LATIHAN ROHANI
PAUS FRANSISKUS DAN KURIA ROMA
(Hari 3 : 21 Februari 2018) :
"IMAN PARA PEREMPUAN MEMBUKA KABAR BAIK BAGI KITA"
Pada hari ketiga latihan rohani Paus Fransiskus dan Kuria Roma, Pastor José Tolentino de Mendonça, wakil rektor Universitas Katolik Portugal di Lisbon yang memimpin meditasi, menekankan bahwa keindahan iman para perempuan berada di garis terdepan. Meditasi pagi itu (21 Februari 2018) mengulas para pempuan dalam Injil Lukas.
"Para perempuan dalam Injil", ia menekankan, "lebih memilih untuk mengungkapkan diri mereka dengan tata gerak. Iman mereka mencari kenyamanan melalui jamahan - kasat mata, penuh perasaan, tanpa marah - tanpa menyita pikiran".
Menyadari bahwa cara para perempuan yang menyertai Tuhan tersebut berbeda dengan cara yang dilakukan para lelaki, ia menjelaskan, "Para perempuan 'bersama-sama dengan' Yesus persis sama seperti dua belas Rasul. Mereka menjadikan nasib-Nya nasib mereka sendiri. Tetapi teks menambahkan satu hal hanya mengenai mereka : 'mereka sedang melayani Yesus'".
Memberi kesan bahwa reaksi para perempuan sangat injili, Pastor Tolentino mengamati bahwa mereka tidak pernah mengajukan pertanyaan kepada Yesus seperti yang ditanyakan para murid, misalnya : "Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?" (Luk 13:23) atau "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Luk 10:25).
Sebaliknya, ia mencatat, pernyataan-pernyataani mereka bersifat nyata seperti, "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau" (Luk 11:27).
Bersama para perempuan, katanya, ada "riak kenyataan yang campur tangan agar bisa membentuk iman. Dengan cara ini, iman tidak tinggal dalam penjara - seperti yang sering terjadi pada iman kita - bersifat masuk akal, hidup secara mekanis sesuai dengan ajaran atau ritual. "Itu karena mereka berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sehingga mereka memberi "wewangian terhadap iman".
Pastor Tolentino juga mengakui bahwa para perempuan dalam Injil Lukas, seperti para perempuan Yerusalem atau janda dari Nain, menangis. Santo Gregorius dari Nanzianze, katanya, menggambarkan air mata ini sebagai pembaptisan - yang telah dialami banyak orang kudus lainnya.
Mengakhiri meditasinya dengan gambaran perempuan yang membasuh kaki Yesus dengan air matanya, ia mencatat : "Apa yang diberikan perempuan ini dengan sedemikian rupa melayani Yesus adalah uji lakmus terhadap apa yang ditolak untuk diberikan oleh orang Farisi".
"Keramahtamahan yang tidak pernah terdengar ini yang ingin dipuji Yesus - rasa dahaga itu, yang dinyatakan dengan air mata - itulah yang giliran kita pelajari".
Sedangkan pada hari Selasa siang (20 Februari 2018), pastor berkebangsaan Portugal itu merenungkan sebuah ayat dari Injil Yohanes : "Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia -- supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci --: 'Aku haus!'" (Yoh 19:28).
Ada kejadian-kejadian lain dalam Injil Yohanes yang membantu kita memahami kata-kata Yesus, misalnya ketika Yesus haus dan meminta minum kepada perempuan Samaria (Yoh 4:13-15), dan pernyataan : "Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi" (Yoh 6:35).
Santa Bunda Teresa dari Kalkuta, ia menyoroti, mengalami dahaga akan Yesus "dalam sebuah pengalaman mistik". "Dengan cara jasmani yang hampir lumrah, ia merasa dahaga akan Yesus yang memanggilnya untuk memberikan hidupnya dalam pelayanan kepada kedahagaan orang yang miskin dan terlantar, kepada orang yang paling miskin dari orang miskin". Roh Kuduslah, katanya, karunia yang diberikan kepada kita untuk memuaskan dahaga kita.
"Kita dipanggil untuk hidup bahkan mengalami penderitaan, penganiayaan, penyakit, dan dengan sukacita. Kita dipanggil untuk menjalani setiap situasi dengan harapan yang hidup. Mengapa? Karena Roh Kudus, kekuatan, hembusan, angin sepoi-sepoi basa, nafas Allah, ada di dalam diri kita". (PS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar