Pekan Prapaskah III
Dan. 3:25,34-43; Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9; Mat. 18:21-35
“Dimitte nobis debita nostra sicut et nos dimittimus debitoribus nostris - Ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami.”
Inilah salah satu semangat pengampunan dalam doa Bapa Kami dan pesan iman hari ini bahwa Tuhan selalu “rahim”. Ia bermurah hati dan berbelas kasih. Kita juga diajak untuk selalu ber-“misericordia vultus” – berwajah kerahiman: bermurah hati dan berbelas kasih dengan berani mengampuni, karena setiap relasi manusia biasanya terdiri dari komposisi: 70% memaafkan dan 30% mencintai: “Yang murah hati akan memperoleh kemurahan Allah”.
Dalam salah satu buku saya “XXX-Family Way” (RJK, Kanisius), ada dua jenis pengampunan, al:
a. Pengampunan formal:
Mulut memaafkan tapi hati tetap panas. Pemazmur menegurnya: ”Biarlah doanya menjadi dosa” (Maz 109:7) sebab berdoa dengan mulut memuji Tuhan, tapi dengan hati yang masih sesak oleh amarah dan rasa dendam adalah dosa. Selain itu, sebenarnya benci/dendam tidak menyakiti orang yang kita benci, tapi setiap hari perasaan itu malahan akan menggerogoti hidup kita sendiri.
Mulut memaafkan tapi hati tetap panas. Pemazmur menegurnya: ”Biarlah doanya menjadi dosa” (Maz 109:7) sebab berdoa dengan mulut memuji Tuhan, tapi dengan hati yang masih sesak oleh amarah dan rasa dendam adalah dosa. Selain itu, sebenarnya benci/dendam tidak menyakiti orang yang kita benci, tapi setiap hari perasaan itu malahan akan menggerogoti hidup kita sendiri.
b. Pengampunan sementara:
Sekarang memaafkan tapi siap mengungkit-ungkitnya kembali. Dkl: Kesalahan orang itu hanya disimpan di ”gudang” dan siap dikeluarkan kapan saja. Padahal, jika kita mengharapkan pengampunan Allah secara penuh, maka kita juga harus mau mengampuni sesama secara utuh. Bukankah orang-orang yang tidak pengampun adalah mereka yang dengan sengaja menutup pintu pengampunan bagi dirinya sendiri, karena begitu mudahnya minta pengampunan tapi begitu sulitnya mengampuni?
Sekarang memaafkan tapi siap mengungkit-ungkitnya kembali. Dkl: Kesalahan orang itu hanya disimpan di ”gudang” dan siap dikeluarkan kapan saja. Padahal, jika kita mengharapkan pengampunan Allah secara penuh, maka kita juga harus mau mengampuni sesama secara utuh. Bukankah orang-orang yang tidak pengampun adalah mereka yang dengan sengaja menutup pintu pengampunan bagi dirinya sendiri, karena begitu mudahnya minta pengampunan tapi begitu sulitnya mengampuni?
Walaupun sulit dan kadang sangat menyakitkan , siapkah kita selalu belajar untuk mau mengampuni? Dari perumpamaan yang disampaikan Yesus hari ini, setidaknya ada 3 pertimbangan mengapa kita harus mengampuni.
Pertama, kita semua adalah orang berdosa namun Tuhan selalu berbelas kasih dan mengampuni kita (ay.27).
Kedua, dosa dan kesalahan kita terhadap Tuhan dan sesama sangat tidak sebanding dengan dosa dan kesalahan orang lain pada kita. Itulah yang digambarkan dengan angka 10.000 talenta. Kalau 1 talenta kurang lebih 6.000 dinar dan 1 dinar itu setara dengan upah kerja sehari, berarti kita harus bekerja selama 200 tahun lebih untuk bisa melunasi hutang tersebut, padahal umur kita kerap tidak sampai seratusan tahun.
Ketiga, kalau kita tidak mau mengampuni, maka kita pun akan kehilangan rahmat pengampunan (ay.35). Dan kalau kita sampai kehilangan rahmat pengampunan, padahal dosa kita banyak, kita akan menjadi orang yang celaka.
Pastinya, satu hal yang mendasar bahwa Allah hanya berkenan mengampuni orang yang pengampun: “Jika kamu tidak mengampuni maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahanmu” (Mark 11:25-26).
“Dari Pontianak ke Srinisih - Jadilah anak yang penuh belas kasih.”
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
“Miserere mei Deus - Kasihanilah aku ya Allah!”
“Miserere mei Deus - Kasihanilah aku ya Allah!”
Sampai berapa kali kita harus mengasih pengampunan? 7 kali tidaklah cukup tapi harus 70 x 7 kali atau dengan kata lain tak terbatas. “7” sendiri melambangkan karakteristik sempurna dalam bangsa Yahudi.
Kita melihat imam harus memerciki darah/minyak di hadapan Tuhan sebanyak 7 kali (Im 4:6; Im 14:16). Mereka juga memerciki darah sebanyak 7 kali kepada orang yang ditahirkan dari kusta (Im 14:7). Kita juga melihat bahwa angka 7 dipakai dalam peristiwa tembok Yeriko, “dan 7 orang imam harus membawa 7 sangkakala tanduk domba di depan tabut. Tetapi pada hari yang ke7, 7 kali kamu harus mengelilingi kota itu sedang para imam meniup sangkakala.” (Yos 6:4).
Bahkan dikatakan dalam Maz 119:164: “7 kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau”. Kitab Wahyu juga menuliskan tentang gulungan kitab yang dimaterai 7 materai (lih. Why 5:1).
Dengan kata lain: angka 7 menyatakan sesuatu yg penuh dan sempurna, dan Yesus menegaskan bahwa pengampunan yang kita berikan juga haruslah penuh dan sempurna.
Dengan kata lain: angka 7 menyatakan sesuatu yg penuh dan sempurna, dan Yesus menegaskan bahwa pengampunan yang kita berikan juga haruslah penuh dan sempurna.
Contohnya:
Yusuf yang telah dicelakai dan dijual oleh saudaranya, akhirnya mau memaafkan (Kej 45:5-15; Kej 50:10-21). Musa mengampuni Harun dan Miryam yg memberontak (Bil 12:1-13). Daud juga mengampuni Saul, walaupun Saul berusaha berkali-kali membunuhnya (1Sam 24:10-12; 1Sam 26:9; 1Sam 26:23; 2Sam 1:14-17 ) dan Daud juga memaafkan penghinanya (2Sam 16:9-13; 2Sam 19:23; 1Raj 2:8-9).
Yusuf yang telah dicelakai dan dijual oleh saudaranya, akhirnya mau memaafkan (Kej 45:5-15; Kej 50:10-21). Musa mengampuni Harun dan Miryam yg memberontak (Bil 12:1-13). Daud juga mengampuni Saul, walaupun Saul berusaha berkali-kali membunuhnya (1Sam 24:10-12; 1Sam 26:9; 1Sam 26:23; 2Sam 1:14-17 ) dan Daud juga memaafkan penghinanya (2Sam 16:9-13; 2Sam 19:23; 1Raj 2:8-9).
Dan akhirnya, contoh paling sempurna adalah ketika di kayu salib Yesus mengatakan wasiat pertamanya dari tujuh wasiatNya di Golgota: “Ya Bapa, ampunilah mereka.."(Luk 23:34).
Bagaimana dengan kita sendiri?
"Ada karang di Goa Sriningsih - Jadilah orang yang selalu berbelaskasih."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar