Ads 468x60px

Jumat, 15 Februari 2019

HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Jumat, 15 Februari 2019
Hari Biasa Pekan V
Kejadian (3:1-8)
(Mzm 32:1-2.5.6.7; R: 1a)
Markus (7:31-37)
"Efata – Terbukalah!”
Inilah yang menjadi pesan pokok hari ini. Inilah juga yang saya wartakan ketika mempersembahkan misa untuk para narapidana kristiani di Rumah Tahanan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Bahwasannya, kita diajak untuk terbuka, bukan tertutup: dari buta menjadi penuh cinta dan sukacita, dari tuli menjadi orang yang berpeduli. Dalam bahasa walikota Solo era Jokowi dan FX Hadi Rudyatmo, "dengar (buka telinga), lihat (buka mata) dan buat (buka hati).
Adapun, kalau kita membaca Injil dan mengikuti jejak langkah Yesus secara terbuka, kita akan menemukan bahwa di mana pun berada, Ia pasti terbuka dan menjadikan segala-galanya baik.
Dalam Injil ini dikisahkan tentang pemyembuhan orang yang bisu dan tuli sehingga ia bisa mendengar dan berkata-kata dengan baik.
Ya, sepulangnya dari daerah Tirus dan Sidon (Mr 7:24; Mat 11:21), Yesus tidak kembali ke Galilea. Dia malah menyusuri pantai timur Danau Galilea yang membawaNya ke Dekapolis. Disana, Yesus menyembuhkan orang tuli yang “gagap” (7:31-37).
Yang pasti, alangkah tidak enaknya menjadi seorang yg tuli dan “gagap“, yakni mengalami kesulitan dalam berbicara, bukan? Kita menjadi terhambat dalam ber-sosialiasi.
Nah, Yesus tanggap terhadap orang yang gagap. Ia memisahkan orang tuli dan gagap itu dari orang banyak. Lalu Yesus memasukkan jariNya ke telinga orang itu, kemudian Ia meludah dan meraba lidah orang itu.
Selanjutnya Yesus menengadah ke langit dan berkata: "Efata!" Ia menengadah ke langit agar kita mengerti bahwa kuasa untuk menyembuhkan itu semata datang dari Allah, bukan kuat kuasa kita sendiri. Mukjizat-pun terjadi: telinga orang itu bisa mendengar dan mulutnya bisa bicara: "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata." (Mrk 7,37)
Si sakit mengalami "reformartio vitae, perubahan hidup", bukan hanya telinga dan lidahnya menjadi terbuka, tetapi hatinya pun menjadi terbuka pada Yesus. Ini terlihat dari kesaksiannya. Mulutnya tidak henti-hentinya terbuka untuk mewartakan kasih ilahi yang dialaminya. Tak heran bila orang banyak pun menjadi takjub.Terjadilah apa yang dinubuatkan nabi Yesaya: "Pada waktu itu.. telinga orang-orang tuli akan dibuka.. dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai" (Yes. 35:4-6).
Sudahkah kita juga menjaga sekaligus membuka telinga, mulut dan hati kita bagi kemuliaan Tuhan dan derita sesama?
"Burung tekukur di Pasar Pramuka -
Mari bersyukur dan selalu bersuka."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
Doa:
Ajarilah aku agar aku mampu mendengarkan, ya Allah
Ajarilah aku agar aku mampu mendengarkan, ya Allah penyelenggara
Ajarilah aku agar aku mampu mendengarkan, ya Allah sang pencipta
Ajarilah aku agar aku mampu mendengarkan, ya Allah Roh Kudus,
Mendengarkan suaraMu,
Dalam kesibukan dan kebosanan,
Dalam situasi serba pasti dan serba ragu
Dalam kebisingan dan dalam keheningan.
Ajarilah aku Ya Tuhan, agar aku mampu mendengarkan.
B.
INSPIRASI PAGI LBI.
Bacaan Injil hari ini merupakan kisah perjalanan yang dilanjutkan dengan kisah penyembuhan. Yesus dikisahkan mengunjungi wilayah yang dihuni oleh orang-orang bukan Yahudi. Kali ini Ia sampai ke daerah Dekapolis. Bagi orang Yahudi, daerah orang asing adalah daerah najis. Mereka enggan memasukinya agar tidak tertular kenajisan. Kalaupun terpaksa harus ke situ, begitu pulang ke rumah masing-masing mereka harus buru-buru membersihkan diri agar kembali menjadi tahir. Daerah orang asing dengan demikian dipandang rendah, demikian juga orang-orang yang tinggal di situ.
Tradisi yang menyekat-nyekat dan membeda-bedakan manusia itu didobrak oleh Yesus. Mengapa manusia yang satu tidak boleh bergaul dan hidup bersama dengan manusia yang lain? Mengapa manusia yang satu menganggap diri lebih berharga daripada yang lain? Itu sungguh tidak bisa diterima. Demikianlah Yesus memasuki daerah Dekapolis tanpa beban. Ia bermaksud menyapa orang-orang di situ dan menghadirkan keselamatan Allah kepada mereka semua.
Keagungan karya keselamatan Allah langsung dirasakan oleh seorang warga setempat yang hidupnya selama ini menderita karena dirinya tuli dan gagap. Dengan penuh kuasa, Yesus memulihkan keadaan orang asing itu.
Inilah langkah-langkah penyembuhan yang dilakukan Yesus beserta dengan maknanya:
Pertama, Yesus mengajak orang yang akan disembuhkan-Nya itu untuk menyendiri. Mukjizat penyembuhan yang akan dilakukan Yesus adalah sesuatu yang misterius. Proses bagaimana itu terjadi tidak perlu diketahui oleh masyarakat. Dalam konteks Injil Markus, hal ini berhubungan dengan identitas Yesus sebagai Mesias yang saat itu masih harus dirahasiakan, sebab belum waktunya untuk diungkapkan.
Kedua, Yesus memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu. Dengan menyentuh bagian tubuh yang bermasalah, Yesus menyalurkan tenaga penyembuhan dari dalam diri-Nya.
Ketiga, Yesus meludah, mengoleskan jari-Nya pada ludah itu, dan dengan jari itu menyentuh lidah si sakit. Pada masa itu, masyarakat berpandangan bahwa ludah mempunyai daya penyembuh. Dengan ludah-Nya, Yesus bermaksud memulihkan lidah orang itu yang selama ini terasa berat dan membuatnya susah berbicara.
Keempat, Yesus menengadah ke langit. Ini adalah sikap doa. Dengan ini, Yesus menegaskan bahwa kekuatan-Nya berasal dari Allah. Mukjizat yang Ia kerjakan merupakan wujud nyata karya Allah yang mengasihi manusia dan hendak menghadirkan keselamatan kepada semua orang.
Kelima, Yesus mengucapkan kata penyembuhan, yakni efata. Ini bukan mantra atau kata-kata magis yang mempunyai kekuatan pada dirinya sendiri. Untuk menghilangkan kesan itu, penulis Injil Markus segera memberikan terjemahannya, yaitu “terbukalah.” Efata dengan demikian sekadar seruan yang mewakili keseluruhan kuasa Yesus dalam menyembuhkan orang yang tuli dan gagap tersebut.
Demikianlah orang yang menderita itu pada akhirnya mengalami pemulihan. Ia dapat mendengar dan berbicara dengan lancar. Reaksi orang-orang yang melihat mukjizat ini patut dicatat. Meskipun dilarang menyebarluaskan peristiwa itu, mereka tetap melakukannya. Menyinggung kisah penciptaan (Kej. 1:31), mereka berseru, “Ia menjadikan segala-galanya baik.” Menyinggung nubuat Nabi Yesaya (Yes. 35:5-6), mereka menyatakan, “Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”
Sukacita orang-orang itu adalah sukacita kita juga, sebab seperti mereka, kita ini adalah “orang-orang asing.” Akan tetapi syukurlah, Allah tidak mengecualikan kita. Di mata Allah, kita adalah juga anak-anak yang Ia kasihi. Ia senantiasa hadir bagi kita, mendukung kita pada saat-saat sulit, menghibur kita ketika sedih, serta memulihkan kita ketika menderita dan sakit. Atas segala kebaikan itu, tidak bisa tidak, kita mesti menanggapinya dengan syukur dan pujian yang tiada henti. (JH)
C.
ULASAN EKSEGETIS:
"EFATA! - TERBUKALAH!"
Rekan-rekan yang budiman!
Kali ini Injil Markus menampilkan kisah unik: penyembuhan orang tuli. Hanya dalam Injil Markus sajalah peristiwa ini disampaikan.
Dalam bacaan injil, ada beberapa hal menarik yang kurang begitu saya pahami. Karena kekurangan waktu untuk membalik-balik komentar Injil, saya bujuk saja Mark menerangkan makna kisah penyembuhan ini. Ia biasanya pendiam dan tak banyak kata, tapi kali ini ia suka bercerita dan tidak keberatan suratnya saya teruskan kepada kalian. (AG)
================================
Gus yang baik!
Memang benar Yesus banyak melakukan penyembuhan, tetapi memang baru di sinilah kusampaikan peristiwa penyembuhan orang tuli. Dan hanya akulah yang menyampaikan kisah penyembuhan dari ketulian. Memang Matt menyebut mengenai penyembuhan pelbagai orang sakit, termasuk orang bisu (Mat 15:29-31 tidak eksplisit disebut tuli, tapi orang jadi bisu biasanya karena tuli). Oleh karena itu, para ahli zaman modern biasa menduga bahwa aku hanya membuat-buat kisah itu. Kuharap kau tidak beranggapan demikian kan? Aku mendengar dari sumber-sumber tepercaya yang menyaksikan kejadian itu sendiri dan mengisahkannya berkali-kali.
Mereka juga ingat kejadian itu bertempat di dekat danau Galilea. Demi gampangnya maka kujelaskan pada awal bahwa Yesus sedang dalam perjalanan balik dari Tirus di pesisir Lebanon selatan sekarang ke kota-kota sekitar danau Galilea tempat ia banyak dikenal. Tapi memang dari Tirus ia ke utara dulu, ke Sidon, juga pesisir, dan dari sana kembali lewat daerah sepuluh kota, yaitu Dekapolis, dan sampai di tempat orang bisu itu dibawa ke hadapannya. Kalau sukar dibayangkan, gini saja, barusan kulihat peta Pulau Jawa di Internet. Bayangkan Yesus itu dulunya giat di sekitar Ambarawa-Salatiga, tuh di sekitar Rawa Pening (anggap saja ini wilayah Galilea), tapi ia kan pernah diminta pergi dari Galilea (Mrk 5:1-20, terutama ay. 17) ke Tirus, (Mrk 5:24) bayangkan saja Semarang, maksudnya incognito, tapi di situ seorang ibu-ibu Yunani keturunan Siro-Fenisia malah minta dia menyembuhkan anak perempuannya yang kerasukan setan (Mrk 7:24-30). Tentu Yesus tidak berniat berlama-lama di Tirus/Semarang, dan memutuskan kembali ke Galilea/sekitar Rawa Pening. Tapi kebetulan ada yang mengajaknya ke Sidon yang tak jauh dari sana, kayak ke Weleri, bawa satu blèk rambak petis buat oleh-oleh, dan dari sana di balik ke wilayah Ambarawa-Salatiga/Galilea, tapi tidak lewat jalan biasa, melainkan memutar lewat sebuah Gua Maria, Sukorejo, Parakan, Candi Umbul dst. (anggap saja seperti Dekapolis). Sebelum sampai kembali di Ambarawa ia dihentikan orang-orang yang membawa seorang pasien tuli. Rada jelas?
Kurasa penting kisah perjalanan ini diceritakan karena menggambarkan bagaimana perjalanan Yesus itu sebuah ziarah yang semakin membentuk sikap batinnya yang khas: memberi isi nyata pada kata “kehendak Allah”. Pengabdiannya pada kemanusiaan, tak peduli apa haluan kepercayaannya seperti ibu-ibu tadi, ialah untaian manikam kenyataan apa itu kehendak Bapanya. Inilah yang membuatku terkesan dan merasa perlu menyampaikannya kepada kalian orang sekarang. Lagipula, kota Tirus dan Sidon itu letaknya di wilayah amat pinggiran lingkup masyarakat Yahudi. Di sana orang dianggap tak menghiraukan sisi-sisi rohani dan hanya mementingkan materi. Maklum keduanya kota perdagangan yang tua, kayak Semarang dan Weleri kalian itu. Tapi wilayah seperti itu tidak dilupakan Tuhan, malah ia semakin menemukan diri di sana. Ini termasuk Mysterium Christi yang bikin orang mau tahu lebih tentang sang Mesias. Sarjana-sarjana kan beranggapan bahwa tulisanku menitikberatkan perkenalan pada misteri ini.
Sekarang ada yang lebih menarik dari pelajaran geografi tadi. Terus terang kisah mengenai penyembuhan orang tuli ini mesti dibaca atau paling tidak dibayangkan bersama dengan kisah penyembuhan orang buta (sering dikenal dengan nama Bartimeus) di Betsaida (Mrk 8:22-26). Kau sendiri pernah menulis tentang si buta itu kan? Kesembuhan si tuli dan si buta ini ada makna simboliknya. Mereka jadi sembuh ketika berjumpa dengan Yesus yang tak terduga-duga di tengah perjalanannya, di tengah ziarahnya menemukan kehendak Bapanya. Kesembuhan mereka itu ialah kesembuhan dari ketulian dan kebutaan mengenai siapa sebetulnya Yesus ini. Kisah ini kumaksudkan bagi orang banyak, yang ada di situ dan yang ada di mana saja Injil ini terbaca. Hendaknya mereka mengerti bahwa perjumpaan dengan Yesus sang pejalan ini membuka gerbang telinga dan pintu mata. Ketulian sesenyap apapun dan kebutaan segelap apapun tak bisa menahan suara dan terang yang keluar dari diri Yesus.
Dalam kisah penyembuhan orang tuli ini ada orang banyak yang membantu si tuli untuk bertemu dengan Yesus dan meminta agar ia menumpangkan tangan menyembuhkannya. Nanti dalam kisah orang buta, orang banyak agak menghalangi, tapi si buta itu terus bertekad mau mendekat. Seperti di mana saja dan kapan saja, orang banyak sering tak jelas mau apa dan ke mana. Maka dari itu, mereka juga diajak mendengar dan melihat. Kita ini kadang-kadang mirip orang banyak juga. Tapi untung ada orang tuli dan orang buta tadi. Kita bisa melihat yang terjadi pada diri mereka dan belajar dari mereka.
Sekarang perhatikan sikap dan tindakan Yesus dalam penyembuhan orang tuli itu. Ia memisahkannya dari kerumunan orang banyak sehingga hanya mereka berdua sendirian saja. Di situ terjadi penyembuhannya. Ia mau agar yang pertama-tama didengar orang tuli itu nanti ialah suara yang dibawakannya, bukan kasak kusuk orang banyak yang untuk sementara dijauhkannya. Kita tak tahu semua seluk beluk yang terjadi ketika mereka sendirian. Tentu si tuli tadi kemudian bercerita dan dari sana kita agak tahu bahwa Yesus memasukkan jarinya ke telinga orang itu, meludah dan meraba lidah orang tadi. Kayak penyembuh paranormal ya? Tapi lebih penting lagi, kemudian sambil menengadah ke langit, ia mendesah dan berkata, dalam bahasa Aram, “Efata!” artinya “Terbukalah!” Dari bentuk Aramnya, Gus kau tahu Aram lebih baik dari padaku, perintah itu ditujukan kepada dua telinga yang dimasuki jarinya. Perintah kepada telinga yang menutup diri kuat-kuat. Perhatikan, Yesus mendesah. ya, mendesah, mengerang kayak orang yang sedang kena kesakitan. Aku tak tahu banyak mengenai dunia itu, tapi sumber yang kupakai jelas-jelas memaksudkan Yesus seperti sedang menahan sakit. Bukankah kedua jarinya ada di telinga orang itu. Ada pergulatan antara kekuatan yang menolak sang Sabda dengan Sabda yang mendatanginya. Dan disertai kesakitan dari Sabda itu. Juga ia menyentuh lidah orang tadi. Bayangkan saja, ibu jarinya menyentuh lidah orang tadi. Juga ada pergulatan antara lidah yang dikuasai kekuatan yang membisukan melawan dia yang membuat orang berani bersaksi. Yesus juga meludah. Kekuatan jahat dari telinga yang diambilnya itu masuk ke dalam badannya, badan Yesus sendiri, dan kini diludahkannya dan dibuangnya keluar.
Gus jangan mulai tersenyum membaca uraian ini, aku sendiri juga heran. Memang Yesus bertindak seperti penyembuh paranormal zaman itu. Tapi satu hal tak bisa kulewatkan: Yesus menengadah (Mrk 7:34). Ia mengarahkan diri ke langit. Dulu ketika ia dibaptis ia melihat langit terbuka dan saat itulah ia mendengar suara dari sana (Mrk 1:9-10): “Engkaulah AnakKu yang terkasih, kepadamulah Aku berkenan.” Pengalaman ini tak pernah lepas dari dirinya. Kini ia menengadah menghadirkan kembali kekuatan perkenan dari atas dan menyalurkannya ke dalam telinga dan lidah orang bisu tuli tadi. Adakah kekuatan lain yang dapat menahan suara dan perkenan dari langit yang terbuka tadi? Yesus bukan penyembuh biasa, ia meneruskan perkenan yang meraja di dalam dirinya kepada siapa saja yang mendekat padanya. Ia juga sanggup ikut merasakan penderitaan batin dan fisik orang yang sakit.
Mungkin kau akan bertanya-tanya mengapa Yesus menyuruh orang banyak merahasiakan kejadian tadi. Tapi makin dilarang, mereka malah makin memberitakannya. Aneh, di sini yang dilarang ialah orang banyak, jadi berbeda dengan yang terjadi dalam penyembuhan orang kusta (Mrk 1:44). Larangan itu sebenarnya untuk menghimbau agar orang tidak mengobral cerita sehingga maknanya jadi buyar, jadi kisah penyembuhan dan penumpangan tangan semata-mata. Banyak orang akan berbondong-bondong minta ditumpangi tangan. Tidak enak! Kesembuhan itu hasil sampingan dari kejadian yang lebih dalam yang aku sendiri tidak tahu tapi percaya ada. Orang-orang diminta mengendapkan pengalaman melihat peristiwa itu dan menemukan artinya. Baru bisa omong. Sayang mereka tak sabar, maka Yesus ketika itu makin dikenal sebagai penyembuh saja, bukan terutama sebagai Anak terkasih Dia yang ada di surga danmendapat perkenan-Nya. Ini baru kusadari ketika menuliskan semuanya.
Gus coba terangkan kepada rekan-rekan perkara ini. Juga ada hubungannya dengan kebangkitan Yesus nanti. Orang boleh mulai cerita banyak mengenai tindakan, pengajaran, penyembuhan yang dilakukan Yesus setelah ia nanti ditinggikan di salib. Setelah diakui bahkan oleh kepala pasukan di Golgota dengan kata-kata ini: “Sungguh, orang ini Anak Allah!” (Mrk 15:39). Dan itulah yang diwartakan tentang Yesus Kristus, dan itulah yang memberi arti lebih kepada semua tindakannya, penyembuhannya, dan pengajarannya. Dan itulah realitas kebangkitannya: ia sungguh Anak Allah.
Katanya sedang di Jakarta ya, memberi kuliah tamu linguistik ya? Cuti dari eksegesis! Salam saja buat rekan-rekan yang tahun ini mencoba mengerti yang ingin kusampaikan dalam kisah-kisah tentang Yesus sang Mesias.
D.
Allah Memulihkan kembali Ciptaan-Nya
01.
Kisah mukjizat penyembuhan orang tuli dan gagap ini terjadi di daerah Dekapolis, yang berarti “Sepuluh Kota”. Wilayah Dekapolis merupakan daerah luas yang terbentang dari sebelah timur Sungai Yordan sampai di sebelah selatan Danau Galilea. Kesepuluh kota itu ialah Scithopolis, Pella, Dion, Gerasa, Philadelphia, Gadara, Raphana, Kanatha, Hippos dan Damaskus. Pada tahun 63 SM, Kaisar Pompeius menggabungkan kota-kota itu ke dalam propinsi Siria, kemudian mereka membentuk perserikatan dagang dan pertahanan bersama untuk melawan serangan suku-suku Sem. Kota-kota itu memiliki otonomi penuh untuk mengatur pemerintahannya sendiri. Penduduk Dekapolis bukan orang Yahudi dan sangat dipengaruhi oleh budaya Yunani. Kota-kota itu dianggap kafir oleh masyarakat Yahudi karena jauh dari Yerusalem dan tidak mengenal hukum Allah. Mereka dinilai tak menghiraukan sisi-sisi rohani dalam hidup tetapi hanya mementingkan segi materi. Namun wilayah seperti itu ternyata tidak dilupakan Tuhan. Ia bahkan menemukan iman yang begitu mendalam di sana yang diwakili oleh seorang perempuan dari Siro-Fenesia (Mrk 7:24-30). Ini adalah misteri karya penyelamatan Allah yang luar biasa dan sangat mengagumkan.
02.
Rute perjalanan Yesus menurut Injil Markus ini agak aneh dalam arti wira-wiri karena setelah meninggalkan Tirus menuju ke Sidon, Yesus kembali ke wilayah Dekapolis. Artinya Yesus berjalan dari Tirus menuju ke Sidon di sebelah Utara, lalu kembali lagi ke Selatan, menyeberang ke wilayah Timur Galilea. Lebih mudah dipahami jika Yesus berjalan dari Sidon ke Tirus, lalu menyeberang danau Galilea menuju Dekapolis. Namun, kesulitan geografis ini tidak begitu penting karena penginjil Markus ingin menegaskan bahwa mukjizat Yesus itu dilakukan di wilayah orang-orang bukan Yahudi.
Setting tempat ini penting untuk menunjukkan perbedaan yang kontras antara tanggapan negatif orang-orang Yahudi dan para pemimpinnya (Mrk 7:1 dst) dengan tanggapan positif orang-orang bukan Yahudi terhadap karya dan pewartaan Yesus. Mengutip nubuat nabi Yesaya, Yesus menunjukkan kedegilan hati orang-orang Yahudi, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadat kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia” (Mrk 7:6-7, bdk Yes 29:13).
03.
Cara penyembuhan yang dilakukan Yesus yakni dengan “memasukkan jariNya ke telinga orang itu, lalu meludah dan meraba lidah orang itu.” (ay. 33) merupakan cara yang tidak lazim meskipun cara seperti itu sering dilakukan oleh para penyembuh tradisional. Proses penyembuhan diawali dengan menyembuhkan telinga. Setelah telinga dapat mendengar barulah Yesus bersabda "Efata" (bhs. Aram) yang artinya "Terbukalah." Proses yang diceritakan dengan detail ini mengingatkan kita pada nabi Yesaya yang mengecam ketulian Israel terhadap Sabda Allah, “Engkau tidak mendengarnya ataupun mengetahuinya, juga telingamu tidak terbuka dari sejak dahulu; tetapi Aku telah mengetahui, bahwa engkau berbuat khianat sekeji-kejinya, dan bahwa orang menyebutkan engkau: pemberontak sejak dari kandungan.” (Yes 48:8).
Aspek privacy proses penyembuhan itu yakni “memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian”, berkaitan dengan larangan Yesus agar tidak menceritakan peristiwa penyembuhan itu kepada siapa pun (ay. 36). Larangan yang sering muncul dalam Injil Markus itu oleh para ekseget disebut sebagai Rahasia Mesias (the Mesianic Secret). Larangan itu dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman karena mesianitas yang dihayati dan dilaksanakan oleh Yesus berbeda dengan mesianitas yang digambarkan oleh banyak orang di masa itu. Tugas perutusan sebagai Mesias dilaksanakan Yesus justru melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
04.
Para nabi Perjanjian Lama mewartakan bahwa kedatangan Hari Tuhan atau zaman Mesias akan ditandai dengan adanya peristiwa yang mentakjubkan antara lain “orang-orang tuli akan mendengar” dan “orang-orang buta akan melihat” (Yes 29:18; 32:4; 35:5; 42:7; 61:1; Ez 24:27). Pokoknya Sang Mesias akan "menjadikan segala-galanya baik". Ungkapan itu mengingatkan kita pada karya penciptaan Allah dalam Kitab Kejadian. Setelah menyelesaikan karya penciptaan-Nya “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik.” (Kej 1:31). Sebelum manusia pertama jatuh ke dalam dosa, Allah telah menciptakan semesta dalam keadaan syalom yang sempurna. Segala ciptaan baik adanya, hidup bersama dan berelasi secara harmonis. Manusia mampu berelasi harmonis dengan Tuhan, sesama, dan alam semesta.
Karena dosa Adam dan keturunannya, suasana syalom itu menjadi rusak. Pada zaman Mesias, alam ciptaan yang telah rusak dipulihkan kembali seperti semula, seperti pada saat penciptaan, “Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai” (Yes 35:5-6, bacaan I). Reaksi orang-orang Dekapolis setelah melihat dan mendengar karya Yesus dalam ay. 36-37 mengungkapkan iman mereka bahwa dalam mukjizat penyembuhan yang dilaksanakan oleh Yesus itu sebenarnya Allah sendirilah yang berkarya.
Pengakuan akan keilahian Yesus secara implisit terungkap dalam pernyataan, "Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata." (ay. 37). Melalui Yesus Allah telah memulihkan kembali ciptaan seperti pada saat penciptaan dunia dan dengan demikian mulailah zaman Mesias, keselamatan akhir zaman yang dinubuatkan oleh para nabi, “Allah sendiri datang menyelamatkan engkau” (Yes 35:4). Sekaranglah, saat ini dan di tempat inilah saat keselamatan itu terlaksana.
05.
Bagi orang Yahudi, proses beriman diawali dengan pengenalan akan Allah dan kehendak-Nya. Kemudian, iman itu harus diwujudkan di dalam kesetiaan melaksanakan Hukum Taurat. Kondisi tuli dan gagap menjadi hambatan serius untuk beriman dan untuk mewujudkan iman itu. Bagaimana mungkin seseorang dapat beriman jika tidak pernah mendengar Sabda-Nya. Pada zaman Yesus, ketika budaya tulisan belum berkembang, penerimaan Sabda hanya mungkin terjadi lewat pendengaran. Bagaimana mungkin orang melakukan kehendak Tuhan jika dia tidak pernah mendengar (karena tuli) apa yang dikehendaki Tuhan? Selanjutnya, bagaimana mungkin orang mewartakan Sabda Tuhan jika tidak mampu berbicara (karena gagap)?
Dengan demikian kondisi tuli dan gagap menimbulkan hambatan berlapis-lapis bagi orang yang ingin mendengar, memahami dan melaksanakan kehendak Tuhan. Oleh karena itu, penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus membuka peluang yang sangat leluasa bagi orang itu untuk necep dan neges Sabda Dalem serta ngemban dhawuh untuk mewartakannya kepada semua orang. Karena tahu persis apa yang dikehendaki Tuhan (dengan pulihnya pendengaran), orang itupun mempunyai kemudahan untuk mewartakan dan melaksanakan kehendak-Nya. Dia diberi kemampuan untuk beriman baik secara pasif (mendengar sabda Tuhan) maupun aktif (mewartakan Sabda serta melakukan kehendak-Nya).
06.
Beban penderitaan yang harus ditanggung oleh orang tuli secara sosial sering lebih berat daripada orang buta. Terhadap orang buta kita secara spontan merasa kasihan tetapi menghadapi orang tuli kita sering merasa jengkel karena dituntut kesabaran yang lebih banyak untuk berkomunikasi dengannya. Orang buta bisa melakukan interaksi sosial secara normal (mis. melalui percakapan verbal, mendengarkan radio, menghadiri talk show, atau bahkan membaca buku dalam huruf Braille). Sedang orang tuli meskipun hadir dalam hiruk pikuk kehidupan tetapi tidak bisa terlibat secara aktif di dalamnya. Bisa dibayangkan betapa frustrasinya saat kita melihat film yang bagus tetapi suaranya tidak terdengar. Kita melihat aktornya tertawa, menangis tetapi tidak tahu sebabnya apa.
Dalam konteks peran sosial ketulian membuat kita kurang peka atau tanggap terhadap situasi di sekitar kita. Kita melihat aneka peristiwa terjadi tetapi kita diam saja, kita tidak tahu bagaimana harus terlibat di dalamnya. Kejadian demi kejadian, pengalaman demi pengalaman mengalir begitu saja tanpa keterlibatan kita, tanpa makna karena memang tidak mau memetik maknanya sehingga menua tanpa mau belajar dari pengalaman hidup, tanpa menjadi semakin cerdas dan bijaksana dalam menjalani kehidupan. Kita melihat kelahiran dan kematian, penderitaan dan sakit hati; kita menyaksikan dimana-mana ada kekerasan dan perselisihan, kekecewaan dan kegagalan, broken home, dan kita tidak tahu mengapa dan harus bertindak bagaimana. Kita juga melihat ada orang-orang begitu bahagia dengan wajah berseri-seri, mengalami hidup yang produktif dan indah; kita juga menyaksikan beberapa orang menjalani masa tua dengan nyaman dan mempersiapkan kematian dengan tenang, dan kita tidak tahu mengapa. Ketulian spiritual merupakan hambatan yang serius untuk mengalami keselamatan. Bisu dan tuli menjadi simbol pendosa yang tertutup hatinya. Kristus menyembuhkan kebisuan dan ketulian kita agar Sabda-Nya tertanam dalam hati dan dapat diwartakan kepada orang lain.
07.
Yesus menjadikan segala-galanya baik kembali dan Dia menghendaki agar kita ikut serta dalam tugas perutusan itu. Kita dipanggil untuk bersama Yesus memulihkan kembali syalom di dunia ini. Dalam ensiklik LAUDATO SI, Paus Fransiskus menegaskan bahwa panggilan untuk ikut serta dalam pelestarian keutuhan ciptaan bukan merupakan tugas optional tetapi merupakan panggilan utama dalam hidup kristiani kita. Di masa kini panggilan ini sangat mendesak untuk diwujudkan karena bumi sebagai rumah kita bersama mulai terlihat lebih sebagai tumpukan kotoran yang sangat besar. Salah satu penyebabnya adalah berkembangnya budaya sekali pakai dan membuang (the throwaway culture). Kebiasaan membuang sampah sembarangan bertentangan dengan panggilan utama menjaga keutuhan ciptaan dan wujud egoisme kita karena berprinsip “asal bukan di halaman rumahku” (not in my back yard). Paus Fransiskus mengajak untuk berdoa terus menerus, “Tuhan, gunakan kami dengan kekuatan dan terang-Mu, bantu kami untuk melindungi semua kehidupan, demi mempersiapkan masa depan yang lebih baik”.
Sebagaimana Yesus melaksanakan perutusan-Nya melalui salib, demikian pula kita kadang harus memikul salib kita masing-masing di dalam pelaksanaan tugas itu. Seringkali kita tidak mampu memahami mengapa salib itu yang harus kita pikul. Namun, kita diingatkan oleh Santo Paulus bahwa di balik salib Yesus dan salib kita ada "Hikmat Allah". Jika kita menganggap salib kita sebagai sandungan, maka kita masih belum mampu membacanya dengan cara pandang Yesus.
08.
Diam belum tentu bernilai seperti emas. Diam juga bisa berarti tidak peduli, acuh tak acuh, tidak terlibat. Kita dinilai dan dihargai berdasarkan perbuatan kita karena itu perbuatan menentukan kualitas pribadi. Dinilai negatif atau bahkan difitnah dan dijelek-jelekkan tidak akan menjadikan kita buruk jika kita tidak berbuat jelek. Sebaliknya, dinilai baik dan bahkan dipuji-puji tidak akan menjadikan kita baik jika kita tidak berbuat baik. Kita adalah apa yang kita lakukan. Kita menjadi pribadi yang dibutuhkan sejauh kehadiran dan perbuatan kita berguna dan memberikan keuntungan bagi orang lain. Sebaliknya bila kita tidak melakukan apa-apa, kita tidak akan pernah diperhitungkan dan kita bukan apa-apa.
E.
Kutipan Teks Misa:
“Seseorang yang ingin mengasihi Allah tidak benar-benar mencintai-Nya jika orang tesebut memiliki tidak memiliki keinginan dan semangat untuk terus-menerus menderita bagi Dia.” – St. Aloysius Gonzaga
Kita ini dilahirkan dalam dunia sekarang, tetapi dilahirkan kembali untuk dunia yang akan datang!. (St. Leo Agung)
Antifon Pembuka (Mzm 32:1)
Berbahagialah orang bila dosanya diampuni, dan kesalahannya dihapus oleh Tuhan.
Doa Pembuka
Allah Bapa yang Maharahim, berkenanlah mengucapkan Sabda pengampunan-Mu, bila kami mengakui dan menyesali dosa kami. Jadikanlah kami orang yang penuh amal baik. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Kejadian (3:1-8)
"Kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat."
Ular adalah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan Tuhan Allah. Ular itu berkata kepada wanita, “Tentulah Allah bersabda, ‘Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya’, bukan?” Wanita itu menjawab, “Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan. Tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah taman, Allah bersabda: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” Tetapi ular itu berkata kepada wanita itu, “Sekali-kali kamu tidak akan mati! Tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya, matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” Perempuan itu melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati, karena memberi pengertian. Maka ia mengambil buah itu, lalu dimakan, dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia; dan suaminya pun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua, dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara, dan membuat cawat. Ketika mereka mendengar bunyi langkah Tuhan Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap Tuhan Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Berbahagialah orang, yang pelanggarannya diampuni.
Ayat. (Mzm 32:1-2.5.6.7; R: 1a)
1. Berbahagialah orang yang pelanggarannya diampuni dan dosa-dosanya ditutupi! Berbahagialah orang yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan tidak berjiwa penipu!
2. Akhirnya dosa-dosaku kuungkapkan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata, “Aku akan menghadap Tuhan, dan mengakui segala pelanggaranku.” Maka Engkau sudah mengampuni kesalahanku.
3. Sebab itu hendaklah setiap orang saleh berdoa kepada-Mu, selagi ditimpa kesesakan; kendati banjir besar terjadi ia tidak akan terlanda.
4. Engkaulah persembunyian bagiku, ya Tuhan! Engkau menjagaku terhadap kesesakan Engkau melindungi aku, sehingga aku luput dan bersorak.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. (Kis 16:14b)
Ya Allah, bukalah hati kami, agar kami memperhatikan sabda Anak-Mu.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (7:31-37)
"Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berbicara."
Pada waktu itu Yesus meninggalkan daerah Tirus, dan lewat Sidon pergi ke Danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. Di situ orang membawa kepada-Nya seorang tuli dan gagap dan memohon supaya Yesus meletakkan tangan-Nya atas orang itu. Maka Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian. Kemudian Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu meludah dan meraba lidah orang itu. Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya, “Effata”, artinya: Terbukalah! Maka terbukalah telinga orang itu, dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik. Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceritakannya kepada siapa pun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya. Mereka takjub dan tercengang, dan berkata, “Ia menjadikan segala-galanya baik! Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berbicara.”
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Di mana pun dan kapan pun, hidup Yesus memancarkan Kabar Gembira. Inilah yang dapat kita renungkan dari firman Tuhan pada hari ini.
Pertama, kita mau mencermati rute perjalanan Yesus sambil melihat peta Palestina pada zaman Yesus. Rupanya Yesus memilih rute memutar. Dari Kota Tirus, Yesus pergi ke arah utara, ke daerah Sidon. Dari situ Ia menuju ke timur, ke seberang Sungai Yordan. Di situ ada daerah yang disebut Dekapolis. Dari situ nanti Ia berjalan ke Danau Galilea. Rute perjalanan Yesus ini sangat menarik. Ia memilih melewati wilayah orang-orang bukan Yahudi, bertemu dengan orang-orang asing. Padahal, orang Yahudi tidak berteman baik dengan orang orang asing ini.
Kedua, peristiwa mukjizat Yesus terjadi di wilayah Dekapolis. Seorang tuli dan gagap dibawa kepada Yesus, dan Yesus pun menyembuhkannya. Melihat itu, orang banyak takjub dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata” (Mrk. 7:37). Tindakan Yesus ini mengingatkan orang pada penciptaan dunia, yakni saat Allah melihat segalanya baik adanya (Kej. 1:31).
Yesus terbuka dengan semua orang, termasuk orang-orang asing. Mereka dianggap sebagai “bangsa yang diam dalam kegelapan" (Mat. 4:16). Di antara bangsa yang demikian, terang Yesus tetap terpancar. Kebaikan-Nya tidak pudar. Dia adalah Kabar Baik, sebab segala yang dikerjakan-Nya adalah baik. Di mana pun Ia berada, tangan-Nya, kata-kata-Nya, tatapan mata-Nya, semuanya memancarkan kebaikan.
Dalam situasi yang sangat majemuk di Indonesia, tindakan Yesus membuka kembali mata kita akan panggilan untuk terbuka dan dekat dengan orang-orang lain di lingkungan tempat tinggal kita. Kita hanya bisa berlaku seperti itu tatkala hati kita menjadi begitu dekat dengan Tuhan. Manakala Tuhan menjadi pusat hati kita, pada saat itulah tangan, kaki, mata, kata-kata, dan semua yang ada pada kita akan memancarkan kebaikan bagi siapa pun yang kita jumpai.
Doa Malam
Allah Bapa yang Mahabaik, Putra-Mu telah menyebarkan kebaikan ke mana-mana: orang tuli dibuat-Nya mendengar, orang bisu berbicara. Kami mohon, semoga kami mewartakan nama-Mu kepada siapa pun di sekitar kami. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang hidup dan berkuasa, sepanjang segala masa. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar