HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Jumat, 1 Feb 2019
Ibrani (10:32-39)
(Mzm 37:3-4.5-6.23-24.39-40)
Markus (4:26-34)
“Adveniat regnum Tuum – Datanglah kerajaanMu!”
Sering kita mendengar pewartaan biblis tentang biji sesawi yang mengilustrasikan bahwa yang kecil itu bisa menjadi besar dan yang biasa itu bisa menjadi luar biasa karena adanya penyelenggaraan ilahi.
Nah, berdasarkan iman akan penyelenggaraan ilahi, ternyata ‘sesawi’, yang “SEderhana, SAbar dan manusiaWI" ini mengajak kita memiliki tiga poros iman, antara lain:
1. Berakar dalam CINTA:
Tuhan setia mengasihi kita mulai dari hal-hal yang terkecil. Ia menjadi ‘PAM’, pupuk yang menyuburkan – air yang menyegarkan – matahari yang menghangatkan. Inilah “akar”, kekuatan dasar bahwa Allah telah lebih dahulu mencintai kita.
2. Bertumbuh dalam SUKACITA:
Sesawi (sinapis nigra) adalah sejenis sayuran berwarna hitam dan paling banyak tumbuh di wilayah selatan dan timur negara Mediterania-Mesopotamia, dan kerap dipergunakan sebagai penyedap masakan. Ukurannya memang sangat kecil, dengan diameter sekitar 0.5 cm. Namun biji ini dapat tumbuh menjadi pohon besar.
Nah, sebagaimana biji sesawi yang merupakan biji terkecil dapat tumbuh dan menjadi pohon yang terbesar demikian juga Kerajaan Allah. Meskipun pada mulanya kecil namun akhirnya akan tumbuh menjadi besar (Dan 4:12 dan Yeh. 17:23 dan 31:6). Inilah yang seharusnya membuat hidup kita penuh sukacita.
3. Berbuah dalam KARYA NYATA:
Seperti sesawi yang memiliki cabang yang lebat hingga burung-burung di udara dapat bersarang nyaman padanya, kita juga diajak menjadi rumah yg meneduhkan karena "Kerajaan Allah itu bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus". (Rm 14:17), maka perjuangan merajakan Allah harus ditandai dengan pelbagai kebaikan yang nyata: real dan kontekstual.
“Cari mangga di Taman Sari – Ciptakanlah surga setiap hari.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
POPE FRANCIS:
Nostra in loca Spiritum Sanctum invitemus, eum ante opera suscipienda invocemus: “Veni, Sancte Spiritus”.
Invite the Holy Spirit to be part of your activities. Call upon Him before you even start: “Come, Holy Spirit!”.
Undang Roh Kudus untuk menjadi bagian dari kegiatanmu. Panggilah Dia bahkan sebelum kamu memulai : “Datanglah, Roh Kudus!”.
1.
“Rex Mundi – Raja Semesta.”
Adapun kerajaanNya yang datang itu digambarkan dengan perumpamaan biji sesawi yang "SEderhana, SAbar dan manusiaWI."
Ya, KerajaanNya itu dimulai hanya dengan Yesus dan sekelompok kecil murid yang sederhana dan penuh penyerahan diri (Yoh 20:22; Kis 2:4).
Akan tetapi, perwujudan yang kelihatan dari kerajaan itu bertumbuh sampai menjadi besar dan meneduhkan banyak orang.
Sesawi yang dimaksudkan di sini sendiri ialah sejenis tanaman yang dapat tumbuh setinggi kira-kira tiga meter dan merupakan tanaman terbesar yang tumbuh di Israel.
Pertumbuhannya yang luar biasa dari biji yang terkecil menjadi sebuah semak yang seukuran dengan sebuah pohon kecil secara nubuat melukiskan pertumbuhan Kerajaan Allah dari awal yang tak berarti berupa murid-murid Yesus yang sederhana menjadi suatu Gereja yang besar dan mekar di tengah dunia.
Disinilah kita belajar untuk menghadirkan kerajaanNya dengan 3 poros, al:
A.Berawal dari hidup sehari-hari:
Tuhan itu hadir lewat banyak pengalaman harian yang biasa-biasa dan tak melulu luar biasa.
Ia hadir dan menyapa lewat banyak perjumpaaan kita dengan sesama+semesta.
B.Bertumbuh setiap hari:
Semua kebaikan membutuhkan proses untuk berkembang dan kita diajak untuk bersabar dalm proses kehidupan karna bukankah semua hal itu pada awalnya datang dari hal-hal yang kecil?
C.Berbuah dan terus memberi:
Seperti pohon sesawi yang memberi keteduhan, kita juga diajak berbuah nyata dalam iman kristiani.
Hidup kita memberi dan membuahkan keteduhan bagi smakin banyak orang lain.
"Cari mangga di Kalisari - Ciptakan surga setiap hari."
2.
“Venite– Datanglah.”
Yesus sendiri mengajarkan perumpamaan KerajaanNya seperti biji sesawi dan ragi, yang ternyata mengandung tiga syarat dasar supaya kerajaanNya sungguh datang di tengah carut marut hidup harian kita, antara lain:
A.Simplicitas-Sederhana:
"Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Biji sesawi (“SEderhana, SAbar dan manusiaWI”)
Biji sesawi dapat berasal dari 3 jenis tanaman yang berbeda: biji sesawi hitam (nigra), biji sesawi Indian berwarna coklat (juncea) dan biji sesawi putih/kuning (hirta/sinapis alba). Diameter biji sesawi kurang lebih 1 milimeter. Biji sesawi juga biasa dipakai sebagai bahan penyedap makanan.
Namun biji ini dapat tumbuh menjadi pohon besar. Nah, sebagaimana biji sesawi yang merupakan biji terkecil dapat tumbuh dan menjadi pohon yang terbesar demikian juga Kerajaan Allah: meskipun pada mulanya kecil namun akhirnya akan tumbuh menjadi besar (Dan 4:12 dan Yeh. 17:23 dan 31:6).
B.Integritas-Keseluruhan:
"Hal Kerajaan Sorga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya." Bukankah kedamaian Kerajaan Surga berlangsung secara perlahan namun nyata dan menyeluruh?
Seperti “ragi” (“RAjin berbaGI), proses transformasinya tidak selalu kelihatan mencolok, tetapi akibatnya terhadap seluruh dunia jelas dan tegas terlihat.
C.Fraternitas:
Kerajaan Allah dimengerti sebagai realitas yang membuat terwujudnya “syalom” (damai): seperti burung yang terlindung dengan nyaman dalam cabang-cabang pohon sesawi yang bertumbuh besar dan seperti ragi yang meresap dalam tepung terigu sehingga menjadi roti yang enak dinikmati.
Inilah suasana “syalom” yang didasari semangat persaudaraan, ketika yang tawar dan hambar menjadi benar benar hangat dan bermanfaat.
“Abdullah berenang di sungai Gangga – Ciptakanlah kerajaan Surga.”
3.
In Paradisum – Dalam surga.
Bicara soal surga, itu adalah sebuah tempat di alam akhirat yang dipercaya sebagai lokasi berkumpulnya roh-roh manusia yang semasa hidupnya berbuat kebajikan.
Adapun akar katanya dalam beberapa bahasa, antara lain: Sanskrit: Svarga; Jw: Swarga; Arab: Jannah, Hokkian: Thian/天. Surga juga punyai nama lain, yakni Kahyangan. Istilah Kahyangan berasal dari bahasa Jawa Kuno dan Sunda yang jika dipilah menjadi ka-hyang-an, "tempat tinggal para Hyang/leluhur".
Dalam kacamata Islam, surga tertinggi tingkatannya adalah Firdaus (فردوس) - Pardis (پردیس), dimana para nabi dan rasul, martir dan orang saleh tinggal. Dalam kacamata iman kita, surga jelas adalah kehidupan kekal, di mana Allah berada dan meraja.
Lewat hal inilah, Yesus tampak hadir sebagai Tuhan yang benar-benar insani. Ia ajarkan hal ilahi dengan cara yang manusiawi.
Artinya:
Tuhan dan kerajaanNya itu dekat dengan kita, tidak usah menunggu kiamat tapi bisa tercipta setiap hari secara manusiawi dengan cara-cara yang manusiawi juga, seperti: mudah bersyukur dan berterimakasih, suka berbagi dan memuji, sabar dan bersikap jujur dll.
KerajaanNya bekerja secara tersembunyi
dan menyebabkan perubahan yang baik dari dalam, bukan sebaliknya. Ia mengubah kita yang menerima kehidupan baru yang ditawarkan Yesus Kristus kepada kita. Yang berdosa pun diubah dan diperbaharui terus-menerus seturut karya Roh Kudus: Yang berdosa pun diubah dan diperbaharui terus-menerus seturut karya Roh Kudus.
Lebih lanjut, Yesus menjelaskan perihal Kerajaan Surga (Sanskrit: Svarga, Jw: Swarga, Hokkian: Thian, 天) sebanyak tujuh kali perumpamaan dalam sebuah bab di Injil Matius (Bdk. Mat 13).
BagiNya, surga itu datang dengan sederhana dan lewat hal-hal sederhana, seperti seorang penabur benih, gandum di tengah ilalang, biji sesawi, ragi, harta terpendam, mutiara dan hari ini ditegaskan surga seperti jala/pukat berisi ikan yang baik.
Hari inilah, kita diutus untuk berjuang menciptakan surga secara nyata, dengan: menjadi “benih” yang berakar bertumbuh dan berbuah, menjadi “gandum” yang hidup di tengah lalang, menjadi “sesawi” yang menyejukkan karena SEderhana-SAbar dan manusiaWI, menjadi “ragi” yang mengembangkan kebaikan karena RAjin berbaGI, memiliki “harta terpendam” yang penuh HARapan dan sukaciTA, memiliki “mutiara yang berharga” karena setia “MUliakan Tuhan-TIngkatkan iman+ARAhkan ke tujuan, serta berjuang menjadi “ikan yang baik” di dalam pukat/jalanya Tuhan.
Bukankah tak ada hal yang lebih membahagiakan selain, bertemu dengan Allah, lalu sesudah itu memantulkan cahaya wajahNya kepada orang lain?
Mat 17:20:
“Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah dan takkan ada yang mustahil bagimu.”
Ite missa est . Pergilah kamu diutus!
4.
"In Te Domine speravi - PadaMu Tuhan aku berharap."
Ya, bersama dengan HatiNya yang lemah lembut dan murah hati, Tuhanlah yang seharusnya menjadi pengharapan kita, sebagai yang empunya Kerajaan Surga. Seperti yang saya tulis dalam buku "XXX-Family Way" (Kanisius), ada banyak nama tentang surga al: Firdaus/2Kor 12:2 - Kerajaan Allah/Ef 5:5 - Rumah Bapa/Yo 14:2- Tanah Air surgawi/Ibr 1116, dengan beberapa ciri: kekal dan abadi, diciptakan Allah, tidak terukur, tinggi, kudus dan tahta Allah.
Adapun hari ini kita diajak juga untuk menciptakan surga, "SUaRa untuk Gemakan Allah" dengan belajar dari biji sesawi, antara lain:
A.SEderhana:
Seperti sesawi yang tampaknya biasa, surga juga datang lewat hal-hal biasa dan orang-orang yang sederhana. Itu berarti bahwa Kerajaan Allah mulai dari hal-hal yang kecil yang tumbuh dalam hari setiap orang yang menerima sabda Allah.
Kerajaan Allah bekerja secara tersembunyi dan menyebabkan perubahan yang baik dari dalam, bukan sebaliknya. Ia mengubah kita yang menerima kehidupan baru yang ditawarkan Yesus Kristus kepada kita. Yang berdosa pun diubah dan diperbaharui terus-menerus seturut karya Roh Kudus.
Bukankah biji sesawi mulanya adalah sangat sederhana, kecil dan tidak menarik? Bukankah Tuhan juga suka berkarya mencipta surga di bumi juga lewat banyak hal sederhana dan biasa? Ssst...Sudah sederhanakah kita dalam kata, tindakan dan gaya hidup sehari-hari?
B.SAbar:
Sesawi itu asalnya hanyalah kecil saja tapi perlahan ia akan tumbuh menjadi pohon yang sangat besar, dan itu pasti memerlukan kesabaran yang luar biasa, menghadapi aneka tantangan "angin dan hujan kehidupan."
Yang pasti, bukankah sabar itu mengajak kita untuk bisa mencecap surga karena jelas Allah kita juga adalah Allah yang Maha Sabar, yang tidak mudah menghakimi tapi selalu belajar memahami.
Indahnya, kerajaan Allah bekerja perlahan secara tersembunyi dan menyebabkan perubahan yang baik dari dalam, bukan sebaliknya. Ia mengubah kita yang menerima kehidupan baru: Yang berdosa pun diubah dan diperbaharui terus-menerus seturut karya Roh Kudus.
Biji sesawi itu walau sangat kecil dan bahkan tidak banyak diperhitungkan, tapi ia terus "on becoming": bersabar dan tumbuh perlahan. Ia mengajak kita juga untuk sabar menciptakan surga dalam keseharian hidup kita. Sikap sabar ini harus terus-menerus "dipelihara, dipupuk dan disirami" juga dengan doa dan matiraga, devosi dan penghayatan ekaristi juga. Sst..Tetap sabarkah kita ketika ada banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan?
C.manusiaWI:
Yesus selalu hadir sebagai Tuhan yang benar-benar insani. Ia ajarkan hal ilahi dengan cara yang manusiawi. Artinya: Tuhan dan kerajaanNya itu dekat dg kita, tidak usah menunggu kiamat tapi bisa tercipta setiap hari secara manusiawi dengan cara-cara yang manusiawi juga, seperti: mudah bersyukur dan berterimakasih, suka berbagi dan memuji, sabar dan bersikap jujur dll.
Biji sesawi itu terus tumbuh secara alami. Ia bukan produk karbitan/abal-abal. Ia otentik: terus bertumbuh secara alami lewat alam. Ia hadir sangat manusiawi: Ia tidak hanya berguna untuk kepentingan diri tapi juga untuk orang lain: buahnya bisa dipetik dan dimakan orang, dahan-dahannya juga bisa menjadi tempat bernaung bagi banyak burung. Ssst...sudah manusiawikah hidup iman kita setiap harinya? Adakah gunanya iman kita bagi hidup dan karya orang lain secara nyata?
"Cari celana kembar di Gunung Kawi – Mari kita hidup sederhana, sabar dan lebih manusiawi".
5.
"What the kingdom of God is like"
Scripture: Mark 4:26-34
And he said, "The kingdom of God is as if a man should scatter seed upon the ground, and should sleep and rise night and day, and the seed should sprout and grow, he knows not how. The earth produces of itself, first the blade, then the ear, then the full grain in the ear. But when the grain is ripe, at once he puts in the sickle, because the harvest has come." And he said, "With what can we compare the kingdom of God, or what parable shall we use for it? It is like a grain of mustard seed, which, when sown upon the ground, is the smallest of all the seeds on earth; yet when it is sown it grows up and becomes the greatest of all shrubs, and puts forth large branches, so that the birds of the air can make nests in its shade." With many such parables he spoke the word to them, as they were able to hear it; he did not speak to them without a parable, but privately to his own disciples he explained everything.
Meditation
What can mustard seeds teach us about the kingdom of God? The tiny mustard seed literally grew to be a tree which attracted numerous birds because they loved the little black mustard seed it produced. God's kingdom works in a similar fashion. It starts from the smallest beginnings in the hearts of men and women who are receptive to God's word. And it works unseen and causes a transformation from within. Just as a seed has no power to change itself until it is planted in the ground, so we cannot change our lives to be like God until God gives us the power of his Holy Spirit.
The Lord of the Universe is ever ready to transform us by the power of his Spirit. Are you ready to let God change you by his life-giving Word and Spirit? The kingdom of God produces a transformation in those who receive the new life which Jesus Christ offers. When we yield to the Lord Jesus and allow his word to take root in us, our lives are transformed by the power of the Holy Spirit who dwells within us.
Paul the Apostle says, "we have this treasure in earthen vessels, to show that the transcendent power belongs to God and not to us" (2 Corinthians 4:7). Do you believe in the transforming power of the Holy Spirit?
Peter Chrysologous (400-450 AD), an early church father, explained how the "tree of the cross" spread its branches throughout the world and grew into a worldwide community of faith offering its fruit to the whole world:
It is up to us to sow this mustard seed in our minds and let it grow within us into a great tree of understanding reaching up to heaven and elevating all our faculties; then it will spread out branches of knowledge, the pungent savor of its fruit will make our mouths burn, its fiery kernel will kindle a blaze within us inflaming our hearts, and the taste of it will dispel our unenlightened repugnance.
Yes, it is true: a mustard seed is indeed an image of the kingdom of God. Christ is the kingdom of heaven. Sown like a mustard seed in the garden of the virgin’s womb, he grew up into the tree of the cross whose branches stretch across the world. Crushed in the mortar of the passion, its fruit has produced seasoning enough for the flavoring and preservation of every living creature with which it comes in contact.
As long as a mustard seed remains intact, its properties lie dormant; but when it is crushed they are exceedingly evident. So it was with Christ; he chose to have his body crushed, because he would not have his power concealed….
Christ became all things in order to restore all of us in himself. The man Christ received the mustard seed which represents the kingdom of God; as man he received it, though as God he had always possessed it. He sowed it in his garden, that is in his bride, the Church. The Church is a garden extending over the whole world, tilled by the plough of the gospel, fenced in by stakes of doctrine and discipline, cleared of every harmful weed by the labor of the apostles, fragrant and lovely with perennial flowers: virgins’ lilies and martyrs’ roses set amid the pleasant verdure of all who bear witness to Christ and the tender plants of all who have faith in him. Such then is the mustard seed which Christ sowed in his garden. When he promised a kingdom to the patriarchs, the seed took root in them; with the prophets it sprang up; with the apostles it grew tall; in the Church it became a great tree putting forth innumerable branches laden with gifts.
And now you too must take the wings of the psalmist’s dove, gleaming gold in the rays of divine sunlight, and fly to rest for ever among those sturdy, fruitful branches. No snares are set to trap you there; fly off, then, with confidence and dwell securely in its shelter. (Sermon 98)
Do you allow the seed of God's word to take deep root in your life and transform you into a fruit-bearing disciple of Jesus Christ?
"Lord Jesus, fill me with your Holy Spirit and transform me into the Christ-like holiness you desire. Increase my zeal for your kingdom and instill in me a holy desire to live for your greater glory."
Psalm 51:1-5,8-9
Have mercy on me, O God, according to your
steadfast love; according to your abundant
mercy blot out my transgressions.
Wash me thoroughly from my iniquity, and
cleanse me from my sin!
For I know my transgressions, and my sin is ever
before me.
Against you, you only, have I sinned, and done
that which is evil in your sight, so that you are
justified in your sentence and blameless in
your judgment.
Behold, I was brought forth in iniquity, and in sin
did my mother conceive me.
Fill me with joy and gladness; let the bones
which you have broken rejoice.
Hide your face from my sins, and blot out all my
iniquities.
Daily Quote from the Early Church Fathers
"The sum of all is God, the Lord of all, who from love of his creatures has delivered his Son to death on the cross. For God so loved the world that he gave his only begotten Son for it. Not that he was unable to save us in another way, but in this way it was possible to show us his abundant love abundantly, namely, by bringing us near to him by the death of his Son. If he had anything more dear to him, he would have given it to us, in order that by it our race might be his. And out of his great love he did not even choose to urge our freedom by compulsion, though he was able to do so. But his aim was that we should come near to him by the love of our mind. And our Lord obeyed his Father out of love for us." (Isaac of Nineveh, 613-700 A.D., excerpt from Ascetical Homily 74.28)
6.
ULASAN EKSEGETIS
BACAAN INJIL
(Mrk 4:26-34)
Rekan-rekan yang budiman,
Dalam Mrk 4:26-34 didapati dua buah perumpamaan mengenai Kerajaan Allah (ayat 26-29 dan 30-32) diikuti sebuah catatan bahwa Yesus memakai perumpamaan bagi orang banyak tapi bagi para murid diberikannya penjelasan tersendiri (ayat 33-34). Perumpamaan yang pertama hanya didapati dalam Injil Markus, sedangkan yang kedua diceritakan juga dalam Mat 13:31-32 dan Luk 13:18-19. Guna memahami warta petikan ini baiklah ditengok sejenah gagasan apa itu Kerajaan Allah.
A.
Kerajaan Allah.
Ungkapan “Kerajaan Allah” kerap dijumpai dalam Injil Markus dan Lukas. Injil Matius mengungkapkannya dengan “Kerajaan Surga”. Makna ungkapan ini bukanlah wilayah atau pemerintahan seperti dalam “kerajaan Majapahit” melainkan kebesaran, kemuliaan, kekuasaan Tuhan yang diberitakan kedatangannya kepada umat manusia. Maklum pada zaman itu orang Yahudi mengalami pelbagai kekuasaan yang amat berbeda dengan masa lampau mereka sendiri sebagai umat-Nya Tuhan. Pada zaman Yesus mereka tidak lagi bisa menganggap diri umat merdeka seperti leluhur mereka karena mereka ada di bawah kuasa Romawi. Di kalangan umat ada harapan satu ketika nanti mereka akan kembali menjadi umat Tuhan seperti dahulu. Tak jarang harapan ini berujung pada keinginan untuk merdeka dari kekuasaan Romawi dan menjadi negeri dengan pemerintahan dan kekuasaan sendiri. Namun cukup jelas harapan seperti ini tidak bakal terwujud. Ada bentuk rohani dari harapan akan kembali menjadi umat-Nya Tuhan. Yesus termasuk kalangan yang mengajarkan bentuk rohani harapan ini. Begitu pula para rahib yang juga dikenal pada zaman itu. Namun kebanyakan dari mereka menghayati harapan itu dengan menjauh dari kehidupan ramai dan pergi bertapa di padang gurun dan sekitar Laut Mati. Kelompok Yesus berbeda. Mereka tetap berada dalam masyarakat namun berusaha menumbuhkan iman akan kebesaran Tuhan dalam kehidupan mereka. Mereka yakin bahwa kebesaran-Nya tetap ada, juga di dunia ini, namun sering sukar dialami. Bagaimanapun juga bagi kelompok ini berusaha menemukan apa itu kehadiran-Nya yang mulia di dalam kehidupan mereka. Kehadiran-Nya diimani oleh kelompok ini sebagai yang dekat, yang melindungi dan memberi kekuatan dari hari ke hari, yang tidak menghitung-hitung kedosaan melainkan bersikap pengampun. Semua ini juga didapati dalam doa Bapa Kami yang diajarkan oleh Yesus.
Inilah warta yang digambarkan dengan pelbagai perumpamaan dalam Injil-Injil. Juga dalam petikan yang dibacakan kali ini. Menurut Injil Markus, Yesus mulai tampil di Galiea dengan warta bahwa Kerajaan Allah sudah dekat dan orang-orang diajak untuk bertobat, yakni meninggalkan anggapan yang bukan-bukan seperti di atas dan memegang warta yang sejati dengan mempercayainya sebagai warta gembira (Mrk 1:15, lihat juga Mat 4:17).
B.
Dua Perumpamaan.
Dengan latar penjelasan mengenai Kerajaan Allah di atas, kini dapat ditengok perumpamaan pertama. Di situ pertumbuhan Kerajaan Allah digambarkan sebagai biji yang ditaburkan dan dibiarkan bertunas, tumbuh hingga berbuah dan dituai pada musimnya. Bagaimana menangkap maksudnya?
Sebaiknya perumpamaan ini jangan difahami sebagai penjelasan bahwa Kerajaan Allah itu butuh waktu untuk tumbuh hingga berbuah. Pendapat seperti itu memang tidak keliru – semua pertumbuhan memerlukan waktu dan keuletan dst. Tetapi perumpamaan ini justru tidak memusatkan perhatian ke sana. Yang ditonjolkan dalam perumpamaan ini ialah kuasa ilahi yang tidak bergantung pada upaya manusia. Dengan demikian diajarkan agar orang membiarkan kehadiran ilahi ini bergerak menurut iramanya sendiri.
Apakah tafsiran ini berlawanan dengan pengertian bahwa manusia perlu menerima dan menanggapi anugerah ilahi agar pemberian itu betul-betul menjadi nyata? Guna mendalami pertanyaan ini baiklah diingat sebuah perumpamaan lain mengenai penabur dalam Mrk 4:1-20 yang menebar benih di lahan berbeda-beda: pingir jalan, tanah berbatu-batu, semak berduri, dan tanah yang baik. Hanya di tanah yang baik sajalah benih akan tumbuh terus dan berbuah berlipat ganda. Begitu digambarkan pula bahwa benih membutuhkan lahan yang cocok. Namun pengajaran dalam perumpamaan itu bukannya untuk menilai dan menghakimi mana lahan yang tak baik, melainkan untuk mengajak agar orang mengusahakan agar benih mendapat lahan yang baik. Bila mendapati benih jatuh di pingir jalan, bawalah ke tanah yang baik, begitu pula bila mendapati benih di tanah yang berbatu-batu dan semak duri, pindahkan ke tanah yang baik! Perumpamaan diberikan untuk menghimbau, bukan untuk mengadili.
Bila demikian maka perumpamaan dalam Mrk 4:26-29 yang dibicarakan kali ini dapat dimengerti sebagai ajakan untuk membiarkan benih tumbuh terus dengan daya yang ada di dalamnya. Sudah diandaikan bahwa lahannya ialah lahan yang cocok. Hanya butuh dibiarkan dan dijaga agar tetap baik. Membiarkan daya ini bergerak sendiri ialah kerohanian yang dapat memberi kepuasan batin. Orang boleh merasa aman karena sadar dirinya tanah yang baik dan telah menerima benih. Nanti bila waktunya tiba maka akan ada tuaian yang besar. Begitulah perumpamaan ini.
Perumpamaan kedua, Mrk 4:30-32, mengenai biji sesawi, yang disebut biji terkecil dari segala jenis biji, tapi bila ditabur – tentunya di tanah yang cocok – dan bertumbuh akan menjadi besar sehingga burung-burung di udara dapat membuat sarang di dahan-dahannya dan bernaung di situ. Yang hendak disampaikan di sini kiranya ialah besarnya Kerajaan Allah sendiri yang tak terduga-duga sebelumnya. Dari yang paling kecil tumbuhlah yang sedemikian besar. Pendengar dan juga pembaca akan bertanya-tanya biji apakah biji sesawi itu? Orang tergugah rasa ingin tahu. Boleh dikatakan, zaman itu juga orang tidak tahu persis apa biji sesawi yang dibicarakan Yesus. Bahkan Yesus sendiri pun bisa jadi tak pernah melihat apa tu biji sesawi. (Bandingkan dengan orang Jawa yang bisa bicara mengenai Pandawa lima tanpa pernah bertemu dengan salah seorang pun dari mereka, karena memang mereka tak pernah ada!) Ungkapan itu dipakai sebagai perumpamaan dan tidak perlu dicari-cari apa padanannya dalam dunia pengetahuan tumbuh-tumbuhan! Beberapa waktu yang lalu dalam ilmu tafsir memang sering “pengetahuan” seperti ini dicari-cari dan dijadikan ukuran bagi penafsiran, tapi sekarang para ahli tafsir lebih berusaha menyadari makna sastra perumpamaan.
Bila hal di atas diterima, maka boleh dibayangkan bahwa Yesus justru memakai kata “biji sesawi” yang bakal mengherankan banyak orang guna menyampaikan warta khas mengenai Kerajaan Allah. Keheranan, ketakjelasan mengenai apa itu biji yang dimaksud justru menjadi bagian dari wartanya. Kerajaan Allah tetap misteri, namun pertumbuhannya nyata dan lingkupnya amat besar tak terduga-duga. Orang dihimbau untuk menjadi seperti burung di udara, membangun sarang dan bernaung padanya.
Dalam penjelasan di atas, kedua perumpamaan mengenai Kerajaan Allah dipahami sebagai ajakan untuk membiarkannya tumbuh dengan daya ilahi yang ada di dalamnya dan menghormati bahkan mengherani kebesaran yang kerap tidak segera tampak. Dengan demikian perumpamaan ini dapat menjadi pengajaran yang menumbuhkan rasa percaya akan daya ilahi sendiri.
C.
Pengajaran Khusus – Bagi Siapa?
Dalam ay. 33-34 disebutkan bahwa Yesus tidak berbicara kepada orang banyak tanpa memakai perumpamaan, tetapi penjelasannya ia berikan kepada para murid. Kepada orang banyak Yesus menyampaikan imbauan, seperti dalam uraian di atas. Kepada para murid, yakni kelompok yang lebih dekat padanya, diberikannya uraian secara tersendiri. Dalam kaitan dengan dua perumpamaan tadi Injil Markus tidak memberi penjelasan lebih jauh tentang uraian Yesus itu. Pembaca boleh menduga-duga. Tetapi tak akan sampai pada pengertian baru. Perlu diingat bahwa catatan Markus itu mengenai para murid, bukan mengenai kita pada zaman ini. Kelirulah bila kita ingin menyamakan diri sebagai para murid yang dikatakan telah menerima uraian tersendiri. Ini semacam sikap sok rohani yang mau menonjolkan diri telah dapat pengajaran khusus. Bisa-bisa malah menghimpit iman. Lebih baik menganggap diri sama seperti “orang banyak”, pendengar umum, yang disebut dalam Injil, yang mendengarkan perumpamaan dan menikmatinya. Sikap ini lebih memberi kemerdekaan batin, lebih memungkinkan orang memasuki dunia perumpamaan dan memetik hikmatnya. Bila langsung ingin menyamakan diri dengan para murid waktu itu, paling banter orang hanya akan sampai pada pernyataan-pernyatan moralistis basi tanpa mengolah makna perumpamaannya. (AG).
7.
KUTIPAN TEKS MISA.
Jumat, 01 Februari 2019
Hari Biasa Pekan III
Dengan penciptaan, Sabda menyatakan Allah itu Pencipta --- St Ireneus.
Antifon Pembuka (Mzm 37:3)
Percayalah kepada Tuhan dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia.
Doa Pembuka
Allah Bapa sumber iman kepercayaan, kami mohon iman akan Sabda-Mu, dan resapkanlah ke dalam lubuk hati kami janji-Mu akan memberi kehidupan, agar kami menjadi orang yang berkenan di hati-Mu. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.
Bacaan dari Surat kepada Orang Ibrani (10:32-39)
"Kalian telah menderita banyak, sebab itu janganlah melepaskan kepercayaanmu."
Saudara-saudara, ingatlah akan masa yang lalu. Sesudah kamu menerima terang, kamu banyak menderita karena kamu harus bertahan dalam perjuangan yang berat, baik waktu kamu dijadikan tontonan oleh cercaan dan penderitaan, maupun waktu kamu mengambil bagian dalam penderitaan mereka yang diperlakukan sedemikian. Memang kamu telah turut mengambil bagian dalam penderitaan orang-orang hukuman, dan ketika hartamu dirampas, kamu menerima hal itu dengan sukacita, sebab kamu tahu, bahwa kamu memiliki harta yang lebih baik dan yang lebih langgeng sifatnya. Sebab itu janganlah melepaskan kepercayaanmu, karena besarlah upah yang menantinya. Kamu sungguh memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. Sebab dalam Alkitab tertulis: "Sedikit, atau bahkan sangat sedikit waktu lagi, Dia yang ditetapkan untuk datang itu akan tiba tanpa menangguhkan kedatangan-Nya. Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, Aku tidak berkenan lagi kepadanya." Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan akan binasa! Sebaliknya: Kita ini orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Orang-orang benar akan diselamatkan oleh Tuhan.
Ayat (Mzm 37:3-4.5-6.23-24.39-40)
1. Percayalah kepada Tuhan dan lakukanlah yang baik, diamlah di negeri dan berlakulah setia; bergembiralah karena Tuhan; maka Ia akan memenuhi keinginan hatimu!
2. Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah pada-Nya, maka Ia akan bertindak; Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan menampilkan hakmu seperti siang.
3. Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya. Kalaupun ia jatuh, tidaklah sampai binasa, sebab Tuhan menopang tangannya.
4. Orang-orang benar akan diselamatkan oleh Tuhan; Dialah tempat perlindungan mereka pada waktu kesesakan; Tuhan menolong dan meluputkan mereka dari tangan orang-orang fasik. Tuhan menyelamatkan mereka, sebab mereka berlindung pada-Nya.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. Terpujilah Engkau, Bapa, Tuhan langit dan bumi, sebab misteri kerajaan Kaunyatakan kepada kaum sederhana.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (4:26-34)
"Kerajaan Surga seumpama orang yang menabur benih. Benih itu tumbuh, namun orang itu tidak tahu."
Pada suatu ketika Yesus berkata, "Beginilah halnya Kerajaan Allah: Kerajaan Allah itu seumpama orang yang menaburkan benih di tanah. Malam hari ia tidur, siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas, dan tunas itu makin tinggi! Bagaimana terjadinya, orang itu tidak tahu! Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkai, lalu bulir, kemudian butir-butir yang penuh isi pada bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit, sebab musim menuai sudah tiba". Yesus berkata lagi, "Dengan apa hendak kita bandingkan Kerajaan Allah itu? Atau dengan perumpamaan manakah kita hendak menggambarkannya? Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain, dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam rimbunannya". Dalam banyak perumpamaan semacam itu Yesus memberitakan sabda kepada mereka sesuai dengan pengertian mereka, dan tanpa perumpamaan Ia tidak berkata-kata kepada mereka. Tetapi kepada murid-murid-Nya Ia menguraikan segala sesuatu secara tersendiri.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Ketika mendengar kabar bahwa seribu hari meninggalnya bapak atau ibu itu akan diadakan minggu depan misalnya, kita biasa berkomentar: “Lho kok sudah seribu hari, ya, bapak/ibu itu meninggalkan kita.…” Sebuah reaksi yang umum dan wajar, ”tidak terasa”. Walaupun sebenarnya harus dikatakan bahwa bagi keluarga yang ditinggalkan, meninggalnya bapak atau ibu itu tetaplah sebuah peristiwa yang menyedot emosi dengan proses perjuangan untuk menerima yang tidak mudah pula.
Proses yang sebenarnya penuh perjuangan tetapi tidak terasa bagi banyak orang adalah salah satu ciri kehadiran Kerajaan Allah. Dalam perumpamaan dari Yesus tentang benih yang ditabur pada hari ini, jelas sekali makna pewartaan Yesus bahwa Kerajaan Allah itu karya Allah yang tidak selalu dirasakan atau diketahui oleh manusia, dan bahwa Kerajaan Allah itu sering mulai dari hal-hal yang kecil dan sepele. Banyak proses dalam hidup ini yang disertai oleh Allah sendiri tetapi nyatanya tidak diketahui dan tidak dilihat oleh manusia. Dalam contoh di atas, perjuangan untuk menerima saudaranya yang dipanggil Tuhan tetaplah proses yang tidak mudah untuk sebagian orang. Tetapi bagi tetangga, semuanya seperti berjalan begitu saja, dan tahu-tahu seluruh proses penerimaan itu telah selesai. Begitu pula hal lain, seperti proses pendidikan anak-anak kita, proses “pengmsanan kita” di suatu tempat tinggal baru, proses untuk memasuki lingkungan kerja yang baru… benar-benar butuh perjuangan awal yang tidak mudah, tetapi tahu-tahu lha kok sudah sekian tahun itu berjalan dengan baik. Bagaimana bisa? Jawabannya satu: karena Tuhan menyertai proses itu, Tuhan mengurus dan bekerja bukan hanya dari tahun ke tahun, tetapi dari detik ke detik, menit ke menit setiap harinya.
Marilah kita menghargai proses perjuangan hidup ini, yang secara manusiawi sering tidak mudah, tetapi nyatanya dapat berjalan dengan baik setelah sekian waktu lamanya, dan tahu-tahu buah akhirnya indah dan memesona. Itu hanya ada satu kemungkinan jawaban: Tuhan yang mengurus dan menyertai proses tersebut, sebagaimana benih yang ditabur dan pada waktunya menghasilkan buah dan siap dipanen!
Doa Malam
Allah Bapa sumber kebahagiaan, kami bersyukur bahwasanya Engkau telah memulai membuka kedamaian di tengah-tengah kami melalui Yesus, Sabda-Mu yang terpercaya. Kami mohon, semoga kami selalu setia dalam kata dan karya mengingat kebahagiaan umat manusia. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami. Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar