Ads 468x60px

ANTOLOGI RENUNGAN SEPUTAR MARIA

1.Martinus: Maria, Timoteus dan Agustinus
Di paroki St Maria Fatima Sragen, saya mendapatkan beberapa nama Martinus. Ada seorang jeepers dan pengurus LUMUD-keLUarga MUDa sekaligus guru di Kampus Warga Solo, namanya Pak Martinus. Ada umat yang rajin ikut misa harian namanya juga Pak Martinus. Ada salah satu kelompok sosial ekonomi, yang berlindung pada nama dan teladan St Martinus. Di Weleri, ada paroki namanya St.Martinus. Di Vatikan, juga ada seorang Paus yang bernama Paus Martinus.
Santo Martinus (316-397), sendiri dirayakan pestanya pada tanggal 11 November. Lambangnya, seorang perwira Romawi menunggang kuda, membagi dua mantolnya dan memberikannya sebagian kepada seorang pengemis. Martinus lahir di Sabaria, Pannonia (sekarang: Szombathely, Hungaria Barat) pada tahun 335 dan dibesarkan di Italia. Ayahnya seorang perwira tinggi Romawi yang masih kafir. Sulpicius Severus, pengikut dan penulis riwayat hidupnya, mengatakan bahwa Martinus pada umur 10 tahun diam-diam mengikuti pelajaran agama Kristen tanpa sepengetahuan orang tuanya. Ayahnya sangat mengharapkan dia menjadi perwira Romawi seperti dirinya. Oleh karena itu pada usia 15 tahun, ia memasukkan Martinus dalam dinas militer.
Dalam suatu perjalanan dinas ke kota Amiens, pada musim dingin tahun itu, Martinus berpapasan dengan seorang pengemis malang yang sedang kedinginan di pintu gerbang kota. Pengemis itu mengulurkan tangannya meminta sesuatu dari padanya. Karena ia tidak membawa uang sesen pun pada waktu itu dan tergerak oleh belas kasihannya yang besar pada pengemis malang itu, ia segera menghunus pedangnya dan membelah mantelnya yang indah itu. Sebagian untuk dia dan sebagian lagi diberikan kepada pengemis itu.
Pada usia 55 tahun, ia ditahbiskan menjadi Uskup Tours. Ia tidak mempunyai istana yang istimewa, hanya sebuah bilik sederhana di samping sakristi gereja. Bersama rahib-rahibnya, Martinus giat mewartakan Injil. Kotbah-kotbahnya diteguhkan Tuhan dengan banyak mujizat. Dengan berjalan kaki, naik keledai atau dengan perahu layar ia mengunjungi semua desa di Keuskupannya. Ia tidak gentar menghancurkan tempat-tempat pemujaan berhala, dan tanpa takut-takut menentang praktek hukuman mati yang dijatuhkan kaisar terhadap tukang-tukang sihir dan penyebar ajaran sesat. Itulah sebabnya ia tidak disukai oleh orang-orang Kristen yang fanatik. Tetapi Martinus tetap pada pendiriannya: menjunjung tinggi keadilan dan menentang sistim paksaan. Martinus adalah salah seorang dari para kudus yang bukan martir. Ia meninggal dunia di Tours (Perancis) pada tanggal 11 November 397.
Di lain matra, bagi saya sendiri, setiap orang Katolik pun diajak menjadi Martinus bagi orang lain. Martinus adalah gabungan dari tiga orang kudus, yakni: Maria Timoteus dan Agustinus
-Maria:
Pribadi yang mau setia berdoa. Bagi umat Katholik, Bunda Maria, adalah teladan kaum beriman dalam berdoa. Karena itu, umat Katholik memberikan penghormatan istimewa dalam bentuk ziarah dan devosi Maria. Penghormatan kepada Bunda Maria dimulai gereja perdana sejak abad kedua. Bagi para peziarah, berdoa melalui perantaraan Bunda Maria bukan untuk mencari mukjizat, melainkan meneladani sikap Bunda Maria yang selalu setia pada panggilan Allah, dengan menjadi ibu sang juru selamat.
Bunda Maria adalah seorang wanita yang dipilih oleh Allah untuk melahirkan Yesus ke dunia ini. Sejak permulaan dia telah disiapkan oleh Allah dan Allah sendiri telah menubuatkan kehadiran Maria sebagai Bunda Allah.
Maria disebut sebagai Sang Anak Dara. Sebutan Anak Dara ini merupakan sebuah terjemahan dari bahasa Yunani. Dalam bahasa Yunani ayat ini berbunyi: Ιδου η παρθενος εν γαστρι εξει και τεξεται υιον, και καλεσουσι το ονομα αυτυ Eμμανουηλ, ο εστι μεθερμηνενομενον, Mεθ ημων ο θεος. Kata "anak dara" menggunakan sebuah kata : παρθενος (Parthenos) yang berarti secara harafiah: Perawan atau gadis, dalam kamus umum bahasa Indonesia berarti: masih murni, belum kawin atau belum berbaur (tersentuh) dengan laki-Iaki.
Ayat ini sebenamya diambil dari se¬buah nubuatan oleh Nubi Yesaya: Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-Iaki, dan ia akan menamakan Dia Immanuel (Yesaya 7:14). Dalam bahasa Ibrani kata perawan/anak dara menggunakan kata "Alma" yang diterjemahkan sebagai wanita muda.
Tetapi dalam terjemahan Septuaginta (LXX), Kitab Suci terjemahan kuno (seb. Masehi) yang menggunakan bahasa Yunani, yang dipakai tetaplah kata: παρθενος (Parthenos) yang berarti perawan. Tetapi apakah arti semuanya ini? Ini berarti bahwa Allah te-lah menubuatkan lewat para nabi tentang Perawan Maria dari Nazaret sebagai ibu (baca: orang-tua biologis) tunggal dari Yesus Kristus. Implikasinya adalah: segala yang berhubungan dengan kemanusiaan Kristus, kemanusiaan yang dipakaiNya untuk berjalan, untuk memberkati kanak--kanak, untuk melakukan mujizat, untuk berkarya, untuk mati di kayu salib, untuk bangkit pada hari ketiga, tubuh yang dipaku dan darah yang dicurahkan adalah darah kemanusiaan, yang diambil dari Maria dari Nazaret. lnilah peranan Sang Perawan Suci bagi kehidupan bangsa manusia.
Bunda Maria juga adalah salah satu dari beberapa manusia pendoa yang diangkat ke surga. Di Alkitab tercatat beberapa manusia yang diangkat ke surga, yaitu Henokh, Elia, Yesus (setelah bangkit) dan kemudian Maria. Berdoa kepada Maria, seperti ketika kita akan pergi ke suatu tempat yang jauh kemudian minta restu dan didoakan oleh orang tua atau keluarga kita supaya kita bisa selamat sampai tujuan dan juga agar misi kita dapat berhasil. Itu sebabnya, selain sebagai pembela dan perantara, Maria juga dianggap sebagai pendoa bagi Gereja Katolik.
Ada sebuah doa yang cukup saya suka, yakni Jiwa Maria:
Jiwa Maria, sucikanlah aku
Hati Maria, nyalakanlah aku
Tangan Maria, sanggahlah aku
Kaki Maria, pimpinlah aku
Mata Maria, pandanglah aku
Bibir Maria, berkatalah padaku
Dukacita Maria, kuatkanlah aku
O Maria yang manis, dengarkanlah aku
Janganlah mengijinkan daku terpisah darimu
Terhadap musuh-musuhku, belalah aku
Tuntunlah daku kepada Yesus yang manis
Semoga dengan dikau aku dapat mencintai dan
Memuji diaku untuk selama-lamanya. Amin
-Timotius:
Pribadi yang mau berkarya. Timotus dikenal sebagai rekan kerja dan pendamping terpercaya dari Santo Paulus dalam perjalanan-perjalanan misinya. Ia lahir di Lystra, sebuah kota di Asia Kecil. Bersama ibunya, Eunike dan neneknya Lois, Timotius menjadi Kristen pada saat Santo Paulus pertama kali mengunjungi Likaonia (2Tim 1:5). Semenjak masa mudanya, Timotius sudah mengenal Kitab Suci agama Yahudi dari ibunya. Bahkan kitab itu sudah menjadi bacaan utama.
Tujuh tahun kemudian (setelah menjadi Kristen) ketika Santo Paulus kembali ke Lystra, Timotius sudah menjadi pemuda yang aktif dan saleh, dan bersemangat rasul. Ia dipuji oleh saudara saudara seiman di Lystra dan Ikonium (Kis16:2). Ia juga menemani Paulus ke Berea. Disana ia tinggal bersama Silas, sementara Paulus melanjutkan perjalanannya. Kemudian, ia bertemu lagi dengan Paulus di Korintus (Kis 18:5) dan lalu menemani Paulus ke Yerusalem (Kis 20:4). Timotius dikenal sebagai seorang yang bersama Paulus menulis enam pucuk surat (1Tes1:1; 2Tes1:1; 2Kor1:1; Flp1:1; Kol1:1).
Namanya tercantum lagi di surat-surat Penjara yang memberitakan tentang pengutusan Timotius untuk mengunjungi orang orang Kristen di Filipi. Karena tidak seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan dia dan yang begitu bersungguh sungguh memperhatikan kepentingan Yesus Kristus. Kamu tahu bahwa kesetiannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya. Dialah yang kuharap untuk kukirimkan dengan segera, sudah jelas bagiku bagaimana jalannya perkaraku (Fil2:20-23).
Timotius sungguh dicintai dan disayang oleh Paulus. Hal ini dapat terlihat pada awal setiap surat yang ditujukan Paulus kepadanya: Anakku yang terkasih. Paulus sungguh kagum akan kesetiaan Timotius terhadap setiap ajarannya: Engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokia dan di Ikonium dan di Lystra. (2Tim3:10-11). Setelah Paulus dilepaskan dari penjara, ia mengangkat Timotius sebagai Uskup di Efesus. Ia dibunuh dengan kejam pada tahun 97.
-Agustinus:
Pribadi yang mau bertobat. Agustinus dilahirkan pada tanggal 13 November 354 di Tagaste, Algeria, Afrika Utara. Ayahnya bernama Patrisius, seorang kafir. Ibunya ialah St. Monika, seorang Kristen yang saleh. St. Monika mendidik ketiga putera-puterinya dalam iman Kristen. Namun demikian, menginjak dewasa Agustinus mulai berontak dan hidup liar. Pernah suatu ketika ia dan teman-temannya yang tergabung dalam kelompok “7 Penantang Tagaste” mencuri buah-buah pir yang siap dipanen milik Pak Tallus, seorang petani miskin, untuk dilemparkan kepada babi-babi.
Pada umur 29 tahun Agustinus dan Alypius, sahabatnya, pergi ke Italia. Agustinus menjadi mahaguru terkenal di Milan. Sementara itu, hatinya merasa gelisah. Sama seperti kebanyakan dari kita di jaman sekarang, ia mencari-cari sesuatu dalam berbagai aliran kepercayaan untuk mengisi kekosongan jiwanya.
Sejak awal tak bosan-bosannya ibunya menyarankan kepada Agustinus untuk membaca Kitab Suci di mana dapat ditemukan lebih banyak kebijaksanaan dan kebenaran daripada dalam ilmu pengetahuan. Tetapi, Agustinus meremehkan nasehat ibunya. Kitab Suci dianggapnya terlalu sederhana dan tidak akan menambah pengetahuannya sedikit pun.
Pada usia 31 tahun Agustinus mulai tergerak hatinya untuk kembali kepada Tuhan berkat doa-doa ibunya serta berkat ajaran St. Ambrosius, Uskup kota Milan. Namun demikian ia belum bersedia dibaptis karena belum siap untuk mengubah sikap hidupnya. Suatu hari, ia mendengar tentang dua orang yang serta-merta bertobat setelah membaca riwayat hidup St. Antonius Pertapa. Agustinus merasa malu. “Apa ini yang kita lakukan?” teriaknya kepada Alipius. “Orang-orang yang tak terpelajar memilih surga dengan berani. Tetapi kita, dengan segala ilmu pengetahuan kita, demikian pengecut sehingga terus hidup bergelimang dosa!”
Dengan hati yang sedih, Agustinus pergi ke taman dan berdoa, “Berapa lama lagi, ya Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?” Sekonyong-konyong ia mendengar seorang anak menyanyi, “Tolle et Legge (Ambillah dan bacalah!”). Agustinus mengambil Kitab Suci dan membukanya tepat pada ayat, “Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari… kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:13-14).
Sejak saat itulah, Agustinus memulai hidup baru. Pada tanggal 24 April 387 Agustinus dipermandikan oleh Uskup Ambrosius. Ia memutuskan untuk mengabdikan diri pada Tuhan dan dengan beberapa teman dan saudara hidup bersama dalam doa dan meditasi.
Pada tahun 388, setelah ibunya wafat, Agustinus tiba kembali di Afrika. Ia menjual segala harta miliknya dan membagi-bagikannya kepada mereka yang miskin papa. Ia sendiri mendirikan sebuah komunitas religius. Atas desakan Uskup Valerius dan umat, maka Agustinus bersedia menjadi imam. Empat tahun kemudian Agutinus diangkat menjadi Uskup kota Hippo.
Agustinus wafat pada tanggal 28 Agustus 430 di Hippo dalam usia 76 tahun. Makamnya terletak di Basilik Santo Petrus. Kumpulan surat, khotbah serta tulisan-tulisannya adalah warisan Gereja yang amat berharga. Di antara ratusan buku karangannya, yang paling terkenal ialah “Pengakuan-Pengakuan” dan “Kota Tuhan”.
Santo Agustinus dikenang sebagai Uskup dan Pujangga Gereja serta dijadikan Santo pelindung para seminaris. Pestanya dirayakan setiap tanggal 28 Agustus.
Disinilah lewat Martinus, kita diajak belajar menjadi Maria, Timotius dan Agustinus. Dkl: setiap orang diajak untuk membuka harinya dengan berdoa, mengisi harinya dengan berkarya dan tak lupa menutup harinya dengan bertobat.
2.Neng Ning Nung – Jumeneng, Wening dan Kesinungan
Dalam tradisi Katolik, Gua Maria adalah tempat yang dipusatkan untuk melakukan ziarah dan devosi kepada Maria. Tempat-tempat tersebut dapat ditetapkan sebagai tempat ziarah karena pertimbangan penampakan supranatural Maria ataupun faktor
sejarah sebagai tempat devosi dan ziarah umat Katolik.
Keberadaan setiap gua Maria punya sejarah panjang. Bunda Maria beberapa kali menampakan diri pada orang-orang terpilih. Salah satu penampakan yang paling terkenal adalah penampakan Bunda Maria kepada Bernadette Soubirous di sebuah gua yang ada di kota Lourdes, Perancis pada tahun 1858. Tempat itu kemudian menjadi tempat ziarah gua Maria paling populer. Tempat ziarah ini pulalah yang kemudian menjadi inspirasi untuk membuat tempat ziarah serupa pada komunitas Katolik setempat. Dari situ muncullah tempat ziarah gua Maria di banyak tempat di dunia.
Beberapa tempat ziarah lain yang terkenal di dunia karena merupakan tempat penampakan Maria adalah:
Lourdes, Prancis
Fatima, Portugal
Guadalupe, Meksiko
Medjugorje, Herzegovina
Gua Maria di Indonesia umumnya berupa tempat ziarah dengan makna historis bagi perkembangan Gereja Katolik di Indonesia ataupun Gereja Katolik setempat. Gua Maria Sendangsono misalnya, adalah tempat dibaptisnya orang Jawa pertama kalinya. Bangunan utamanya dibentuk seperti gua tetapi ada juga yang berada pada gua alam asli. Disebut Gua Maria karena ditempatkannya patung Bunda Maria, ibunda Yesus, di gua tersebut. Tempat itu kemudian menjadi tempat ziarah umat Katolik untuk mendekatkan diri pada Allah Bapa dengan berdoa melalui perantaraan Bunda Maria dan Yesus Kristus.
Setiap Goa Maria memiliki keunikan tersendiri. Baik sejarah, bentuk, maupun kisah pengalaman rohani peziarahnya. Goa Maria Tritis di Dusun Bulu, Kabupaten Gunung Kidul, Wonosari, Yogyakarta misalnya, terkenal dengan nuansa alaminya. Patung Bunda Maria berada dibawah naungan stalaktit - stalakmit. Contoh aneka gua Maria lain yang ada di Indonesia, yaitu: Gua Maria Pohsarang-Kediri (Jawa Timur), Gua Maria Klepu (Ponorogo), Gua Maria Kereb – Ambarawa, Gua Maria Padang Bulan dan Fajar Mataram - Lampung, Gua Maria Kaliori – Purwokerto, Gua Maria Ratu Kenyo – Wonogiri, Hati Kudus Yesus – Ganjuran (Jawa Tengah), dsbya.
Salah satu Gua Maria favorit tertua di Indonesia, yang ramai dikunjungi peziarah adalah Gua Maria Sendang Sono. Terletak di Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, arah barat Yogyakarta. Gua ini merupakan kompleks bangunan bernuansa Jawa, dengan lingkungan alam yang asri dan sejuk.
Sejak pagi hingga tengah malam gua ini tidak pernah sepi. Peziarah datang slih berganti, secara berkelompok maupun sendiri-sendiri.
Sendang Sono diminati peziarah karena keunikan arsitekturnya yang ramah lingkungan, sentuhan arsitek-imam projo Semarang, (alm) Romo Mangunwijaya Pr, tahun 1974. Kreasi ukiran pada dinding dan jalan dalam bentuk trap, yang dapat digunakan sebagai tempat duduk mengesankan, kompleks suci ini sebuah karya seni agung.
Saya sendiri melihat dan mengamati, di Goa Maria inilah, banyak orang Katolik yang mencoba “neng ning nung”. Tiga kata ini saya dapatkan di dinding kamar seorang adik kelas saya di Seminari Tinggi Kentungan, Yogyakarta.
Apa itu neng ning nung? Setelah uthak athik gathuk, Neng ning nung…adalah suara bunyi kempul. Kempul adalah nama sebuah alat musik dalam gamelan. Kempul sendiri singkatan dari “ketemu yen kumpul”: kumpul antara kawula (manusia) dan Gusti (Tuhan).
-Neng:
Ini berarti, sembah raga, singkatan dari jumeneng; menjalankan perintah Tuhan, yakni dimensi vertikal individual kepada Tuhan, maupun dimensi horisontal social kepada sesama. Neng membuat kita membiasakan diri melakukan perbuatan yang baik dan bermanfaat untuk sesama. Misalnya, kita bersembahyang kepada Tuhan dengan cara sebanyak nafas kita berhembus, atau kita menyucikan diri dengan air (mencuci badan dengan cara mandi, wudhu, gosok gigi, upacara jamasan, tradisi siraman dsb).
-Ning:
Ini berarti sembah kalbu. Wening atau hening; ibarat mati di dalam hidup. Menggambarkan keadaan batin yang selalu eling dan waspada. Eling adalah sadar dan memahami akan sangkan paraning dumadi (asal usul dan tujuan manusia). Waspada terhadap apa saja yang dapat menjadi penghalang dalam upaya “menemukan” Tuhan.
Ning dicapai setelah hati dapat dilibatkan secara ikhlas dan tulus, hati yang sudah tunduk dan patuh kepada sukma sejati yang suci dari semua nafsu negatif.
Mengacu pada tradisi kejawen, ada empat macam bertapa; tapa ngeli, tapa geniara, tapa banyuara, tapa mendhem atau ngluwat.
Pertama, tapa ngeli, yakni berserah diri dan menselaraskan dengan kehendak Tuhan. Lalu mensinergikan jagad kecil (manusia) dengan jagad besar (alam semesta).
Kedua, tapa geniara; tidak terbakar oleh api (nar) atau nafsu negatif yakni ke-aku-an. Karena ke-aku-an itu tidak lain hakekat iblis dalam hati.
Ketiga, tapa banyuara; mampu menyaring tutur kata orang lain, mampu mendiagnosis suatu masalah, dan tidak mudah terprovokasi orang lain. Tidak bersikap reaksioner (ora kagetan), tidak berwatak mudah terheran-heran (ora gumunan).
Keempat, tapa mendhem; tidak membangga-banggakan kebaikan, jasa dan amalannya sendiri. Terhadap sesama selalu rendah hati, tidak sombong dan takabur. Sadar bahwa manusia derajatnya sama di hadapan Tuhan tidak tergantung suku, ras, golongan, ajaran, bangsa maupun negaranya. Tapa mendhem juga berarti selalu mengubur semua amal kebaikannya dari ingatannya sendiri. Dengan demikian seseorang tidak suka membangkit-bangkit jasa baiknya.
-Nung:
Ini berarti sembah cipta, Kesinungan ; yakni dipercaya Tuhan untuk mendapatkan anugrah tertentu. Orang yang telah mencapai tataran Kesinungan dialah yang mendapatkan “hadiah” atas amal kebaikan yang ia lakukan. Ini mensyaratkan amal kebaikan yang memenuhi syarat, yakni sinkronisasi lahir dan batin dalam mewujudkan segala niat baik menjadi tindakan konkrit, yakni: membantu dan menolong sesama. Syarat utamanya; harus dilakukan terus menerus hingga menyatu dalam prinsip hidup, menjadi kebiasaan sehari-hari.
Pencapaian tataran ini sama halnya laku hakekat. Laku hakekat adalah meliputi; sabar, tawakal, tulus, ikhlas, pembicaraannya menjadi kesejatian (kebenaran), yang sejati menjadi kosong, hilang lenyap menjadi ada. Manusia yang telah “nung” tidak akan munafik, berfikir sempit, kerdil, sombong, picik dan fanatik. Ia justru bersikap toleran, tenggang rasa, hormat menghormati keyakinan orang lain.
Sikap ini tumbuh karena kesadaran spiritual bahwa ilmu sejati, yang nyata-nyata bersumber pada Yang Maha Satu, hakekatnya adalah sama. Cara atau jalan adalah persoalan teknis. Banyaknya jalan atau cara menemukan Tuhan merupakan bukti bahwa Tuhan itu Mahaluas tiada batasnya. Ibarat sungai yang ada di dunia ini jumlahnya sangat banyak dan beragam bentuknya; ada yang dangkal, ada yang dalam, berkelok, pendek dan singkat, bahkan ada yang lebar dan berputar-putar. Toh semuanya akan bermuara Yang Satu yakni “samudra luas”.
Singkat kata, pencapaian Nung, ditandai dengan diperolehnya kemudahan dan hikmah yang baik dalam segala urusan. Seseorang tidak dapat dicelakai orang lain. Sebaliknya selalu mendapatkan keberuntungan. Dalam terminologi Jawa inilah yang disebut sebagai “ngelmu beja”.
Dari sinilah saya yakin bahwa lewat tradisi devosi berdoa atau tirakatan di Gua Maria, kita juga diajak mengalami “neng ning nung” bersama Tuhan lewat Bunda Maria. Oh ya, untuk membuat jeda refren kempul dalam sebuah gamelan, biasanya ditabuhlah Gong.
Nah, Gong ini nama alat musiknya, suaranya "GUUUNNGGG….". Gung sendiri adalah suara terendah dari rangkaian Gong. Bila kempul sudah ditabuh nada neng ning nung, lalu meloncat menabuh Gong, akan muncul suara Guunng… Artinya, setelah kita bisa mengalami “neng ning nung”, barulah kita semakin mengerti dan menyaksikan kea-GUNG-an Tuhan dengan lebih mendalam
3.
“267” (Relasi): Relakan hati, Lakukan aksi, Siapkan refleksi
Relasi, dalam matematika, adalah hubungan antara dua elemen himpunan. Hubungan ini bersifat abstrak, dan tidak perlu memiliki arti apapun baik secara konkrit maupun secara matematis. Tapi, relasi dalam hal ini merupakan hal terpenting yang menentukan mutu dari setiap perkawinan dan keluarga.
Ada macam-macam relasi, al: Relasi suami-isteri meliputi : relasi perasaan, relasi pikiran/pandangan, relasi kehendak/kemauan, dan relasi seksual. Relasi orangtua dan anak: Ikut menentukan dapat/tidak tercapainya kebahagiaan di dalam keluarga, meliputi : relasi perasaan, relasi pikiran/pandangan, relasi kehendak/kemauan, ikut menentukan tingkat kebahagiaan keluarga. Relasi dengan masyarakat, relasi itu terjadi melalui kerja, bertetangga, ber-organisasi, dan beragama. Ada juga relasi dengan Tuhan, merupakan salah satu dari tujuan pokok pendampingan bagi keluarga, dan perlu saling memperhatikan : doa pribadi, doa dalam keluarga, partisipasi dalam ibadat umat.
Peter Drucker, yang tersohor sebagai ahli manajemen, berkata bahwa 60% dari masalah manajemen berakibat dari relasi komunikasi yang salah. Relasi komunikasi yang salah adalah kurangnya relasi komunikasi (bisa juga karena kelewat berlebihan), ketertutupan, ketakjujuran, arogansi, kecurigaan. Menurut para kriminolog, 90% dari para kriminil mempunyai masalah dengan relasi komunikasi interpersonal. Dan menurut para konselor perkawinan, sedikitnya separuh perkawinan retak karena macetnya relasi komunikasi.
Apa itu relasi komunikasi? Semacam pertukaran perasaan lebih daripada sekedar komunikasi pikiran dan pendapat. Hal ini terjadi lewat ungkapan rasa melalui kata-kata atau eskpresi, bisa juga melalui surat, melalui gambar, nyanyian, hadiah, ciuman, bunga, syair. Adalah merupakan fakta bahwa dalam setiap kelompok, entah di keluarga, gereja, biara atau masyarakat yang lebih luas, terdapatlah banyak karakter, latar belakang dan kepentingan, dan sering kali perbedaan itu menjadi sumber konflik. Maka, wajarlah jika kita mau belajar menjadikan relasi komunikasi ini sebagai sebuah jalan keutamaan.
Bicara soal komunikasi, sepakat dengan pepatah Latin, animal est homo loquens (manusia pada dasarnya adalah makhluk yang berkomunikasi), seorang filsuf Jerman, Habermas pernah menyatakan bahwa tindakan manusia paling dasar adalah tindakan komunikasi. Tujuan komunikasi sendiri adalah saling pengertian - mutual understanding.
Disinilah, bagi saya relasi juga berarti, relakan hati, lakukan aksi dan siapkan refleksi.
-Relakan hati:
Sejak kecil St. Louis de Montfort mempunyai relasi yang sangat mesra dengan Bunda Maria. Baginya Bunda Maria merupakan ibu yang selalu rela hati mengikuti jalanm Tuhan. Ibu yang juga dengan rela membimbing dia ke jalan Tuhan dan tanpa bantuan Bunda Maria hidupnya hanyalah sia-sia.
Sebuah kisah, ketika dia belajar di Seminari Saint Sulpice ia menghadapi masalah yang tidak mudah dihadapi. Saat itu devosi kepada Bunda Maria diobrak-abrikkan oleh pandangan teologis sesat seperti Yansenisme, dan devosi kepada Maria dianggap sebagai suatu kebodohan bagi kultur pencerahan. Ajaran-ajaran ini menyebabkan banyak orang jatuh kepada ketidakyakinan akan pertolongan Bunda Maria. Hal ini juga menimpa teman-teman Louis yang akhirnya membuat mereka terpecah.
Namun syukur, pada saat itu masih ada teolog-teolog yang dengan gigih dan rela hati mempertahankan devosi kepada Bunda Maria, seperti Pierre Greiner, Henry Marie Boundon, dan Jean Baptiste Crasset. Kehadiran mereka inilah yang membuat Louis de Montfort untuk terus berelasi semakin dalam dengan Bunda Maria. Ia juga tekun mempelajari ajaran-ajaran para pujangga Gereja, di antaranya St. Agustinus, Origenes, Teresa Avila, Yohanes Salib, dan para kudus lainnya.
-Lakukan aksi:
Sebuah relasi komunikasi yang baik, perlu menciptakan lingkup kehidupan harian yang memudahkan interaksi. Interaksi berdasarkan saling pengertian dan kaya akan kontak sosial. Karena, jelaslah komunikasi bukan bertujuan untuk mencari keseragaman, tapi saling berbagi. (“komunikasi”:communicare, “berbagi”) dalam kesalingan yang positif. Bagi St. Louis de Montfort sendiri, Bunda Maria adalah pribadi yang mempunyai relasi yang sangat erat dengan Allah Tritunggal.
Berkat relasi ini banyak orang yang diantar oleh Bunda Maria kepada pengenalan akan Puteranya. Maka St. Louis de Montfort selalu menjalin relasi dengan Bunda Maria karena dia percaya melalui pertolongannya ia akan lebih dekat dengan Yesus, sehingga dalam mengarungi hidup ini ia selalu berpegang pada semboyan "Per Mariam Ad Iesum", melalui Maria sampai kepada Yesus. Lewat aksi nyata yang dibuat, ia belajar juga mempunyai hati seluas dunia, un coeur grand comme le monde. Atas setiap aksi kesetiaan dan penyerahan diri yang penuh kepasrahan terhadap Bunda Maria,
Bapa Suci Yohanes Paulus II menyebutnya sebagai saksi dan guru spiritualitas Maria sejati dan juga sebagai orang kudus yang mengalami doa rosario sebagai jalan sejati untuk menghayati kekudusan. (Ensiklik Redemtoris Mater pada 25 Maret 1987 dan Surat Apostolik Paus pada 2002).
-Siapkan refleksi:
Maria merupakan cermin seorang ibu yang polos, tak banyak bicara dan sederhana, namun di balik kesederhanaannya, tersimpanlah misteri yang luar biasa. Dia mampu membuka cakrawala yang gelap menjadi terang. Ketika orang-orang tak berdaya, kehilangan harapan, Maria hadir di tengah mereka. Dalam diri perawan Maria warta bahagia Tuhan dinyatakan.
Di lain segi, satu fenomen lapangan yang acap terjadi, kita larut dalam kesibukan harian dan tak ada lagi waktu untuk mengambil jarak. Disinilah setiap orang yang mau menjalin relasi yang lebih berkualitas perlulah juga siapkan refleksi, sebab bukankah seperti kata Socrates, “Hidup yang tidak pernah direfleksikan adalah hidup yang tidak layak dijalani.” Setiap orang perlu belajar mengevaluasi setiap kejadian dan pengalaman yang dia alami dan gulat-geliati.
Saya bersyukur bahwa banyak imam yang boleh dan mendapat kesempatan untuk mengikuti retret secara pribadi setiap tahunnya. Karena jelaslah, relasi komunikasi dalam hidup harian kita, bukan sekedar supaya setiap dari kita bisa bertahan-to survive, tapi
supaya satu sama lain sungguh-sungguh hidup-to live (fully alive-antusias: en-theos: dalam kuasa Allah, dipenuhi oleh Roh Allah), “karena bukan berlimpahnya pengetahuan yang memenuhi dan memuaskan hati, tetapi merasakan dan mencicipi perkaranya” [Lat. Roh. No.2].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar