Ads 468x60px

Minggu, 24 Februari 2019

HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 24 Februari 2019
Hari Minggu Biasa VII
1 Samuel (26:2.7-9.12-13.22-23)
(Mzm 103:1-2.3-4.8+10.12-13)
1 Korintus (15:45-49)
Lukas (6:27-38)
“Deus caritas est - Allah adalah kasih.”
Itulah ensiklik pertama Paus Emeritus Benediktus XVI yang juga saya tulis dalam buku “HERSTORY” (RJK, Kanisius).
Ya, karena Allah adalah kasih, kita juga diharapkan selalu memancarkan wajah Allah yang penuh dengan vitamin “C “-CINTAKASIH.
Jelasnya, seperti Allah yang menjadi “gift/kado” bagi hidup kita, kita juga diajak menjadi “gift/kado” bagi hidup sesama dan dunia kita.
Dalam buku saya, “TANDA” (RJK, Kanisius), ada dua jalan iman supaya kita bisa menjadi “kado” dan berbagi ”kado”, yakni: "KAsihi dan DOakan", bahkan termasuk kepada orang yang menjadi ”musuh”: menyakiti hati/membenci diri kita: “KAsihilah musuhmu dan berDOalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (Mat 5:44).
Musuh sendiri bisa berarti seseorang yang kita benci, mungkin karena menyebabkan kerugian-sakit hati-kekecewaan/kejatuhan, dan karenanya mereka ini tidak layak diampuni apalagi dikasihi. Tapi bukankah cinta itu kasih dan bukankah kasih itu adalah inti hukum kristiani?
Pertanyaannya:
Mengapa kita harus menjadi “kado”? Alasannya adalah karena dengan menjadi “kado”, kita bisa menjadi anak-anak Bapa: "Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik dan menurunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar."
Alfred Plummer menulis: “To return evil for good is devilish; to return good for good is human; to return good for evil is divine. To love as God loves is moral perfection." Plummer benar! Membalas kebaikan dengan kejahatan berarti membiarkan iblis memasuki hati kita. Membalas kebaikan dengan kebaikan adalah sesuatu yang insani, sedangkan membalas kejahatan dengan kebaikan adalah sifat ilahi.
Untuk kehidupan kita, rasa sakit hati dan kebencian tidaklah sehat. Kita tidak akan pernah bisa hidup bahagia dalam damai dan sukacita jika kita terus menyimpan dendam dan kebencian. Kita tidak bisa ubah mereka tapi kita bisa ubah cara pandang kita tentang mereka.
Lihatlah bagaimana tindakan Yesus menjadi “kado” di atas kayu salib (wasiat pertama, Luk 23:34). Sudahkah kita juga belajar menjadi “kado”?
"Pak Widodo makan kurma - jadilah kado bagi sesama.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
"SPIRITUALITAS KADO" :
KA- sihi musuhmu dan DO-akan orang yang menganiaya kamu.
Fyodor Dostoevsky menceritakan kisah tentang dua bersaudara, Ivan dan Alyosha Karamazov. Alyosha adalah seorang pengikut Yesus yang setia, sedangkan Ivan adalah seorang yang skeptis terhadap agama.
Cerita ini mengisahkan tentang Ivan yang menemui saudaranya di sebuah kafe. Dalam upayanya untuk merendahkan iman Alyosha, Ivan mendeklamasikan sebuah puisi panjang yang ditulisnya tentang Penyelidik Agung. Dalam puisi itu, sang Penyelidik mencerca Yesus karena keputusan-Nya memberikan kehendak bebas bagi manusia sehingga membawa begitu banyak kepedihan dan penderitaan di dalam dunia ini.
Ketika Penyelidik Agung menyelesaikan argumennya, Ivan menggambarkan bahwa Yesus tidak mampu menjawab. Yesus malah mendekati sang Penyelidik dan menciumnya. Ivan berharap Alyosha akan melihat tindakan Yesus sebagai tindakan yang tidak masuk akal. Namun begitu saudaranya selesai berbicara, Alyosha justru meniru tindakan Yesus. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan mencium Ivan.
Sikap Alyosha yang luar biasa itu benar-benar membalikkan suasana. Sikap itu menggambarkan kemenangan kasih atas keragu-raguan dan skeptisisme. Kasih menepis setiap keberatan yang ada. Tak ada argumen logis yang dapat menumbangkannya.
Itulah sebabnya Yesus meminta kita mengasihi musuh kita, dan melakukan kebaikan bagi mereka yang menganiaya kita (Matius 5:44). Bukan argumen yang rasional, melainkan kasihlah yang mampu mengatasi kebencian. Kebaikan Allah yang dinyatakan di dalam kasih kita, akan membawa orang menuju pertobatan
TUJUH JURUS IMAN:
Berkonsentrasilah pada kebaikan Allah dan bergantunglah pada hal itu. Apa pun yang terjadi dalam lingkungan kita tidak akan mengubah kebenaran bahwa Tuhan itu selalu baik (Nahum 1:7).
Bertahanlah pada keyakinan Anda. Daniel tidak mau menyerah meski dikelilingi oleh orang-orang yang tidak saleh (Daniel 1).
Tenggelamlah dalam sabdaNya. Dengarkan Allah dan resapkan sabdaNya, yang akan menguatkan hati Anda (Mazmur 119:49,50).
Berbuatlah baik kepada mereka yang memusuhi Anda. Balaslah kejahatan dengan kebaikan (Matius 5:44).
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu (Matius 5:44)
Percayalah bahwa Allah menyertai Anda. Dia sekali-kali tidak akan membiarkan Anda. Dan sekali-kali tidak akan meninggalkan Anda (Ibrani 13:5).
Tuhan, banjirilah hatiku dengan belas kasihan, dan bersihkan diriku dari roh yang tidak mau mengampuni. Tolong aku untuk ‘hidup dalam perdamaian dengan semua orang’" (Roma 12:18). Ketika hanya tinggal Anda dan Allah, itu sudah cukup, bukan?
=====
“AMOR VINCIT OMNIA” :
CINTA MENGALAHKAN SEGALA.
Dalam "hukum" dunia, kata "mengasihi" dan "musuh" adalah dua kata yang bertolak belakang, karenanya tidak dapat dipersatukan. Dalam bahasa Inggris, musuh adalah enemy, berasal dari bahasa Latin inimicus, artinya "bukan sahabat" (Lat: sahabat: amicus/socius), yakini orang yang membenci, menginginkan hal yang tidak baik, menyebabkan jatuh, kecewa dan sakit. Maka, nasehat untuk mengasihi musuh bisa dibilang aneh. Sebab, normalnya musuh itu mesti dilawan, dibenci, disingkirkan, kalau perlu dibasmi: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Matius 5:44).
Disinilah, sebenarnya ajaran mengasihi musuh tidak saja berdimensi teologis-berkenaan dengan aspek imani-tetapi juga berdimensi praktis dan logis dengan beberapa pertimbangan dasar, al:
Pertama, membenci musuh akan merugikan diri sendiri; tidak ada orang yang hidupnya bahagia kalau terus dikuasai kebencian terhadap orang lain.
Kedua, melawan kebencian dengan kebencian sama dengan melipatgandakan kebencian. Seperti gelap yang tidak bisa dilawan dengan gelap, tetapi harus dengan terang. Terang, walau hanya secercah, akan sanggup menembus kegelapan.
Dengan memahami makna ajaran "mengasihi musuh", kita bisa melihat luka tanpa dendam; kepahitan tanpa amarah; kekecewaan tanpa geram. Kita memandangnya sebagai kesempatan untuk mengasihi orang lain; untuk berbuat kebaikan. Seperti kata Alfred Plummer, "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; membalas kebaikan dengan kebaikan adalah tabiat manusiawi; membalas kejahatan dengan kebaikan adalah tabiat ilahi"
TANAH YANG DIPENUHI OLEH AKAR KEPAHITAN PERLU DIBAJAK DENGAN KASIH KARUNIA ALLAH
1.
"Domus Pacis - Rumah Damai".
Inilah nama sebuah rumah singgah buat para imam projo KAS di kota Jogja. Kita juga diajak mjd "rumah damai" dg semangat kasih+pengampunan.
Adapun hari ini Yesus ajak kt u/mempunyai "rumah damai" dg berbagi "kado" yg punyai 2 jalan cintanya, al:
A.KAsihi musuhmu:
Mengasihi org yg mengasihi kita adl hal yg biasa, tp yg luar biasa, hari ini Yesus ajak kt u/mengasihi musuh, yakni org yg membenci+menyakiti hati, kdg menjatuhkan+menyingkirkan kt. Sulit tp inilah yg dimintaNya spy kt mjd org yg luar biasa dlm Tuhan krn sll hidup dg nada dasar "C", Cinta.
B.DOakan org yg menganiaya kt:
Kt mjd sakit/terluka ktika dianiaya dg kata/sikap/tind yg menjatuhkan+menjelekkan hdp kt: dicap buruk-disingkirkan+dikorbankan.. Bukankah sakit/luka hati kita itu butuh obat spy bisa sembuh? St Thomas Aquinas mengatakan, "doa yg panjang adl obat mujarab."
Ya, Yesus ajak kt u/iklas mendoakan mrk yg menganiaya kt dg hati besar krn dg bgitu kt mjd anak-anak Allah. Ya, Yesus mengajak kt mjd pribadi yg luar biasa dg nada dasar "D", Doa dlm hdp kt stiap harinya..
"Cari arang dan selasih - Jadilah org yg berbelaskasih".
2.
"Misericordia - Kerahiman Ilahi."
Inilah salah satu devosi yang ditekankan pada Tahun Yubileum yang sarat dengan pesan kerahiman.
Adapun hari ini Yesus sang Raja Kerahiman berkata kepada para muridNya: "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."
Dengan kata lain:
Kita diajak menjadi orang yang memiliki "kerahiman ilahi" dengan memiliki "kado": "KAsihi+DOakan". Kita diajak menjadi "kado", terlebih bagi musuh yakni orang yang menyakiti dan membenci kita. Tidak usah dibalas/digerutu, cukuplah dikasihi dan didoakan.
Bagi banyak orang, musuh sendiri adalah orang yang dibenci karena menyebabkan kerugian-sakit hati-kecewa-terpuruk-gagal dll, bisa rekan seiman dan seimam, serumah/se-tempat kerja.
Yang pasti, akibat adanya musuh, kita malahan bisa dikotori oleh perasaan benci dan keinginan untuk membalas dendam serta menghancurkan orang lain. Atau paling tidak, kita ingin melihat mereka menderita. Manusiawi tapi sebenarnya dengan cara demikian, kita malahan akan selalu dipenuhi perasaan dan pikiran negatif, mudah marah dan tersinggung.
Hari inilah, seperti wasiat Yesus yang pertama di atas salib, yang juga ditunjukkan oleh martir pertama bernama Stefanus, kitapun diajak berani berjiwa besar dengan berseru: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Mengapa harus demikian? Karena dengan mengasihi dan mendoakan musuh lah kita menjadi anak Bapa yang menerbitkan matahari bagi org jahat dan orang baik serta menurunkan hujan bagi org benar dan tidak benar.
Seorang penulis, Alfred Plummer pernah berkata: "membalas kebaikan dengan kejahatan= membiarkan iblis masuk di hati kita, membalas kebaikan demgan kebaikan= hal yang insani dan wajar terjadi, tapi membalas kejahatan dengan kebaikan= sifat insani.
Bukankah ini yang dimintaNya, supaya kita menjadi sempurna, mempunyai sifat ilahi? Bukankah rasa benci yang terus dipupuk tidak menyehatkan? Dan, bukankah kita tidak pernah bisa hidup bahagia kalau masih menyimpan dendam dan luka kepada sesama?
"Cari arang di tengah pasar - Jadilah orang yang berjiwa besar."
3.
"Giver"
Inilah julukan yang kerap saya berikan kepada orang yang selalu berani menjadi orang yang "positif", yang selalu berjuang mengasihi-melayani dan mengampuni sesamanya, bahkan sesamanya yang kadang menyakiti hati dengan gosipan-fitnahan/ucapan yang tidak tulus.
Keutamaan "giver" ini berbanding terbalik dengan "taker", yang suka ber-negatif ria, penuh intrik-taktik, palsu dan tidak tulus.
Mengacu pada pesan ilahi hari ini, adapun dua hal yang bisa diperbuat seorang "giver" adalah menjadi "kado", KAsihilah musuhmu dan berDOalah bagi mereka yang menganiaya kalian".
Inilah juga yang dikatakan Yesus sebagai syarat untuk menjadi anak-anak kerajaan surga, yang selalu belajar berpikir positif-sportif dan produktif.
Sebuah cerita tambahan:
12 Mei 2014, dalam salah satu sharingnya, Jorge alias Paus Fransiskus mengatakan bahwa suatu kali, ketika masih frater, ia melakukan bimbingan dengan Bapa Rohaninya. Ia bercerita panjang lebar kalau sedang marah/berkonflik dengan salah satu temannya. Namun, Bapa Rohaninya hanya menanggapi dengan satu perkataan singkat: "Dimmi, tu hai pregato per lui?" (Katakan padaku, apakah kamu berdoa untuknya). Dan Jorge menjadab, "No". Lalu, Bapa Rohaninya melanjutkan, "Abbiamo finito" (Bimbingan kita selesai).
Disinilah, kita diajak untuk berani menjadi "giver" dengan mulai berjiwa besar untuk mendoakan orang lain karena bukankah dengan doa kita juga bisa sekaligus menjadi "teacher/guru" dan "healer/penyembuh" bagi banyak orang dan bagi diri kita sendiri?
"Cari arang di tengah pasar - Jadilah orang yang berhati besar."
4.
"Sanctitas - Kekudusan."
Lima kali dalam kitab Imamat, Allah berkata, “Haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus”. (11:44,45, 19:2, 20:7,26).
Yesus menggemakan tema ini lagi ketika berkata: “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yg di surga” (Matius 5:48).
Jelasnya, Ia mengajak kita memiliki kasih dan kekudusan sempurna: “berkatilah mereka yang mengutuk kamu dan berbuatlah baik kepada yang membenci kamu”.(Luk 6:27).
Secara insani, kita wajar diajak untuk mengasihi sesama (Im 19:18; Mat 19:19; 22:39; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9; Gal 5:14; Yak 2:8) dan membenci musuh (Ul 23:6; Maz 139:21,22). Dalam bahasa Qumran:"mengasihi semua orang yang telah dipilihNya dan membenci semua orang yg telah ditolak-Nya (1 QS 1.4). Inilah yang kerap disebut sebagai ajaran lex talionis (mata ganti mata, gigi ganti gigi).
Tapi secara imani, kita dituntut “lebih”, yakni menjadi “kado”: KAsihilah+DOakan musuh.
Bisa jadi, hal ini dikarenakan di dunia ini sudah ada terlalu banyak kebencian dan terlalu sedikit belas kasihan, dimana kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggerutu ketimbang bersekutu, menghakimi daripada memahami dan menyakiti ketimbang memberkati.
Adapun salah satu cara untuk menjadi kado+“menghancurkan” musuh adalah dengan menjadikannya seorang sahabat. Karena itu, dengan pertolongan Allah, kasihilah musuh, doakanlah dan berbuat baiklah kepada mereka.
Seperti halnya Tuhan, bersiaplah untuk membalas kejahatan dengan kebaikan (Luk 23:34): "Membalas kebaikan dengan kejahatan adalah tabiat Iblis; membalas kebaikan dengan kebaikan adalah tabiat manusiawi; membalas kejahatan dengan kebaikan adalah tabiat ilahi.
"Di Tangerang ada banyak pasar-
Jadilah orang yang berjiwa besar."
5.
“Amor vincit omnia – Cinta mengalahkan segala!”
Bicara soal cinta kasih, kita mengingat ajakan Yesus untuk mengasihi musuh. Kasih (agapaō) yg diperintahkan disini ialah kasih yg membebaskan. Kasih itu sejenis dengan tindakan kasih Allah terhadap orang-orang yang memberontak (Yoh. 3:16), sehingga menunjukkan bahwa orang yang mengasihi sedemikian itu adalah benar-benar anak-anak Bapa.
Sebagaimana kasih Allah itu sempurna, tidak kekanak-kanakan, demikianlah kita harus berusaha mendewasakan diri di dalam hal ini (bdg. Ef. 5:1, 2).
De facto, dalam "hukum" dunia, kata "mengasihi" dan "musuh" adalah dua kata yang bertolak belakang, karenanya tidak dapat dipersatukan. Dalam bahasa Inggris, musuh adalah enemy (Lat: inimicus - "bukan sahabat"), orang yang tidak bersahabat karena membenci, menginginkan hal yang tidak baik, menyebabkan jatuh, kecewa, sakit, dsb.
Tapi Yesus mengatakan: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Mat 5:44).
Ajaran mengasihi musuh tidak saja berdimensi teologis-berkenaan dengan aspek imani-tetapi juga berdimensi praktis dan logis karena:
a. Membenci musuh akan merugikan diri sendiri; tidak ada orang yang hidupnya bahagia kalau terus dikuasai kebencian terhadap orang lain.
b.melawan kebencian dengan kebencian sama dengan melipatgandakan kebencian. Seperti gelap yang tidak bisa dilawan dengan gelap, tetapi harus dengan terang.
Terang, walau hanya secercah, akan sanggup menembus kegelapan.
Dengan memahami makna ajaran "KADO": KAsihi + DOakan musuh, kita bisa melihat luka tanpa dendam; kepahitan tanpa amarah; kekecewaan tanpa geram. Kita memandangnya sebagai kesempatan untuk next level sebagai org beriman.
"Ada selasih ada kemiri-
Andalkan kasih setiap hari."
6.
GAGASAN HOMILI
BACAAN INJIL HARI MINGGU BIASA VII : MENGAPA ORANG DIMINTA “MENGASIHI MUSUH” ?
Rekan-rekan yang baik!
Gagasan pokok Injil Luk 6:27-38 bagi Minggu Biasa VII/C ini ialah “mengasihi musuh”. Tetapi apakah ada pastor paroki di wilayah pedesaan yang akan menasihati seorang petani agar diam saja bila saluran air ke sawahnya disempitkan orang dan malah menganjurkannya untuk merelakan seluruh jatah aliran airnya ke orang yang merugikannya itu? Apakah ini mengasihi musuh menurut Injil? Apakah penyalur tunggal suatu produk tidak akan protes bila tahu bahwa pabrik juga mengecer produk yang sama ke konsumen dengan harga yang lebih rendah? Bagaimana bila direktur pabrik itu mengutip Injil hari ini? Orang saleh ya saleh tapi apa akan berlaku begitu? Karikatur ini menunjukkan bahwa mengasihi musuh, memberkati orang yang mengutuk, mendoakan orang yang menjahati, membiarkan diri dianiaya memang acap kali terasa mengawang jauh dari kenyataan. Lalu bagaimana mengerti warta Injil hari ini dan membahasakannya bagi orang zaman ini?
BERNALAR TENTANG “MENGASIHI”
Memberikan sebelah pipi lain agar juga ditampar bukan hal yang gampang dicerna. Biasanya orang tidak terima dan segera membalas. Namun bila kasus menampar ini dimengerti sebagai kasus contoh tindakan kekerasan pada umumnya, duduk perkaranya bisa lebih membuat orang berpikir. Orang yang menjalankan kekerasan sering bukan orang yang merdeka. Mereka melakukannya untuk mempertahankan kekuasaan, kedudukan, perasaan lebih atas, ideologi, atau juga kebalikannya, perasaan ditindas. Orang-orang yang menjalankan kekerasan umumnya terbelit kekerasan yang melembaga. Dan inilah kenyataan dosa yang mengurung manusia. Tapi orang dapat memilih untuk tidak membalas kekerasan dengan kekerasan dan dengan demikian belajar untuk tidak melanggengkan atau membiarkan diri terlilit kekerasan. Dalam perumpamaan anak yang hilang (Luk 15:11-32), sang ayah mengeluarkan anak tadi dari kungkungan kekerasan. Ia tak membiarkan anaknya menghukum diri dengan hidup sebagai budak. Ia malah diperlakukan ayahnya secara khusus ketika pulang kembali. Anaknya yang sulung yang bekerja sepanjang hari merasa kurang senang. Namun ayah itu mengajarkan agar kesalahan jangan dibalas dengan hukuman, jangan kekerasan dilanggengkan. Perumpamaan itumenunjukkan bahwa non-kekerasan dapat dipakai sebagai jalan hidup yang membongkar rantai kebersalahan-hukuman-perasaan bersalah.
Pembicaraan dalam ketiga ayat pertama Injil hari ini (Luk 6:27-30, yakni mengasihi musuh, memberkati yang mengutuk, mendoakan yang menjahati, memberikan pipi lain agar juga ditampar, memberikan juga baju kepada yang meminta mantel, tak mengharapkan kembali) ditampilkan sebagai kasus-kasus contoh untuk membuat orang berpikir mengenai apa itu mengasihi. Dengan cara ini orang akan memperoleh ketajaman batin. Berbagai perilaku yang disebutkan di sana kiranya dimaksud untuk memperlihatkan bahwa pola tingkah laku yang ditentukan ukuran-ukuran “kawan-lawan”, “balas-membalas”, “memberi dengan perhitungan mendapat kembali” bukan pilihan satu-satunya.
Lebih jauh lagi, dalam ayat 31-35a dijelaskan bahwa sikap mengasihi, menginginkan kebaikan orang lain tanpa terpengaruh oleh kebusukannya, kesediaan memberi lebih sekalipun sulit dan menyakitkan disodorkan sebagai alternatif bagi pola pikiran orang yang tak merdeka, pola pikiran orang berdosa. Dalam hubungan inilah petunjuk “yang kauinginkan agar terjadi padamu, perbuatlah itu kepada orang lain” bisa menjadi dasar tingkah laku yang keluar dari akal sehat.
Alasan terdalam untuk memilih sikap mengasihi dst. itu kemudian terungkap dalam ayat 35b-36, yakni agar orang makin dapat memahami apa itu menjadi “anak-anak yang Maha Tinggi” dan lebih lagi, siapa sebenarnya Dia itu yang dipercaya semua orang. Sikap hidup yang bisa menghadirkan Bapa yang murah hati itu dirumuskan dalam bentuk petuah dalam ayat 37-38; jangan jangan menghakimi, jangan menghukum, ampuni, berilah lebih, dan ukuran yang kamu pakai akan diukurkan kepadamu juga.
LATAR BELAKANG DAN PERSPEKTIF KE MASA KINI
Sebetulnya gagasan mengasihi musuh itu juga sudah muncul dalam Perjanjian Lama. Boleh kita ingat isi Kel 23:4-5 yang bunyinya begini: “Apabila engkau melihat lembu musuh-musuhmu atau keledainya sesat, maka segeralah kaukembalikan binatang itu. Apabila kamu melihat keledai musuhmu itu rebah karena berat bebannya, maka janganlah engkau enggan menolongnya …” Gagasan ini bergema dalam Ul 22:1-4 dan di sana malah ditambah bahwa “musuh”-mu itu sesungguhnya adalah “saudara”-mu juga. Kategori musuh-musuhan diubah menjadi kategori solidaritas.
Boleh jadi bagi orang zaman sekarang juga, kesediaan membantu “musuh” yang sedang ada dalam kesukaran lebih mudah dipahami bila diungkapkan sebagai solidaritas menanggapi kesusahan, suatu cara menyikapi perkara-perkara yang bisa membuahkan rekonsiliasi – mencoret permusuhan. Orang seperti Yesus bisa memiliki solidaritas dengan orang yang jauh dari Tuhan. Bahkan bisa integritas warta Yesus bergantung pada ada tidaknya solidaritasnya dengan orang-orang yang dikasihi Tuhan, sekalipun berdosa. Juga ketepercayaan wartanya bergantung pada terjadi atau tidaknya rekonsiliasi dengan Tuhan dan sesama.
Im 19:18 juga mengungkapkan kesadaran untuk tidak membalas perlakuan buruk dengan perlakuan buruk. Bagian kitab ini termasuk dalam petunjuk-petunjuk hidup suci sebagai Umat Tuhan, khususnya dalam hal upaya rekonsiliasi antar sesama (lihat ayat 17). Dalam ayat itu dikatakan, “Jangan engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia yang seperti engkau itu. Akulah Tuhan”. Kalimat terakhir ini menegaskan bahwa upaya hidup berdamai kembali dengan sesama itu memiliki makna yang dalam bila dimensi sakral “Akulah Tuhan” tadi diterima. Hal ini juga tampil dalam Luk 6:35-36 yang mengutarakan tujuan mengapa orang diajak mengasihi musuh, yakni agar orang makin memahami apa artinya menjadi “anak-anak yang Maha Tinggi” dan lebih lagi, mengenal siapa sebenarnya Dia itu yang dipercaya semua orang.
Jadi dalam bahasa orang zaman ini, solidaritas dan rekonsiliasi dapat ditampilkan sebagai tafsir ajaran mengasihi musuh dalam Injil hari ini. Namun sekali lagi semua itu tidak akan besar maknanya bila dimensi yang ilahi, dimensi sakralnya kehadiran Tuhan tidak diikutsertakan.
DAUD DAN SAUL
Dalam bacaan pertama, yakni 1Sam 26:2.7-9.12-13.22-33, dikisahkan bagaimana Daud mendapati Saul sedang terlena. Sebetulnya Daud dapat membiarkan musuhnya itu dibinasakan Abisai. Memang Saul ingin menyingkirkan Daud. Tetapi tak diizinkannya Abisai membalaskan permusuhan ini. Daud hanya mengambil tombak dan kendi Saul sebagai tanda bahwa bila mau ia bisa mencelakainya. Mengapa ia tidak membiarkan musuhnya itu dihabisi? Daud mengatakan dalam 1Sam 26:9 “Siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi Tuhan dan bebas dari hukuman?” Kemudian dalam ayat 23, ia berkata kepada Saul, kendati musuh, Saul itu tetap orang yang diurapi Tuhan, maka keramat, sakral, tak boleh diganggugugat. Harga nyawa Saul itu tak bergantung pada Saul sendiri, tapi pada pikiran Tuhan mengenai Dia. Siapa yang melanggar bakal tidak selamat. Pada akhir episode ini Daud mohon agar dirinya juga dianggap berharga di hadapan Tuhan. Daud tidak membalas kekerasan Saul dengan kekerasan. Teologi naratif seperti ini mau mengatakan bahwa kekerasan tak perlu selalu dibiarkan berbuntut kekerasan. Kemurahan sebaliknya melahirkan kemurahan pula.
Dalam zaman ini mungkin bisa dikatakan tokoh seperti Daud itu menghadapi orang yang membencinya dengan “non-kekerasan”. Dengan berbuat demikian ia malah menginsyafkan Saul. Dan bahkan akhirnya Saul memberkati Daud (ayat 25, tidak dibacakan hari ini). Kita tahu siapa Daud. Ia bukan orang yang sepenuhnya bersih. Saul juga bukan melulu orang yang berkelakuan buruk. Kisah Saul dan David dalam bacaan pertama ini menunjukkan bahwa rekonsiliasi dan non-kekerasan bisa terjadi di antara orang-orang yang bukan seluruhnya bersih tetapi yang masih bisa menghargai kehadiran Yang Keramat. Gemanya terdengar dalam Injil hari ini juga. (AG)
7.
Kutipan Teks Misa.
"Orang yang mencintai Tuhan, tentu juga mencintai sesamanya. Orang semacam itu tidak menimbun uang bagi dirinya sendiri." (St. Maksimus)
Antifon Pembuka (bdk. Mzm 12:6)
Tuhan, aku percaya akan kasih setia-Mu, hatiku bergembira karena Engkau menyelamatkan daku. Aku bernyanyi bagi-Mu karena kebaikan-Mu terhadapku.
O Lord, I trust in your merciful love. My heart will rejoice in your salvation. I will sing to the Lord who has been bountiful with me.
Domine, in tua misericordia speravi: exsultavit cor meum in salutari tuo: cantabo Domino, qui bona tribuit mihi.
Doa Pembuka
Ya Allah, yang penuh belas kasih, Engkau menghendaki agar kami saling mengasih. sebagaimana Engkau sendiri telah mengasihi kami melalui Yesus Kristus, Putra-Mu yang rela mengprbankan diri-Nya demi keselamatan kami. Sebab Dialah Tuhan, Pengamai kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Pertama Samuel (26:2.7-9.12-13.22-23)
"Tuhan menyerahkan engkau ke dalam tanganku, tetapi aku tidak mau menjamah."
Pada waktu itu, berkemaslah Saul dan turun ke Padang Gurun Zif dengan tiga ribu orang yang terpilih dari orang Israel untuk mencari Daud di padang gurun itu. Pada suatu malam ketika Saul dan para pengiringnya sedang tidur, datanglah Daud dan Abisai ke tengah' mereka. Dan tampaklah di sana Saul berbaring tidur di tengah-tengah perkemahandengat1 tombaknya terpancang di tanah pada sebelah kepalanya, sedang Abner dan rakyat berbaring sekelilingnya. Lalu berkatalah Abisai,‘ ‘Pada hari ini Allah telah menyerahkan musuh;…“ Oleh sebab itu, izinkanlah kiranya aku menancapkan dia ke tanah dengan tombak ini. Sekali tikam saja sudah cukup, tidak usah dia kutancapkan dua kali. ” Tetapi kata Daud kepada Abisai, "Jangan memusnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi Tuhan dan bebas dari hukuman?” Kemudian Daud mengambil tombak dan kendi raja dari sebelah kepala Saul, lalu mereka pergi. Tidak ada yang melihatnya, tidak ada yang mengetahuinya, tidak ada yang terbangun, sebab sekaliannya tidur; Tuhan telah membuat mereka tidur lelap. Setelah Daud sampai ke seberang, berdirilah ia jauh-jauh di puncak gunung, sehingga ada jarak yang besar antara dia dan mereka. Lalu Daud berseru kepada Raja Saul, “Inilah tombak Tuanku Raja! Baiklah salah seorang dari para pengiring Tuanku menyeberang untuk mengambilnya. Tuhan akan membalas kebenaran dan kesetiaan setiap orang, sebab pada hari ini Tuhan menyerahkan Tuanku ke dalam tanganku, tetapi aku tidak mau menjamah orang yang diurapi Tuhan.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = g, 4/4, PS 833
Ref. Kita memuji Allah kar'na besar cinta-Nya.
Ayat. (Mzm 103:1-2.3-4.8+10.12-13)
1. Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! “Pujilah Tuhan, hai jiwaku, jangan lupa akan segala kebaikan-Nya!”
2. Dialah yang mengampuni segala kesalahanmu, dan menyembuhkan segala penyakitmu! Dialah yang menebus hidupmu dari liang kubur, dan memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat!
3. Tuhan adalah pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak pernah Ia memperlakukan kita setimpal dengan dosa kita, atau membalas kita setimpal dengan kesalahan kita.
4. Sejauh timur dari barat, demikianlah pelanggaran-pelanggaran kita dibuang-Nya, seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang bertakwa.
Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus (15:45-49)
"Seperti kita kini mengenakan rupa dari manusia yang alamiah, demikian pula klta akan mengenakan rupa dari yang surgawi."
Saudara-saudara, seperti ada tertulis, ‘Manusia pertama, Adam, menjadi makhluk yang hidup", tetapi Adam yang akhir menjadi Roh yang menghidupkan. Yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah. melamkan yang alamiah; barulah kemudian datang yang rohaniah; manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani; manusia kedua berasal dari surga. Makhluk-makhluk alamiah sama dengan yang berasal dari debu tanah, dan makhluk-makhluk surgawi sama dengan Dia yang berasal dari surga. Jadi seperti kini kita mengenakan rupa dari manusia yang alamiah, demikian pula kita akan mengenakan rupa dari yang surgawi.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = g, 2/4, PS 952
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Ayat. (Yoh 13:34)
Aku memberikan perintah baru kepadamu, sabda Tuhan, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu.
Sesudah ayat, alleluya dilagukan dua kali.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas (6:27-38)
"Hendaklah kamu murah hati, sebagaimana Bapamu murah hati adanya."
Sekali peristiwa Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, “Dengarkanlah perkataan-Ku ini? Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu. Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu. Berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Bila orang menampar pipimu yang satu, berikanlah juga pipimu yang lain. Bila orang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta' kepadamu, dan janganlah meminta kembali dari orang yang mengambil kepunyaanmu. Sebagaimana kamu kehendaki orang berbuat kepadamu, demikian pula hendaknya kamu berbuat kepada mereka. Kalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun mengasihi orang-orang yang mengasihi mereka. Kalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepadamu, apakah jasamu? Orang- orang berdosa pun berbuat demikian. Dan kalau kamu memberikan pinjaman kepada orang dengan harapan akan memperoleh sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan berilah pinjaman tanpa mengharapkan balasan; maka ganjaranmu akan besar, dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi. Sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sebagaimana Bapamu murah hati adanya. Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum. Ampunilah, maka kamu akan diampuni. Berilah, maka kamu akan diberi. Suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang diguncang dan tumpah keluar, akan dicurahkan ke pangkuanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai akan diukurkan pula kepadamu."
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Renungan
Saudara yang terkasih, apakah Anda familiar dengan istilah makan hati? Istilah ini biasanya merupakan ungkapan kejengkelan terhadap orang lain. Misalnya, jengkel karena pekerjaan dan karya kita tidak dihargai; atau yang paling sering adalah melihat orang yang tidak kita sukai bertingkah terhadap kita; atau ketika kita berusaha berbuat baik, namun orang lain menanggapinya secara negatif. Mungkin kebanyakan dari kita mempunyai pengalaman yang serupa, makan hati!
Hari ini melalui bacaan-bacaan Kitab Suci, khususnya Injil, Yesus memberikan tantangan kepada kita. Saya menduga, tantangan ini: mungkin membuat kebanyakan dari kita semakin makan hati, Bagaimana tidak, Yesus menyuruh kita mengasihi bukan orang yang berbuat baik kepada kita. Sebaliknya, orang yang harus dikasihi adalah mereka yang justru membenci kita, mengutuk kita, menampar pipi kita, mengambii barang kita dan tidak mengembalikan.
Perintah 'ini sungguh tidak mudah. Jauh lebih mudah mengasihi orangyang berbuat baik kepada kita. Namun, ternyata menjadi seorang Katolik, pengikut Kristus, berarti berani mencintai musuh. Bahkan ukuran mengasihi musuh adalah hukum kencana: lakukanlah kepada orang lain, seperti yang kamu ingin orang lain lakukan kepadamu.
Untuk memahami perintah cinta kasih ini, Gereja memberikan contoh seorang tokoh teladan yakni Daud. Seperti yang dikisahkan Bacaan I, pada waktu itu Daud sedang dikejar oleh Raja Saul. Saul sangat membenci Daud dan berikhtiar ingin membunuhnya. Namun, pada suatu hari Daud mendapat kesempatan untuk memusnahkan Raja Saul; tetapi sangat mengejutkan, Daud memutuskan untuk mengampuni Saul. Mengapa Daud bertindak demikian? Karena ia menyadari bahwa Saul adalah orang yang diurapi Tuhan. Alasan Daud mengampuni Saul pertama-tama bukan karena ia takut akan Saul, melainkan karena ia takut akan Tuhan. Takut di sini bukan berarti Daud merasa berada di bawah tekanan Tuhan, melainkan karena ia cinta akan Tuhan..
Sebagai manusia, mungkin Daud belum bisa benarebenar menghilangkan rasa marah kepada Saul yang selama ini telah berbuat jahat kepadanya. Namun, ia berhasil mengendalikan diri, karena ia ingat akan Tuhan.
Dari bacaan ini kita belajar bahwa kalau kita hanya mengandalkan diri kita dalam mengasihi dan mengampuni musuh, mungkin tindakan itu tampak mustahil; tetapi apabila alasannya adalah karena cinta kepada Tuhan, tindakan mengasihi dan mengampuni musuh jauh lebih mungkin dilakukan. Apalagi jika kita menyadari bahwa Yesus telah memberikan teladan kepada kita, yakni ketika la berdoa bagi orang yang menganiaya dan menyalibkan-Nya, ”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”
Ketika kita belajar untuk mengasihi dan mengampuni musuh, yakinlah bahwa kita tidak berjalan sendirian. Ada banyak santo-santa, dan umat beriman lain yang lebih dahulu melakukan perintah Yesus ini. Bahkan ada beberapa orangtua yang memaafkan pembunuh anaknya.
Sebagai manusia, makan hati' mungkin masih ada dalam hati kita ketika kita belajar mengasihi dan mengampuni musuh. Namun, kita percaya bahwa Tuhan Yesus juga pasti akan memurnikan hati kita ketika kita berusaha melakukan perintah-Nya. Mari kita belajar mengasihi musuh. Amin.
Antifon Komuni
Aku mau bersyukur kepada Tuhan dengan segenap hatiku. Aku mau menceritakan segala perbuatan-Mu yang ajaib. Aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau. Aku bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi.
I will recount all your wonders, I will rejoice in you and be glad, and sing psalms to your name, O Most High. (Mzm 9:2-3)
Atau
Ya Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.
Lord, I have come to believe that you are the Christ, the Son of the living God, who is coming into this world. (Yoh 11:27)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar