Ads 468x60px

Rabu, 30 Agustus 2017


HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Rabu, 30 Agustus 2017
Hari Biasa Pekan XXI
1 Tesalonika (2:9-13)
(Mzm 139:7-8, 9-10, 11-12ab; Ul: 1)
Matius (23:27-32)
"Verba docent exempla trahunt - Kata kata itu mengajar tapi teladan itu menyentuh hati."
Inilah pepatah latin yang kembali terangkat dan seakan mengamini pesan inti Yesus beberapa hari ini yang jelas jelas membenci sikap ahli kitab dan orang farisi yang munafik (Arab: منافق, munāfiqūn, "MUlutnya pedas-NAlurinya iri-FIKirannya negatif"), yang tampak dalam beberapa ciri dasar:
bila berkata-ia berdusta;
bila berjanji-ia mengingkari;
bila diberikan kepercayaan-ia mengkhianati
Nah, bersama dengan datangnya hari baru ini, kita diajak untuk meninggalkan sikap "NATO - No Action Talk Only", yang hanya sibuk mengobral janji tapi hidupnya tidak terpuji, yang selalu pandai berkata-kata tapi tidak punya cinta, yang hanya pandai berkotbah tapi tidak mau berubah.
Imbasnya:
Walaupun pelbagai ajaran telah dinyatakan-dibentangkan-dicanangkan dan ditaburkan, tapi kerap kehilangan daya dan makna karena yang diajarkan tidak dilaksanakan dan termakan budaya materialistis, dalam bahasa Cicero: "tak ada benteng yang demikian kuat, di mana uang tak dapat memasukinya".
Disinilah, kita butuh bahasa keteladanan dan diajak untuk menjadi dan memberi teladan kasih yang hidup karena menyitir Seneca: ‘Manusia lebih percaya pada mata mereka, daripada telinga mereka!”
Maka sebenarnya buat apa kesana kemari mengenakan jubah putih/kalung salib, lambang kesucian dan simbol pemihakan terhadap kebenaran, kalau buta dan tuli terhadap kebenaran itu sendiri?
Atas nama keimanan yang manusiawi dan kemanusiaan yang imani, kita sebagai "homo religiosus" yang mengaku beriman kristiani, semestinya selalu brani memberikan kesaksian iman yang hidup, dengan “kud”, karya, ucapan dan doa yang penuh cinta dan tidak melulu penuh kata-kata.
Ego Mitto Vos - Aku sekarang mengutus kamu!
"Cari baju di Lebak Bulus - Mari maju dengan hati yang tulus."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
“Exempla in terris - Teladan di tengah dunia”.
Inilah harapan Yesus bahwa kita bisa menjadi teladan iman, bukan hanya dengan kata-kata (”verbum”) tapi lebih pada tindakan nyata yang penuh kebaikan (”bonum”).
Adapun 3 ajakan Yesus sebagai Sang Teladan Utama, antara lain:
1.”TE”guhkan iman dengan kerendahan hati:
Menyitir pesan Nabi Yesaya, "Basuhlah - bersihkanlah dirimu dan jauhkanlah perbuatanmu yang jahat dari mataKu. Berhentilah berbuat jahat dan belajarlah berbuat baik”.
Yesus dengan penyalibanNya sendiri dengan tegar mau meneguhkan iman kita: Ia rela mengalami sengsara fisik-sengsara rohani -sengsara sacramental dan sengsara aktual. Inilah derita, “passio” yang meneguhkan iman kita untuk bertindak.
Jelasnya, Yesus meneguhkan iman kita karena Ia jelas hadir demi GerejaNya yang dikejar-kejar, dalam mereka yang sakit-menderita dan yang mengalami ketidakadilan.
2.”LA”yani Tuhan dengan kemurahan hati:
Jalan terbaik menjadi teladan bukan melulu dengan menjadi “leader, tapi dengan menjadi “server”: Barangsiapa mau menjadi yang terbesar hendaklah ia mau melayani yang lain.”
Kalau kita hidup untuk saling melayani bukankah Ia hadir bersama kita, mulailah dengan hal-hal kecil dan sederhana karena bukankah pohon raksasa juga mulai dengan benih kecil dan orang yang paling perkasa pada mulanya adalah seorang bayi yang lemah dan tak berdaya?
3.”DAN” jauhi kemunafikan dengan ketulusan hati:
Dalam buku saya (“TANDA’, RJK. Kanisius) ada tiga indikasi orang munafik, al:
- MUlutnya pedas,
- NAlurinya iri hati,
- FIKirannya negatif”.
Dengan kata lain:
Hidup iman dan sikap baik kita harus dibarengi dengan kemurnian hati/”intentio pura” (bukan pura-pura) bagi kemuliaan Tuhan.
Yang pasti, Tuhan memang tinggi sekali tapi Ia melihat ke bawah, ke tempat yang rendah. Sebab itu janganlah mencari gunung yang tinggi untuk bertemu Tuhan. Bila kita meninggikan diri setinggi-tingginya, Ia
akan menarik diri sejauh-jauhnya. Tapi, jika kita merendahkan diri serendah-rendahnya, Ia akan tunduk mendekati kita sedekat-dekatnya.
Sudahkah kita rendah hati-murah hati dan tulus hati?
“Naik sedan di Pangkalan Jati – Jadilah teladan iman dengan sepenuh hati”.
B.
"Zi Bingfa - Seni Berperang."
Inilah salah satu judul buku karya Sun Zi, dimana dia pernah mengungkapkan:
"Sekuntum bunga sebenarnya menjadi elok berkat dukungan daun-daun yang hijau."
Daun hijau yang memiliki klorofil - sekalipun tidak seelok bunga, mempunyai fungsi vital, yakni sebagai pemasok nutrisi karbohidrat melalui proses fotosintesis dari air dan gas asam arang serta penyinaran matahari.
Disinilah, kita diingatkan untuk tidak boleh menjadi sombong dan merendahkan yg lain, seperti yang ditunjukkan oleh para ahli Taurat dan orang Farisi.
Alih-alih membuka kerajaan surga, mereka malahan menjadi batu sandungan bagi sesama.
Tentang mereka, Yesus berkata:
"Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksudkan untuk dilihat orang" (Mat 23:5).
Disinilah, kita diajak untuk menyatakan kehadiranNya dengan sikap tulus dan rendah hati: "Siapa saja yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu".
Dengan kata lain:
Jika kita hidup dengan tulus dan rendah hati di hadapanNya, "isi" kita jauh lebih penting daripada "sampul" luarnya karna kita semua adalah saudara, yang setara dan se-udara di ladangnya Tuhan, sekalipun memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Yah, entah menjadi "bunga" atau "daun hijau", kita dapat terus saling bersinergi dan mendukung orang lain untuk bersama menghasilkan "buah-buah" yang baik dengan sikap nyata penuh ketulusan dan kerendahan hati.
"Belajar kalkulus di Gunung Jati - Jadilah orang yang tulus dan rendah hati."
C.
"Via purgativa - Jalan pemurnian."
Inilah sebuah keutamaan imani yang diwartakan Yesus. Ia menasehati para muridNya untuk mendengarkan dan melakukan segala yang diajarkan para pemimpin agama, namun tak boleh meniru perbuatan mereka.
Jelasnya, mereka yang dianggap sebagai "tokoh/pemuka" ternyata bukan pemimpin tapi pemimpi, bukan pahlawan tapi pecundang, tidak otentik tapi munafik.
Adapun 3 mentalitas orang munafik yang "MUlutnya pedas, NAlurinya iri dan FIKirannya negatif", antara lain:
1."Tomat - Sekarang tobat besok kumat."
2."Dele - Esuk dele sore tempe lambe domble mencla mencle".
3. "Blangkon - Bisa kotbah tidak bisa nglakoni."
Inilah 3 identitas banyak orang yang tidak mempunyai integritas karena yang dikatakannya tidak sesuai dengan yang dilaksanakannya. Mereka melakukan kebaikan hanya demi dilihat orang namun sikap asli mereka sehari-hari sangat buruk dan menjadi batu sandungan untuk yang lainnya.
Nah, bersama dengan hari baru ini, kita diajak belajar hidup murni dengan 3 spiritualitas iman “3K”, antara lain:
1."Ketulusan/intentio pura".
Inilah sikap yang tidak ber"pura-pura", tapi penuh ketulusan dan bukan kepalsuan.
Lihatlah Yesus! Ia mengambil sikap seorang Hamba yang menderita bahkan taat sampai wafat di kayu salib (bdk. Flp 2:7-8).
2."Kerendahan hati".
Sebuah sikap yang didasari pengalaman kasih akan banyak nya rahmat Allah (gratia domini).
Dan, syukur pada Allah, karena sadar akan berlimpahnya rahmat ilahi, Gregorius (540-604) adalah paus pertama yang menggunakan secara luas sebutan “Pelayan dari Para Pelayan Tuhan” (servus servorum Dei) sebagai sebuah gelar paus, sehingga melahirkan kebiasaan baik di kepausan untuk bertindak penuh kerendahan hati: "Barangsiapa meninggikan diri, akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, akan ditingggikan."
3."Keterbukaan".
Inilah sebuah sikap yang tidak mudah menghakimi tapi selalu berani untuk belajar memahami, yakni melihat kebaikan orang lain dengan selalu membuka diri-hati dan budi, tanpa praduga.
Indahnya, tiga spiritualitas iman “3K” ini akan lebih mudah membawa kita pada sikap penyerahan dan kepasrahan diri kepada kebijaksanaan dan bimbingan Allah, yang selalu membutuhkan pengampunan, belas kasih, pertolongan dan bimbingan Tuhan.
"Dari Lebak Bulus ke Efesus - Orang tulus disayang Tuhan Yesus."
D.
"Whoever humbles oneself will be exalted"
Meditation:
Who doesn't desire the praise and respect of others? We want others to see us at our best with all of our strengths and achievements - rather than at our worst with all of our faults and shortcomings. God sees us as we truly are - sinners and beggars always in need of his mercy, help, and guidance.
The prophet Isaiah warned both the rulers and the people of Sodom and Gomorrah to humbly listen and submit to God's teaching so they could learn to do good and to cease from evil (Isaiah 110,17).
Jesus warned the scribes and Pharisees, the teachers and rulers of Israel, to teach and serve their people with humility and sincerity rather than with pride and self-promotion.
They went to great lengths to draw attention to their religious status and practices. In a way they wanted to be good models of observant Jews. "See how well we observe all the ritual rules and regulations of our religion!" In their misguided zeal for religion they sought recognition and honor for themselves rather than for God. They made the practice of their faith a burden rather than a joy for the people they were supposed to serve.
True respect for God inclines us to humble ourselves and to submit to his wisdom and guidance. We cannot be taught by God unless we first learn to listen to his word and then obey his instruction.
One Father and Teacher
Was Jesus against calling anyone a rabbi, the Jewish title for a teacher of God's word (Matthew 23:7-8), or a father? The law of Moses in Scripture specifically instructed all fathers to be teachers and instructors for their children to help them understand and obey God's instructions (Deuteronomy 6:7)? Why did Jesus rebuke the scribes and Pharisees, the religious authorities of the Jewish people, in the presence of his disciples?
Jesus wanted to warn both his own disciples and the religious leaders about the temptation to seek honors and titles that draw attention to ourselves in place of God and his word. Pride tempts us to put ourselves first above others.
The Scriptures give ample warning about the danger of self-seeking pride: Pride goes before destruction, and a haughty spirit before a fall (Proverbs 16:18). God opposes the proud, but gives grace to the humble (James 4:6; Proverbs 3:24).
Origen (185-254 AD), an early Christian teacher and bible scholar, reminds those who teach and lead to remember that they are first and foremost "disciples" and "servants" who sit at the feet of their Master and Teacher the Lord Jesus Christ: "You have one teacher, and you are all brothers to each other...Whoever ministers with the divine word does not put himself forward to be called teacher, for he knows that when he performs well it is Christ who is within him. He should only call himself servant according to the command of Christ, saying, Whoever is greater among you, let him be the servant of all."
True humility
Respect for God and for his ways inclines us to humility and to simplicity of heart - the willing readiness to seek the one true good who is God himself. What is the nature of true humility and why should we embrace it as essential for our lives?
We can easily mistake humility as something demeaning or harmful to our sense of well-being and feeling good about ourselves. True humility is not feeling bad about yourself, or having a low opinion of yourself, or thinking of yourself as inferior to all others.
True humility frees us from preoccupation with ourselves, whereas a low self-opinion tends to focus our attention on ourselves. Humility is truth in self-understanding and truth in action. Viewing ourselves honestly, with sober judgment, means seeing ourselves the way God sees us (Psalm 139:1-4).
A humble person makes a realistic assessment of oneself without illusion or pretense to be something one is not. A truly humble person regards oneself neither smaller nor larger than one truly is. True humility frees us to be ourselves as God regards us and to avoid falling into despair and pride.
A humble person does not want to wear a mask or put on a facade in order to look good to others. Such a person is not swayed by accidentals, such as fame, reputation, success, or failure. Do you know the joy of Christ-like humility and simplicity of heart?
Humility is the queen or foundation of all the other virtues because it enables us to see and judge correctly, the way God sees. Humility helps us to be teachable so we can acquire true knowledge, wisdom, and an honest view of reality. It directs our energy, zeal, and will to give ourselves to something greater than ourselves.
Humility frees us to love and serve others willingly and selflessly, for their own sake, rather than for our own. Paul the Apostle gives us the greatest example and model of humility in the person of Jesus Christ, who emptied himself, taking the form of a servant, and... who humbled himself and became obedient unto death, even death on a cross (Philippians 2:7-8).
Do you want to be a servant as Jesus loved and served others? The Lord Jesus gives us his heart - the heart of a servant who seeks the good of others and puts their interests first in his care and concern for them.
"Lord Jesus, you became a servant for my sake to set me free from the tyranny of selfish pride and self-concern. Teach me to be humble as you are humble and to love others generously with selfless service and kindness."
Daily Quote from the Early Church Fathers
"Who are the proud? Those who do not perform penance and confess their sins in order to be healed through humility. Who are the proud?
Those who attribute to themselves the few good qualities they seem to possess and endeavor to diminish the mercy of God. Who are the proud? Those who, while attributing to God the good they accomplish, insult others for not performing such works and raise themselves above them." (Augustine, Bishop of Hippo, 354-430 A.D., excerpt from Commentary on Psalm 93, 15)
E.
Kutipan Teks Misa:
Meskipun kita makan dan minum dari Dia, baiklah kita selalu lapar dan haus. Sebab meskipun Ia dimakan, Ia tidak habis dan meskipun Ia diminum, Ia tidak berkurang. (St. Kolumbanus)
Antifon Pembuka (1Tes 2:13)
Terimalah sabda Allah, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi menurut apa adanya, yaitu sebagai sabda Allah.
Doa Pembuka
Allah Bapa kami yang mahabaik, bukalah kiranya hati kami, agar dapat memahami benar sabda-Mu. Bukalah kiranya lisan kami, agar dapat mewartakan misteri-Mu. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau, dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin.
Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Tesalonika (2:9-13)
"Sambil bekerja siang malam kami memberitakan Injil Allah kepada kalian."
Saudara-saudara, kalian tentu masih ingat akan usaha dan jerih payah kami. Sebab kami bekerja siang malam, agar jangan menjadi beban bagi siapa pun di antaramu. Di samping itu kami pun memberitakan Injil Allah kepada kalian. Kalianlah saksinya, demikian pula Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kalian yang telah menjadi percaya. Kalian tahu, betapa kami telah mengasihi kalian dan menguatkan hatimu masing-masing, seperti seorang bapa terhadap anak-anaknya; dan betapa kami telah meminta dengan sangat agar kalian hidup sesuai dengan kehendak Allah, yang memanggil kalian ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya. Karena itulah kami tak putus-putusnya mengucap syukur kepada Allah, sebab kalian telah menerima sabda Allah yang kami beritakan itu. Pemberitaan kami itu telah kalian terima bukan sebagai kata-kata manusia, melainkan sebagai sabda Allah, sebab memang demikian. Dan sabda Allah itu bekerja giat di dalam diri kalian yang percaya.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku.
Ayat. (Mzm 139:7-8, 9-10, 11-12ab; Ul: 1)
1. Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, Engkau pun ada di situ.
2. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, di sana pun tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku.
3. Jika aku berkata, "Biarlah kegelapan melingkupi aku, dan terang sekelilingku menjadi malam," maka kegelapan pun tidak menggelapkan bagi-Mu.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya
Ayat. (1Yoh 2:5)
Sempurnalah cinta Allah dalam hati orang yang mendengarkan sabda Kristus.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (23:27-32)
"Kalian ini keturunan pembunuh nabi-nabi."
Pada waktu itu Yesus berkata, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu!
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Zaman sekarang ini adalah "zaman palsu". Ada alamat palsu, gigi palsu, rambut palsu dan banyak lagi. Palsu artinya mirip atau seperti; tetapi bukan aslinya. Kepalsuan menutupi atau menyembunyikan sesuatu yang lain. Demikianlah rambut palsu menutupi atau menggantikan yang asli yang dianggap kurang dari yang dikehendaki.
Mirip dengan kepalsuan adalah topeng. Orang memakai topeng untuk menyembunyikan atau menutupi wajah aslinya untuk maksud tertentu. Yesus dalam Injil mengecam ahli-ahli Taurat dan para Farisi yang memamerkan kepalsuan dalam hidupnya. Hidup mereka jauh dari keindahan yang mereka ajarkan kepada umat. Karena kemunafikan itulah mereka dikecam oleh Yesus dan divonis "celaka" oleh-Nya. Hidup mereka di sebelah luar nampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam penuh kemunafikan dan kedurjanaan." (Mat 23:8)
Padahal sebagai pemimpin masyarakat dan agama mereka seharusnya "hidup sesuai dengan kehendak Allah," sebagaimana dipesankan oleh Paulus kepada umat di Tesalonika (1Tes 2:12). Hidup sesuai dengan kehendak Allah identik dengan hidup tulus dan jujur, apa adanya, di hadapan Tuhan dan sesama seperti yang direncanakan Tuhan saat menciptakan kita dan memanggil kita masuk ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya.
Antifon Komuni (Mzm 139:7-8)
Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar