Ads 468x60px

SANTO GREGORIUS GRASSI DKK. (+1900), Martir Perang Boxer Tiongkok



SENSUS CATHOLICUS:
SANTO GREGORIUS GRASSI DKK. (+1900), Martir Perang Boxer Tiongkok
Peringatan: 9 Juli
Pada tanggal 1 Oktober Tahun Yubileum 2000, Paus Yohanes Paulus II mengkanonisasikan 120 orang menjadi “orang-orang kudus martir Tiongkok”. Sebagai kelompok, boleh juga disebut “Santo Augustinus Zhao Rong (+1815) dan 119 kawan-kawannya”.
Sebanyak 87 orang adalah orang-orang Tionghoa Katolik dan 33 orang adalah misionaris dari negeri-negeri barat. Mereka mengalami kemartiran dalam kurun waktu antara abad ke-7 (1648) sampai 1930.
Mereka menjadi martir karena karya pelayanan mereka, dan dalam sejumlah kasus karena menolak untuk murtad dari iman-kepercayaan Kristiani mereka.
Banyak dari mereka adalah martir Perang Boxer (Pemberontakan Boxer) di mana berbagai pihak (termasuk para petani) dalam masyarakat di negeri itu yang membenci orang-orang asing membantai sekitar 30.000 orang Tionghoa Kristiani, bersama para misionaris dan orang-orang asing lainnya.
Gereja memperingati (peringatan falkutatif) para martir Tiongkok ini setiap tanggal 9 Juli.
Pada tanggal 8 Juli, secara khusus para anggota keluarga besar Fransiskan memperingati (peringatan wajib) Santo Gregorius Grassi dkk, para martir Perang Boxer di Tiongkok.
Beberapa dokumen sejarah yang dapat dipercaya memberikan bukti adanya kebencian anti-Kristiani yang menyulut pembantaian para misionaris dan orang-orang Tionghoa yang sudah menjadi Kristiani.
Salah seorang promotor utama dari gerakan boxer adalah gubernur Yu Xien yang bertempat tinggal di Daiyuanfu, Shanxi.
Pada malam tanggal 5 Juli, pasukan serdadu Yu Xien mendatangi pusat Misi Fransiskan dan kemudian menangkap dua orang uskup:
Mgr. Gregorius Grassi, Vikaris Apostolik Shanzi Utara dan ko-adjutornya Mgr. Fransiskus Fogolla, dua orang imam dan seorang bruder, tujuh orang suster FMM dan delapan orang awam Kristiani yang bekerja di pusat Misi Fransiskan itu. Disitu juga tempat sebuah seminari dan panti asuhan yang dikelola oleh para Suster Fransiskanes Misionaris Maria (FMM) yang baru datang setahun sebelumnya.
Pada waktu sudah berada di tahanan penjara, ada tiga orang awam yang datang bergabung secara sukarela.
Jadi, total 26 orang yang terdiri dari:
5 (lima) orang Saudara Dina OFM, yaitu:
(1) Mgr. Gregorius Grassi OFM,
(2) Mgr. Fransiskus Fogolla OFM,
(3) Elias Facchini OFM – Imam,
(4) Theodoric Balat OFM – Imam,
(5) Andreas Bauer OFM – Bruder;
7 (tujuh) orang suster FMM, yaitu:
(1) Sr. Maria Hermina FMM,
(2) Sr. Mariana Giuliani FMM,
(3) Sr. Maria Klara Clelia Nanetti FMM,
(4) Sr. Maria dari Kelahiran Suci [Jean Marie Kerguin] FMM,
(5) Sr. Maria dari S. Yustus Anna Moreau FMM, (6) Sr. Maria Adolfin Anna Dierk FMM,
(7) Sr. Maria Amandina Paula Jeuris FMM;
11 (sebelas) orang Fransiskan sekular, yaitu:
(1) Yohanes Zhang Huan, siswa seminari – OFS,
(2) Patrick Dong Bodi, siswa seminari – OFS, (3) Yohanes Wang Rui, siswa seminari – OFS, (4) Filipus Zhang Zhihe, siswa seminari – OFS, (5) Yohanes Zhang Jingguang, siswa seminari – OFS,
(6) Tomas Shen Jihe OFS – pelayan rumahtangga.
(7) Simon Qin Cunfu OFS – katekis,
(8) Petrus Wu Anbang OFS,
(9) Fransiskus Zhang Rong OFS – petani,
(10) Matius Feng De OFS,
(11) Petrus Zhang Banniu OFS, pekerja buruh;
3 (tiga orang) awam non-Fransiskan, yaitu:
(1) Yakobus Yan Guodong, petani,
(2) Yakobus Zhao Quenzin, pelayan rumahtangga
(3) Petrus Wang Erman, juru masak.
Empat hari kemudian, tanggal 9 Juli 1900, mereka semua digiring ke tribunal Gubernur Yu Xien, beberapa di antara mereka dipukuli dan disayat-sayat dengan pedang sepanjang perjalanan dari penjara menuju tribunal.
Gubernur Yu Xien kemudian memerintahkan untuk membunuh mereka di tempat. Serta merta pedang para serdadu pun menghabiskan para martir itu.
Itulah hari kemartiran ke-26 para murid Yesus di Daiyuanfu. Ada orang Italia, Perancis, Alsace-Lorraine, Belgia, Belanda dan Tiongkok; ada yang sudah berumur dan ada pula yang relatif masih muda usia.
Mereka dibeatifikasikan pada tanggal 3 Januari 1943 oleh Paus Pius XII.
Bersama-sama dengan para martir Daiyuanfu, dibeatifikasikan juga tiga orang Saudara Dina (ketiga-tiganya berasal dari Italia), yang berkarya di Provinsi Hunan bagian selatan, yaitu:
(1) Antonius Fantosati, OFM uskup yang dibunuh pada tanggal 7 Juli,
(2) Yosef Maria Gambaro, Imam yang dibunuh pada tanggal 7 Juli, dalam perjalanan mereka kembali ke Hengcow
(3) Cesidio Giacomantonio OFM, Imam muda yang dibunuh dengan hukuman bakar secara perlahan-lahan pada tanggal 4 Juli di Hengcow).
Pemberontakan Boxer sendiri dimulai di Shandong kemudian meluas ke Tscheli tenggara, melalui Shanxi dan Hunan. Tcheli pada waktu itu adalah Vikariat Apostolik Xianxian yang dikelola oleh para misionaris Yesuit.
Pada waktu sampai ke Tcheli, telah beribu-ribu umat Kristiani menjadi martir Kristus di Tiongkok.
Yang tercatat mati terbunuh di Tscheli dan sekitarnya paling sedikit ada 52 orang awam, juga ada 4 (empat) orang Yesuit dari negeri Perancis, yaitu:
Leo Mangin SJ (Imam 59 th.)
Paulus Denn (Imam 60 th.)
Rémy Isoré SJ (Imam 61 th.)
Modeste Andlauer SJ (Imam).
KEMARTIRAN
Gereja dibangun atas para martir Kristus. Beberapa ratus tahun pertama, sejarah Gereja penuh dihiasi dengan nama-nama mereka. Mereka adalah saksi-saksi dari sabda Tuhan dan Juruselamat kita: “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Mat 16:26).
Untuk menyelamatkan nyawa/jiwa kita agar dapat mengalami hidup kekal di surga bersama-Nya, kita pun harus siap untuk mengorbankan hidup kita, daripada memisahkan diri dari Allah dan Iman-kepercayaan kita.
Santo Paulus menulis:
“Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita” (1Tm 2:11-12).
Kemartiran adalah rahmat yang besar. Tidak jarang emosi kita terbawa manakala kita mendengar cerita tentang penganiayaan kejam yang dilakukan atas para martir.
Kita bertanya,
“Bagaimana mereka bisa tahan siksaan-siksaan kejam seperti itu?”
Yang jelas kita tidak seharusnya merasa takut karena Allah tidak pernah menuntut hal yang tidak mungkin dari diri kita.
Di lain pihak, apabila saat yang menentukan itu tiba, Allah akan mengangkat jiwa orang yang bersangkutan kepada suatu tingkat cintakasih yang sedemikian, sehingga memungkinkanya berseru bersama Santo Paulus: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesengsaraan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?
Seperti ada tertulis:
‘Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan’ (Mzm 44:23). Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, melaluji Dia yang telah mengasihi kita” (Rm 8:35-37). Dengan demikian, tidak ada alasanlah bagi para murid Kristus untuk menjadi takut akan kemartiran ini.
Kemartiran memberikan kepada kita imbalan yang berlimpah-limpah. Yesus sendiri pernah bersabda: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13).
Oleh karena itu mengorbankan nyawa kita demi Sahabat kita yang bernama Yesus, akan menghapus dosa-dosa kita dan menghantar kita ke surga.
Inilah kemartiran yang sejati dari umat Kristiani, yang masih terus terjadi setiap waktu sampai hari ini di berbagai tempat di dunia ini.
Sebagai penutup, baiklah saya mengutip tiga ayat dari ‘Ucapan Bahagia’ Yesus:
Berbahagialah orang yang dianiaya karena melakukan kehendak Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu
(Mat 5:10-12).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar