Ads 468x60px

Minggu, 27 Mei 2018



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 27 Mei 2018
Hari Raya Tritunggal Mahakudus
Ulangan (4:32-34.39-40)
(Mzm 33:4-5.6.9.18-19.20.22)
Roma (8:14-17)
Matius (28:16-20)
"Credo ut inteligam - Aku percaya supaya mengerti".
Inilah salah satu kalimat St. Agustinus yang mendasari pentingnya keberimanan dalam keseharian.
Dengan kata lain:
Semakin kita percaya kepadaNya, semakin Ia berkenan mewahyukan diri dan menyingkapkan misteriNya kepada kita. Salah satu misteriNya adalah "Tritunggal MahaKudus" yang kita kenangkan hari ini, sepekan setelah Pentakosta (turunnya Roh Kudus atas Gereja).
Misteri "Tritunggal/Trinitas" yang mengajak kita untuk selalu "TRI-malah dalam iman-bergan-TUNGlah pada Tuhan dan tang-GALkanlah kegelapan" semakin membuat kita untuk benar-benar percaya akan Allah yang esa, akan penyelenggaraan ilahi sebagai Bapa yang menciptakan, Putra yang menyelamatkan dan Roh Kudus yang menyertakan.
Iman akan Tritunggal ini memang merupakan misteri yang mahaagung dan tidak mudah bahkan tidak mungkin kita mengerti sepenuhNya.
Jelasnya, meski kita merasa mengenal, mengerti dan memahami Tuhan tapi yang lebih penting sebenarnya adalah percaya utuh pada penyelenggaraan kasihNya.
Demikianlah, Allah Tritunggal, "Bapa, Putera dan Roh Kudus" merupakan satu Allah dalam tiga pribadi yang sama.
Ya, karena cinta kasihNya, Ia berkenan mewahyukan diri di segala zaman: Ia menciptakan-menyelamatkan dan menyertai kita karena tepatlah kata Yesus hari ini: “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yg kekal."
"Dari Tegal ke Sukabumi - Allah Tritunggal tinggallah bersama kami."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
Tiada sesuatu yang serupa dengan Tritunggal; kodrat-Nya satu, tak terceraikan; satu pun daya kegiatan-Nya. (St. Atanasius)
Terpujilah Allah Bapa, Putra Allah yang tunggal, serta Roh Kudus: karena besarlah kasih-Nya bagi kita.
Blest be God the Father; and the Only Begotten Son of God, and also the Holy Spirit, for he has shown us his merciful love.
Benedicta sit Sancta Trinitas, atque indivisa Unitas: confitebimur ei, quia fecit nobiscum misericordiam suam.
====
Tritunggal adalah satu. Kita tidak mengakui tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga Pribadi: "Tritunggal yang sehakikat" (Konsili Konstantinopel II 553: DS 421). Pribadi-pribadi ilahi tidak membagi-bagi ke-Allah-an yang satu itu di antara mereka, tetapi masing-masing dari mereka adalah Allah sepenuhnya dan seluruhnya: "Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa. Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut kodrat" (Sinode Toledo XI 675: DS 530). "Tiap-tiap dari ketiga Pribadi itu merupakan kenyataan itu, yakni substansi, hakikat, atau kodrat ilahi" (K. Lateran IV 1215: DS 804). -- Katekismus Gereja Katolik, 253
B.
Kutipan Teks Misa:
“Dihina karena rupa-Nya namun sesungguhnya Ia dikagumi, [Yesus adalah], Sang Penebus, Penyelamat, Pemberi Damai, Sang Sabda, Ia yang jelas adalah Tuhan yang benar, Ia yang setingkat dengan Allah seluruh alam semesta sebab Ia adalah Putra-Nya.” (ibid., 10:110:1) (St. Klemens dari Alexandria)
Antifon Pembuka
Terpujilah Allah Bapa, Putra Allah yang Tunggal, serta Roh Kudus: karena besarlah kasih-Nya bagi kita.
Blest be God the Father; and the Only Begotten Son of God, and also the Holy Spirit, for he has shown us his merciful love.
Benedicta sit Sancta Trinitas, atque indivisa Unitas: confitebimur ei, quia fecit nobiscum misericordiam suam.
Doa Pembuka
Allah Bapa, dengan mengutus Sabda Kebenaran dan Roh Pengudus ke dalam dunia, Engkau telah mengungkapkan kepada manusia misteri-Mu yang mengagumkan. Semoga dengan iman yang benar kami mengakui kemuliaan Tritunggal yang kekal dan menyembah keesaan-Nya dalam keagungan kuasa-Nya. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dan Roh Kudus, Allah, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Ulangan (4:32-34.39-40)
"Hanya Tuhanlah Allah di langit dan di bumi, tidak ada yang lain!"
Dalam perjalanan di padang gurun Musa berkata kepada bangsa Israel, "Cobalah tanyakan dari ujung langit ke ujung langit, tentang zaman dahulu sebelum engkau ada, sejak saat Allah menciptakan manusia di atas bumi, apakah pernah terjadi sesuatu hal yang demikian besar, atau apakah pernah ada terdengar sesuatu seperti ini? Pernahkah suatu bangsa mendengar suara Allah yang bersabda dari tengah-tengah api, seperti yang kaudengar dan engkau tetap hidup? Atau pernahkah suatu allah mencoba datang untuk mengambil baginya suatu bangsa dari tengah-tengah bangsa yang lain, dengan cobaan, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizat dan peperangan, dengan tangan yang kuat dan lengan yang perkasa, dan dengan kedahsyatan yang besar, seperti yang dilakukan Tuhan, Allahmu, bagimu di Mesir, di depan matamu? Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa Tuhanlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain. Berpeganglah pada ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baiklah keadaanmu dan keadaan anak-anakmu di kemudian hari. Maka engkau akan hidup lama di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu untuk selamanya."
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = g, 2/4, PS 840
Ref. Bahagia kuterikat pada Yahwe. Harapanku pada Allah Tuhanku.
Ayat. (Mzm 33:4-5.6.9.18-19.20.22)
1. Firman Tuhan itu benar, segala sesuatu dikerjakan-Nya dengan kesetiaan. Ia senang pada keadilan dan hukum; bumi penuh dengan kasih setia-Nya.
2. Oleh firman Tuhan langit telah dijadikan, oleh napas dari mulut-Nya diciptakan segala tentara-Nya. Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada.
3. Sungguh, mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takwa, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya. Ia hendak melepaskan jiwa mereka dari maut, dan memelihara hidup mereka pada masa kelaparan.
4. Jiwa kita menanti-nantikan Tuhan, Dialah penolong dan perisai kita. Kasih setia-Mu, ya Tuhan, kiranya menyertai kami, seperti kami berharap kepada-Mu.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di
Roma (8:14-17)
"Kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah; oleh Roh itu kita berseru, ‘Abba, ya Bapa!’"
Saudara-saudara terkasih, semua orang yang dihimpun oleh Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu menerima bukan roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, melainkan Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru, 'Abba, ya Bapa!' Roh itu memberi kesaksian bersama-sama roh kita, bahwa kita ini anak Allah. Dan kalau kita ini anak, berarti kita juga adalah ahli waris, yakni ahli waris Allah sama seperti Kristus. Artinya: jika kita menderita bersama dengan Dia, kita juga akan dipermuliakan bersama dengan Dia.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah
Bait Pengantar Injil, do = f, 4/4, kanon, PS 960
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya.
Ayat. Kemuliaan kepada Bapa dan Putra dan Roh Kudus, kepada Allah yang ada sejak dahulu, kini dan sepanjang masa.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (28:16-20)
"Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus."
Sesudah Yesus bangkit dari antara orang mati, kesebelas murid berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata, "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Sesudah kebangkitan, Yesus beberapa kali menampakkan Diri kepada para murid-Nya. Sebelumnya Yesus telah meminta kesebelas murid-Nya untuk pergi ke Galilea. Mereka naik ke bukit yang telah ditunjukkan oleh Yesus. Rupanya Yesus telah berada di situ. Tentu saja para murid mengenali-Nya, lalu menyembah, meski ada beberapa yang masih ragu-ragu. Di tempat yang tinggi itulah Yesus menyampaikan perintah-Nya: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus." Peristiwa itu memiliki dua arti yang sangat mendasar untuk kehidupan Gereja selanjutnya. Pertama, untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus. Itu merupakan tugas perutusan para murid untuk membawa sebanyak mungkin orang ke arah keselamatan yang ditawarkan oleh Yesus. Kedua, membawa mereka untuk beriman sampai kepada iman Tritunggal Mahakudus.
Dengan pikiran dan akal budi manusia kiranya tidak mudah dipahami misteri Tritunggal Mahakudus ini. Rumusannya sederhana: pada hakekatnya Allah itu Esa, mewujudnyata dalam Tiga Pribadi: Bapa, Putra dan Roh Kudus. Misteri yang tidak bisa sepenuhnya dipahami dengan akal budi, namun dimungkinkan bagi manusia di dalam hatinya mengalami dasar misteri itu yang tidak lain adalah kasih sebagai dasar dan pengikatnya. Karena cinta-Nya kepada manusia, Bapa mengutus Putra-Nya untuk membebaskan manusia dari dosa dan kematiannya; dan karya penyelamatan itu diteruskan oleh Roh Kudus, sesudah kebangkitan Kristus, sampai akhir zaman. Itulah iman yang diterima dalam baptisan.
Antifon Komuni (Gal 4:6)
Karena kamu adalan anak, Allah telah mengutus Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru, "Ya Abba, ya Bapa!"
Since you are children of God, God has sent into your hearts the Spirit of his Son, the Spirit who cries out: Abba, Father.
Data est mihi omnis potestas in cælo et in terra, alleluia: euntes, docete omnes gentes, baptizantes eos in nomine Patris, et Filii, et Spiritus Sancti, alleluia, alleluia.
atau Laudate Dominum de cælis.
“Seseorang yang menyangkal bahwa Kristus adalah Tuhan tidak dapat menjadi bait Roh Kudus-Nya …” (St. Siprianus, Letters 73:12 [A.D. 253]).
C.
"Magistra aeterna - Guru sejati."
Inilah salah satu julukan yang diberikan pada Yesus ketika mengajarkan banyak hal baik kepada para muridNya , terlebih pada hari ini Gereja merayakan Hari Raya Tritunggal Mahakudus: Allah sebagai Bapa, Yesus Kristus, Sang Putra, dan Roh Kudus.
Hari raya ini adalah mengenai dua hal tentang siapa dan apa. Hari Raya Tritunggal Mahakudus adalah Allah Bapa, Yesus Kristus, Sang Putra dan Roh Kudus. Hari Raya Tritunggal Mahakudus adalah tentang persekutuan kasih dan kerahiman di antara Mereka. Roh Kudus dalam kesatuan tak terpisahkan bersama Bapa dan Putra.
Jelasnya, pada hari ini kita merayakan relasi kasih dan kerahiman antara Allah Bapa, Yesus Kristus, Sang Putra dan Roh Kudus dengan menerapkan tiga sikap dasar yang diwartakan Yesus Sang Guru Sejati pada bacaan hari ini, antara lain:
1."Simplicitas": Kesederhanaan.
Ia mengatakan dengan jujur bahwa "masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu tapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya." Ia menjadi guru yang menjelaskan dengan sederhana, bertahap dan memahami kemampuan para muridNya yang tidak langsung mudah mengerti (Lih: Mat 16:5-12; Mrk 9:30-32).
2."Solidaritas": Kebersamaan.
Ia selalu hadir, terlebih ketika akan meninggalkan para muridNya, Ia sehati dan sejiwa, selalu memberikan banyak peneguhan dan penghiburan bahwa Ia selalu ada bersama mereka.
3."Sanctitas": Kekudusan.
Ia menyatakan akan mengirim roh penghibur yakni roh kebenaran yang kerap kita sebut sebagai roh kudus. Dengan kata lain: Kitapun diajak untuk hidup kudus karena Allah yang kita imani dan roh yang kita hayati adalah benar-benar kudus. Roh kudus sendiri yang mengajak kita hidup kudus adalah penolong (Yoh 14:16-17), penghibur (Yoh 14:26) dan pemimpin kepada kebenaran (Yoh 16:13).
"Dari Tarsus ke Kramat Jati - Tuhan Yesus itu Guruku yang sejati."
D.
Tritunggal - Sebuah Penjelasan Sederhana.
(Buku "FAMILY WAY", RJK. Kanisius).
Tritunggal adalah doktrin iman dalam keluarga Gereja Katolik yang mengakui Satu Allah Yang Esa, namun hadir dalam Tiga Pribadi Allah (Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus), di mana ketiga Pribadi Allah, sama esensinya, sama kedudukannya, sama kuasanya, dan sama kemuliaannya.
Formula Doktrin Tritunggal yang kerap membuat banyak umat tidak langsung mengerti, secara sederhana berbunyi: satu keberadaan Allah di dalam tiga Pribadi: Bapa dan Anak (Putra) dan Roh Kudus.
Dalam Katekismus 234, dikatakan bahwa:
“Misteri Tritunggal Mahakudus adalah rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Itulah misteri kehidupan batin ilahi, dasar pokok segala misteri iman yang lain dan cahaya yang meneranginya. Itulah yang paling mendasar dan hakiki dalam "hierarki kebenaran iman". (DCG 43). "Seluruh sejarah keselamatan tidak lain dari sejarah jalan dan upaya, yang dengan perantaraannya Allah yang satu dan benar - Bapa, Putera, dan Roh Kudus - mewahyukan diri, memperdamaikan diriNya dengan manusia yang berbalik dari dosa, dan mempersatukan mereka dengan diriNya"
Disinilah, bukankah tepat jika dikatakan: Tuhan itu Maha Sempurna dan Mahabesar, sedangkan manusia itu kecil dan sangat terbatas, baik pancaindera maupun pikirannya. Berangkat dari pernyataan inilah, manusia dengan segala keterbatasannya sangat sulit untuk mengerti misteri Allah yang sesungguhnya, antara lain adalah misteri Allah Tritunggal seperti yang dipaparkan di atas.
Penjelasan yang kerap dinyatakan: Allah itu adalah Yang Tak Terbatas.
Allah Bapa adalah Yang Tak Terbatas, kita mengerti semuanya.
Tetapi bagaimana dengan Yesus Sang Allah Putera? Yang dilihat oleh para muridNya itu Yesus sebagai Allah atau sebagai manusia? Jelas yang dilihat adalah Yesus sebagai manusia yang terbatas, yaitu setinggi hampir dua meter saja. Tetapi Yesus sebagai Allah, Ia pun adalah Yang Tak Terbatas, yang tak dapat dilihat oleh para muridNya.
Sedangkan Allah Roh Kudus yang diceriterakan dalam Kitab Suci muncul dalam dua bentuk. Pertama adalah bentuk burung merpati, sebagaimana nampak ketika Yesus dibaptis (Mat 3:16), dan yang lain adalah dalam bentuk lidah-lidah api sebagaimana yang tercurah pada Maria dan Para Rasul ketika Pentakosta (Kis 2:2-3 ).
Tetapi apakah Allah Roh Kudus itu seperti burung merpati atau lidah-lidah api ? Jangan-jangan kita merasa berdosa kalau makan dara goreng di Restoran dengan berkata: "Wah... aku tak akan makan Roh Kudus Goreng, dosa " Burung merpati dan lidah-lidah api itu adalah simbol atau lambang terkenal dari kehadiran Roh Kudus. Jadi Roh Kudus yang sesungguhnya adalah juga Yang Tak Terbatas. Jadi ada tiga sosok, yang semuanya adalah Yang Tidak Terbatas.
Dkl: Yang Tiga itu adalah Yang Satu yang tak terpisahkan yaitu Yang Tak Terbatas. Jika ada orang yang berkata: "Mana mungkin 1+1+1=1 ? Benar bahwa 1+1+1=1 adalah tidak mungkin, jika yang dijumlahkan itu bakpau atau kwetiau (yang terbatas). Tetapi jika ketiganya adalah Yang Tak Terbatas, maka persamaan itu menjadi mungkin. Satu Yang Tak Terbatas + satu Yang Tak Terbatas + satu Yang Tak Terbatas = satu Yang Tak Terbatas. Persamaan ini menjadi mungkin bukan ?
Nah kita tentu bisa merenungkannya lagi secara pribadi. Dalam analogi sederhana, yang tidak sepenuhnya tepat juga, api juga dapat digunakan sebagai penjelasan Tritunggal. Api terbagi menjadi tiga komponen yaitu: panas, cahaya (tepatnya gelombang cahaya), dan daya bakar. Jadi walau api itu satu, namun api bisa kita temui dalam tiga wujud sesuai dengan keinginan kita, misal sebagai panas (waktu kita memasak), sebagai cahaya (waktu lampu mati dan kita menyalakan lilin), dan dalam wujud pembakar (waktu kita membakar kertas).
Atau juga sebuah telur ayam: ia mempunyai kulit/cangkang, kuning telou dan putih telur. Atau seorang pribadi yang dipanggil dengan tiga nama, misalnya saya (romo Kokoh): di rumah di panggil sebagai “mas”, di gereja di panggil sebagai “romo”, ketika mengajar di kampus negeri kerap dipanggil sebagai “bapak.” Hal-hal sederhana di atas ‘identik’ dengan keberadaan Allah, karena kita dapat berjumpa dengan Allah dalam tiga pribadi, sebagai Allah Bapa (waktu kita bertobat dan menyesali dosa), atau sebagai Yesus (waktu kita memohon sesuatu), dan sabagai Allah Roh Kudus (waktu kita meminta kekuatan).
Secara etimologi, kata “Tritunggal” sendiri berasal dari bahasa Latin, yakni: “Trinitas”. Kata “trinitas” ini terdiri dari dua kata, yaitu “tres”=“tiga”, dan “unus”= “esa”, “tunggal” atau “satu”: Adanya keberadaan dari satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari keallahan ini ada tiga pribadi yang sama kekal dan sepadan, sama di dalam hakikat, tetapi berbeda di dalam pribadi”.
Istilah keberadaan, bahasa Yunani-nya adalah ousia (Ing:being). Istilah ousia memiliki beberapa istilah Latin yang sepadan: substantia (Ing: substance), essentia (Ing: essence), natura (Ing: nature). Maka satu keberadaan Allah sama pengertiannya dengan satu esensi, atau satu natur, atau satu substansi Allah.
Bicara soal kata “Tritunggal”, saya juga kembali teringat banyak istilah yang identik dengan kata tiga: Ada Trisakti, sebuah kampus di bilangan Grogol, Jakarta Barat. Ada Trinitas, sebuah nama Gereja Katolik di Cengkareng. Ada Trisula, sebuah senjata tombak dengan tiga mata. Ada Trikora, sebuah operasi pembebasan Irian Barat. Ada Tritura, tiga tuntutan rakyat pada masa-masa transisi antara Orde Lama dan Orde Baru.
Nah, disinilah bagi saya pribadi, dalam sebuah keluarga, tritunggal mendapat artinya secara khusus. Tritunggal adalah sebuah kata yang bisa mengandung tiga arti dasar itu, antara lain:
TRI - malah dalam iman
Bergan TUNG- lah pada Tuhan dan
Tang GAL - kanlah kegelapan
1.
Pertama, terimalah dalam iman.
Dengan tegas, Gereja mengimani bahwa Tritunggal adalah satu. Kita tidak mengakui tiga Allah, tetapi satu Allah dalam tiga Pribadi: "Tritunggal yang sehakikat" (Konsili Konstantinopel 1155: DS 421).
Pribadi-pribadi ilahi tidak membagi-bagi ke-Allah-an yang satu itu di antara mereka, tetapi masing-masing dari mereka adalah Allah sepenuhnya dan seluruhnya: "Bapa adalah yang sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa. Bapa dan Putera adalah yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah menurut kodrat" (Sinode Toledo XI 675: DS 530). "Tiap-tiap dari ketiga Pribadi itu merupakan kenyataan itu, yakni substansi, hakikat, atau kodrat ilahi" (K.Lateran IV 1215: DS 804). Disinilah, kita diajak menerima semua ini dalam iman.
2.
Kedua, bergantunglah pada Tuhan.
Bicara lebih lanjut soal pemahaman Allah Tritunggal, ada sebuah kisah tentang pelindung kota Milano, Santo Agustinus yang mengajak kita juga belajar bergantung pada Tuhan.
Begini cerita populernya:
Ketika Agustinus sedang berjalan-jalan di pantai dan mencoba memikirkan Allah Tritunggal yang tak bisa dimengerti ini, ia melihat anak kecil yang bemain air di pantai.
Agustinus mendekati anak itu dan bertanya: " Sedang apa kau di sini ?"
Anak itu menjawab: "Saya ingin memasukkan seluruh air lautan ini dalam botol".
Agustinus tertawa mendengar jawaban anak itu, katanya: "Bodoh benar kau ini, mana mungkin seluruh air lautan ini bisa kau masukkan dalam botol.”
Anak itu menjawab balik: "Sama seperti kau juga, mana mungkin bisa memasukkan Allah dalam otak manusia yang juga sebesar botol ini."
Setelah berkata, anak itu langsung menghilang.
Agustinus terkejut dan sekaligus sadar akan kebodohannya. Betapa benar kata-kata anak dalam penglihatannya itu. Ia ibarat anak kecil yang ingin memasukkan seluruh air lautan ini ke dalam botol.
3
Ketiga, tanggalkanlah kegelapan.
Sebuah kisah penutup:
Seorang petani kehilangan seekor kudanya. Tetangganya bersimpati dan berkata bahwa ini adalah nasib buruk. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’.
Keesokan harinya kudanya ternyata kembali dan membawa beberapa kuda liar bersamanya. Tetangganya berkomentar bahwa itu adalah keberuntungan. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’.
Keesokan harinya lagi anak petani itu mencoba menunggangi kuda liar itu dan ia terjatuh. Kakinya patah. Lagi-lagi tetangganya bersimpati dan berkata bahwa itu adalah nasib buruk. Petani itu menyahut, ‘Mungkin’.
Dan keesokan harinya, sepeleton tentara federal (ceritera ini terjadi di Amerika pada waktu perang saudara) untuk mengumpulkan pemuda-pemuda untuk dibawa ke medan tempur sebagai tentara. Si anak petani tidak bisa dibawa karena kakinya masih patah. Para tetangga kemudian datang dan berkata, ‘Betapa beruntungnya kau, teman’. Si petani lagi-lagi menyahut, ‘Mungkin’.
Petani sederhana ini mengajak kita juga memohon rahmat Tuhan Sang “Tritunggal: Trimalah dalam iman, Bergantunglah pada Tuhan serta Tanggalkanlah kegelapan.”
Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu,
bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang. (Kolose 4:6).
E.
Madah Ibadat Bacaan, Pagi, Siang
(Minggu, 27 Mei 2018)
HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS
Ya Allah, bersegeralah menolong aku
Ya Tuhan, perhatikanlah hambaMu
Kemuliaan
MADAH IBADAT BACAAN
O Tritunggal mahasuci
Yang luhur menguasai
Bumi langit seluruhnya
Dan semua penghuninya
Bapa sumber karunia
Putra penebus dunia
Roh kudus ikatan cinta
Terbit dari keduanya
Semoga kami semua
Yang Kauangkat jadi putra
Hidup berbakti selalu
Memenuhi harapanMu
Perkenankanlah umatMu
Berbahagia selalu
Bernyanyi dengan gembira
Bersama seisi surga
Amin
MADAH IBADAT PAGI
Bapa surgawi pencipta dunia
Semoga kami yang Kauangkat putra
Tetap berbakti pasrah dan percaya
S’lalu setia
Putra ilahi cahaya abadi
Sudi menjadi sama dengan kami
Satukan kami agar bersehati
Tidak terbagi
Roh sumber cinta api yang bernyala
Yang selamanya mengatur segala
Tolonglah kami memperbaharui
Hati dan budi
Dimulyakanlah Bapa yang kuasa
Diluhurkanlah Putra yang tercinta
Dihormatilah Roh yang bijaksana
Slama-lamanya
Amin
MADAH IBADAT SIANG
O Tritunggal mahasuci
Yang luhur menguasai
Bumi langit seluruhnya
Dan semua penghuninya
Bapa Sumber karunia
Putra penebus dunia
Roh kudus ikatan cinta
Terbit dari keduanya
Semoga kami semua
Yang Kauangkat jadi putra
Hidup berbakti selalu
Memenuhi harapanMu
Perkenankanlah umatMu
Berbahagia selalu
Bernyanyi dengan gembira
Bersama seisi surga
Amin
BACAAN SINGKAT
(1 Kor 12,4-6)
Kurnia berbeda-beda, tetapi Roh Kudus itu satu dan sama.
Tugas pelayanan berbeda-beda, tetapi Tuhan itu satu dan sama.
Mukjizat berbeda-beda, tetapi Allah itu satu dan sama.
Dialah yang mengerjakan segalanya dalam semua orang.
DOA
Allah Bapa, dengan mengutus Sabda kebenaran dan Roh pengudus ke dunia Engkau telah menyatakan kepada kami misteri hidupMu yang mahaagung. Semoga kami menghayati iman yang benar, mengakui tiga pribadi ilahi yang mulia dan menyembah satu Allah yang kuasa.
Demi Yesus Kristus, pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin
Semoga Tuhan memberkati kita, melindungi kita terhadap dosa dan menghantar kita ke hidup yang kekal.
Amin.
F.
ULASAN EKSEGETIS
BACAAN MISA HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS 27 Mei 2018
(Mat 28:16-20 & Rom 8:14-17)
Rekan-rekan yang budiman!
Seperti diperintahkan sang Guru, para murid kini berkumpul di Galilea. Yesus sendiri telah mendahului mereka. Begitulah, seperti disampaikan Matius pada akhir Injil pada Hari Raya Tritunggal Mahakudus tahun ini (Mat 28:16-20), di Galilea, di sebuah bukit yang ditunjukkan sang Guru, mereka melihat Yesus dan mengenali kebesarannya, dan mereka sujud kepadanya. Kepada mereka ia menegaskan bahwa semua kuasa di surga dan di bumi telah diberikan kepadanya (ay. 18); sehingga tak perlu lagi ada keraguan (terungkap pada akhir ay. 17). Para murid diminta memperlakukan semua bangsa sebagai muridnya dan membaptis mereka dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus (ay. 19-20a). Ia juga berjanji menyertai mereka hingga akhir zaman (ay. 20b).
Injil Matius menampilkan Yesus sebagai tokoh Musa yang membawakan hukum-hukum dari Allah sendiri kepada umat. Tetapi berbeda dengan Musa, Yesus mengajar di sebuah bukit yang dapat didekati orang banyak, tidak dari puncak gunung yang tak terjangkau, yang diliputi awan-awan tebal. Bukit tempat Yesus mengajar menampilkan suasana lega, tidak mencekam. Para murid dapat memandanginya, tidak seperti Musa dulu yang wajahnya sedemikian menyilaukan. Tempat pemberian hukum sudah bukan lagi di wilayah yang terpisah dari masyarakat luas dan kehidupan sehari-hari. Bukan lagi di padang gurun, bukan lagi di puncak Sinai, tak lagi terpusatkan di Yerusalem dan Bait Allah. Hukum baru ini tersedia bagi siapa saja. Injil mengutarakannya dengan “Galilea”, yakni wilayah persimpangan tempat macam-macam orang bisa bertemu. Yang disampaikan bukan lagi seperangkat aturan dan hukum, melainkan ajaran kehidupan, kesahajaan, serta keluguan batin, karena Kerajaan Allah berdiam dalam kesahajaan dan keluguan seperti itu. Kini pada akhir Injil Matius, para murid diminta agar membuat ajaran tadi lebih dikenal lebih banyak orang lagi. Akan kita dalami hal ini lebih lanjut nanti.
1.
KUASA DI SURGA DAN DI BUMI
Gambaran ini bukan barang baru. Sudah dikenal dari kitab Daniel 7:14. Dalam penglihatan Daniel, tampillah sosok yang seperti manusia datang menghadap Yang Lanjut Usia untuk memperoleh kuasa daripada-Nya. Dan kekuasaan ini tak akan ada selesainya. Bagaimana menafsirkan gambaran ini? Sering sosok itu diterapkan kepada seorang Mesias yang akan datang. Pendapat ini tidak banyak berguna. Hanya membuai harapan. Juga sering dipandang sebagai kejayaan kaum beriman. Tetapi pemahaman ini juga tidak banyak membantu. Malah kurang cocok dengan kehidupan beragama yang sejati yang tidak mencari kejayaan, melainkan terarah pada sikap bersujud. Penglihatan Daniel tadi sebetulnya menggambarkan kemanusiaan yang baru. Yakni kemanusiaan yang selalu mengarah kepada Yang Ilahi. Kemanusiaan yang berkembang dalam hubungan dengan dia yang memberi kuasa atas jagat ini. Itulah yang telah diperoleh kembali oleh Yesus dengan salib dan kebangkitannya. Dan itulah yang kini dibagikan kepada umat manusia.
Yesus membuat kemanusiaan baru dalam penglihatan Daniel tadi menjadi kenyataan. Di dalam dirinya Yang Ilahi dapat tampil dengan leluasa, bukan hanya di surga, tapi juga di bumi. Juga tidak ada lagi tempat di surga atau di bumi yang menjadi terlarang bagi kemanusiaan karena semuanya diciptakan bagi kemanusiaan baru ini. Bukan berarti ruang leluasa itu dapat dipakai begitu saja. Keleluasaan membawa serta tanggung jawab menjaga kelestarian. Justru kemanusiaan yang terbuka ini ialah yang ikut mengembangkan jagat sehingga menjadi tempat Yang Ilahi dimuliakan.
2.
SIAPA SAJA SEBAGAI SESAMA MURID
Kata-kata Yesus dalam ay. 19 itu tidak perlu ditafsirkan sebagai perintah untuk “mempertobatkan” semua bangsa menjadi muridnya. Dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, perintah itu dapat dirumuskan demikian: “Kalian akan pergi ke mana-mana dan menjumpai macam-macam orang; perlakukanlah mereka itu sebagai muridku!” Jadi tekanan bukan pada membuat bangsa-bangsa menjadi murid Yesus dengan menurunkan ilmu atau pengetahuanatau kebiasaan-kebiasaan. Yang diminta Yesus ialah agar para murid tadi menganggap siapa saja yang akan mereka jumpai nanti sebagai sesama murid. Pernyataan ini amat berani. Di situ terungkap kepercayaan yang amat besar akan kemanusiaan. Bagaimana penjelasannya?
Wafat dan kebangkitan Yesus telah mengubah jagat ini secara menyeluruh sehingga siapa saja, pernah ketemu atau tidak dengannya, pernah mendengar atau belum tentangnya, pada dasarnya sudah menjadi ciptaan baru, menjadi kemanusiaan baru. Dalam bahasa Injil – mereka sudah menjadi murid Yesus sendiri. Dan murid-murid yang mengikutinya dari tempat ke tempat dulu diminta menganggap semua orang yang mereka jumpai nanti sebagai sesama murid. Tak ada ruang lagi bagi mereka untuk berbangga-bangga. Mereka tidak lebih dekat, tidak lebih baik, tidak lebih memiliki ajaran benar. Semua orang ialah muridnya dan para murid pertama justru diminta memperlakukan mereka seperti diri mereka sendiri. Dan yang memang merasa dekat hendaknya memperlakukan orang lain yang belum pernah mendengar tentang Yesus sebagai yang sama-sama telah mendapat pengajaran batin dari Yesus sendiri! Tentu saja janganlah kita mengerti hal ini sebagai gagasan sama rata sama rasa yang akan membuat pengajaran ini sebuah karikatur belaka.
Apakah tafsiran ini tidak berseberangan dengan ciri misioner Gereja? Samasekali tidak. Pemahaman ini justru menunjukkan betapa luhurnya pengutusan para murid. Mereka diminta memperlakukan semua orang sebagai sesama, bahkan sesama murid. Mereka dapat saling belajar tentang kekayaan masing-masing. Baru demikian komunitas para pengikut Yesus akan memenuhi keinginannya. Inilah yang membuat iman tidak berlawanan dengan kebudayaan. Bahkan iman berkembang dengan kebudayaan. Bila begitu kemanusiaan dapat menjadi juga kemanusiaan yang dapat didiami keilahian seperti dalam kehidupan Yesus sendiri.
Pengutusan tidak perlu diartikan sebagai penugasan membagi-bagikan kebenaran kepada mereka yang dianggap berada dalam ketidaktahuan. Sebaliknyalah, para murid itu baru boleh disebut menjadi utusan yang sungguh bila membiarkan diri diperkaya oleh “para bangsa” – oleh orang-orang yang mereka datangi. Para murid diutus ke mana-mana dan di semua tempat itulah mereka akan menemukan orang-orang lain yang memiliki pelbagai pengalaman mengenai Yang Ilahi.
Dalam Injil hari ini hal itu dikatakan dengan “Baptislah mereka dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus!” Artinya, mengajak orang mengenal adanya pengasal hidup (Bapa), dan yang menjalankannya sebaik-baiknya (Putra), serta yang melangsungkan dan menjaganya (Roh Kudus). Mengantar orang ke dalam hidup komunitas Gereja – membaptis – ialah sebuah cara untuk menandai niat untuk mendalami serta menghayati perintah tadi. Ada pelbagai cara lain dalam hidup bersama sebagai murid Yesus. Kehidupan Gereja pada abad-abad pertama justru menunjukkan kenyataan ini. Orang dari kalangan Yahudi diajak terbuka menerima orang dari kalangan Yunani. Inilah kekayaan pengutusan para murid.
3.
RAGU-RAGU?
Dalam ay. 17b disebutkan ada beberapa orang yang ragu-ragu. Maksudnya, tidak begitu yakin bahwa yang mereka dapati dan mereka lihat di gunung di Galilea itu ialah Yesus yang sudah bangkit. Dalam hati kecil mereka bertanya, betulkah demikian? Kok sesederhana ini, kok tidak menggetarkan, kok tidak membuat orang takluk langsung. Dan juga, kok tidak memberi kemuliaan besar kepada mereka yang telah setia mengikutinya dari tempat ke tempat? Terhadap keraguan ini Yesus hanyalah memberi penegasan iman: yang dibawakannya ke dunia ini ialah kemanusiaan yang tertebus, kemanusiaan baru, yang terbuka bagi keilahian. Dan itulah kuasa atas surga dan bumi. Menjadi muridnya berarti ambil bagian dalam kemanusiaan yang tertebus ini. Bila demikian para murid boleh yakin akan tetap disertai guru mereka hingga akhir zaman, hingga saat kemanusiaan yang tertebus itu menjadi kenyataan di bumi dan di surga seutuhnya. Kata-kata ini menjadi bekal hidup bagi siapa saja yang mau mengikuti Yesus. Juga bagi kita sekarang.
4.
DARI BACAAN KEDUA: PENGARAHAN PAULUS (Rom 8:14-17)
Paulus dalam petikan surat Roma yang dibacakan kali ini menegaskan bahwa siapa saja- semua orang – yang dipimpin Roh Allah ialah “anak Allah”, artinya, sudah amat dekat dengan-Nya. Inilah kekuatan Roh-Nya. Penegasan ini menggemakan iman akan karya ilahi dalam tiap orang seperti tertera dalam Mat 28:19 yang dikupas di atas, yakni menganggap siapa saja sebagai sesama murid. Bukan untuk ditobatkan, melainkan untuk diajak berbagi keyakinan akan karya ilahi dalam diri masing-masing.
Pandangan seperti ini bisa terasa terlalu optimis dan bisa jadi rada naif dalam dunia yang terbagi-bagi dalam agama. Tetapi yang diarah Paulus bukan sekadar keagamaan melainkan kerohanian mempercayai kehadiran ilahi di dalam diri siapa saja.
5.
PAHAM TRITUNGGAL
Dalam menjelaskan iman akan Tritunggal, dapat membantu bila diperlihatkan juga pendapat mana yang tidak cocok dengan penghayatan iman yang nyata dalam Gereja. Yang bukan ajaran iman ialah gagasan “tri-teisme”, yakni adanya tiga sesembahan. Ada dua pendapat lain yang tidak amat kentara ketidaksesuaiannya dengan penghayatan iman yang benar. Yang pertama mengatakan bahwa Putra dan Roh Kudus itu diciptakan oleh Bapa, atau semacam perpanjangan dari Allah yang satu – pendapat ini biasanya disebut “subordinasionisme” karena mem-bawah-kan kedua pribadi pada salah satu. Ada pula penjelasan yang mengatakan bahwa Tritunggal hanyalah sekadar tiga cara ("modus") Allah tampil bagi manusia dan bukan sungguh pribadi ilahi. Pendapat lazim disebut “modalisme”. Termasuk di sini pendapat bahwa ketiganya hanya kiasan mengenai sifat-sifat ilahi belaka. Iman yang benar tidak berdasarkan gagasan-gagasan tadi.
Pengertian akanTritunggal yang sesuai dengan ajaran iman ialah yang menerima keilahian sebagai yang mengasalkan kehidupan. Inilah Sang Bapa. Kehidupan yang diberikan Bapa ini terlaksana sepenuhnya dalam Sang Putera. Oleh karena itu Dia menjadi jalan yang benar yang menghidupkan. Dan kekuatan yang membuat kehidupan ini betul-betul ada serta terpelihara ialah Roh Kudus. (AG)
G.
KILAS BALIK.
ULASAN EKSEGETIS BACAAN INJIL HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS TAHUN A (Yoh 3:16-18)
Bacaan Injil tahun A bagi Hari Raya Tritunggal Mahakudus ialah Yoh 3:16-18. Intinya, Allah sedemikian mengasihi dunia sehingga mengutus Putra-Nya yang tunggal ke dunia untuk menyelamatkannya. Jadi bukan sebarang utusan.
Inilah ungkapan kerahiman yang paling besar. Diungkapkan dalam ay. 16, “Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup kekal.” Kesediaan Putra diutus ke dunia membuat semua ini sungguh terjadi.
Dalam kata-kata Injil hari ini (ay. 17-18) “Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia. Siapa saja yang percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; siapa yang tidak akan dihukum; siapa saja yang tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.”
Akan disinggung pada akhir ulasan ini kaitan dengan bacaan pertama, Kel 34:4b-6.8-9, yang menekankan bahwa “Tuhan itu Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (ay. 6).
1.
Tritunggal Yang Mahakudus.
Kesaksian yang terhimpun dalam ayat-ayat itu dapat membantu kaum beriman menyelami iman akan Tritunggal Mahakudus. Dahulu orang memandang dunia ini sebagai drama yang jalannya diperankan oleh Allah sendiri. Di dalam drama itu ada tiga pemeran. Allah Bapa berperan sebagai “pengasal” tindakan penyelamatan, Allah Putra sebagai “pelaksana”-nya, sedangkan Allah Roh Kudus “melanjutkannya”. Masing-masing memiliki peran yang berbeda tapi maksud dan tujuannya sama, yakni penyelamatan dunia beserta isinya. Kesamaan inilah yang terungkap dalam iman akan satu Allah yang Mahakuasa. Keragaman peran tadi terungkap sebagai tiga “pribadi” dari Allah yang satu dan sama.
Baiklah sekadar ditengok asal usul istilah “pribadi” yang dipakai dalam rumusan iman akan Tritunggal. Istilah ini dipungut dari dunia lakon Yunani, yakni “prosoopon” (Yunani). Dalam bahasa Latin istilah ini tampil sebagai “persona”. Istilah inilah yang diindonesiakan sebagai “pribadi”.
Arti harafiah kata Yunani dan Latin sebenarnya adalah gambar wajah yang dikenakan pelaku sebuah lakon yang membuat para hadirin langsung menangkap peran mana sedang dijalankan. Cara berungkap dengan bahasa lakon seperti ini dulu mudah menghimbau perhatian orang banyak dan oleh karenanya dirasa cocok untuk menjelaskan karya penyelamatan. Jalan pemikirannya demikian: karya penyelamatan itu berasal dari Bapa dan dilaksanakan oleh Putra yang diutus ke dunia, dan kemudian dijaga keberlangsungannya oleh Roh Kudus.
Demikianlah disadari iman mengenai Tritunggal dalam hubungan dengan karya penyelamatan. Di situ dijelaskan inti keilahian pula. Kesatuan antara ketiga pribadi itu sedemikian mendalam sehingga keesaan Allah tidak berubah. Bapa, Putra dan Roh Kudus ialah tiga pribadi dari Allah yang satu.
Orang sekarang memang tidak lagi biasa melihat peran-peran yang dijalankan dalam sebuah drama lewat gambar wajah yang dikenakan pemeran lakon. Bersamaan dengan itu kata “persona” dan Indonesianya, yakni “pribadi”, lebih menunjuk pada individu orang perorangan. Inilah yang dapat menimbulkan kesan bahwa dipercaya adanya tiga tokoh ilahi, suatu hal yang bertentangan dengan iman kepercayaan akan Allah yang Mahakuasa. Oleh karena itu ada baiknya diingat asal usul gagasan “pribadi” yang dipakai untuk merumuskan iman kepercayaan akan Tritunggal seperti diikhtisarkan di atas.
Masih samakah makna iman akan Tritunggal itu bagi kita dalam masyarakat dewasa ini? Ya. Mereka dulu berusaha semakin mengenali karya penyelamatan di dalam macam-macam keadaan. Begitu pula kita. Yang beraneka ragam ujudnya ialah peluang nyata serta ungkapan untuk ikut serta membangun dunia yang baru, dunia yang bisa dikatakan “semakin diselamatkan” Allah.
Percaya bahwa ada karya penyelamatan sendiri sebetulnya sudah dapat menjadi bentuk keikutsertaan dalam karya ilahi itu. Mengimani Tritunggal bukan hanya mengucapkan “aku percaya”, tapi juga ikut serta membangun dunia yang makin layak dan menjaganya agar tidak merosot. Itulah arti “selamat” dalam bahasa yang dimengerti orang sekarang. Pemahaman ini dapat membuat iman semakin hidup.
2.
Hidup Kekal
Ketiga ayat yang dibacakan hari ini ialah kelanjutan pembicaraan Nikodemus, seorang ulama Yahudi, dengan Yesus (Yoh 3:1-15). Nikodemus percaya bahwa Yesus itu utusan Allah sendiri dan ingin mengenalnya lebih dalam. Yesus membantunya.
Perhatian Nikodemus diarahkannya pada warta yang sejak awal disampaikannya kepada orang banyak, yakni Kerajaan Allah sudah datang di dunia dan orang diajak bersiap ikut serta di dalamnya. Kepada Nikodemus diterangkan, syarat untuk ikut serta di dalam Kerajaan Allah ialah dilahirkan kembali dalam air dan Roh.
Maksudnya, dibaptis menjadi pengikut Yesus dan membiarkan diri dibawa oleh kekuatan-kekuatan ilahi sendiri – yakni Roh. Dialah yang bakal menuntun ke Kerajaan Allah. Dengan demikian pelbagai kepastian yang hingga kini dipegang erat-erat juga tidak terasa mengikat lagi. Karena Nikodemus tidak segera menangkap, Yesus menjelaskan hal ini dengan cara yang lebih mudah dipahami, dengan merujuk pada keinginan mencapai hidup kekal. Siapa saja yang memandangi yang datang dari atas sana, yakni Anak Manusia, dan percaya kepadanya akan mendapat hidup kekal.
Tentu saja Nikodemus mengerti bahwa Anak Manusia ini ialah Yesus sendiri yang sudah dipercayanya sebagai utusan yang datang dari Allah sendiri. Tapi masih perlu satu langkah penting lagi: memulai hidup baru di dalam Kerajaan Allah. Itulah pokok pembicaraan dengan Nikodemus yang mendahului petikan yang dibacakan hari ini, yakni ay. 16-18.
Pembaca yang mengikuti pembicaraan tadi akan bertanya, apakah Kerajaan Allah yang diutarakan pada awal pembicaraan dengan Nikodemus tadi, ay. 3 dan 5, sama dengan kehidupan kekal yang disebut dalam ay. 15 dan 16? Yohanes memang bermaksud mengajak pembaca memikirkan pertanyaan itu. Bagi banyak orang “kehidupan kekal” itu gagasan yang langsung memberi isi pada paham keselamatan. Setiap orang mendambakannya. Tapi “Kerajaan Allah”? Hanya dikenal di antara para pengikut Yesus! Di luar itu boleh jadi hanya kalangan murid Yohanes Pembaptis sajalah yang pernah mendengarnya. Yesus mengajak orang bersiap-siap menyongsong Kerajaan Allah yang telah datang. Bagi pengikut-pengikutnya, keinginan yang terdalam tidak berhenti pada gagasan “keselamatan = hidup kekal”, melainkan lebih jauh dan terarah pada “keselamatan = keikutsertaan dalam Kerajaan Allah” bersama dengan Dia yang mengajarkan mengenai Kerajaan ini.
Hidup kekal dapat dititi dengan hidup beragama dan menjalankan ajaran agama dengan baik. Tetapi untuk mencapai kesempurnaan dalam arti masuk ke Kerajaan Allah, perlu ada bimbingan Roh. Begitulah, untuk mendapatkan hidup kekal, Nikodemus sendiri sudah tahu jalannya – sudah diajarkan Musa. Namun, untuk memasuki Kerajaan Allah, dibutuhkan penyerahan diri dan bimbingan Roh.
Pembicaraan dengan Nikodemus itu dapat menjadi cermin untuk mengamati diri: masih mengarah ke yang biasa, yakni “hidup kekal”, atau sudah mulai terbuka ke kesempurnaan dalam “Kerajaan Allah”? Yesus sang utusan ilahi memahami keterbatasan wawasan manusia yang sebijak dan sesaleh apapun – Nikodemus itu ulama besar!. Tetapi ia tetap mengajak melihat ke arah yang lebih sempurna, yakni memasuki Kerajaan Allah. Bagian Injil yang dibacakan hari ini sebetulnya berbicara mengenai keterbukaan pada kehidupan kekal sebagai jalan masuk untuk ikut serta di dalam Kerajaan Allah.
3.
Memahami Kerahiman Ilahi.
Dalam bacaan pertama Kel 34:4b-6.8-9 dikisahkan bagaimana Musa memahat dua loh batu untuk menuliskan kembali hukum-hukum yang tadinya termaktub dalam dua loh pertama yang dipecahkan Musa karena melihat umat menari-nari dan menyembah lembu emas (Kel 32:19-20). Pembaruan hukum ini memperlihatkan kebesaran Tuhan, seperti disebutkan dalam Kel 34:6, “Tuhan itu Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya”. Inilah yang kemudian menjadi dasar dari hukum agama dalam umat Perjanjian Lama selanjutnya. Tidak lagi ditekankan ancaman hukuman turun-temurun bagi mereka yang tidak setia dan menolaknya seperti dalam Kel 20:5 yang mengawali hukum-hukum yang disampaikan sebelum umat menjalankan tindakan penyembahan lembu emas. Ketika umat memang melakukan dosa, memang mereka terhukum. Namun justru dalam keadaan itu Yang Mahakuasa menunjukkan belaskasih-Nya yang besar. Ancaman hukuman tidak langsung berlaku. Malah diberikan kesempatan untuk kembali. Inilah kebesaran-Nya.
Agama menunjukkan jalan mencapai “keselamatan” sehingga orang menemukan arti hidup dalam macam-macam keadaan, baik menyenangkan atau menyedihkan. Agama dan iman membuat orang menemukan diri sebagai makhluk di hadapan Yang Ilahi. Dalam pewartaan Yesus, masih ada kelanjutannya, yakni memasuki Kerajaan Allah. Di situ orang belajar mengenali Allah Pencipta sebagai “Bapa”, sebagai yang dekat, sebagai yang menghendaki yang terbaik. Dan yang mengajarkannya ialah Putra-Nya sendiri.
Bagi orang Yahudi pada waktu itu, ajaran ini mengejutkan. Mana bisa manusia membayangkan diri diperanakkan Allah! Dan memang inilah kendala warta Yesus. Ia disingkirkan oleh pemuka-pemuka agama Yahudi karena mengajarkan Allah itu Bapa, dan mengakui diri sebagai yang mengenal-Nya dari dekat. Bagi orang-orang saleh waktu itu semua ini terdengar sebagai hujatan dan pelecehan. Tetapi memang itulah warta Yesus. Ia menawarkan citra yang baru dari Allah. Yang Mahakuasa bisa didekati. Berada di dekat-Nya berarti ikutserta dalam Kerajaan-Nya.
Para murid Yesus yang pertama ialah orang-orang yang berminat akan warta ini walau belum sepenuhnya mengerti. Baru nanti setelah semuanya terpenuhi, yakni setelah Allah yang dipanggil Bapa oleh Yesus itu membangkitkannya dan memberinya hidup baru, gagasan bahwa Allah ialah Bapa yang Maharahim baru menjadi nyata bagi mereka. Yesus berani mengorbankan diri demi warta ini. Ia mempertaruhkan diri. Dan dia benar. Bapanya menerima dan menunjukkan diri kepada orang banyak bahwa Ia memang seperti yang diajarkan Yesus. Dalam arti inilah Yesus memperkenalkan kerahiman Allah dengan cara yang paling meyakinkan.
Perhatian dan kerahiman Allah memberi wajah baru kepada dunia. Yang bersedia menerima kerahiman ini akan berjalan menuju ke terang, ke ciptaan baru. Para pengikut Yesus dipanggil ke arah hidup kekal dan lebih jauh lagi, untuk menjadi orang-orang merdeka dari kekuatan yang mengekang, dari rasa waswas dan terancam. Kekuatan yang mengekang itu bukan saja dari alam gaib, melainkan amat nyata: ketakadilan, pembodohan, kemiskinan, perkosaan hak-hak azasi, kekerasan. Sebutkan saja kebalikan masing-masing dan di situ akan terlihat apa arti kemerdekaan hidup dalam Kerajaan Allah. Dan orang beriman diajak ikut serta ke sana. (AG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar