasih karunia Allah dan jangan membiarkan "waktu perkenanan" berlalu dalam kesia-siaan (6:2).
Dengan kesadaran ini, kita mengawali rencana perjalanan Masa Prapaskah kita dengan percaya diri dan penuh sukacita. Semoga Maria Tak Bernoda mendukung peperangan rohani kita melawan dosa, menyertai kita pada saat yang menguntungkan ini, sehingga kita dapat datang untuk menyanyikan bersama-sama kegembiraan yang meluap-luap kemenangan dalam Paskah Kebangkitan.
Tak lama lagi kita akan melaksanakan gerak isyarat penerimaan abu di kepala. Selebran mengucapkan kata-kata ini : "Ingatlah bahwa engkau adalah debu dan engkau akan kembali menjadi debu" (bdk Kej 3:19), atau ia mengulangi seruan Yesus : "bertobatlah dan percayalah pada Injil" (bdk Mrk 1:15 ).
Kedua rumusan merupakan sebuah panggilan kepada kebenaran keberadaan manusia: kita adalah makhluk yang terbatas, orang-orang berdosa yang selalu membutuhkan penebusan dosa dan pertobatan. Alangkah pentingnya mendengarkan dan menerima sebuah panggilan tersebut dalam masa kita ini!
Oleh karena itu, undangan untuk pertobatan sebuah pacuan untuk berbalik, seperti yang dilakukan oleh anak laki-laki dalam perumpamaan, kepada tangan Allah, Bapa yang lembut dan penuh belas kasihan, percaya kepada-Nya dan mempercayakan dirinya kepada-Nya.
=====
PESAN RABU ABU:
Paus Fransiskus: "Kita adalah pendosa, bertobatlah tanpa kemunafikan"
"Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu" (Nubuat Yoel 2:13)
Merayakan Misa Kudus dan ritus Pemberkatan dan Pemberian Abu di Basilika Santa Sabina di Aventino, Paus Fransiskus merenungkan bahwa melalui "karunia air mata", kita membuat doa dan langkah pertobatan menjadi lebih otentik lagi dan tanpa kemunafikan.
Prapaskah adalah waktu bagi kita untuk lebih menyatukan diri lagi dengan Yesus, untuk berbagi misteri dari sengsara dan kebangkitanNya. Itu adalah renungan Sri Paus dengan membaca kembali liturgi sabda pada Hari Rabu Abu, di mana Nabi Yoel mengajak semua umat bertobat dengan hati. Bapa Suci menekankan khususnya pada doa para imam - yang sebagaimana dianjurkan oleh Yoel - agar didampingi dengan air mata:
"Suatu hal yang baik bagi kita semua, tetapi khususnya bagi para rohaniwan, pada awal dari Prapaskah, untuk memohon karunia air mata, sehingga membuat doa dan langkah pertobatan kita menjadi lebih otentik dan tanpa kemunafikan. Ada baiknya kita bertanya: "Saya menangis? Sri Paus menangis? Para kardinal menangis? Para uskup menangis? Para rohaniwan menangis? Para imam menangis? Apakah tangisan ada di dalam doa-doa kita?".
Sering kali, lanjut Sri Paus, justru kemunafikan menodai karya-karya amal kasih: sedekah, doa dan puasa.
"Perlu Anda ketahui saudara-saudara, bahwa orang-orang munafik tidak mampu menangis, mereka telah melupakan bagaimana menangis, mereka tidak memohon karunia air mata. Ketika kita melakukan suatu karya yang baik, secara naluri hampir lahir di dalam diri kita kehendak untuk dipuji dan dikagumi atas karya baik ini, untuk mendapatkan kepuasan. Yesus mengajak kita untuk melakukan karya-karya ini tanpa kesombongan dan mempercayakan hanya kepada balasan dari Bapa 'yang melihat dari tempat tersembunyi'."
Di lain pihak, kita adalah "ciptaan yang terbatas, orang berdosa selamanya memerlukan penebusan dosa dan pertobatan. Kebenaran dari eksistensi manusia ini diajak kembali oleh Paus Fransiskus: "Betapa pentingnya mendengarkan dan menyambut ajakan ini di dalam jaman kita saat ini! Ajakan kepada pertobatan menjadi sebuah dorongan untuk kembali, seperti yang dilakukan oleh anak yang hilang dalam perumpamaan, di dalam rangkulan Allah Bapa yang baik hati dan berbelas-kasih, menangis di dalam rangkulanNya, percaya kepadaNya dan mengimani Dia."
Kembali kepada Tuhan 'dengan segenap hati', artinya "melaksanakan langkah pertobatan yang otentik dan bukan sementara saja, yaitu sebuah perjalanan rohaniah yang menyangkut tempat terdalam dari pribadi kita: hati kita, memang, adalah pusat dari perasaan-perasaan kita, tempat utama di mana pilihan-pilihan dan sikap-sikap kita menjadi matang."
Kata Paus Fransiskus: "Tuhan tidak pernah lelah untuk berbelas-kasih kepada kita, menawarkan kita pengampunanNya, mengajak kita untuk kembali kepadaNya dengan hati yang baru, dimurnikan dari kejahatan, dimurnikan oleh air mata, supaya dapat turut serta di dalam sukacitaNya." Sri Paus mengingatkan: "Allah tidak ragu untuk mengurbankan PuteraNya yang Tunggal.
Nyatanya, Kristus yang adalah benar dan tanpa dosa, dijadikan bagi kita bersalah ketika di atas Salib IA menanggung dosa-dosa kita, dengan demikian IA telah menebus kita dan dibenarkan di hadapan Allah. Di dalam DIA kita bisa menjadi orang benar, di dalam DIA kita dapat berubah, apabila kita menyambut rahmat Allah dan tidak membiarkan waktu yang baik ini menjadi sia-sia. Marilah kita berhenti, berhenti sejenak dan membiarkan diri berdamai dengan Allah."
Kemudian Bapa Suci, setelah menerima Abu dari kardinal Jozef Tomko, memberikan Abu kepada beberapa hadirin di Basilika, diantaranya para kardinal, keluarga dengan tiga anak, para biarawan Benediktin dari Santo Anselmus dan para imam Dominikan dari Santa Sabina. Akhirnya Paus Fransiskus mengajak agar kita "memulai masa Prapaskah dengan iman dan sukacita", mempercayakan kepada Maria "pertarungan rohani kita melawan dosa, supaya "ketaatan dari luar sesuai dengan pembaharuan rohani yang mendalam."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar