Ads 468x60px

DOA DAN DISIPLIN ROHANI


HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
DOA DAN DISIPLIN ROHANI 

Pride makes us artificial
Humility makes us real...
Kerendahan hati adalah jalan menuju kebeningan hati yang terbebas dari ego (Thomas Merton)
Sudah dikatakan bahwa orang dapat berdoa dan bermeditasi di segala tempat karena semua tempat itu suci, orang dapat berdoa dan bermeditasi di segala waktu karena waktu itu suci, orang dapat berjumpa dengan Allah dalam segala hal, karena segala hal itu ada dalam Allah dan Allah ada dalam segala hal.
Juga sudah diperlihatkan bahwa bagaimana orang kudus atau orang-orang rohani berusaha untuk mempraktekkan doa dan meditasi pada segala tempat, waktu dan berjumpa Allah dalam hal apapun jua.
Tetapi ada satu hal lain yang harus kita katakan, yaitu bahwa berdoa di segala tempat dan waktu dan berjumpa Tuhan dalam apapun jua hanya mungkin kalau orang pernah berdoa pada tempat tertentu dan waktu tertentu, dan orang pernah berjumpa dengan Allah dan melihat Allah di dalam hatinya sendiri. Hanya bila itu sudah dilakukan dan dialami maka mungkinlah baginya untuk berdoa di segala waktu dan tempat dan bertemu Tuhan dalam segala hal.
Seorang Benediktin, Pater John Main OSB memahami dengan baik bahwa hidup rohani, hidup doa, praktek meditasi, hanya mungkin kalau ada disiplin. Tanpa disiplin tak mungkin hidup rohani kita berkembang.
Itulah sebabnya mengapa John Main melihat meditasi bukan sebagai sebuah teknik tetapi sebagai sebuah DISIPLIN: "Anda tidak dapat bermeditasi bila anda tidak membangun atau membuat praktek meditasi ini sebagai sebuah pola yang tetap dan teratur, sebagai sebuah disiplin yang terus-menerus dan konstan...." (The Hunger for Depth and Meaning)
John Main membuat sebuah pembedaan yang jelas antara meditasi sebagai sebuah disiplin dan sebagai sebuah teknik. Jika kita mempraktekkan meditasi sebagai sebuah disiplin maka kita akan membuka sungguh-sungguh diri kita kepada meditasi sebagai sebuah perjalanan, perjalanan menuju pusat diri kita...." (Bdk. Laurence Freeman, The Inner Pilgrimage of Meditation).
Bila dikatakan meditasi itu sebuah disiplin maka meditasi itu adalah sesuatu untuk "dijalani". Ia bukanlah sesuatu untuk "dikuasai" sebagaimana orang menguasai sebuah teknik untuk mencapai tujuan tertentu.
Kalau dikatakan bahwa meditasi itu sesuatu yang harus dijalani, itu berarti dalam meditasi tidaklah penting tujuan itu, tidaklah penting hasil atau apa yang akan kita peroleh darinya. Lakukan saja dengan tekun, setia dan penuh iman.
Dengan demikian meditasi akan selalu menempatkan kita sebagai murid (discipulus, disciple) yang merupakan sisi lain dari disiplin. Ya kita akan tetap sebagai murid. Dan barangkali inilah yang membuat kita, dalam meditasi, tidak pernah menjadi master. Kita semua tetaplah pemula. Dan memang mesti demikian karena Yesus berkata Guru kita hanya satu yaitu Kristus.
Sebagai disiplin, meditasi juga akan menempatkan kita tetap sebagai peziarah yang terus berjalan-melangkah. Ini mengubah cara pikir kita berkenaan dengan perjalanan kita mencari Allah. Kita tidak lagi berpikir bahwa pada akhir perjalanan kita, kita akan mencapai tujuan pencaharian kita akan Allah. Kita tidak lagi membayangkan bahwa pada ujung perjalanan ini kita akan menemukan Allah. Tidak. Tidaklah demikian. Allah tidak dijumpai pada akhir perjalanan. Allah ditemukan bahkan di tengah perjalanan panggilan kita.
St Katarina dari Siena barangkali menggambarkan dengan baik realitas ini ketika dia berkata "all the way to God is God" (Semua jalan menuju Allah adalah Allah). Jadi, dalam meditasi kita tetaplah peziarah yang berjalan-melangkah.
Karena itu yang paling penting dalam meditasi adalah age quod agis. Lakukan saja dengan baik apa yang sedang anda lakukan saat ini yaitu bermeditasi, berjalan dan mencari. Dan ini tentulah masalah mindfulness – hidup hic et nunc – masalah attentiveness! tanpa mempertanyakan "sesudah ini apa?"
Dalam bukunya "Inner Christ" Pater John Main lebih lanjut melukiskan disiplin meditasi itu sebagai berikut:
"Duduklah. Duduklah dengan tenang dan punggung tegak. Tutuplah mata anda dengan perlahan-lahan. Duduklah dengan rileks tetapi dalam sikap berjaga-jaga. Lalu dengan tenang, secara batin, ucapkanlah kata doa anda. Kami menganjurkan kata-doa maranatha. Ucapkanlah kata-doa itu dalam empat suku kata dengan tekanan yang sama. Dengarkan kata doa itu ketika engkau mengucapkannya – dengan perlahan-lahan dan terus-menerus. Jangan memikirkan atau membayangkan sesuatu apapun juga – entah sesuatu yang rohani atau hal lainnya. Jika pikiran atau gambaran muncul, ada gangguan-gangguan pada waktu meditasi anda, dengan tenang kembalilah mengucapkan kata-doa anda. Bermeditasilah setiap pagi dan malam selama duapuluh hingga tigapuluh menit!" (Inner Christ, London: Darton Longman and Todd, 1987 bab V).
"Nasihat saya untuk anda ialah: dalam meditasi harian anda, mulailah dengan periode minimum 20 menit. Kalau anda sudah dapat menjalankan periode 20 menit dengan baik, barulah anda mencoba bergerak ke arah periode waktu yang ideal: 30 menit. Ambillah waktu yang sama setiap hari: 20, 25 atau 30 menit. Hanya memang kita sering tergoda: kalau merasa enak, kita memperpanjangnya, dan kalau terasa tidak enak, kita berusaha memperpendeknya. Namun kita diminta untuk berdisiplin dengan periode waktu kita. Disiplin dalam meditasi merupakan aturan yang amat penting!
Jika anda belajar bermeditasi, sangatlah penting bahwa anda bermeditasi setiap hari, setiap hari dalam hidupmu: pagi dan malam. Anda diminta untuk melakukan hal ini. Karena memang tidak ada jalan pintas dalam meditasi itu. Tidak ada jalan pintas dalam hidup rohani. Tidak ada jalan pintas dalam mistik Kristiani kita. Semuanya berjalan secara perlahan, sedikit demi sedikit. Walau demikian, anda akan diubah secara perlahan olehnya. Hati anda akan diubahnya!
Jika anda bermeditasi, anda harus belajar diam. Dan itu adalah sebuah disiplin: disiplin duduk diam dan menjadi hening. Tubuh yang diam adalah ungkapan dari hati yang tenang; sebuah ketenangan yang lahir dari disiplin mengucapkan mantra dalam peziarahan hidup kita".
Dari disiplin-displin latihan meditasi di atas, tercandra adanya dua disiplin utama dalam latihan meditasi yaitu disiplin keheningan dan disiplin komunitas.
1. Disiplin keheningan.
Disiplin ini sangatlah penting karena tidaklah mungkin orang menghayati hidup rohani, hidup doa dan meditasi tanpa ada keheningan.
Karena itu John Main berkata:
"Untuk bermeditasi, kita mesti belajar duduk diam, karena meditasi itu menyangkut ketenangan jiwa dan raga yang sempurna. Dalam ketenangan dan keheningan itulah kita membuka hati kepada keheningan abadi Allah..... Jadi, hal pertama dalam meditasi adalah belajar duduk diam. Duduk-diam! Inilah sikap seorang murid. Dengan ini kita mengerti bahwa meditasi itu melibatkan kedisiplinan. Dan disiplin pertama adalah belajar duduk-diam (Hunger for Depth and Meaning)
Setelah kita dapat duduk-diam, duduk dengan tenang, kita lalu mulai mengucapkan mantra kita. Pengucapan mantra merupakan disiplin lain yang harus dipegang karena ketenangan dan keheningan hanya mungkin kalau kita dapat mengucapkan mantra kita dengan tekun dan setia, dengan penuh perhatian.
Pengucapan mantra membantu kita menerobos kekacauan pikiran dan perasaan yang akan langsung mengganggu kita setelah kita duduk-diam. Mantra yang kita ucapkan bagaikan radar yang membatu mengarahkan pesawat pikiran kita di tengah kabut pikiran yang mengganggu kita.
Kalau kita dapat mencapai ketenangan dan keheningan batin, maka hati kita akan menjadi sebuah ruangan sunyi dimana Allah dapat tinggal, kemanapun kita pergi dan apapun yang kita kerjakan nantinya. Dalam kata-kata John Main, dalam ketenangan dan keheningan itu mantra berakar di dalam hati dan lalu bergema dan ia memenuhi hati dan hidup kita dengan gemanya sehingga kita terbantu "terarah" kepada Allah yang tergemakan lewat mantra kita itu. Di sini mantra lalu menjadi sungguh-sungguh sebuah sakramen yang mengarahkan hati kita kepada kehadiran Allah dalam segala kesibukan kerja kita setiap hari.
Mantra yang diucapkan terus-menerus pagi dan sore, yang diucapkan dengan tekun, setia dan iman, akan membantu kita tetap konsentrasi sepanjang periode meditasi kita. Selain itu, ia akan tertanam dan berakar di dalam hati kita dan kemudian memberikan gemanya. Bila kita sudah bisa mendengarkan gema mantra itu kita baru sungguh-sungguh bermeditasi.
Mantra yang bergema akan bergema kapan dan dimanapun entah pada saat kita bermeditasi, entah pada saat kita beraktivitas. Bila itu yang terjadi, kita sampai pada tahap yang disebut Thomas Merton sebagai "kontemplasi tersamar" dimana kita melakukan aktivitas tetapi hati kita tetap tenang dan terarah kepada kehadiran Tuhan yang tergemakan lewat gema mantra kita. Dengan pengalaman ini kita telah melakukan meditasi di tengah kesibukan kita. Atau dengan kata lain, meditasi telah mewarnai kesibukan dan aktivitas kita. Kita hidup senantiasa di hadirat Allah.
Dengan demikian, disiplin keheningan, yang berawal dari duduk-diam, lalu hati hening, tenang dan damai oleh karena pengucapan mantra, akan berakhir pada hidup di hadirat Allah kapan dan dimanapun berkat gema mantra yang selalu mengingatkan kita akan kehadiran Allah dalam hati dan hidup kita.
2.Disiplin Komunitas.
Secara tegas dan jelas John Main merumuskan disiplin komunitas dalam kata-katanya yang visioner dan kenabian untuk zaman kita ini: "Pengalaman kontemplatif menciptakan komunitas".
Kata-kata ini menunjukkan kaitan yang sangat erat disiplin hidup komunitas dan disiplin keheningan. Kalau orang hening, orang menciptakan ruang kosong bagi Allah di dalam dirinya.
Dan pengalaman itu akan saling bergemakan dengan orang-orang lain dengan pengalaman yang sama dalam komunitas. Maka "keheningan" akan menyatukan orang-orang dalam komunitas dan mengarahkannya kepada satu titik tuju yang sama: kehadiran Allah.
Dengan kata lain, Allah atau kehadiran Allah di dalam hati kita akan menjadi dasar bersama semua individu manusia. Sebuah dasar yang menyatukan kita sebagai sebuah komunitas. Dasar yang mengatasi setiap perbedaan yang ada. (bdk Bede Griffiths, Meditasi dan Ciptaan Baru dalam Kristus, bab I, hal 15)
Selain itu disiplin komunitas menandaskan bahwa perjalanan rohani bukan hanya sebuah perjalanan personal tetapi terutama sebuah perjalanan bersama, perjalanan komuniter.
Nampaknya terlalu berat bagi kita untuk melakukan perjalanan rohani ini sendiri-sendiri. Komunitas akan membantu meneguhkan dan memberikan animasi yang kita butuhkan tatkala perjalanan kita menjadi seret. Dalam komunitas, dalam keheningan bersama, kekuatan untuk "bangun dan meneruskan perjalanan" kita terima.
Komunitas ini juga akan menjadi sebuah komunitas iman sebagaimana komunitas awali di Yerusalem. Wiliam Johnston, SJ menjelaskan dengan baik meditasi bersama dalam komunitas dalam bukunya "Inner Eye of Love": "Bila kita dapat duduk bersama sambil bermeditasi hening, tanpa kata, maka dalam situasi seperti itu kita dapat mengalami tidak hanya keheningan dalam hati kita, tetapi keheningan seluruh kelompok. Kadangkala keheningan itu begitu dirasakan dan dapat menyatukan orang pada tingkat yang lebih dalam daripada kata-kata apapun jua".
Jadi: disiplin keheningan membuka "ruang batin" di dalam diriku bagi Allah. Disiplin komunitas adalah disiplin "saling menggemakan" kehadiran Allah di dalam relung terdalam hatiku. Ini aspek pelayanan dari disiplin keheningan. Dan bagi orang yang hatinya "hening", ia bisa menikmati hidup "berkomunitas" karena Allah di dalam hati mengenal Allah di dalam komunitas, bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar