Ads 468x60px

Lima Teladan Hidup Sang Pendo(s)a


HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
Lima Teladan Hidup Sang Pendo(s)a
1. Laurensius dari Kebangkitan.
Ia adalah seorang biarawan Karmel OCD Perancis yang hidup antara tahun 1614-1691. Ia meninggalkan catatan-catatan, surat-surat dan nasihat-nasihat yang semuanya dikumpulkan dan diterbitkan dibawah judul PRAKTEK KEHADIRAN ALLAH.
Inti nasihatnya adalah agar orang melakukan segala sesuatu dalam kesadaran bahwa ia sedang berada di dalam kehadiran Allah. Untuk itu di tengah pekerjaannya, orang perlu sejenak "rekoleksi" dengan menggunakan doa-doa pendek.
Nasihat ini merupakan buah dari praktek panjang yang dilakukannya sebagai seorang bruder yang praktis selama hidupnya di biara bekerja di dapur biara.
"..... Dan aku mau mulai hidup seakan tidak ada apa-apa di dunia ini kecuali Dia dan aku....."
"....Aku menyembahnya sesering mungkin yang aku bisa, menjaga agar pikiranku selalu berada dalam hadiratNya yang kudus..... Aku tak menemui kesulitan apapun dalam menjalankan ini semua, dan aku selalu menjalankannya, tanpa mengingkari halangan-halangan yang ada, juga tanpa menyesali pikiranku yang kadang-kadang melayang-layang tak menentu. Aku menjadikan ini suatu hal yang harus aku lakukan sepanjang hari, juga di luar waktu doa yang ditentukan; karena pada setiap waktu, setiap jam, setiap menit, bahkan dalam keadaanku yang paling sibuk sekalipun, aku selalu mengusir dari pikiranku semua hal yang sekiranya dapat menginterupsi pikiranku akan Allah... Kalau kita sering melakukannya, ini akan menjadi kebiasaan sehari-hari, dan hadirat Allah akan datang secara alamiah saja kepada kita...."
"Bagiku, waktu untuk bekerja tidak berbeda dengan waktu untuk berdoa, di antara bunyi gemeletuk di dapurku. Sementara pada waktu yang sama beberapa orang lain bergelut dengan masalah yang berbeda-beda, aku merangkul Allah dalam keheningan sama seperti seakan aku sedang berlutut dalam sakramen yang penuh berkat..."
Setelah mengulas secara panjang lebar kisah hidup dan ajaran mengenai "Praktek Kehadiran Allah" dari Laurensius dari Kebangkitan, salah seorang editor penerbitan bukunya menyimpulkan bahwa doa bruder sederhana yang sehari-harian bekerja di dapur itu mungkin berbunyi demikian:
"Allah atas segala mangkuk dan panci, Allah atas piring dan senduk, Allah atas kuali dan dandang..... jadikanlah aku kudus karena aku telah menyiapkan makanan setiap hari...."
2. St Hendrikus (Sales).
Ia lahir tanggal 2 Agustus tahun 1567 di sebuah kota dekat perbatasan dengan Swiss. Ia meninggal dalam usia 55 tahun tanggal 28 Desember 1622. Ia diangkat menjadi Uskup Geneva pada tahun oleh Paus Klemens VIII dan menjadi seorang Uskup yang sangat memperhatikan kehidupan kesalehan, doa dan kekudusan kaum awam.
Bukunya yang sangat terkenal adalah "Introduction to a devout life" – sebuah buku yang banyak mengulas soal jalan-jalan kepada kehidupan kristiani kaum awam.
Ia sangat menekankan pentingnya doa sepanjang hari dan menganjurkan beberapa usulan bagaimana hal tersebut dilaksanakan. Sebenarnya ia menganjurkan suatu pola doa untuk satu hari yang barangkali membantu kita untuk "mengingat Tuhan sepanjang hari".
Dia berkata:
"Masuklah ke dalan relung batinmu secara berkala sepanjang hari untuk mengingat Tuhan, untuk sadar akan kehadiranNya. Kita dapat melakukan ini bahkan di tengah-tengah kegiatan dan aktivitas kita..."
"...Selalu ingat untuk mengundurkan diri sejenak pada segala kesempatan untuk masuk ke dalam keheningan hatimu bahkan ketika engkau sibuk dengan berbagai diksusi dan transaksi dengan orang lain...".
"....Bahkan pada hari-hari yang tidak mungkin bagi kita untuk melakukan praktek-praktek rohani yang normal, kita tetap berakar dalam doa dengan terus-menerus mendaraskan doa-doa pendek kepada Tuhan......".
3. St Edith Stein (Teresa Benedicta dari Salib):
Ia adalah seorang Karmelit OCD keturunan Yahudi. Ia lahir di Breslau, Jerman pada tanggal 12 Oktober 1891. Meninggal sebagai martir dalam kamp konsentrasi Nazi pada tahun 1942. Dikanonisasi oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 11 Oktober 1998.
Sebelum masuk biara Karmelitas ia adalah seorang dosen dan penceramah terkenal yang benar-benar sangat sibuk. Walaupun demukian ia berusaha untuk menciptakan kesempatan kecil untuk "berhenti sejenak" atau "istirahat" di tengan-tengah kesibukan kita. Itu adalah cara yang dia pakai untus terus-menerus melakukan kontak dengan Tuhan dalam kesibukan kita.
Jadi, setiap hari dalam kesibukannya, ia mencoba menciptakan "berhenti sejenak" kecil untuk "tarik-nafas" dan mengatakan Tuhan atau Yesus, atau "Kasihanilah aku". Ini ia sebut "Latihan Keheningan". Kalau sudah menjadi biasa, maka "sejenak pause" itu bisa bertambah menjadi 5 menit atau sepuluh menit atau limabelas menit. Latihan ini akan memberikan kita kekuatan di tengah aktivitas kita dan membuat kita mampu meneruskan pekerjaan kita hari itu.
4. St Gabriel Posenti, Passionist:
Ia meninggal semenjak masih sebagai frater, calon imam Pasionis. Ia sakit-sakitan, sehingga meninggal dalam usia muda. Tetapi ketika orang berusaha mencari kekudusannya, orang menemukan bahwa dalam catatan harian ia pernah melakukan beberapa niat dan janji kepada Tuhan. Dan salah satu niatnya adalah "mendoakan setiap saat doa-doa pendek" supaya ia selalu merasa dekat dengan Tuhan dan hidup dalam kehadiranNya".
5. St Maximos, Seorang Pertapa Yunani:
Ia adalah seorang pertapa yang hidup pada abad ke-empat. Diceritakan bahwa pada suatu hari ia pergi ke Gereja dan di situ ia mendengarkan pembacaan Injil, dimana Yesus menyuruh kita berdoa terus-menerus dengan tiada hentinya. Hatinya terkena, maka menurut rasa hatinya tiada lagi kewajiban lain baginya selain melaksanakan perintah ini.
Ia keluar meninggalkan gedung Gereja, pergi ke pegunungan yang dekat dan mulai berdoa. Doa yang diketahuinya adalah doa Bapa Kami dan beberapa doa lain. Menurut keterangannya sendiri doa-doa itu didaraskannya terus-menerus. Hatinya merasa tenang karena ia berdoa dan tinggal dekat Tuhan. Ia merasa bahagia; segala-galanya kelihatannya sempurna.
Tetapi tatkala matahari terbenam, hatinya menjadi dingin dan gelap. Di dalam suasana yang gelap itu ia mulai melihat hal-hal yang mengganggu hatinya. Ia mendengar ranting-ranting diinjak kaki binatang buas dan melihat ke dalam mata yang berkilauan; ia mendengar binatang-binatang kecil dikoyak oleh binatang yang besar dan sebagainya. Ia merasa sendirian, seorang makluk kecil yang tak terlindung di alam terbuka yang penuh bahaya, maut dan pembunuhan dan ia merasa akan musnah dan binasa kalau Allah tidak datang menolongnya.
Ia berhenti berdoa Bapa Kami dan doa-doa lainnya. Ia berdoa tepat seperti Bartimeus: ia mulai berteriak: "Tuhan Yesus Kristus kasihanilah aku!" Demikianlah ia berteriak sepanjang malam, sebab binatang-binatang yang buas dan mata yang berkilauan tidak membiarkan ia tidur.
Akhirnya fajar menyingsing; semua binatang sudah pergi tidur; maka ia berpikir: "Sekarang saya dapat berdoa". Tetapi ia merasa lapar dan mau mencari buah-buah di belukar; ia pergi ke situ, tetapi teringat bahwa semua mata yang bernyala dan kaki binatang yang kejam itu datang dari persembunyiannya di tengah-tengah semak itu. Dengan hati-hati sekali ia mencari jalannya dan setiap kali ia mengangkat kakinya, ia berkata: "Tuhan Yesus Kristus, tolonglah aku. Ya Allahku, lindungilah aku". Setiap kali ia memetik buah bes, ia mengucapkan doa itu beberapa kali.
Waktu berlalu. Beberapa tahun kemudian Maximos berjumpa dengan seorang pertapa yang berpengalaman. Si pertapa tua bertanya kepadanya, bagaimana ia membiasakan diri untuk berdoa terus-menerus". Sahut Maximos: "Saya kira setan sendirilah yang mengajar saya berdoa terus-menerus". Kata si pertapa: "Saya merasa saya mengerti maksudmu".
Lalu Maximos menerangkan bagaimana ia semakin biasa atau sedikit demi sedikit terbiasa dengan bunyi-bunyi dan bahaya-bahaya pada siang dan malam hari. Sesudah itu ia diganggu oleh godaan-godaan: godaan daging, godaan roh, godaan hati dan kemudian serangan-serangan setan yang lebih berat lagi. Maka siang malam, setiap detik, ia berseru kepada Allah: "Kasihanilah aku, tolonglah aku, tolonglah aku".
Setelah ia hidup demikian empat-belas tahun, Tuhan menampakan diri kepadanya dan pada saat itu dia dipenuhi keheningan, kedamaian dan ketenangan. Ia sudah merasa tidak takut lagi akan kegelapan, semak berduri ataupun setan. Tuhan telah mengambil alih semuanya. "Baru pada saat itu" – kata Maximos – "saya mengerti bahwa saya sama sekali tidak mempunyai harapan apapun, kalau Tuhan sendiri tidak datang.
Karena itu – meskipun saya sudah tenang, penuh kedamaian dan kebahagiaan - saya tetap berdoa dengan tiada henti-hentinya: Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah, kasihanilah aku". Ia memahami bahwa hanya di dalam Allah sajalah orang dapat menemukan kedamaian hati, kedamaian roh, kedamaian daging dan kemurniaan kehendak. Dengan cara itu Maximos belajar berdoa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar