Kel. 17:3-7; Rm. 5:1-2.5-8; Yoh. 4:5-42
"Vidi Aquam - Aku melihat Air (hidup)."
Inilah pesan pokok yang dihadirkan dalam perjumpaan dengan perempuan Samaria bahwa Yesus datang sebagai "CIVITA", semacam air hidup" (Sunda: Ci, Lat: vita) yang mempunyai caritas/kasih, vitalitas/hidup dan humilitas/kerendahan hati.
Adapun 3 kalimat yang bisa kita renungkan, antara lain:
1.“Berilah Aku minum!”:
Yesus dan perempuan Samaria ini adalah dua orang yang sama-sama berjumpa dan bercerita di pinggir sumur Yakub. Yesus hadir secara insani dan meminta air kepada wanita Samaria yang notabene adalah orang tersingkir dan dicap buruk sebagai kafir dan pendosa bahkan kawin berkali-kali. Dengan kata lain: Kita diajak untukl datang dan selalu memberikan persembahan hidup kepadaNya walaupun kita nyatanya terbatas-rapuh dan banyak kelemahan.
Yesus dan perempuan Samaria ini adalah dua orang yang sama-sama berjumpa dan bercerita di pinggir sumur Yakub. Yesus hadir secara insani dan meminta air kepada wanita Samaria yang notabene adalah orang tersingkir dan dicap buruk sebagai kafir dan pendosa bahkan kawin berkali-kali. Dengan kata lain: Kita diajak untukl datang dan selalu memberikan persembahan hidup kepadaNya walaupun kita nyatanya terbatas-rapuh dan banyak kelemahan.
2."Tuhan, berikanlah aku air itu":
Inilah permintaan perempuan Samaria kepada Yesus. Indahnya perempuan itu tidak disebutkan namanya, bisa jadi nama perempuan itu adalah nama kita masing-masing yang seringkali "haus" dalam rutinitas harian. Dengan kata lain: Kita diajak untuk selalu datang dan meminta kesegaran sejati dariNya. Hal ini secara jelas tampak dalam misteri ekaristi yakni ketika Tuhan mau menjadi "hosti"/korban yang mau dipecah dan dibagi untuk kita.
Inilah permintaan perempuan Samaria kepada Yesus. Indahnya perempuan itu tidak disebutkan namanya, bisa jadi nama perempuan itu adalah nama kita masing-masing yang seringkali "haus" dalam rutinitas harian. Dengan kata lain: Kita diajak untuk selalu datang dan meminta kesegaran sejati dariNya. Hal ini secara jelas tampak dalam misteri ekaristi yakni ketika Tuhan mau menjadi "hosti"/korban yang mau dipecah dan dibagi untuk kita.
3."MenyembahNya dalam Roh dan Kebenaran":
Dalam kisah ini, ada 6 sebutan yang dikenakan kepada Yesus adalah: seorang Yahudi, Tuan, Nabi, Mesias, Rabi, Juruselamat dunia. Sebutan terakhir "Juruselamat dunia" adalah puncak dari proses beriman terhadap Yesus secara benar. Dia yang pada mulanya dianggap seorang Yahudi yang kehausan ternyata adalah Rabi bahkan Nabi bahkan lebih lagi yakni Kristus (Mesias).
Dalam kisah ini, ada 6 sebutan yang dikenakan kepada Yesus adalah: seorang Yahudi, Tuan, Nabi, Mesias, Rabi, Juruselamat dunia. Sebutan terakhir "Juruselamat dunia" adalah puncak dari proses beriman terhadap Yesus secara benar. Dia yang pada mulanya dianggap seorang Yahudi yang kehausan ternyata adalah Rabi bahkan Nabi bahkan lebih lagi yakni Kristus (Mesias).
Nah, setelah banyak orang Samaria mengenal betul dan mengalami hidup bersama Yesus, mereka sampai pada pengakuan iman bahwa Yesus adalah "Salvator Mundi/Penyelamat Dunia. Kita juga diajak untuk selalu hidup bersamaNya dan semakin mengenali dan mengalamiNya secara pribadi dengan lebih mendalam karena Dia adalah sungguh penyelamat yang sejati.
"Dari Tarsus sampai Parakan - Bersama Yesus kita semakin disegarkan."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
1.
Yohanes 4:5-42
Yesus mengatakan pada perempuan yang bercakap-cakap dengan-Nya bahwa ia perlu minta Air
Hidup.
1.
Yohanes 4:5-42
Yesus mengatakan pada perempuan yang bercakap-cakap dengan-Nya bahwa ia perlu minta Air
Hidup.
Komentar Kitab Suci:
Pernahkah kamu merasa lelah, capai, atau sangat bosan, seperti tanaman yang kering dan layu?
Dapatkah kamu membayangkan suatu tanaman yang kering layu, dan kemudian dapatkah kamu melihat seseorang menyiraminya dengan air? Perhatikan baik-baik sementara tanaman itu perlahan-lahan mulai segar dan hidup kembali.
Pernahkah kamu merasa lelah, capai, atau sangat bosan, seperti tanaman yang kering dan layu?
Dapatkah kamu membayangkan suatu tanaman yang kering layu, dan kemudian dapatkah kamu melihat seseorang menyiraminya dengan air? Perhatikan baik-baik sementara tanaman itu perlahan-lahan mulai segar dan hidup kembali.
Dapatkah kamu membayangkan dirimu sendiri bagaikan tanaman yang kering dan layu itu? Mungkin kamu dapat menceritakan atau menunjukkan pada Yesus seperti apa hatimu ketika kamu merasa demikian.
Sekarang, dapatkah kamu membayangkan Yesus bersamamu dan menyirami hatimu yang terdalam? Apakah yang terjadi ketika Yesus melakukan hal itu? (Luangkan waktu untuk membayangkan apa yang terjadi dalam hatimu yang terdalam ketika Yesus melakukan hal itu).
Sekarang, dapatkah kamu membayangkan Yesus bersamamu dan menyirami hatimu yang terdalam? Apakah yang terjadi ketika Yesus melakukan hal itu? (Luangkan waktu untuk membayangkan apa yang terjadi dalam hatimu yang terdalam ketika Yesus melakukan hal itu).
Katakan atau tunjukkan pada Yesus bagaimana rasa hatimu ketika Ia bersamamu dan menyirami hatimu dengan Air Hidup.
2.
“Tuhan, berilah aku air kehidupan”
“Tuhan, berilah aku air kehidupan”
01.
Pada zaman Yesus, Palestina terbagi menjadi 3 propinsi, yaitu Yudea di sebelah selatan, Samaria di tengah dan Galilea di sebelah utara. Orang Yudea dan Galilea menganggap diri sebagai orang Yahudi tulen. Mereka memandang rendah orang Samariadan dianggap sebagai bangsa yang najis, sebab merupakan bangsa campuran yang berasal dari suku-suku bangsa di wilayah jajahan Asiria. Agar tidak terjadi pemberontakan, pada tahun 721 BC Raja Asyur membuang sebagian orang Yahudi kalangan atas ke daerah Asiria dan menggantikannya dengan orang-orang dari daerah lain (2 Raj 17:24-41). Para pendatang itu juga membawa dewa-dewa mereka sendiri dan melakukan praktek penyembahan sesuai dengan kebiasaan mereka di daerah asal. Dalam proses sosialisasi dengan penduduk asli Samaria terjadilah sinkretisme. Karena itu orang-orang Yahudi (baik dari Yudea maupun Galilea) menganggap orang-orang Samaria sesat karena mereka hanya mengakui Kelima Kitab Musa (Pentateukh) dan tidak menerima Kitab-kitab para nabi. Selain itu Orang Samaria tidak beribadah di Bait Allah Yerusalem tetapi di Bait Allah yang dibangun diatasGunung Gerizim. Ketegangan itu memuncak ketika para pemimpin agama Yahudi pada tahun 129 BC dibawah pimpinan rabbi Yohanes Hyrcanus membakar Bait Allah tersebut karena dianggap sebagai tempat penyembahan berhala. Begitu buruknya relasi itu sehingga orang Yahudi dan orang Samaria tidak saling menyapa. Dalam konteks situasi seperti itu, maka percakapan antara Yesus dengan wanita Samaria itu menimbulkan keheranan baik bagi wanita itu sendiri maupun bagi para murid.
Pada zaman Yesus, Palestina terbagi menjadi 3 propinsi, yaitu Yudea di sebelah selatan, Samaria di tengah dan Galilea di sebelah utara. Orang Yudea dan Galilea menganggap diri sebagai orang Yahudi tulen. Mereka memandang rendah orang Samariadan dianggap sebagai bangsa yang najis, sebab merupakan bangsa campuran yang berasal dari suku-suku bangsa di wilayah jajahan Asiria. Agar tidak terjadi pemberontakan, pada tahun 721 BC Raja Asyur membuang sebagian orang Yahudi kalangan atas ke daerah Asiria dan menggantikannya dengan orang-orang dari daerah lain (2 Raj 17:24-41). Para pendatang itu juga membawa dewa-dewa mereka sendiri dan melakukan praktek penyembahan sesuai dengan kebiasaan mereka di daerah asal. Dalam proses sosialisasi dengan penduduk asli Samaria terjadilah sinkretisme. Karena itu orang-orang Yahudi (baik dari Yudea maupun Galilea) menganggap orang-orang Samaria sesat karena mereka hanya mengakui Kelima Kitab Musa (Pentateukh) dan tidak menerima Kitab-kitab para nabi. Selain itu Orang Samaria tidak beribadah di Bait Allah Yerusalem tetapi di Bait Allah yang dibangun diatasGunung Gerizim. Ketegangan itu memuncak ketika para pemimpin agama Yahudi pada tahun 129 BC dibawah pimpinan rabbi Yohanes Hyrcanus membakar Bait Allah tersebut karena dianggap sebagai tempat penyembahan berhala. Begitu buruknya relasi itu sehingga orang Yahudi dan orang Samaria tidak saling menyapa. Dalam konteks situasi seperti itu, maka percakapan antara Yesus dengan wanita Samaria itu menimbulkan keheranan baik bagi wanita itu sendiri maupun bagi para murid.
02.
Agar dapat memahami perikop ini dengan lebih baik, kita mesti melihat konteksnya yaitu Yoh 2-4. Bagian ini dibuka dengan dua kisah “tanda” pewahyuan Sang Mesias yaitu “tanda” pengubahan air menjadi anggur di Kana (Yoh 2:1-12) dan “tanda” penyucian Bait Allah di Yerusalem (Yoh 2:13-22). Pewahyuan melalui tanda itu ditanggapi dengan pertobatan : pertama oleh Nikodemus, seorang Farisi, pemimpin agama Yahudi dan “pengajar Israel” (Yoh 3:1-21) yang mewakili Yudaisme resmi. Kedua, oleh orang-orang Samaria atas ajakan seorang wanita yang telah bertemu Yesus di sumur Yakob (Yoh 4:1-42) yang mewakili kelompok “skismatik” Yudaisme. Ketiga, oleh seorang pegawai istana dari Kapernaum (Yoh 4:43-54) yang mewakili bangsa-bangsa bukan Yahudi, yang dianggap kafir. Ketiga kelompok ini merepresentasikan “seluruh dunia”.
03.
Dalam ayat 4 dikisahkan bahwa Yesus “harus” melintasi daerah Samaria. Keharusan ini tidak pertama-tama menunjukkan keharusan rute greografis tetapi keharusan dalam konteks pelaksanaan rencana keselamatan Allah. Allah Bapa menghendaki agar peristiwa itu terjadi di Samaria sehingga universalitas keselamatan yang diwartakan Putra-Nya menjadi nyata. Dalam ayat 6 ada petunjuk waktu yang sangat menarik: Wanita Samaria itu mengambil air “kira-kita pukul duabelas”. Waktu tengah hari seperti itu bukan merupakan saat yang lazim untuk menimba air. Barangkali wanita itu memang menghindari perjumpaan dengan orang lain karena kehidupan pribadinya yang tidak bisa dibanggakan. Dalam ay. 16-18 Yesus membeberkan kehidupan pribadi wanita itu. Ibuini mengalami kegagalan dalam kehidupan rumah tangganya. Dia menikah sampai lima kali dan berakhir dengan perceraian. Dan saat ini ia bahkan hidup bersama dengan seorang pria yang tidak dinikahinya secara sah. Namun kegagalan hidup itu tidak menghalanginya untuk menerima kekayaan rohani dari Sang Sumber Kehidupan untuk diubah, dibebaskan, diselamatkan. Yesus bukan hadir sebagai tokoh yang mengadili tetapi Ia datang untuk membebaskan orang dari beban kehidupan agar bisa mengalamiAllah sebagai Bapa.
Dalam ayat 4 dikisahkan bahwa Yesus “harus” melintasi daerah Samaria. Keharusan ini tidak pertama-tama menunjukkan keharusan rute greografis tetapi keharusan dalam konteks pelaksanaan rencana keselamatan Allah. Allah Bapa menghendaki agar peristiwa itu terjadi di Samaria sehingga universalitas keselamatan yang diwartakan Putra-Nya menjadi nyata. Dalam ayat 6 ada petunjuk waktu yang sangat menarik: Wanita Samaria itu mengambil air “kira-kita pukul duabelas”. Waktu tengah hari seperti itu bukan merupakan saat yang lazim untuk menimba air. Barangkali wanita itu memang menghindari perjumpaan dengan orang lain karena kehidupan pribadinya yang tidak bisa dibanggakan. Dalam ay. 16-18 Yesus membeberkan kehidupan pribadi wanita itu. Ibuini mengalami kegagalan dalam kehidupan rumah tangganya. Dia menikah sampai lima kali dan berakhir dengan perceraian. Dan saat ini ia bahkan hidup bersama dengan seorang pria yang tidak dinikahinya secara sah. Namun kegagalan hidup itu tidak menghalanginya untuk menerima kekayaan rohani dari Sang Sumber Kehidupan untuk diubah, dibebaskan, diselamatkan. Yesus bukan hadir sebagai tokoh yang mengadili tetapi Ia datang untuk membebaskan orang dari beban kehidupan agar bisa mengalamiAllah sebagai Bapa.
04.
Beberapa ekseget memahami keheranan wanita Samaria atas permintaan Yesus untuk minum dari klenthing yang dibawanya (ay. 9) dalam konteks pandangan tentang kenajisan ritual. Kalau keterangan “tidak bergaul” (no dealings, sugchraomai) diartikan tidak berkomunikasi atau tidak berurusan, nampak tidak sesuai dengan ay. 8 yang menceritakan bahwa para murid pergi ke kota Sikhar untuk membeli makanan. Pada zaman Yesus, orang Samaria dianggap najis oleh orang Yahudi karena mereka tidak menjalankan hukum Taurat dengan murni dan setia. Bersentuhan dengan orang atau barang yang najis akan menjadikannya najis pula. Maka minum dari klenthing yang dibawa dan dipakai orang najis akan menjadikan Yesus najis. Tetapi Yesus mengabaikan hal itu. Sikap Yesus itulah yang membuat wanita Samaria ini merasa heran, "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?" (ay. 9). Maksudnya, “Apakah engkau tidak takut menjadi najis karena minum dari klenthingku?”.
05.
Air hidup menjadi salah satu topik yang menjadi isi pembicaraan. Pembicaraan itu diwarnai dengan kesalahpahaman. Wanita menangkap istilah itu dalam pengertian sehari-hari: air yang mengalir keluar dari sumbernya (mis. sungai). Pembicaraan diawali dengan permintaan Yesus, “Berilah Aku minum” (ay.7). Yesus haus akan jiwa-jiwa yang lelah memikul beban kehidupan. Jiwa yang mendambakan pembebasan dan kesegaran. Sebagai gantinya Ia ingin memberikan air hidup. Yang dimaksudkan dengan air hidupadalah Hidup-Nya sendiri yang dianugerahkan-Nya dalam Roh Kudus. Yesus, Sang Kebenaran dan Roh Kudus menjiwai, meresapi,mengalir dalam diri manusia beriman untuk memberi kehidupan dan memungkinkannya menyembah Allah sebagai Bapa serta membangun hidup bersama dalam semangat persaudaraan sebagai anak-anak dari satu Bapa. Roh itu juga mendorong manusia untuk memandang alam sebagai anugerah kehidupan yang harus dipepetri, dijaga dan dicintai. Mereka yang terbuka terhadap Roh tidak akan haus lagi, menjadi segar, jujur, otentik dan penuh optimisme.
Air hidup menjadi salah satu topik yang menjadi isi pembicaraan. Pembicaraan itu diwarnai dengan kesalahpahaman. Wanita menangkap istilah itu dalam pengertian sehari-hari: air yang mengalir keluar dari sumbernya (mis. sungai). Pembicaraan diawali dengan permintaan Yesus, “Berilah Aku minum” (ay.7). Yesus haus akan jiwa-jiwa yang lelah memikul beban kehidupan. Jiwa yang mendambakan pembebasan dan kesegaran. Sebagai gantinya Ia ingin memberikan air hidup. Yang dimaksudkan dengan air hidupadalah Hidup-Nya sendiri yang dianugerahkan-Nya dalam Roh Kudus. Yesus, Sang Kebenaran dan Roh Kudus menjiwai, meresapi,mengalir dalam diri manusia beriman untuk memberi kehidupan dan memungkinkannya menyembah Allah sebagai Bapa serta membangun hidup bersama dalam semangat persaudaraan sebagai anak-anak dari satu Bapa. Roh itu juga mendorong manusia untuk memandang alam sebagai anugerah kehidupan yang harus dipepetri, dijaga dan dicintai. Mereka yang terbuka terhadap Roh tidak akan haus lagi, menjadi segar, jujur, otentik dan penuh optimisme.
06.
Bait Allah di Gunung Gerizim mempunyai sejarah yang panjang. Setelah bencana air bah, Nabi Nuh mempersembahkan persembahan di gunung ini. Demikian juga Abraham diyakini mempersembahkan Ishak, putranya, di gunung ini pula dan kemudian berjumpa dengan imam agung Melchisedek. Menurut keyakinan orang Samaria, ketika bangsa Yahudi memasuki Tanah Terjanji di tempat ini pulalah untuk pertama kalinya mereka mempersembahkan persembahan kepada Allah (Ul 27:4-8). Meskipun pada tahun 129 BC Bait Allah dihancurkan oleh Yohanes Hyrcanus tetapi mereka membangunnya kembali dan sampai saat ini orang-orang Samaria merayakan pesta Paskah di Bait Allah Gerizim ini. Dengan demikian Bait Allah di Gerizim ini menjadi pesaing utama bagi Bait Allah di Yerusalem. Berdasarkan tafsiran atas Ul 12:1-4 semua kegiatan keagamaan kemudian dipusatkan di Yerusalem. Dalam konteks itu pertanyaan wanita Samaria ini sangat relevan: Diantara kedua tempat itu manakah yang lebih otentik sebagai tempat untuk menyembah Allah?
07.
Terhadap pertanyaan itu Yesus menanggapi, “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal” (ay. 22). Maksudnya, karena orang Samaria hanya menerima Kitab Pentateukh, mereka tidak dapat menangkap proses pewahyuan Allah secara utuh dan penuh sehingga tidak memahami siapa sebenarnya Allah yang disembah itu. Rasa pemusuhan turun temurun yang membuat hati tertutup dan keras kepala justru menjadikan jalan hidup mereka menyimpang dari kehendak Allah. Padahal melalui para nabi Allah mewahyukan Diri-Nya sebagai Bapa yang penuh kasih dan kerahiman, yang mengajak semua orang untuk hidup dalam kasih persaudaraan.
08.
Yesus menegaskan bahwa sekaranglah saatnya orang menyembah Bapa dalam Roh dan Kebenaran. Maksudnyapenyembahan kepada Allah tidak hanya terbatas di tempat-tempat ibadah karena kehadiran-Nya tidak terkurung di tempat-tempat tertentu. Kita harus dapat menemukan, mengalami dan merasakan kehadiran Allah dalam segala sesuatu yang kita alami dan kita jumpai. Kita harus terbuka terhadap semua yang baik, benar dan suci. Kita tidak boleh memonopoli keselamatan dengan menganggap diri yang paling benar dan menganggap yang lain salah, sesat atau kafir. Roh dan kebenaran-Nya mendorong manusiauntuk mengakhiri konflik yang dikobarkan oleh mereka yang tidak mengenal Bapa dan ajaran Yesus. Roh dan kebenaran Kristus hadir dan secara aktif berkarya dalam hati orang beriman (2 Yoh 2), menjadi sumber hidup yang menumbuhkan kasih persaudaraan (1 Yoh 3:18-19) dan kerinduan kepada kekudusan (Yoh 17:17-19).
09.
Menyembah Bapa dalam Roh dan Kebenaran juga bisa dimaknai sebagai ajakan untuk selalu memuji dan bersyukur kepada Allah sepanjang waktu. Dimulai saat bangun tidur di pagi hari, kita mengucap syukur atas anugerah kehidupan, atas hari baru, atas semua yang masih bisa kita nikmati. Kita membiasakan diri mengucap syukur atas apa yang kita terima dan alami. Bila yang kita alami adalah hal yang negatif, kita harus bisa melihat hal-hal baik yang ada di balik pengalaman itu. Mungkin Allah sedang menguji dan melatih kita membangun keutamaan tertentu seperti kesabaran, ketabahan, ketaatan, dan sebagainya. Bila yang kita alami adalah godaan berbuat dosa, maka kita juga harus tetap bersyukur bahwa kita dilatih mengendalikan diri melawan kecenderungan dosa. Begitu seterusnya. Bila kita berhadapan dengan orang lain yang selalu berpikiran dan bertindak negatif, mengeluh, tidak punya semangat, pesimis dengan keadaan, maka kita harus hadir sebagai terang, mengatakan yang sebaliknya, memberikan harapan dan semangat. Kehadiran kita harus menjadi kehadiran Allah yang memberikan air hidup yang menyuburkan cinta kasih dan semangat hidup. Allah ada dalam diri kita, membuat diri kita ada, hidup dan berkarya. Allah memanggil kita agar hidup bagi sesama, agar hidup kita bermanfaat untuk sesama.
10.
Ketagihan terhadap sebuah benda atau tindakan tertentu (misalnya narkoba, minuman beralkohol, rokok, judi, makanan, seks, pornografi, kerja, belanja atau obat-obatan psikotropika dsb) berawal dari keinginan untuk merasakan kenikmatan. Ketika tindakan itu diulang-ulang dan menjadi kebiasaan maka timbullah ketergantungan entah fisik atau psikologis secara tidak wajar. Orang baru merasa tenang, bisa bekerja atau berpikir dengan normal setelah mengkonsumsi atau melakukan hal-hal yang mendatangkan kenikmatan itu. Bila tidak, ia merasa gelisah, bingung, nervous, tidak tenang dsb. Tetapi kalau keinginan itu selalu dituruti dan dilampiaskan dia justru semakin dicekam oleh keinginan itu. Tidak pernah merasa puas, selalu merasa haus dan ingin selalu mengulang dan mengulang lagi.
Dalam perikop ini Yesus melihat beban kehidupan yang dialami oleh wanita Samaria itu. Dia memancing perhatian wanita itu dengan tawaran anugerah air hidup yang tidak akan membuatnya haus lagi. Dari dialog yang terjadi nampak bahwa wanita itu haus akan kasih yang sejati dan kekal. Wanita itu mengalami kegagalan dalam berumah tangga. Lima kali dia menikah dan semua harus berakhir dengan perceraian. Dan saat ini hidup bersama dengan seorang laki-laki tanpa ikatan perkawinan yang sah. Kegagalan demi kegagalan dalam cinta melemparkan wanita itu ke dalam kesendirian dan kesepian yang mencekam. Yesus tidak mencela, menyalahkan atau memberikan peringatan. Dengan tulus, penuh kasih namun tegas Yesus mengajak wanita itu untuk melihat ke depan, untuk tidak terjebak dalam kepahitan dan kegagalan masa lampau, untuk percaya kepada-Nya yang akan memuaskan dahaganya akan cinta sejati yang selama ini tidak pernah terpuaskan.
11.
Perjumpaan dengan Yesus mengubah dan membebaskan. Wanita Samaria itu datang untuk mencari air namun kemudian meninggalkan klenthing-nya karena telah menemukan Sang Sumber Air Hidup yang membebaskannya dari beban kehidupan dan dari masa lampau yang suram. Dia telah menemukan kehidupan baru. Kepenuhan hidup yang didapatkan itu mengubah orientasi hidupnya : Dia tidak lagi mencari air hidup untuk dirinya sendiri tetapi membagikannya kepada orang-orang sedesanya. Dia tidak lagi menghindari perjumpaan dengan orang lain tetapi justru mengajak oranglain untuk berjumpa dengan Yesus.
Perjumpaan dengan Yesus mengubah dan membebaskan. Wanita Samaria itu datang untuk mencari air namun kemudian meninggalkan klenthing-nya karena telah menemukan Sang Sumber Air Hidup yang membebaskannya dari beban kehidupan dan dari masa lampau yang suram. Dia telah menemukan kehidupan baru. Kepenuhan hidup yang didapatkan itu mengubah orientasi hidupnya : Dia tidak lagi mencari air hidup untuk dirinya sendiri tetapi membagikannya kepada orang-orang sedesanya. Dia tidak lagi menghindari perjumpaan dengan orang lain tetapi justru mengajak oranglain untuk berjumpa dengan Yesus.
Indahnya: Pengalaman rohani wanita Samaria itu juga merupakan pengalaman rohani kita. Perjumpaan dengan Yesus mengubah arah hidup kita. Mengimani Allah sebagai Bapa mendorong kita untuk meyakini sesama sebagai saudara se Bapa tanpa memandang perbedaan suku, agama, warna kulit dan gender. Yesus menawari kita air hidup yang akan memuaskan kehausan akan cinta, kebahagiaan dan kepenuhan hidup. Air hidup yang membawa kegembiraan, kegairahan, semangat dan optimisme.
Berkah Dalem.
Berkah Dalem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar