HIK – HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
Sketsa Historiografi "First Pope" - "Simon Petrus".
Identitas Diri
Simon adalah nama Yunani, yang berasal dari kata Ibrani Syimon, singkatan dari nama Simeon (Kis 15:14; 2 Ptr 1:1; Luk 2:25).
Sedangkan Kefas adalah nama Ibrani-Aram untuk kata Yunani Petros dari kata Latin Petrus, yang artinya “batu karang”. Penginjil Yohanes kerap kali menggabungkan nama Simon Petrus, sehingga Simon menjadi nama pertama dan Petrus adalah gelar atau sebutan.
Dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru lainnya nama Simon digabungkan dengan nama bapak dan saudaranya, yakni Simon bin Yunus (Mat 16:17) atau Simon anak Yohanes (Yoh 1:42) dan saudaranya adalah Andreas.
Simon Petrus berasal dari Betsaida (Yoh 1:44). Ia menikah di Kapernaum dan hidup di sana bersama istri dan mertuanya (Mrk 1:30). Tentang panggilannya menjadi murid Yesus, para penginjil menceritakan dengan berbagai versi. Menurut Penginjil Markus, Matius dan Lukas, Simon dipanggil sewaktu bekerja di danau Genesaret (Mrk 1:16- 20; Mat 4:18-22; Luk 5:1-il). Sedangkan Penginjil Yohanes melaporkan panggilan Simon Petrus berkaitan dengan kegiatan Yohanes Pembaptis dan Andreas yang mempertemukannya dengan Yesus (Yoh 1:35-42).
Peran Simon Petrus yang sangat menentukan terjadi di Kaisarea Filipi saat Yesus bertanya kepada para murid: “Apa katamu, siapakah Aku ini?” Simon mewakili para murid menjawab dengan keyakinannya: “Engkau adalah Mesias!” (Mrk 8:27-33 // Mat 16:13-18 // Luk 9:18-21). Menurut Penginjil Matius, kepada Simon Petrus itu Yesus berkata: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga ... Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga” (Mat 6:17-19).
Sejak awal Simon Petrus sudah menjadi juru bicara bagi para murid Yesus (bdk. Luk 5:1-11). Di antara kedua belas murid, yang menjadi pengikut setia Yesus dan inti pembentukan umat Israel baru, Simon Petrus berada di tempat pertama (Mat 10:1-4; Mrk 3:13-19; Luk 6:12-16). Posisi pertama Simon Petrus juga tampak dalam kelompok kecil, tiga murid pilihan yang menyertai Yesus, sewaktu Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus (Mrk 5:37), Yesus berubah rupa di gunung Tabor (Mrk 9:2) dan Yesus berdoa di taman Getsemani (Mrk 14:33).
Yesus juga memilih Simon Petrus untuk memancing ikan dan dengan dirham yang ditemukan dalam mulut ikan itu ia harus membayar bea Bait Allah. Kisahnya demikian: “Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu? Jawabnya: Memang membayar. Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: Apakah pendapatmu, Simon? Dan siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dan rakyatnya atau dan orang asing? Jawab Petrus: Dan orang asing! Maka kata Yesus kepadanya: Jadi bebaslah rakyatnya. Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga” (Mat 17:24-27).
Sementara itu sikap pemberani dan penyerahan Simon Petrus kepada Yesus begitu nyata dalam banyak tindakannya. Pada waktu Perjamuan Malam Terakhir, Simon Petrus menyatakan kesiapannya untuk memberikan nyawanya: “Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau” (Luk 22:33). Ketika Yesus mengatakan bahwa satu dan murid-murid-Nya akan mengkhianati-Nya, Simon Petrus meminta Yohanes menanyakan siapa orangnya (Yoh 13:21-26) dan ia berjanji akan setia tanpa syarat sampai mati: “Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu” (Yoh 13:37). Lagi katanya: “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak” (Mat 26:33); “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau” (Mrk 14:31).
Sebelum peristiwa itu, sewaktu banyak murid-murid mengundurkan diri, Simon Petrus mewakili kedua belas murid berkata: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (Yoh 6:68-69). Pada waktu Yesus mau ditangkap oleh para prajurit hanya Simon Petrus yang berani melawan dengan menghunus pedang dan memutuskan telinga kanan Malkhus (Yoh 18:10 // Mat 26:51 // Mrk 14:47 // Luk 22:50). Ketika murid-murid Yesus lari meninggalkan-Nya, Simon Petrus mengikuti dari jauh sampai ke dalam halaman Imam Besar dan di situ ia duduk di antara pengawal-pengawal sambil berdiang dekat api (Mrk 14:54/! Mat 26:58/! Luk 22:54- 551/ Yoh 18:15-16).
Di sisi lain, kenyataan bahwa Simon Petrus juga orang yang lemah tampak dalam berbagai kesempatan. Yesus dengan tegas mengingatkannya: “Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali” (Yoh 13:38; 18:17-18, 25-27 // Mat 26:34, 69-75 // Mrk 14:30, 66-72 // Luk 22:34, 56-60). Waktu bersama dengan Yakobus dan Yohanes tertidur di taman Getsemani pun Yesus mengingatkan Simon Petrus: “Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mrk 14:37-38 /1 Mat 26:40-41 II Luk 22:46).
Meski demikian Simon Petrus itulah, yang bersama dengan murid yang dikasihi Yesus, berlari-lari ke kubur dan masuk ke dalamnya ketika Yesus bangkit (Yoh 20:1-10) dan kedua murid dari Emaus bersaksi: “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan teIah menampakkan diri kepada Simon” (Luk 24:34). Penampakan itu terjadi di Danau Tiberias waktu Simon Petrus dan murid-murid lainnya pergi menjala ikan (Yoh 21:1-15) dan Yesus menguji kesetiaan Simon Petrus sampai tiga kali: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” (Yoh 21:15-17). Simon Petrus menjawab dengan tegas: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa Aku mengasihi Engkau,” sehingga Yesus menugaskannya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku,”
Kuasa Simon Petrus untuk menggembalakan domba-domba didasarkan pada kasihnya kepada Yesus yang bangkit. Kasih kepada Yesus itu penting, sebab domba-domba yang harus ia gembalakan bukan miliknya sendiri, melainkan milik Yesus. Karena itu ia akan mengalami penderitaan dan kematian demi kemuliaan Allah: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki. Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah” (Yoh 21:18-19).
Karya Kerasulan
Sesudah kenaikan Yesus ke surga, sambil menantikan datangnya Roh Kudus, Simon Petrus mengumpulkan para murid Yesus dan bersama-sama memilih Matias untuk menggantikan tempat lowong yang ditinggalkan Yudas Iskariot (Kis 1:12- 26). Pada hari Pentakosta, Simon Petrus berkhotbah untuk pertama kalinya bahwa Yesus adalah Mesias terjanji: “Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kis 2:36).
Selanjutnya bersama Yohanes, Simon Petrus berkhotbah di Serambi Bait Allah dan di hadapan Mahkamah Agama, dan ia pun menyembuhkan orang lumpuh dengan kuasa Yesus (Kis 3:1-4:22) dan membuat berbagai mukjizat (Kis 5:1-16; 9:32- 43). Bersama dengan kesebelas rasul lainnya, Simon Petrus memilih ketujuh diakon untuk melayani orang-orang miskin (Kis 6:1-7). Bersama Yohanes, Simon Petrus pergi ke Samaria untuk meminta turunnya Roh Kudus atas orang-orang percaya dan menobatkan Simon si tukang sihir (Kis 8:14-24). Lalu ia menobatkan perwira Kornelius, seorang kafir di Kaisarea, dan mempertanggungjawabkan baptisan itu kepada orang-orang percaya di Yerusalem (Kis 10:1-11:18). Dalam Sidang di Yerusalem, ia juga menegaskan bahwa orang-orang kafir yang percaya dan dibaptis dalam nama Yesus tidak perlu mengambil alih seluruh hukum Yahudi (Kis 15:1-11).
Dari kesaksian Paulus dalam Gal 2:7-8, Simon Petrus disebut rasul untuk orang-orang bersunat yang di Antiokhia sikapnya ditentang oleh Paulus, “karena sebelum beberapa orang dari kalangan Yakobus datang, ia makan sehidangan dengan saudara-saudara yang tidak bersunat, tetapi setelah mereka datang, ia mengundurkan diri dan menjauhi mereka karena takut akan saudara-saudara yang bersunat dan orang-orang Yahudi yang lain pun turut berlaku munafik dengan dia” (Gal 2:11-13).
Tentang sunat dan tidak sunat itulah yang menjadi problem jemaat di Antiokhia, sebab menurut beberapa orang Yahudi, “orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa” (Kis 15:5), sebab “jikalau tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, tidak dapat diselamatkan” (Kis 15:1).
Maka, dalam Sidang di Yerusalem Simon Petrus berbicara dengan tegas: “Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya. Dan Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendakNya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita, dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman. Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga” (Kis 15:7-11).
Yerusalem adalah tempat Simon Petrus berkarya hingga terjadi pengejaran terhadap orang-orang percaya oleh Herodes Agrippa (41-44), yang bersama dengan Yakobus anak Zebedeus, ia dipenjarakan. Sejak saat itu sekitar tahun 42/43 ia dijauhkan dari Yerusalem dan tahun 49 tinggal di Antiokhia Siria.
Menurut Surat Pertama Clement bab 5 dan penemuan arkeologis di bawah Basilika St. Petrus, Simon Petrus sampai di Roma sebelum tahun 67. Surat Pertama Petrus ditulis di Roma sebelum tahun 64, sebelum penganiayaan terhadap orang-orang Kristen dilancarkan oleh Kaisar Nero. Eusebius memperkirakan bahwa Simon Petrus mati sebagai martir di Roma tahun 68 dalam pemerintahan Kaisar Nero. Gereja Katolik Roma menurut otoritas Paus sampai pada Simon Petrus diduga karena Simon Petrus adalah uskup Roma pada waktu ia meninggal.
Tertulianus dan Origenes menulis bahwa Simon Petrus dihukum mati dengan disalibkan dan posisi kepala di bawah, di taman Kaisar Nero, tepatnya di kompleks Vatikan sekarang dan dikuburkan dekat kaki bukit Vatikan.
Konon, ketika Kaisar Valerianus mulai menganiaya orang-orang Kristen pada tahun 258, tulang-tulang Simon Petrus disimpan di makam Jl. Apius. Lalu dikembalikan ke kubur semula dan sekitar tahun 352 Kaisar Konstantinus mendirikan sebuah basilika di kaki bukit Vatikan itu, yang pada abad ke-16 diberi nama Basilika St. Petrus.
Pada awal tahun 1960-an para arkeolog Vatikan mengadakan penggalian di bawah Basilika St. Petrus dan menemukan sebuah kuburan Romawi dari abad pertama, dengan sebuah makam yang digali secara tergesa-gesa, yang mungkin adalah makam Simon Petrus.
Tempat-tempat khusus penghormatan kepada Simon Petrus adalah: Basilika St. Petrus di Roma, tempat dikuburkan jenazahnya; Gereja Quo Vadis di Via Appia; Penjara Mamertine, tempat ia dipenjarakan di Roma; Gereja St. Petrus di Grado dekat Pisa di mulut sungai Arno, tempat ia pertama kali mendarat di Roma. Gereja Petrus Galicantu di Yerusalem, tempat ia menyangkal Yesus; Gereja St. Petrus di Kapernaum yang dibangun di atas rumah tinggalnya. Pestanya dirayakan bersama dengan Paulus setiap tanggal 29 Juni.
Catatan:
Meskipun penulis Surat Kedua Petrus memperkenalkan dirinya bernama Petrus (2 Ptr 1:1), namun itu bukanlah suatu bukti kalau surat itu ditulis oleh Simon Petrus. Banyak ahli berpendapat bahwa surat itu ditulis baru sekitar tahun 125 untuk jemaat yang terancam ajaran bidaah.
Refleksi dan Aksi
Simon Petrus adalah orang yang realistis, yang tampil apa adanya dengan penuh percaya diri. Ia tipe orang yang polos, yang bertindak tanpa banyak kompromi dan manipulasi. Karena itu sesudah sesumbar mau ikut dan cinta Yesus sampai mati, tiba-tiba bisa ingkar janji sebab berhadapan dengan ancaman yang membahayakan keselamatan dirinya. Demi guru-Nya ia melawan musuh dengan pedang, tetapi guru-Nya itu juga yang ia sangkal karena takut mati. Namun spirit Yesus Sang Guru telah menjiwai dan menggerakkan seluruh hidupnya menjadi murid sejati. Ia mati-matian mewartakan Yesus Kristus sampai benar-benar mati sebagai martir.
Siapa dan apa yang kita wartakan? Mengapa kita pun sering hanya mau enaknya dan menyingkir dari beban tanggung jawabnya. Ikut Yesus berarti ikut jalan salib-Nya. Karena itu kalau takut mati karena Kristus, seharusnya kita hidup demi Kristus. Mau hidup untuk apa kita sekarang?
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Gereja Petrus Callicantu
Cium pengkhianatan Yudas Iskariot menjelang tengah malam itu telah menghantar Yesus ke hadapan pengadilan Mahkamah Agama. Para prajurit menangkap-Nya, membelenggu dan membawa-Nya ke rumah Imam Besar, Yusuf alias Kayafas, di mana di situ telah berkumpul imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua (Mat 26:57-68).
Sementara Yesus diadili oleh Mahkamah Agama, di luar rumah Petrus bergabung dengan orang-orang yang berdiang di halaman. Saat itulah tiga kali ia menyangkal Yesus sebelum ayam berkokok: “Aku tidak kenal orang itu” (Mat 26:69-75). Karena itu di tempat bekas rumah Kayafas itu dibangun sebuah gereja dengan nama Petrus Gallicantu, yang artinya “Petrus Kokok Ayam”.
Gereja itu awalnya berupa gereja Bizantin yang didirikan pada abad ke-4 untuk mengenang air mata Petrus yang menetes di tempat itu setelah sadar akan penyangkalannya. Namun gereja itu dihancurkan oleh pasukan Persia tahun 614 dan baru pada abad ke-12 dibangun lagi oleh para pejuang Perang Salib dengan nama Gereja Petrus Gallicantu. Di gereja itu terdapat sebuah penjara dari abad pertama dengan tiang batu berlubang yang diduga untuk memasung para tahanan. Ada pula satu ruangan yang disebut penjara Kristus, sebab di tempat itu dahulu Yesus diadili dan dipenjarakan sebelum dihadapkan kepada Pontius Pilatus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar