Ads 468x60px

PESAN BAPA SUCI FRANSISKUS UNTUK HARI KOMUNIKASI SEDUNIA KE-52



SEBUAH RINGKASAN:
PESAN BAPA SUCI FRANSISKUS
UNTUK HARI KOMUNIKASI SEDUNIA KE-52:
“Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu” (Yoh 8:32): "Berita bohong vs Jurnalisme Damai”
Mengingat dampak perpecahan yang disebabkan oleh berita palsu, Paus Fransiskus menekankan pentingnya menyampaikan pesan kebenaran dan itu dituangkan dalam pesan Hari Komunikasi Sedunia ke-52.
Pesan itu menekankan perlunya mempelajari sebab dan akibat dari informasi yang tidak benar dan mempromosikan jurnalistik yang profesional, yang selalu mencari kebenaran dan sehingga tercipta perdamaian dan pemahaman di dunia, demikian pesan yang disampaikan paus melalui Sekretarian Komunikasi Vatikan.
“Kebenaran akan membebaskan: berita bohong atau jurnalisme damai” akan menjadi tema perayaan Hari Komunikasi Sedunia tahun 2018. Tema hari komunikasi itu diumumkan setiap tanggal 29 September, pesta malaikat agung Mikael, Gabriel dan Rafael.
Tema yang dipilih Paus Fransiskus terkait dengan ‘fake news’ atau berita bohong, yakni penyebaran informasi tidak benar yang menyuburkan polarisasi pendapat yang kuat dalam masyarakat. “Seringkali mencakup pemalsuan fakta, yang mempengaruhi sikap pada tingkat individu dan kolektif."
Dengan adanya begitu banyak pemain kunci dalam dunia media sosial, internet dan politik mulai mengalami fenomena ini, dan gereja juga ingin memberikan kontribusi positif.
Pesan paus untuk hari komunikasi dunia tersebut akan mengusulkan “refleksi atas penyebab dan konsekuensi logis dan kesalahan informasi di media dan mencoba untuk membantu mempromosikan jurnalisme profesional yang selalu mencari kebenaran, menekankan jurnalisme damai yang mempromosikan saling pengertian antara sesama manusia.
Kebanyakan keuskupan di seluruh dunia merayakan Hari Komunikasi Sedunia pada 13 Mei 2018, persis peringatan Maria Fatima. Vatikan sendiri sudah mengeluarkan pesan paus untuk tujuan tersebut pada 24 Januari lalu, saat pesta St Fransiskus de Sales, pelindung para jurnalis & penulis.
A.
Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian
KOMUNIKASI adalah bagian dari rencana Allah bagi kita dan jalan utama untuk menjalin persahabatan.
Namun apabila kita begitu saja menuruti hasrat pribadi serta kebanggaan pada diri, maka kita dapat merusak cara kita memanfaatkan kemampuan berkomunikasi. Hal ini dapat dilihat sejak awal sejarah, dalam dua kisah alkitabiah tentang Kain dan Habel serta Menara Babel (bdk. Kej 4:4-16; 11:1-9).
Kemampuan untuk memelintir kebenaran merupakan fenomena yang melekat pada kemanusiaan kita, baik pribadi maupun masyarakat.
Saat ini, dalam dunia komunikasi serta sistem digital yang sedemikian cepat berubah, kita menyaksikan penyebaran dari apa yang dikenal sebagai “berita bohong” (fake news).
Kenyataan ini mengundang kita berefleksi dan mengangkat tema: Komunikasi Sosial demi Pelayanan Kebenaran, untuk memberikan dukungan pada komitmen kita bersama untuk membendung penyebaran berita bohong, serta mengangkat keluhuran martabat jurnalisme dan tanggungjawab pribadi para jurnalis untuk menyampaikan kebenaran.
B.
Apa yang “palsu” tentang Berita Palsu?
Wacana “berita palsu” telah menjadi objek diskusi dan debat yang sengit. Umumnya berita palsu mengacu pada penyebaran informasi sesat secara daring (online) atau melalui media tradisional.
Berita palsu terkait dengan informasi palsu tanpa berdasarkan data atau memutar balik data dengan tujuan menipu dan mencurangi baik pembaca maupun pemirsa atau pendengar. Penyebaran berita palsu dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, memengaruhi keputusan-keputusan politik, dan melayani kepentingan-kepentingan ekonomi.
Berita palsu itu bisa efektif, terutama karena mampu mengelabui seolah-oleh berita yang benar dan masuk akal. Kedua, berita palsu, namun meyakinkan ini, amat cerdik serta mampu menarik perhatian, dengan memunculkan hal-hal stereotipe dan apa yang menjadi objek keingintahuan umum, serta mengeksploitasi emosi-emosi sesaat seperti kecemasan, rasa terhina, kemarahan dan frustrasi.
Kemampuan untuk menyebarkan berita palsu semacam itu sering kali ditopang oleh kemampuan memanfaatkan, dengan manipulasi, pelbagai jejaring sosial dan cara kerjanya. Cerita-cerita yang tidak benar dapat menyebar begitu cepat, sehingga bantahan-bantahan dari pihak berwenang sekalipun gagal membendung dampak negatif yang ditimbulkannya.
Akibatnya, berita palsu itu menyeret orang menjadi kaki-tangan untuk meneruskan penyebaran gagasan tak berdasar dan bias. Tragedi dari informasi sesat ialah pendiskreditan pihak-pihak lain, menampilkan mereka sebagai musuh, dengan tujuan menjadikan mereka sasaran kebencian dan mengobarkan konflik. Berita bohong adalah wujud dari sikap intoleran dan hipersensitif, yang hanya akan mengarah kepada penyebaran arogansi dan kebencian. Itulah capaian akhir dari kebohongan.
C.
Bagaimana Kita Dapat Mengenali Berita Palsu?
Kita semua tanpa kecuali bertanggungjawab menangkal berita palsu. Ini bukan tugas gampang, karena informasi sesat berakar pada retorika menyesatkan yang dengan sengaja dibuat sedemikian ringkas dan kadang-kadang memanfaatkan mekanisme psikologis yang mengelabui.
Kita patut menghargai aneka prakarsa kelembagaan dan hukum yang bertujuan mengembangkan regulasi untuk mengendalikan fenomena tersebut, demikian juga upaya yang sedang dilakukan pelbagai perusahaan teknologi dan media untuk menemukan kriteria pembuktian identitas pribadi yang tersembunyi di baik jutaan profil digital.
Namun upaya mencegah dan mengidentifikasi cara informasi sesat bekerja, juga memerlukan proses discerment mendalam dan seksama. Kita perlu membuka kedok dari apa yang dapat disebut “taktik ular” yang dipakai oleh mereka yang menyamarkan diri agar dapat menyerang pada setiap waktu dan tempat.
Inilah strategi yang digunakan oleh “ular licik” dalam Kitab Kejadian, yang pada awal umat manusia, menciptakan berita bohong yang pertama. (bdk. Kej 3:1-15). Itulah awal sejarah tragis dosa manusia, dosa pembunuhan yang dilakukan kakak-beradik yang pertama (bdk. Kej 4) dan dari situ terus muncul kejahatan lain yang tak terhitung banyaknya, yang melawan Tuhan, sesama, masyarakat dan ciptaan. Strategi dari “bapa segala dusta” yang cerdik ini (Yoh 8:44) meniru bentuk rayuan licik dan jahat yang merasuk ke dalam hati dengan argumen-argumen palsu dan memikat.
Episode alkitabiah ini menjelaskan suatu unsur hakiki dari refleksi kita, yaitu tidak ada informasi sesat yang tidak berbahaya; sebaliknya, mempercayai kepalsuan dapat mendatangkan akibat-akibat yang sangat buruk. Bahkan suatu penyimpangan yang nampaknya kecil pun dapat menyebabkan akibat-akibat berbahaya.
Penyebab semua ini adalah keserakahan kita. Berita palsu sering kali menjadi viral, menyebar dengan sangat cepat sehingga sulit dihentikan, bukan karena dorongan untuk berbagi yang memang mengilhami media sosial, melainkan karena berita palsu itu merangsang keserakahan yang tak pernah terpuaskan, yang dapat muncul dengan begitu mudah dalam diri manusia.
Tujuan ekonomis dan manipulatif yang memacu informasi sesat berakar pada kehausan akan kekuasaan, hasrat untuk memiliki dan menikmati, yang pada akhirnya menyebabkan korban penipuan yang lebih tragis, yakni tipu-daya si jahat yang bergerak dari satu kepalsuan ke kepalsuan lainnya untuk mencabut kita dari kebebasan batiniah kita.
Itulah mengapa pendidikan tentang kebenaran berarti mengajar orang untuk melakukan disermen, mengevaluasi, dan memahami hasrat dan kecenderungan kita yang paling dalam, sebab jika tidak demikian maka kita akan kehilangan wawasan tentang apa yang baik dan menyerah pada setiap godaan.
D.
“Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu” (Yoh 8:32)
Pencemaran terus-menerus oleh bahasa bohong dapat berakhir pada semakin gelapnya kehidupan batin kita.
Pengamatan Dostoevsky menjelaskan hal itu: “Orang-orang yang menipu diri dan mempercayai tipuannya sendiri akan sampai pada suatu titik, di mana mereka tidak dapat lagi mengenal kebenaran di dalam diri mereka, atau di sekitar mereka, dan dengan demikian mereka kehilangan rasa hormat terhadap diri mereka sendiri dan terhadap orang lain.
Dan ketika mereka tidak lagi memiliki rasa hormat pada diri mereka sendiri, mereka akan berhenti mencintai, dan kemudian untuk menyibukkan diri dan mengalihkan perhatian dari diri mereka yang tanpa kasih, mereka mengumbar berbagai nafsu dan kenikmatan badani, serta tenggelam dalam ketamakan yang meyerupai binatang, dalam kebiasaan untuk terus menerus berbohong kepada sesama dan diri mereka sendiri”. (The Brothers Karamazov, II, 2).
Lalu, bagaimana kita dapat mempertahankan diri dari kebohongan? Penangkal paling jitu terhadap virus kepalsuan adalah pemurnian oleh kebenaran. Dalam Kekristenan, kebenaran bukan melulu suatu realitas konseptual yang berhubungan dengan bagaimana kita menilai segala sesuatu, menentukan sesuatu benar atau salah.
Kebenaran itu tidak sekadar mengungkapkan hal-hal yang tersembunyi, “menyingkap kenyataan”, sebagaimana kebenaran diartikan dalam istilah Yunani kuno yaitu aletheia (dari kata a-lethès, “tidak tersembunyi”).
Kebenaran mencakup keseluruhan hidup kita. Dalam Alkitab, kebenaran mengandung makna dukungan, soliditas dan kepercayaan, seperti yang tersirat oleh akar kata ‘aman,’ asal-usul kata ‘amin’ dalam liturgi kita. Kebenaran adalah sesuatu ke mana anda dapat bersandar agar tidak jatuh.
Bebas dari kepalsuan dan mencari relasi, merupakan dua unsur yang tidak boleh hilang dari kata dan perbuatan kita, agar kata dan sikap kita benar, otentik dan dapat dipercaya. Untuk mengenal kebenaran, kita perlu mengenal segala sesuatu yang mendorong terbentuknya persekutuan dan yang memajukan kebaikan, serta membedakannya dari apa pun yang cenderung mengasingkan, memecah belah, dan menentang.
Kita bisa mengenal kebenaran setiap pernyataan dari buahnya: apakah pernyataan itu memicu pertengkaran, menimbulkan perpecahan, mendorong pengunduran diri; atau sebaliknya, pernyataan itu mengembangkan refleksi yang matang dan berlandas pada informasi benar yang mengarah kepada dialog konstruktif dengan hasil-hasil yang bermanfaat.
E.
Perdamaian adalah Berita yang Sebenarnya.
Penangkal terbaik melawan kebohongan bukan strategi, melainkan masyarakat: masyarakat yang tidak serakah tetapi bersedia mendengarkan, masyarakat yang berikhtiar melakukan dialog tulus agar kebenaran dapat tersingkap: masyarakat yang tertarik oleh kebaikan dan bertanggung jawab atas cara bagaimana memanfaatkan bahasa.
Jika tanggung jawab adalah jawaban terhadap penyebaran berita bohong, maka tanggung jawab berat itu berada di pundak orang-orang yang tugasnya memberikan informasi, yaitu para wartawan, pengawal berita. Di dunia sekarang ini, tugas mereka adalah memberikan informasi bukan sekadar sebagai suatu pekerjaan.
Tugas itu adalah sebuah misi, perutusan. Di tengah hiruk pikuk dan hingar-bingar kesibukan menyampaikan berita pertama serta tercepat, para jurnalis mesti ingat bahwa intisari informasi bukanlah kecepatan menyampaikan atau dampaknya pada para audiens, melainkan orang perorangan. Memberikan informasi kepada orang lain berarti membentuk mereka; itu berarti ada hubungannya dengan kehidupan orang lain.
Itulah alasannya mengapa menjamin keakuratan sumber dan melindungi komunikasi adalah sarana riil untuk memajukan kebaikan, membangkitkan kepercayaan, dan membuka jalan menuju persekutuan dan perdamaian.
Maka, saya ingin mengajak semua orang untuk memajukan jurnalisme perdamaian. Jurnalisme perdamaian tidak dimaksudkan sebagai jurnalisme “pemanis rasa” yang menolak mengakui adanya masalah-masalah serius atau jurnalisme yang bernada sentimentalisme.
Sebaliknya, jurnalisme perdamaian adalah suatu jurnalisme yang jujur ​​dan menentang kepalsuan, slogan-slogan retoris, dan pokok berita yang sensasional. Sebuah jurnalisme yang diciptakan oleh masyarakat untuk masyarakat, yang melayani semua orang, terutama mereka – dan mereka adalah mayoritas di tengah dunia kita – mereka yang tidak bersuara. Sebuah jurnalisme yang tidak terpusat pada breaking news (berita sela) tetapi menelisik sebab-sebab yang mendasari konflik, guna memajukan pemahaman yang lebih mendalam dan memberi sumbangan bagi jalan keluar dengan memulai suatu proses yang baik. Sebuah jurnalisme yang berkomitmen untuk menunjukkan beragam alternatif terhadap meningkatnya keributan dan kekerasan verbal.
Marilah Berdoa:
Tuhan, jadikanlah kami alat damai-Mu.
Bantulah kami mengenali kejahatan yang tersembunyi dalam suatu komunikasi yang tidak membangun persekutuan.
Bantulah kami untuk membuang racun dari berbagai penilaian kami.
Bantulah kami untuk berbicara tentang orang lain sebagai saudara dan saudari kami.
Dikaulah yang setia dan dapat diandalkan; semoga perkataan kami menjadi benih kebaikan bagi dunia:
di mana ada teriakan, biarkanlah kami berlatih mendengarkan;
di mana ada kebingungan, biarkanlah kami mengilhami keselarasan;
di mana ada ketidakjelasan, biarkanlah kami membawa kejelasan;
di mana ada pengucilan, biarkanlah kami memberi solidaritas;
di mana ada kegemparan, biarkanlah kami memakai ketenangan;
di mana ada kedangkalan, biarkanlah kami mengajukan persoalan-persoalan nyata;
di mana ada prasangka, biarkanlah kami membangkitkan kepercayaan;
di mana ada permusuhan, biarkanlah kami membawa rasa hormat;
di mana ada kepalsuan, biarkanlah kami membawa kebenaran.
Amin.
NB:
1. Apa itu Hari Komunikasi Sedunia (HKS) ?
Hari Komunikasi Sedunia ditetapkan oleh Paus Paulus VI sebagai sebuah perayaan tahunan yang mendorong kita untuk merenungkan peluang-peluang dan tantangan-tantangan yang dihasilkan oleh sarana komunikasi modern untuk mengkomunikasikan pesan Injil.
2. Sejak kapan HKS (Komunikasi Sedunia) ditetapkan?
Perayaan HKS berasal dari anjuran Konsili Vatikan II. Kesadaran ini terungkap dalam pernyataan pembukaan konstitusi pastoral Gaudium et Spes tentang “Gereja dalam Dunia Modern”, yang mengatakan “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga”.
3. Apa nama dekrit Konsili Vatikan II yang membahas secara khusus tentang pastoral komunikasi?
Inter Mirifica, dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial. Dekrit ini diterbitkan di Roma pada 4 Desember 1963.
4. Kapan Bapa Suci mengeluarkan pesan HKS (Hari Komunikasi Sedunia) ?
Pada peringatan wajib St. Fransiskus de Sales, pelindung Komsos.Tanggal 24 Januari.
5. Kapan Gereja Katolik merayakan HKS (Hari Komunikasi Sedunia) setiap tahun?
Hari Minggu setelah Hari Raya Kenaikan, yaitu pada Minggu Paskah VII.
6. Untuk tahun 2018, pada tanggal berapa Gereja Katolik merayakan HKS (Hari Komunikasi Sedunia) ?
Tanggal 13 Mei 2018.
7. Apa tema HKS (Hari Komunikasi Sedunia) 2018?
“Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu” (Yoh 8:32)
8. Apa tema HKS sebelumnya?
2017: “Jangan Takut, Aku Besertamu”: Komunikasikan Harapan dan Iman (Yes 43:5).
A.
Tujuan pilihan tema ini adalah suatu ajakan untuk memaparkan dan menyapa sejarah dunia dan kisah-kisah laki-laki dan perempuan menurut logika “Injil Yesus Kristus” yang mengingatkan bahwa Allah tidak pernah berhenti menjadi seorang Bapa bagi anak- anak-Nya dalam situasi apapun yang menyangkut hidup manusia.
B.
Beberapa kata-kata utama dalam tema HKS (Hari Komunikasi Sedunia) 2017.
Kesadaran akan “kepercayaan dan pengharapan”: “Jangan takut” karena solidaritas Allah Bapa dalam Yesus Kristus sebagai Terang dan Hidup menghalau kecurigaan, kecemasan sertaketakutan.
C.
Mengapa “jangan takut” melakukan komunikasi?
Dalam keadaan dunia yang tidak pasti, Yesus Kristus tetap menulis sejarah keselamatan, yaitu kehadiran Kerajaan Allah.Komunikasi sosial merupakan bagian utuh dari komunikasi iman dalam mengembangkan perjumpaan manusiawi yang bermartabat anak-anak Allah.Para murid Yesus Kristus mendapat panggilan dan perutusan untuk mengupayakan keselarasan dan keseimbangan hidup di dunia ini.
D.
Siapakah sasaran utama dari tema tersebut?
Para murid Kristus dan semua yang berkehendak baik: komunikasikan kepercayaan dan pengharapan. Generasi muda yang lahir dalam kemajuan teknologi komunikasi sebagai penggiat dalam media sosial, harus belajar bagaimana mengembangkan kepercayaan dan pengharapan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi. Para pelaku dalam dunia komunikasi perlu waspada, agar pesannya menjadi daya konstruktif bersama untuk memelihara persatuan dan kesatuan dalam suatu peradaban yang menghormati serta menghargai martabat manusiawi, yang sejatinya berada dalam perbedaan: layanan media sosial harusmemperkuat persahabatan dan persaudaraan.
9.
Manakah dasar Kristiani dalam komunikasi sosial?
Allah Bapa membangun komunikasi dengan umat manusia di dalam Yesus Kristus.Siapa melakukan komunikasi menurut teladan Yesus Kristus berada dalam jalinan komunikasi dengan Allah, sumber kebenaran dan hidup. Injili Yesus Kristus harus menjadi kaidah dasar dalam melakukan komunikasi sosial: politik, sosial, ekonomi dan budaya.
10. Bagaimana tanggapan tema HKS (Hari Komunikasi Sedunia) terhadap teknologi komunikasi?
Kemajuan teknologi komunikasi di dunia adalah anugerah Tuhan bagi umat manusia.Teknologi komunikasi mudah-mudahan menjadi sarana untuk mempersatukan semua orang dalam lingkungan hidup yang selaras. Kemajuan teknologi komunikasi harus mengembangkan jalinan hidup berdasarkan martabat manusiawi yang sama dan setara. Keterjangkauan semua orang pada media komunikasi mudah-mudahan menyuburkan dan memperkaya keadilan dan perdamaian dalam rumah kita bersama.
11. Manakah hubungan tema HKS (Hari Komunikasi Sedunia) dengan ketidakpedulian global?
Kepercayaan dan pengharapan akan kehadiran Tuhan dalam perjalanan bersama mengajak kita untuk peduli timbal balik dalam membangun kesejahteraan dan kebaikan bersama. Di tengah terjangan perubahan kemajuan teknologi dengan dampak-dampaknya, persekutuan gereja perlu mencermati perkembangan global tentang kecurigaan, kecemasan, dan ketakutan dalam perjalanan sejarah manusia.
12. Di manakah tema HKS (Hari Komunikasi Sedunia) harus diperdalam dan dipraktekkan?
Di dalam persekutuan gerejawi setempat: KUB, Kapela, Stasi dan Paroki; terutama di dalam keluarga dan sekolah. Para pelaku industri teknologi komunikasi tidak hanya punya kacamata “keuntungan material”, tetapi bagaimana menghadirkan kemajuan teknologi untuk menjalin hubungan yang penuh persaudaraan dan persahabatan: suatu bentuk perjumpaan yang mengembangkan peradaban kasih.
13. Apakah yang diharapkan dari perayaan HKS (Hari Komunikasi Sedunia) ?
Persekutuan gerejawi kita belajar dari Yesus, bagaimana membangun komunikasi sosial dalam perjalanan hidup bersama.Kehadiran umat Katolik menjadi saksi hidup dari komunikasi kebaikan Tuhan di dalam masyarakat majemuk.Hasilnya harus menjadi bagian utuh dari kisah sejarah yang berkelanjutan secara manusiawi dalam kepercayaan dan pengharapan.Yang utama adalah bagaimana kita tumbuh berkembang dalam kemerdekaan anak-anak Allah dengan menggunakan media sosial.
14. Bagaimana upaya pendidikan dalam komunikasi sosial?
Pendidikan komunikasi sosial pertama-tama berasal dari hidup rumah tangga sebagai Gereja rumah tangga.Dengan belajar membangun disiplin hidup, persekutuan gerejawi kita mampu menjadi bentara-bentara Injil Yesus Kristus dalam dunia yang cepat berubah.Perubahan sosial yang cepat mendesak persekutuan gereja untuk memberdayakan diri dalam menjalin relasi sesama yang menghasilkan persaudaraan dan persahabatan.
15. Kacamata manakah yang perlu dipakai oleh umat Kristiani dalam memandang realitas dunia ini?
Persekutuan para murid Yesus Kristus mempunyai kacamata khusus, yaitu Injil Yesus Kristus. Dengan belajar dari gaya berkomunikasi Yesus, kita berkembang sebagai saksi-saksi dari gaya komunikasi yang menumbuhkan kepercayaan antar sesama dan menggerakkan perjalanan bersama dalam bingkai Kerajaan Allah. Keadaan seputar dunia kita perlu mendapatkan pendekatan dalam semangat injili, agar kita mampu menghadirkan nuansa baru dalam perjuangan kita demi memperbesar kebaikan dan kesejahteraan bersama, karena di dalam Kristus, kita menemukan kekuatan perjumpaan di tengah kelemahan dan kerapuhan manusiawi.
16. Apa himbauan Sri Paus Fransiskus kepada para pelaku sosial media?
Paus Fransiskus mendorong para pelaku sosial media (wartawan, industri alat komunikasi, dan penanggung jawab media) untuk menawarkan ‘berita-berita baik’ sebagai bagian utuh dari kisah sejarah yang membangun jalinan antara manusia, yaitu budaya hidup rukun demi kebaikan bersama. Berita-berita yang agak negatif perlu ditempatkan pada bingkai keadilan dan perdamaian dalam upaya membangun dunia secara konstruktif.
17. Bagaimana kekuatan kacamata Injil Yesus Kristus?
Gaya Yesus berkomunikasi adalah berjumpa dengan sesama yang memiliki kebebasan untuk menerima pesan dalam rasa syukur.Oleh karena itu, Yesus sering menggunakan perumpamaan dalam menyampaikan pengajaran, agar para pendengar-Nya mendapat kesempatan untuk mencermati dan mengadakan pilihan yang tepat bagi pemikiran dan praktek hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar