Ads 468x60px

Thomas Merton – A Man of Dia.lo.gue


HIK: HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI
HARAPAN IMAN KASIH
Thomas Merton – A Man of Dia.lo.gue...
Salah satu persoalan teologi-mistis yang selalu menggoda untuk dijawab adalah cara mendekati dan mencintai Tuhan:
Bagaimana mungkin kita dapat mendekati dan mencintai Tuhan yang tidak diketahui?
Bagaimana mungkin Tuhan yang sama sekali berbeda dengan alam dan manusia dapat hadir dalam alam dan manusia?
Bagaimana mungkin Tuhan yang transenden terhadap alam dan manusia adalah immanen dalam alam dan manusia?
Menurut Thomas Merton (1915-1968), seorang teolog dan mistikus dari ordo Trappist di Amerika, para teolog mistis menghadapi persoalan ini sebagai persoalan "mengatakan apa yang sesungguhnya tidak dapat dikatakan" (saying what cannot really be said).
Persoalan ini dapat pula dideskripsikan dengan ungkapan-ungkapan paradoksikal lain, seperti membicarakan yang tidak dapat dibicarakan" (speaking of the unspeakable), "mengetahui Tuhan Yang Tidak Dapat Diketahui" (knowing the Unknowable God), "menamai yang tidak dapat dinamai," "menamakan apa yang tidak dapat dinamakan" (naming the unnamable), "mengungkapkan yang tidak dapat diungkapkan" (expressing the inexpressible), "memikirkan yang tidak dapat dipikirkan" (thinking of the unthinkable), "memahami yang tidak dapat dipahami" (comprehending the incomprehensible), "membayangkan yang tidak dapat dibayangkan" (conceiving the unconceivable), dan "melukiskan yang tidak dapat dilukiskan" (describing the indescribable).
Salah satu cara terbaik untuk memecahkan persoalan ini adalah dengan suatu teologi yang disebut "teologi apofatik" (apophatic theology), teologi "tidak mengetahui" (the theology of unknowing), yang melukiskan pengalaman transenden tentang Tuhan dalam CINTA sebagai suatu "mengetahui dengan tidak mengetahui" (knowing by unknowing) dan suatu "melihat yang bukan melihat" (seeing that is not seeing).
Seorang mistikus dan penulis spiritual Inggris abad keempat belas, penulis anonim "The Cloud of Unknowing", adalah salah satu contoh terbaik wakil teologi apofatik karena kecenderungan teologinya itu menekankan bahwa Tuhan paling baik diketahui dengan penegasian: "kita dapat mengetahui lebih banyak tentang apa yang bukan Tuhan ketimbang tentang apa yang adalah Dia" (we can know much more about what God is not than about what He is).
Penulis "The Cloud of Unknowing" itu dengan konstan menggunakan tema paradoksikal "mengetahui" dan "tidak mengetahui."
Menjelang bagian akhir karyanya itu, ia menegaskan intisari pandangan apofatiknya dengan mengutip kata-kata Dionysius dari Areopagus (St. Denis), "Dan karena itu St. Denis berkata, 'Mengetahui yang paling saleh [paling tinggi] akan Tuhan adalah [mengetahui] yang dikenal dengan tidak mengetahui'" (And therefore St. Denis said 'The most godly knowing of God is that which is known by unknowing).
William Johnston, seorang mistikus lain dari Ordo Yesuit, memberikan sebuah komentar yang menarik tentang tema paradoksikal ini. Ia berkata: "Kita mengetahui Tuhan, namun tidak mengetahui-Nya; kita mengetahui-Nya dengan tidak mengetahui; kita mengetahui-Nya dalam kegelapan; kita mengetahui-Nya dengan cinta".
Bagi penulis The Cloud of the Unknowing, Tuhan dapat dicintai, tetapi tidak dapat selalu dipikirkan. Meskipun jiwa manusia tidak dapat menembus misteri Tuhan dengan pemahaman rasional, ia dapat bersatu dengan-Nya dengan cinta. "Karena mengapa, Dia (yaitu Tuhan) dapat dicintai dengan baik, tetapi tidak dapat dipikirkan. Dengan cinta Dia dapat dicapai dan dipegang, tetapi dengan pikiran tidak".
Menurut mistikus Inggris anonim ini, jika sang hamba mengosongkan pikirannya dari segala sesuatu dan segala gambaran, akan tumbuh dalam kalbunya "getaran buta dari cinta" (the blind stirring of love) yang menembus "awan tidak mengetahui", "awan ketidaktahuan" (The Cloud of Unknowing), yang membawa sang hamba kepada suatu pengetahuan yang suprakonsepsual dan gelap; itulah kebijakan tertinggi.
Indera dan intelek manusia tidak mampu mencapai Tuhan, indera dan intelek harus "dikosongkan" dari semua makhluk dan disucikan supaya Tuhan dapat menuangkan cahaya-Nya ke dalam indera dan intelek itu.
Dalam arti ini, indera dan intelek berada dalam kegelapan sempurna dalam hubungan dengan segala ciptaan tetapi pada saat yang sama dipenuhi dengan cahaya dari Tuhan.
Karena itu, dapat dikatakan bahwa "Kegelapan Ilahi" (the Divine Darkness) adalah cahaya yang tidak dapat dihampiri yang dikatakan di dalamnya Tuhan bersemayam".
Ketika semua daya dikosongkan dari semua pengetahuan manusiawi, maka berkuasalah dalam jiwa suatu "keheningan mistik" (mystic silence) yang membawanya kepada klimaks, yaitu kesatuan dengan Tuhan dan visi tentang Dia sebagai Dia pada diri-Nya".
Pengetahuan seperti ini adalah pengetahuan ilahi tentang Tuhan yang berlangsung dengan "tidak mengetahui" (unknowing) atau "ketidaktahuan" (ignorance), yang berarti bahwa sang hamba harus mencampakkan pengetahuan konsepsual manusiawi untuk menerima pengetahuan anugerah ilahi.
Para mistis, menyerukan agar sang pencari Tuhan melepaskan diri dari persepsi, imaginasi, dugaan, nama, pembahasan, pemahaman, pemikiran, dan segala sesuatu yang membelenggu dan menjauhkannya dari jalan menuju Tuhan, agar sang pencari memasuki "kegelapan ilahi" yang melebihi segala sesuatu dan "mengetahui dengan tidak mengetahui".
Akhirnya seperti Thomas Merton pernah mengatakan bahwa, pada dasarnya kehidupan spiritual adalah mencintai, ya mencintai Yang Ilahi yang juga tampak lewat Yang Insani. Pastinya, kita tidak mencintai demi melakukan kebaikan atau untuk menolong dan melindungi seseorang. Kalau sikap kita seperti itu, kita menjadikan orang lain sebagai objek dan kita mengganggap diri kita orang yang bijaksana dan murah hati. Mencintai adalah melebur dengan orang yang kita cintai dan menemukan percikan Tuhan di dalam dirinya.
Tuhan Allahku, aku tak tahu ke mana aku melangkah.
Aku tak bisa melihat jalan yang ada di depanku.
Aku tak mengetahui secara pasti di mana jalan ini akan berakhir.
Aku pun tak mengetahui diriku sendiri,
dan kenyataan bahwa aku merasa aku sedang mengikuti kehendakMu
bukan berarti demikianlah kenyataannya.
Tetapi aku percaya bahwa kerinduan untuk menyenangkan hatiMu
benar menyenangkan hatiMu.
Dan aku berharap hatiku memiliki kerinduan untuk menyenangkanmu
dalam segala yang kulakukan.
Aku berharap supaya aku tidak pernah melakukan sesuatu pun tanpa kerinduan itu.
Dan aku tahu jika aku melakukannya demikian
Engkau akan menuntunku di jalan yang benar,
jalan yang tak kuketahui sekalipun.
Karena itu aku akan senantiasa menaruh percayaku kepadaMu
meski di saat aku merasa hilang
dan berada di bawah bayang-bayang maut.
Aku tidak akan takut,
sebab Engkau selalu besertaku,
dan kau takkan pernah membiarkanku menghadapi bahaya sendirian.
— Thomas Merton
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar