1 Yoh 5:14-21; Yoh 3:22-30
"Ia harus makin besar, tapi aku harus makin kecil"
“In Omnibus Christus - Dalam semuanya adalah Kristus. ” Itulah keutamaan iman Yohanes Pembaptis yang juga saya tulis dalam buku “HERSTORY” (Kanisius). Ia adalah seorang yg mempunya integritas: Ia berhati tulus dan tdk merasa tersaingi dengan kehadiran orang lain. Ia tidak mempunyai aneka intrik-taktik-politik yang kerap memandang orang lain sebagai “saingan/kompetitor.” Bagi saya pribadi, spiritualitas seorang Yohanes Pembaptis adalah spiritualitas “misdinar” al:
"Ia harus makin besar, tapi aku harus makin kecil"
“In Omnibus Christus - Dalam semuanya adalah Kristus. ” Itulah keutamaan iman Yohanes Pembaptis yang juga saya tulis dalam buku “HERSTORY” (Kanisius). Ia adalah seorang yg mempunya integritas: Ia berhati tulus dan tdk merasa tersaingi dengan kehadiran orang lain. Ia tidak mempunyai aneka intrik-taktik-politik yang kerap memandang orang lain sebagai “saingan/kompetitor.” Bagi saya pribadi, spiritualitas seorang Yohanes Pembaptis adalah spiritualitas “misdinar” al:
1.”MIS’kin di hadapan Tuhan:
Ia mempunyai
“humilitas”, kerendahan hati. Kitab Suci sangat
menjunjung sikap rendah hati: Ia mendahului kehormatan (Ams 15:33).
Ganjarannya adalah kekayaan-kehormatan dan kehidupan
(Ams22:4). Ia sadar diri bahwa hidup dan karyanya
adalah alat/sarana, untuk membantu orang berjumpa dengan Tuhan. Ia adalah “keledai tunggangan Yesus”, yang dalam bahasa para orang kudus: “kuas di tangan
Sang Pelukis” (Escriva), ‘instrumentum cum Deo-pensil di tangan Tuhan”
(Bunda Teresa), “Ancilla Domini-Hamba Tuhan” (Bunda Maria). Disinilah, rendah
hati adalah sikap yang selalu merendah dan terbuka kepada Allah serta ikut bersukacita akan hidup dan kebaikan
yang ada pada sesama.
2.Mengab”DI” untuk Tuhan: Ia mempunyai “caritas”, cinta kasih. Hidup-warta dan karyanya hanya untuk cintanya pada Tuhan. Dalam bhs Ignatius Loyola bagi para Jesuit, “Ad Maiorem Dei Gloriam - Semuanya demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar”. Dalam bahasa Angela Mericci bagi para Ursulin, “Soli Deo Gloria - Hanya bagi kemuliaanNya”.
3.Bersi”NAR” karena Tuhan: Ia punyai “simplicitas”, kesederhanaan. Jelasnya, dia menjadi bersinar, dikagumi dan dicintai karena hidup dan imannya yang bersahaja. Bukankah Tuhan sendiri datang sebagai yang sederhana di tempat yang bersahaja? Bukankah semua cara di dunia, terlebih hidup yang sederhana dan hati yang bersahaja dapat menjadi sebuah kesempatan untuk berjumpa dengan Kristus? Dengan sikap dan hidup sederhana yang “tidak neko-neko”, ia menjauhkan diri dari bahaya kelekatan dan ketakutan yang kadang disebut 'post power syndrome'. "O sancta simplicitas - O kesederhanaan yang kudus”.
“Cari pena+tinta di Kramat Jati - hiduplah sederhana-penuh cinta dan selalu rendah hati.”
Tuhan
memberkati + Bunda merestui.2.Mengab”DI” untuk Tuhan: Ia mempunyai “caritas”, cinta kasih. Hidup-warta dan karyanya hanya untuk cintanya pada Tuhan. Dalam bhs Ignatius Loyola bagi para Jesuit, “Ad Maiorem Dei Gloriam - Semuanya demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar”. Dalam bahasa Angela Mericci bagi para Ursulin, “Soli Deo Gloria - Hanya bagi kemuliaanNya”.
3.Bersi”NAR” karena Tuhan: Ia punyai “simplicitas”, kesederhanaan. Jelasnya, dia menjadi bersinar, dikagumi dan dicintai karena hidup dan imannya yang bersahaja. Bukankah Tuhan sendiri datang sebagai yang sederhana di tempat yang bersahaja? Bukankah semua cara di dunia, terlebih hidup yang sederhana dan hati yang bersahaja dapat menjadi sebuah kesempatan untuk berjumpa dengan Kristus? Dengan sikap dan hidup sederhana yang “tidak neko-neko”, ia menjauhkan diri dari bahaya kelekatan dan ketakutan yang kadang disebut 'post power syndrome'. "O sancta simplicitas - O kesederhanaan yang kudus”.
“Cari pena+tinta di Kramat Jati - hiduplah sederhana-penuh cinta dan selalu rendah hati.”
Fiat Lux! (@RomoJostKokoh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar