Ads 468x60px

Minggu, 17 Maret 2019

HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 17 Maret 2019
Hari Minggu Prapaskah II
Kejadian (15:5-12.17-18)
(Mzm 27:1.7-8.9abc.13-14)
Filipi (3:17-4:1)
Lukas (9:28b-36)
“Fides in transfiguration - Iman dalam perubahan.”
Tiga bacaan ini menekankan dimensi perubahan: Abram menjadi Abraham - Saulus menjadi Paulus dan Yesus menjadi Kristus. Bukankah iman dan pertobatan terkait-paut dengan tindakan dan perubahan: Yang pemarah menjadi penyabar - yang sombong menjadi rendah hati - yang malas menjadi rajin - yang penakut menjadi pemberani dll.
Adapun 3 jalan iman supaya kita bisa ber-“transfigurasi”- berubah setiap hari seperti yang saya tulis dalam buku “HERSTORY” (RJK, Kanisius), al:
1. Berdoa:
Di tengah kesibukan dan ruwet rentang karya dan warta, Yesus selalu punya waktu ber”intimitas cum Deo”: Ia menyepi dan berdoa. Ia naik ke Gunung Tabor dan menarik diri dari tegangan keseharian agar tidak hanyut-larut oleh afeksi – emosi – friksi dan ambisi. Ia tidak menghamburkan waktu tapi Ia memberikan kehidupanNya kepada waktu, yakni kehidupanNya sendiri: "solitude/kesendirian, "silence/keheningan; "stillness/ketenangan dan "simplicity/kesederhanaan.
Yang pasti dengan doa, kita bisa mendekati teras hati untuk kembali disentuh – diraba dan dibelai oleh Allah. bukankah itu menjadi lebih ranum dan harum dalam kesunyian? Bukankah semakin kita kurang berdoa maka semakin buruk yg terjadi?
2. Berkarya:
Mereka tidak selamanya ada di gunung tapi mereka “turun” untuk kembali menghadapi pelbagai gerak-polah masalah hidup karya. Ia bersama para muridNya turun dan berkarya sebagai cahaya ilahi: Ia menerangi tapi tidak menyakiti-menghangatkan tapi tidak membinasakan. Bukankah hidup karya kita juga ditantang untuk “mengakar-membatang-menyabang-mendaun-berbunga dan berbuah" bagi kemuliaan Tuhan saja?
3. Bersyukur:
Di atas Gunung Tabor, wajah Yesus berubah dan menjadi putih berkilauan. Ia dimuliakan oleh Bapa sebagai Anak Terkasih. Musa sebagai hakim agung dan Elia sebagai nabi agung pun “tunduk” padaNya. Adapun Yesus juga mengajak 3 murid yang nantinya akan memimpin Gereja Perdana: Petrus di Roma, Yohanes di Efesus dan Yakobus di Yerusalem.
Dkl: Kita bersama iman Gereja semakin diyakinkan bahwa Ia selalu hadir dan ada bersama pergulatan hidup dan iman kita. Ya, bersama iman Gereja Perdana, kita juga diajak untuk mau berpaling kepada Yesus dengan penuh rasa syukur, sebab lewat Dialah, kita semakin menjadi anak-anak Bapa yang terkasih, yang siap berubah menjadi lebih baik setiap harinya, meskipun kadang mesti melewati "via dolorosa", jalan salib kehidupan, derita dan duka nestapa demi mencapai sebuah kebangkitan.
“Cari gabah di Gunung Sahari - Mari kita berubah setiap hari”.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
“Deus vobiscum – Tuhan beserta kita”.
Inilah keyakinan iman yang kerap kita dengarkan setiap ekaristi. Inilah juga yang kita rasakan ketika Yesus ber-“transfigurasi” menampakkan kemuliaan-Nya pada hari ini dan diproklamasikan oleh Bapa: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”
Transfigurasi di puncak gunung dengan dua saksi dari Perjanjian Lama dan tiga saksi dari Perjanjian Baru menandai digenapinya janji Allah akan keselamatan dalam misteri sengsara wafat dan kebangkitan Yesus
Adapun tiga ajakan dasarnya, al:
A. CAri Tuhan:
Yesus mengajak Petrus, Yohanes dan Yakobus (yang nantinya akan menjadi Uskup di Gereja Perdana: Petrus di Roma, Yohanes di Efesus dan Yakobus di Yerusalem) mendaki dan berdoa di Gunung Tabor (Ibrani: הַר תָּבוֹר, bhs Arab: جبل طابور; bhs Yunani: Όρος Θαβώρ), yang terletak di bagian selatan Galilea (Lower Galilee), di batas sebelah timur lembah Yizreel, 11 mil (18 km) sebelah barat Danau Galilea, di Israel.
Gunung ini juga dikenal sebagai Har Tavor, Itabyrium, Jebel et-Tur, dan the Mount of Transfiguration (Gunung Transfigurasi). Yesus ajak Gereja untuk senantiasa mencari Tuhan dengan hidup rohani dan keheningan imani.
B. HAdapi cobaan:
Yesus tidak terus tinggal di atas gunung atau di aman nyaman dalam kemah yang akan dibangun oleh Petrus dkk, tapi Ia turun gunung. Ia siap pergi ke Yerusalem, terlibat dengan suka duka dunia dan berani untuk memanggul salib yang mesti dipanggulNya sebagai rencana keselamatan Allah.
C. YAkini iman:
"Berdirilah, jangan takut!" Inilah kata Yesus ketika para murid ketakutan di puncak Tabor. Dengan pengalaman “transfigurasi”, iman kita diyakinkan bahwa penderitaan dan pengorbanan diriNya di salib akan membuahkan kemuliaan dan kebangkitanNya demi keselamatan kita. Yesus yang berubah rupa di depan mata para murid, yang wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang dihadirkan bersama Musa dan Elia (hakim agung dan nabi besar Israel).
Sosok Musa mengingatkan kita tentang Hukum dan Perjanjian yang ditandatangani Allah dan Umat-Nya. Elia mengingatkan pada pembaharuan Perjanjian ketika Umat Allah berpaling dari Allah dan Allah tetap setia pada janji-Nya. Transfigurasi Yesus membuat kenangan akan kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Ia mengenakan pada wajah Yesus dari Nazareth, wajah hukum Musa dan pembaharuan Elia Baru.
Peristiwa transfigurasi ini adalah peristiwa pemuliaan, yang terjadi setelah Yesus menubuatkan penderitaan dan kematian-Nya dan sebelum keberangkatan-Nya ke Yerusalem untuk memenuhi nubuat-Nya itu. Ini berarti sebuah pernyataan bahwa sengsara-Nya justru akan menghantar kita kepada kemuliaan kebangkitan.
Jelasnya, tujuan transfigurasi ini adalah untuk memberikan spiritualitas iman kepada umat Kristiani dalam sikap batin, dan berdampak pada sikap lahirnya juga. Sikap Batin itu menurut Kardinal Carlo Martini dapat dilihat dalam beberapa hal nyata, al: adanya sukacita batin dan kedamaian yang besar, adanya sikap pujian, kesiapan dalam mengikut Yesus.
“Cari galah di Tangerang – Marilah kita menjadi terang!
2.
"Lux veritatis - Cahaya kebenaran."
Bersama Yesus yang ber-transfigurasi di Gn. Tabor, kitapun diajak bercahaya dengan 3 jalan iman, antara lain:
A.Perjuangan iman:
Gunung menjadi simbol tempat yang insani bertemu dengan yang ilahi: Di puncak Sinai turunlah Sabda Tuhan kepada Musa; di sana juga Musa menerima loh batu , yakni Taurat (Kel 24: 12-18). Nabi Elia juga berjalan 40 hari sampai ke gunung Horeb dan menerima penugasan dari Allah (1Raj 19:8-18). Nah, bukankah naik gunung itu butuh perjuangan, lelah dan menanjak, jauh dan bertahap?
B.Persahabatan iman:
Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes ke atas gunung.Ketiga murid itu juga nantinya ada di taman Getsemani. (Mrk 14:33, Mat 26:37).Yesus juga dihadirkan ada bersama Musa dan Elia. Musa adalah hakim agung yang mewakili Hukum Taurat dan Elia adalah nabi agung di antara para nabi.Yesus tidak sendirian tapi dekat dan bersahabat dengan banyak orang.
C.Persatuan iman:
Di atas gunung, Yesus “berubah rupa” (Yun: metanzorphoõ).Dikatakan bahwa Ia penuh cahaya (Bdk. Bil 6:24-27):“Tuhan menyinari engkau dengan wajahNya dan memberi engkau kasih karunia”. Pastinya, Ia bercahaya karena bersatu.dan berkenan pada BapaNya: “Inilah AnakKu yang terkasih!”
Dalam Pengkhotbah 8:1 disebutkan, hikmat kebijaksanaan membuat wajah orang bersinar dan Yesus jelas hadir sebagai orang yang penuh hikmat kebijaksanaan karena kebersatuanNya yang sepenuh hati dengan Bapa.
Satu hal yang pasti, saat transfigurasi itulah terdengar suara yang memberikan konfirmasi/proklamasi tentang identitas Yesus sebagai Anak Allah.
Ini menegaskan pernyataan yang terdengar pada saat Yesus dibaptis (Mrk. 1:11).
Konfirmasi ini juga menyatakan kemuliaan Kristus melebihi Musa dan Elia (Ul. 18:15; Mzm. 2:7; Yes. 42:1).
"Dari Pasar Surabaya ke Jalan Gajahmada-
Mari bercahaya dengan hidup yang tidak bernoda."
3.
"Jesus transfigured in glory"
Gospel Reading: Luke 9:28-36
Now about eight days after these sayings he took with him Peter and John and James, and went up on the mountain to pray. And as he was praying, the appearance of his countenance was altered, and his raiment became dazzling white. And behold, two men talked with him, Moses and Elijah, who appeared in glory and spoke of his departure, which he was to accomplish at Jerusalem. Now Peter and those who were with him were heavy with sleep, and when they wakened they saw his glory and the two men who stood with him. And as the men were parting from him, Peter said to Jesus, "Master, it is well that we are here; let us make three booths, one for you and one for Moses and one for Elijah" -- not knowing what he said. As he said this, a cloud came and overshadowed them; and they were afraid as they entered the cloud. And a voice came out of the cloud, saying, "This is my beloved Son [my Chosen]; listen to him!" And when the voice had spoken, Jesus was found alone. And they kept silence and told no one in those days anything of what they had seen.
Old Testament Reading:
Genesis 15:5-12,17-18
And he brought him outside and said, "Look toward heaven, and number the stars, if you are able to number them." Then he said to him, "So shall your descendants be." And he believed the LORD; and he reckoned it to him as righteousness. And he said to him, "I am the LORD who brought you from Ur of the Chaldeans, to give you this land to possess." But he said, "O Lord GOD, how am I to know that I shall possess it?" He said to him, "Bring me a heifer three years old, a she-goat three years old, a ram three years old, a turtledove, and a young pigeon." And he brought him all these, cut them in two, and laid each half over against the other; but he did not cut the birds in two. And when birds of prey came down upon the carcasses, Abram drove them away. As the sun was going down, a deep sleep fell on Abram; and lo, a dread and great darkness fell upon him. When the sun had gone down and it was dark, behold, a smoking fire pot and a flaming torch passed between these pieces. On that day the LORD made a covenant with Abram, saying, "To your descendants I give this land, from the river of Egypt to the great river, the river Euphrates
Meditation
What can blind us or keep us from recognizing God's glory in our lives? Sin and unbelief for sure! Faith enables us to see what is hidden or unseen to the naked eye. Through the eyes of faith Abraham recognized God and God's call on his life. He saw from afar not only what God intended for him, but for his descendants as well - an everlasting covenant of friendship and peace with the living God (Genesis 15:18). Abraham is the father of faith because he put his hope in the promises of God. Faith makes us taste in advance the light of God's glory when we shall see him face to face (1 Corinthians 13:12; 1 John 3:2).
The Lord Jesus reveals his glory in fulfilling his Father's will
Are you prepared to see God's glory? God is eager to share his glory with us! We get a glimpse of this when the disciples see Jesus transfigured on the mountain. Jesus' face changed in appearance and his clothing became dazzling white (Mark 9:2,3).
When Moses met with God on Mount Sinai the skin of his face shone because he had been talking with God (see Exodus 34:29). Paul says that the Israelites could not look at Moses' face because of its brightness (2 Corinthians 3:7). In the Gospel account Jesus appeared in glory with Moses, the great lawgiver of Israel, and with Elijah, the greatest of the prophets, in the presence of three of his beloved apostles - Peter, James, and John.
What is the significance of this mysterious appearance? Jesus went to the mountain knowing full well what awaited him in Jerusalem - his betrayal, rejection and crucifixion. Jesus very likely discussed this momentous decision to go to the cross with Moses and Elijah. God the Father also spoke with Jesus and gave his approval: This is my beloved Son; listen to him. The Father glorified his son because he obeyed. The cloud which overshadowed Jesus and his apostles fulfilled the dream of the Jews that when the Messiah came the cloud of God's presence would fill the temple again (see Exodus 16:10, 19:9, 33:9; 1 Kings 8:10; 2 Maccabees 2:8).
The Lord wants to share his glory with each of us
The Lord Jesus not only wants us to see his glory - he wants to share this glory with us. And Jesus shows us the way to the Father's glory: follow me - obey my words - take the path I have chosen for you and you will receive the blessings of my Father's kingdom - your name will be written in heaven.
Jesus succeeded in his mission because he went to Calvary so that Paradise would be restored to us once again. He embraced the cross to obtain the crown of glory that awaits each one of us, if we will follow in his footsteps.
Origen (185-254 AD), an early church bible scholar and writer, shows us how the transfiguration can change our lives:
"When he is transfigured, his face also shines as the sun that he may be manifested to the children of light who have put off the works of darkness and put on the armor of light, and are no longer the children of darkness or night but have become the sons of day, and walk honestly as in the day. Being manifest, he will shine unto them not simply as the sun, but as demonstrated to be the sun of righteousness."
Stay awake spiritually - Don't miss God's glory and action
Luke's Gospel account tells us that while Jesus was transfigured, Peter, James, and John were asleep (Luke 9:32)! Upon awakening they discovered Jesus in glory along with Moses and Elijah. How much do we miss of God's glory and action because we are asleep spiritually? There are many things which can keep our minds asleep to the things of God: Mental lethargy and the "unexamined life" can keep us from thinking things through and facing our doubts and questions. The life of ease can also hinder us from considering the challenging or disturbing demands of Christ. Prejudice can make us blind to something new the Lord may have for us. Even sorrow can be a block until we can see past it to the glory of God.
Are you spiritually awake? Peter, James, and John were privileged witnesses of the glory of Christ. We, too, as disciples of Christ are called to be witnesses of his glory. We all, with unveiled face, beholding the glory of the Lord, are being changed into his likeness from one degree of glory to another; for this comes from the Lord who is the Spirit (2 Corinthians 3:18). The Lord wants to reveal his glory to us, his beloved disciples. Do you seek his presence with faith and reverence?
"Lord Jesus, keep me always alert to you, to your presence in my life, and to your life-giving word that nourishes me daily. Let me see your glory."
Psalm 27:1, 7-9, 13-14
The LORD is my light and my salvation; whom
shall I fear? The LORD is the stronghold of my
life; of whom shall I be afraid?
Hear, O LORD, when I cry aloud, be gracious to
me and answer me!
You have said, "Seek my face." My heart says to
you, "Your face, LORD, do I seek."
Hide not your face from me. Turn not your
servant away in anger, you who have been my
help. Cast me not off, forsake me not, O God
of my salvation!
I believe that I shall see the goodness of the
LORD in the land of the living!
Wait for the LORD; be strong, and let your heart
take courage; yes, wait for the LORD!
Daily Quote from the Early Church Fathers
"Do you wish to see the transfiguration of Jesus? Behold with me the Jesus of the Gospels. Let him be simply apprehended. There he is beheld both 'according to the flesh' and at the same time in his true divinity. He is beheld in the form of God according to our capacity for knowledge. This is how he was beheld by those who went up upon the lofty mountain to be apart with him. Meanwhile those who do not go up the mountain can still behold his works and hear his words, which are uplifting. It is before those who go up that Jesus is transfigured, and not to those below. When he is transfigured, his face shines as the sun, that he may be manifested to the children of light, who have put off the works of darkness and put on the armor of light (Romans 13:12). They are no longer the children of darkness or night but have become the children of day. They walk honestly as in the day. Being manifested, he will shine to them not simply as the sun but as he is demonstrated to be, the sun of righteousness."
(Jerome, 347-420 A.D., excerpt from Commentary on Matthew 12.37.10)
4.
Salib : Jalan Menuju Kemuliaan
01.
Dalam perikop sebelumnya (Luk 9:22-27) Yesus mewahyukan Diri sebagai Mesias yang menderita, ditolak bahkan dibunuh dan mati disalib sebagai jalan masuk ke dalam kemuliaan Bapa, dalam Kerajaan-Nya. Dalam kisah Transfigurasi ini, Yesus menampakkan kemuliaan-Nya di hadapan para murid untuk menjelaskan tujuan akhir dari peristiwa sengsara dan wafat yang akan dialami-Nya di Yerusalem. Para murid diyakinkan tentang realitas akhir yang akan terjadi setelah berlangsungnya semua pengalaman yang pahit dan menakutkan itu. Jadi semacam preview sekilas tentang apa yang akan dialami Yesus sesudah penderitaan-Nya. Kisah ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan Herodes tentang identitas Yesus, "Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?” (Luk 9:9). Yesus bukan hanya Mesias, tetapi Dialah Putra Allah, Dialah Yang Terpilih. Pakaian Yesus yang berubah menjadi putih berkilau-kilauan (ay. 29) merupakan simbol bahwa Dia adalah tokoh ilahi, tokoh surgawi (lih. Dan 10:6).
02.
Kisah Transfigurasi ini terjadi di atas gunung ketika Yesus sedang berdoa. Pada saat berdoa itu terjadilah peristiwa yang luar biasa. Dengan penjelasan ini Lukas mau menyatakan bahwa peristiwa Transfigurasi merupakan buah dari doa Yesus. Dalam Injil Lukas, Yesus sering ditampilkan sedang berdoa. Doa adalah keterbukaan manusia terhadap kehadiran Tuhan. Kesadaran akan kehadiran-Nya inilah yang membawa kita mengalami dan merasakan kemuliaan-Nya. Inilah tujuan doa: membawa kita masuk ke dalam pengalaman akan Yang Ilahi, ke dalam kemuliaan-Nya yang mentakjubkan.
03.
Tidak jelas di gunung mana peristiwa itu terjadi. Origenes dari Alexandria (184-253), seorang Bapa Gereja yang sekaligus merupakan ekseget dan teolog termasyur pada zamannya menyebutnya sebagai Gunung Tabor. Dalam Perjanjian Lama “gunung” menjadi tempat perjumpaan dengan Allah. Musa diminta naik ke atas gunungSinai untuk menerima loh batu yang berisi perintah dan hukum Tuhan (Kel 24:12). Elia berjumpa dengan Allah yang hadir dalam angin sepoi-sepoi basa di gunung Horeb untuk menerima tugas perutusan baru (1 Raj 19:8-18).
Sedang “awan” dipakai sebagai simbol yang menyertai theofani (lih. Kel 16:10; 19:9.16; 24:15-16; Im 16:2; Bil 11:25 dsb), sebagai Shekinah (=dwelling, diam, tinggal, hadir) Allah yakni perwujudan nyata kemuliaan kehadiran Allah (the visible majesty of the Divine Presence). Dalam Perjanjian Lama Shekinah Allah terwujud secara nyata dalam Kemah Suci dan Bait Allah di Yerusalem. Setiap orang yang melihat kemuliaan Allah (Cavod YHWH) atau “wajah” Allah secara langsung akan mati. Manusia yang lemah dan berdosa tidak akan tahan berdiri di hadapan kekudusan dan kemuliaan Allah. Maka ketika para murid menyadari diri masuk dalam Shekinah Allah mereka mengalami ketakutan yang luar biasa, ketakutan akan kematian.
Namun selain menggentarkan, Shekinah Allah juga mentakjubkan, mempesona, membahagiakan, menenteramkan sehingga para murid ingin berlama-lama tinggal dalam Shekinah Allah, "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." (ay. 33). Permintaan yang sama disampaikan oleh para murid dari Emmaus agar Yesus memperlama kehadiran-Nya bersama mereka.
Berkat kedatangan Yesus, peran Bait Allah di Yerusalem sebagai Shekinah Allah berakhir yang ditandai dengan robeknya tabir kenizah yang terbelah dua dari atas sampai ke bawah pada saat Yesus wafat (Mrk 15:38 par). Kenizah Yerusalem kehilangan pamornya, “Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.” (Mat 23:38). Sejak saat itu Bait Allah yang sejati tidak berupa bangunan tetapi dalam hati setiap orang beriman yang taat dan percaya kepada Allah. Shekinah Allah akan dialami oleh orang-orang yang berkumpul dalam nama Tuhan, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Mat 18:20).
04.
Kehadiran Musa dan Elia mempunyai arti yang sangat penting. Kehadiran dua orang saksi yang terpercaya menjamin kebenaran peristiwa yang diwartakan. Kebangkitan Tuhan diwartakan oleh dua malaikat, “Sementara mereka berdiri termangu-mangu karena hal itu, tiba-tiba ada dua orang berdiri dekat mereka memakai pakaian yang berkilau-kilauan.” (Luk 24:4). Dan kenaikan-Nya ke surga pun diwartakan oleh dua malaikat, “Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka.”(Kis 1:10).
Baik Musa maupun Elia merupakan nabi-nabi yang istimewa. Nabi Elia diyakini tidak mati tetapi diangkat ke surga (2 Raj 2:11; 1 Mak 2:58; Sir 48:9), sedangkan kematian nabi Musa diliputi misteri, “tidak ada orang yang tahu kuburnya sampai hari ini.” (Ul 34:6) sehingga dalam kitab apokrip ada pendapat bahwa Musa pun diangkat ke surga. Kalau ketiganya “berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem” (ay. 31) artinya mereka berbicara tentang kenaikan-Nya ke surga, “Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem,” (Luk 9:51).
Dengan demikian kisah Yesus menampakkan kemuliaan-Nya ini merupakan preview kemuliaan yang akan dialami setelah kenaikan-Nya ke surga. Awan yang menaungi mereka, pada saat pengangkatan-Nya akan menutupi-Nya secara permanen dari pandangan para murid (lih. Kis 1:9). Selain itu kehadiran nabi Musa dan nabi Elia oleh beberapa ekseget juga dimaknai sebagai wakil dari tradisi Taurat dan tradisi kenabian yang memberi kesaksian tentang jalan penderitaan yang harus ditempuh oleh Mesias untuk masuk ke dalam kemuliaan. Maksudnya jalan salib sebagai jalan menuju kemuliaan merupakan rancangan dan kehendak Bapa sejak semula.
05.
Dalam ay. 32 diceritakan bahwa para murid tertidur. Kejadian ini mirip dengan peristiwa yang terjadi di Taman Getsemani ketika mereka tertidur karena dukacita (Luk 44:45). Akibatnya mereka melewatkan peristiwa penting dan menentukan yang dialami oleh Yesus. Para murid lalai dan lengah dalam memaknai peristiwa Yesus sehingga Bapa sendirilah yang harus menyatakan kepada para murid siapa Yesus itu. Dialah putra-Nya, Dialah yang terpilih. Pewahyuan ini mengulangi pernyataan saat Yesus dibabtis, "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Luk 3:22). Gelar “Yang Terpilih” muncul lagi pada saat penyaliban, "Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah." (Luk 23:35). Pernyataan itu menggemakan lagi himne hamba Yahwe yang menderita dalam Yes 42:1, yang menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi dosa-dosa semua orang.
06.
Sejak menciptakan manusia dengan kehendak bebasnya, Allah sudah mengetahui bahwa manusia akan jatuh kedalam dosa. Karena dengan usahanya sendiri manusia tidak mungkin membebaskan diri dari jerat dosa, maka Allahberinisiatif mengutus Putera-Nya sendiri untuk menebus dosa manusia dengan sengsara-Nya di kayu salib. Penderitaan yang tak terlukiskan di kayu salib menjadi bukti kasih Allah yang tiada batas, dan sekaligus bukti mengerikannya akibat dosa, yang harus dipikul Kristus, untuk membebaskan kita dari belenggu dosa. Meskipun dengan setetes darah-Nya sajasebenarnya cukup untuk menebus seluruh dosa manusia, namun Yesus ingin menunjukkan kasih-Nya yang agung dan berlimpah, melebihi dan mengatasi segalanya. Kerendahan hati Yesus yang ditunjukkan dengan kerelaan-Nya menjadi manusia dan menderita di kayu salib merupakan “obat penawar” bagi dosa Adam, yang dengan sombongnya ingin menyamai Allah. Ketaatan Kristus pada kehendak Allah Bapa menawarkan ketidaktaatan Adam kepada Allah (lih. Rom 5:19).
07.
Transfigurasi merupakan tanggapan Bapa terhadap ketaatan total Yesus pada kehendak-Nya sampai mati di kayu salib. Yesus telah minum cawan penderitaan dan kematian sebagai wujud ketaatan-Nya yang utuh dan sepenuh hati pada kehendak Bapa. Bapa menerima kasih Putra dengan membangkitkan-Nya dari kematian dan memahkotai-Nya dengan kemuliaan. Hal yang sama akan kita alami juga. Bila ketaatan kepada kehendak Bapa yang kita wujudkan dalam kesetiaan kepada kebaikan, kebenaran dan kesucian menuntut pengorbanan dan penderitaan, kita lakukan dengan penuh keikhlasan dan penyerahan diri, kita juga akan mengalami kemuliaan Bapa. Bersama Yesus kita meyakini, “Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya." (Yoh 8:29).
08.
Kisah inspiratif ini kiranya bisa memberikan motivasi untuk setia dan ikhlas memanggul salib kehidupan:
Suatu hari seekor anak kerang yang hidup di dasar laut mengeluh pada ibunya karena sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. Sang ibu menghiburnya, "Anakku, Tuhan tidak memberikan pada kita sebuah tangan pun, sehingga ibu tak bisa menolongmu. Ibu tahu itu sakit sekali. Tetapi terimalah dengan ikhlas. Kuatkan hatimu. Kerahkan semangatmu untuk melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getahmu." Kerang kecil itupun melakukan nasihat ibunya. Sekuat tenaga ia menahan penderitaan dan rasa sakit yang mendera, bertahun-tahun lamanya. Tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiara itu semakin besar.
Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara yang besar, indah, mengkilap, dan sangat bernilai pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya menghasilkan sebuah mutiara yang sangat berharga. Sebagai buah dari penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun, kerang itu menjadi lebih berharga daripada sejuta kerang lain.
Salib dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa". Tetapi banyak orang mundur saat berada di jalan salib karena tidak tahan dengan penderitaan yang harus dialami. Saat kita mengalami kekecewaan, ditolak, patah hati, atau terluka cobalah untuk tetap tersenyum dan ikhlas menjalaninya. Percayalah! Kebahagiaan dan kemuliaan bersama Bapa adalah rancangan dan kehendak-Nya untuk kita sejak semula.
Berkah Dalem.
5.
Kutipan Teks Misa.
Tak seorang pun boleh malu terhadap salib Kristus, yang digunakan-Nya untuk menebus dunia (St. Leo Agung)
Antifon Pembuka (Mzm 27:8-9)
Kepada-Mu, ya Tuhan, hatiku berkata, "Kucari wajah-Mu." Wajah-Mu kucari, ya Tuhan, janganlah memalingkan muka daripadaku.
Tibi dixit cor meum, quæsivi vultum tuum, vultum tuum Domine requiram: ne avertas faciem tuam a me.
(Antifon ini dapat diulangi sesudah tiap ayat dari Mazmur 84)
Doa Pembuka
Ya Allah, Engkau menghendaki agar kami mendengarkan Putra-Mu yang terkasih. Semoga Engkau berkenan menggerakkan hati kami dengan Sabda-Mu dan memurnikan mata batin kami agar dapat memandang kemuliaan-Mu dengan sukacita. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Kejadian (15:5-12.17-18)
"Perjanjian Allah dengan Abraham."
Sekali peristiwa Tuhan membawa Abram keluar dari rumah serta berfirman, “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat!” Maka firman-Nya kepada Abram, “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Lalu percayalah Abram kepada Tuhan; maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Tuhan berfirman lagi kepada Abram, “Akulah Tuhan, yang membawa engkau keluar dari Ur Kasdim guna memberikan negeri ini menjadi milikmu.” Tetapi Abram bertanya, “Ya Tuhan Allah, dari manakah aku tahu bahwa aku akan memilikinya?” Firman Tuhan kepadanya, “Ambillah bagi-Ku seekor lembu betina berumur tiga tahun, seekor kambing betina berumur tiga tahun, seekor domba jantan berumur tiga tahun, seekor burung tekukur dan seekor anak burung merpati.” Abram mengambil semuanya itu, membelahnya menjadi dua, lalu diletakkannya belahan-belahan itu yang satu di samping yang lain; tetapi burung-burung itu tidak ia belah. Ketika burung-burung buas hinggap di atas daging binatang-binatang itu, maka Abram mengusirnya. Menjelang matahari terbenam, tertidurlah Abram dengan nyenyak. Lalu gelap gulita yang mengerikan turun meliputinya. Ketika matahari telah terbenam, dan hari menjadi gelap, kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat di antara belahan-belahan daging itu. Pada hari itulah Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman, “Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai Efrat yang besar itu.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, la = a, 4/4, PS 801
Ref. Tuhan adalah terang dan keselamatanku.
atau Aku percaya kepada-Mu, Tuhanlah pengharapanku. Tuhan, pada-Mu 'kuberserah, dan mengharap kerahiman-Mu.
Ayat. (Mzm 27:1.7-8.9abc.13-14)
1. Tuhan adalah terang dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gentar?
2. Dengarlah, ya Tuhan, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! Wajah-Mu kucari, ya Tuhan, seturut firman-Mu, "Carilah wajah-Ku!"
3. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu dari pada-Ku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka. Engkaulah pertolonganku, ya Allah penyelamatku, janganlah membuang aku, dan janganlah meninggalkan daku.
4. Sungguh, aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan, di negeri orang-orang yang hidup. Nantikanlah Tuhan, kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan.
Bacaan dari Surat Rasul Paulus kepada umat di
Filipi (3:17-4:1)
"Kristus akan mengubah tubuh kita menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia."
Saudara-saudara, ikutilah teladanku, dan perhatikanlah mereka yang hidup seperti kami. Sebab, seperti yang telah sering kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang hidup sebagai musuh salib Kristus. Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut, kemuliaan mereka ialah hal-hal aib, sedangkan pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara-perkara duniawi. Tetapi kita adalah warga Kerajaan Surga. Dari sana juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus, Sang Penyelamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, sesuai dengan kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. Karena itu, Saudara-saudaraku yang kukasihi dan kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah dengan teguh dalam Tuhan!
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = bes, 4/4, PS 965
Ref. Terpujilah Kristus Tuhan, Raja mulia dan kekal
Ayat. Dari awan yang bercahaya Allah Bapa berbicara, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, dengarkanlah Dia!"
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (9:28b-36)
"Ketika sedang berdoa, berubahlah rupa wajah Yesus."
Sekali peristiwa Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa. Ketika sedang berdoa, wajah Yesus berubah, dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan, dan berbicara tentang tujuan kepergian Yesus yang akan digenapi-Nya di Yerusalem. Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur, dan ketika terbangun, mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya; juga kedua orang yang berdiri di dekat Yesus itu. Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada Yesus, “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu. Sementara Petrus berkata demikian, datanglah awan menaungi mereka. Dan ketika masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka. Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!” Ketika suara itu terdengar, nampaklah Yesus tinggal seorang diri. Murid-murid itu merahasiakan semua itu, dan pada masa itu mereka tidak menceritakan kepada siapa pun apa yang telah mereka lihat itu.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
IMAN DAN KEMULIAAN
ABRAHAM memang dikenal sebagai bapa kaum beriman. Julukan tersebut tentu saja bukan tanpa alasan. Ia diminta oleh Allah untuk meninggalkan tempat tinggalnya di Ur Kasdim untuk mendiami negeri yang Allah akan tunjukkan. Tentu saja ia belum mengetahui negeri yang mana. Keputusannya untuk meninggaIkan tempat nyamannya dan meninggalkan sanak saudara serta ayahnya untuk pergi ke suatu tempat yang ia sendiri tidak mengetahui kebenaran dan di mana adanya tentu merupakan keputusan yang fatal. Untuk banyak orang, barangkali keputusan yang bodoh. Betapa tidak, kenyamanan ditukar dengan ketidakpastian.
Bukan hanya itu, janji Allah kepadanya, ”Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat,” tidak kunjung terpenuhi dan ia tidak mengetahui kapan janji itu akan terpenuhi. Bahkan, janji itu dikatakan sampai tiga kali oleh Allah, sementara ia sendiri sampai usia yang uzur, tidak kunjung juga mendapatkan eturunan. Ia tetap menuruti kehendak Tuhan meskipun ia bertanya, "Ya Tuhan Allah, dari manakah aku tahu bahwa aku akan memilikinya?” Tuhan berbelas kasih dan tanda diberikan melalui korban bakaran. Selagi Abraham Ielap tertidur setelah menyiapkan korban persembahan, gelap gulita datang bersama terbenamnya matahari, dan tiba-tiba ada perapian yang berasap beserta suluh berapi yang lewat di antara potongan-potongan daging korban bakaran itu. Abraham mengerti tanda-tanda tersebut dan percaya kepada Tuhan, pengharapannya. la teguh dalam Tuhan.
Iman yang berarti kesetiaan kepada Tuhan memang anugerah, tetapi sekaligus merupakan hasil pengolahan dan tanggapan atas rahmat Allah. Kesetiaan itu mengandung pengetahuan dan pengenalan akan siapa Allah. Pergulatan Abraham untuk tetap setia meskipun tidak ada dasar untuk berharap lagi atas kebenaran janji Allah membuahkan kegembiraan. Semula ia bernama Abram, dan kemudian Allah menamainya Abraham. Kata Abram, dari kata a-baf am-ra-am berarti bapa banyak orang, memang terkesan ironis karena sampai masa senja pun ia tidak memiliki keturunan. Sementara Allah juga menjanjikan untuk menjadikannya bapa bangsa-bangsa. Terkesan seperti menjadi bahan ketawaan. Akan tetapi, nama dan janji itu bukan bahan ejek-ejekan. Ketika Allah mengubah Namanya menjadi Abraham, dari kata a-ba-am-ra-ham, ia menjadi bapa kaum yang mendapat kerahiman Tuhan.
Perjalanan dalam menelusuri ketidakpastian merupakan perjalanan bagaimana sesungguhnya hidup beriman. Beriman tidak lantas otomatis semuanya serba jelas, menjadi jelas. Namun, ada satu hal yang pasti: kebaikan Tuhan tidak akan pernah menjauh daripadanya. Kata-kata pemazmur mewakili batin yang beriman, "Sungguh, aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan, di negeri orangorang yang hidup. Nantikanlah Tuhan, kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan.” Imannya yang mengejawantah dalam perbuatan-perbuatan membuat ia dibenarkan oleh Tuhan dan dimuliakan. Kesetiaan yang demikian kembali diketemukan oleh orang beriman dalam diri Yesus, yang kemuliaan-Nya dinyatakan sendiri oleh Allah ketika berada di Gunung Tabor.
Pernyataan Allah tentang sejatinya Yesus dalam peristiwa Gunung Tabor merupakan pencicipan kemuliaan sejati yang dialami pribadi-pribadi agung: Musa, Elia dan Yesus. Keagungan mereka berasal dari Allah. Allah sendiri yang mengagungkan dan memuliakan mereka. Sebab utamanya ialah kesetiaan yang sempurna dalam menurutkan kehendak Allah. Iman dalam artian kesetiaan sungguh mendapatkan kebenarannya yang paling sempurna. Mereka adalah tokoh-tokoh iman yang menuntaskan segala pekerjaan yang telah Allah percayakan. Yesus sendiri mengatakan, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Allah.”
Percakapan antara Yesus, Musa dan Elia adalah percakapan tentang penuntasan tugas Yesus yang akan dipenuhi di Yerusalem dengan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Semua yang akan terjadi itu adalah sabda, kata yang mewujud. Oleh karena itu, perintah agung yang ilahi, ”Inilah anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!” meliputi tindakan menyimak, mengerti dan memahami tindakan-tindakan, pikiran pikiran Yesus. Akan tetapi, alur berpikir dalam tuntunan iman sepem‘ ini berbeda benar dari alur pikiran Petrus yang ingin mendirikan tenda tenda kemapanan hidup.
Hidup dalam tuntunan iman adalah hidup dalam tuntunan kesetiaan kepada kehendak Allah dalam menjalani proses-proses kehidupan yang penuh dengan masalah dan kesulitan seperti yang dialami Abraham, Musa, Elia dan Yesus, bukan dalam tenda-tenda kenyamanan yang ditandai dengan ketidaktahuan apalagi dengan ketakutan-ketakutan. Allah tidak dimuliakan dengan kegemilangan kejayaan dan kesuksesan tetapi dengan kesetiaan menjalani tugas-tugas yang telah dipercayakan oleh Allah kepada kita masing, dalam bidang masing-masing. Allah sendiri yang akan memuliakan orang yang beriman dan setia menjalankan kehendak Allah.
Antifon Komuni (Mat 17:5)
Inilah Putra-Ku yang terkasih, kepada-Nyalah Aku berkenan; dengarkanlah Dia.
Visionem quam vidistis, nemini dixeritis, donec a mortuis resurgat Filius hominis.
(Antifon ini dapat diulangi sesudah tiap ayat dari Mzm 45:2ab,3,4,5,6,7,8,18ab atau Mzm 97:1,2,3,4,5,6,11,12)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar