Ads 468x60px

APOGHTEMATA PATRUM 5



81.
Berhati-hatilah akan mulutmu, dan terutama akan pikiranmu; jangan biarkan pikiran-pikiran jahat menguasaimu.
Jangan mulutmu mengucap sesuatu yang dapat melukai saudaramu, tetapi ucapkanlah kata-kata yang memberi penghiburan, memberi semangat dan harapan.
Adalah dari kata-katanya, kita mengetahui bagaimana batin seseorang.
+ Elder Ephraim of Philitheou
82.
Kau ingat bagaimana dulu diajari menulis.
Ibumu meletakkan pensil pada tanganmu, lalu meletakkan tanganmu dalam tangannya, dan menggerakkannya.
Karena kau tak tahu apa yang harus kau lakukan, kau membiarkan dan menyerahkan seluruh tanganmu kepadanya.
Seperti itulah mempercayakan kepada kuasa Allah di dalam hidup kita.
- Metropolitan Anthony Bloom
83.
Amma Theodora menuliskan kwalitas ini untuk dimiliki seorang pengajar :
- tidak memiliki keinginan mendominasi.
- tidak angkuh dan sombong.
- tidak terpengaruh oleh pujian, sanjungan atau hadiah-hadiah.
- mampu mengontrol keinginannya sendiri.
- tidak lekas marah.
- sabar, lemah lembut dan rendah hati.
- tidak terikat politik.
- mengasihi jiwa - jiwa.
Hai engkau yang mengajar orang lain, tidakkkah kau mengajar dirimu sendiri ?
Roma 2.21
- Wisdom of the Fathers
84.
Di waktu engkau sedang mengingat Tuhan, lipat gandakanlah doamu, agar ketika engkau sedang melupakanNya, Ia mengingatmu.
- St. Mark the Ascetic.
85.
Terutama bagi mereka yang terpanggil untuk hidup suci, kegembiraan adalah hal yang utama.
Karena tak ada yang lebih merusak jiwa, selain dari kesedihan hati.
+ Santo Bruno.
86.
Bahkan bila kita terjatuh seratus kali dalam sehari, itu tidak apa-apa.
Kita harus tetap bangun setiap kalinya dan terus melangkah menuju Allah tanpa menengok ke belakang.
+ Elder Thaddeus of Vitovnica
87.
Tak perlu selalu terburu- buru dalam melangkah.
Lihatlah ke depan dan berdoa di dalam hati :
Tuhan, jagalah aku dan sembunyikan aku di bawah bayangan dan naungan sayapMu.
O Tuhan, sucikan aku, bersihkan aku, berilah aku keselarasan, keindahan, pengertian, dan terangMu.
88.
Abba Mathois mengatakan
"Semakin kita dekat dengan Tuhan, semakin jelas kita melihat bahwa kita ini pendosa.
Nabi Yesaya melihat Tuhan, dan ia mengerti betapa malang dan kotor dirinya sendiri."
89.
Menyangkal diri sendiri, berarti
melenyapkan kebiasaan buruk seseorang;
mencabut akar di hati yang terikat pada dunia;
tidak menyambut akal atau niat buruk;
menolak pikiran jahat;
tidak menginginkan sesuatu yang bersifat cinta diri,
namun melakukan semua hal demi cinta kepada Allah.
+ St. Innocent of Alaska
90.
Kita tidak dapat menjamin perasaan dan kasih dari manusia, pun dari mereka yang ada di dalam hidup kita.
Kita juga tidak dapat memastikan ketulusan mereka dalam setiap situasi, ataupun keyakinan bahwa mereka akan terus mengasihi kita, karna kita tahu, manusia bisa mudah meninggalkan cinta, bahkan cinta pertamanya.
Namun hanya Tuhanlah, hanya Dia lah pemilik hati yang tak perlu diragukan cintaNya dan terjamin ketulusanNya.
+ Paus Shenoula
91.
Tak ada seorang pun, yang pada saat terbaring di ranjang ajalnya, pernah menyesal telah menjadi seorang Katolik.
+ St. Thomas More.
92.
Adakah yang lebih dibutuhkan manusia selain daripada Allah dan cinta Ilahi-Nya ?
Dia adalah harta kita, kekayaan kita, makanan dan minuman kita, pakaian kita dan tempat perlindungan kita, kesehatan kita dan kekuatan kita, kegembiraan dan sukacita kita, harapan kita dan keyakinan kita.
Berusahalah untuk menemukanNya, anakku.
Jika engkau menemukan Allah yang tunggal, hal itu sudah cukup bagimu;
engkau akan mendapatkan lebih banyak sukacita di dalam Dia daripada jika engkau mendapatkan seluruh dunia.
+ St. Theodora of Alexandria
93.
Dalam segala hal;
niat awal, keinginan, dan usaha, harus datang dari dirimu sendiri.
Tuhan akan menyediakan kekuatan yang kau butuhkan, dan memberi hasilnya.
+ St. Paisios dari Gunung Athos
94.
Jadilah rendah hati, dan kau akan benar- benar tinggal di dalam "kedamaian orang kristiani".
"Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu.
Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu."
-Yoh 14.27
Inilah alasan utama Allah datang ke dunia, untuk memberi kepada dunia, damaiNya, -hartaNya.
- Archbishop Seraphim of Bogucharsk
95.
Mengertilah ini dengan baik :
Selalu ada sesuatu yang kudus,
sesuatu yang ilahi tersembunyi dalam setiap situasi dan hal-hal sehari-hari yang paling biasa, dan adalah tergantung pada tiap diri kita sendiri untuk menemukan dan menyadarinya.
+ St. Josemaria Escriva
96.
Ia mengetahui masalah-masalahmu dan kebutuhan-kebutuhanmu.
Ia mengikuti peperangan-peperanganmu dengan setan, dan hubungan-hubunganmu dengan orang lain, dan perasaan-perasan terdalam dirimu.
Ia sungguh memahami keadaanmu, dari setiap sudut, segala kesukaran yang kau temui dan bangkitnya musuh, yang nyata dan tersembunyi.
Ia mendengar doa-doamu dan mendengar rintihanmu, dan Ia tahu kegetiran jiwamu.
+ Pope Shenouda III
97.
Kau tidak dapat pergi ke surga sambil membenci seseorang.
Mengampunilah, sekarang.
Menyayangilah, sekarang.
Bersabarlah, sekarang.
Bersyukurlah, sekarang.
Cintai Yesus dan Maria, sekarang.
Terimalah kehendak Tuhan, sekarang.
+ Mother Angelica
98.
Segala yang kita lakukan, bahkan menyapu lantai, memotong sayuran, menyiangi kebun, menunggui orang sakit, setiap tindakan kecil dan sederhana bisa menjadi doa, bila dipersembahkan kepada Tuhan.
+ St. Martin de Porres
99.
God Is Love.
Allah adalah kasih.
Jika Allah adalah kasih, maka Allah dapat kita jumpai dalam semua hal yang kita kasihi dan sayangi, -dari sahabat-sahabat, kekasih, anak-anak kita, sampai kepada matahari terbit dan bunga-bunga, binatang-binatang, musik yang kita sukai, puisi yang kita nikmati, angin sepoi dan sinar matahari yang kita sukai, gunung dan pemandangan indah yang menarik hati kita.
Jika kita melihatNya dengan cara pandang ini, kita menyingkirkan gambaran Allah sebagai hakim besar di angkasa, sebagai pengintai kesalahan-kesalahan kita di kamar tidur, sebagai pembalas yang menghancurkan yang lain, atau Allah sebagai penguasa yang berkuasa penuh atas yang lebih lemah, karena ini bukanlah gambaran "Allah adalah kasih".
100.
Untuk mendapat pertolongan Allah, seorang harus memiliki keinginan untuk berjuang.
Berjuang artinya, seorang harus berusaha untuk mengalahkan kelemahannya sendiri.
Jika Allah melihat ada sedikit kesungguhan niat dan usaha, Ia akan menyediakan pertolongan berlimpah untuknya, Ia akan mengirimkan rahmatNya dengan besar.
+ St. Paisios dari Mount Athos


====





01 FEBRUARI

          Pada suatu hari Abas Arsenius meminta nasihat kepada seorang rahib tua Mesir mengenai pikiran-pikirannya. Seseorang mengetahui hal itu dan berkata kepadanya: “Abas Arsenius, bagaimana bisa terjadi, Bapa yang tahu bahasa Latin dengan baik dan berpendidikan Yunani menanyakan pikiran-pikiran Bapa kepada rahib sederhana itu?” Ia menjawab: “Aku memang belajar Latin dan Yunani, akan tetapi aku tidak tahu apa-apa tentang abjad rahib sederhana itu.”


02 FEBRUARI

          Uskup Agung Teofilus yang suci, didampingi seorang hakim, suatu hai menemui Abas Arsenius. Ia bertanya kepada sang penatua untuk mendengarkan sepatah kata dari dia. Sesudah diam sebentar, sang penatua menjawab: “Apakah Anda mau melaksanakan yang akan saya katakana pada Anda?” Mereka berjanji untuk melaksanakannya. “Jikalau Anda mendengar Arsenius ada di suatu tempat, jangan pergi kesana.” Kali lain, sang Uskup Agung, yang bermaksud mengunjunginya, mengutus seseorang untuk mencari tahu apakah sang penatua bersedia menerimanya. Arsenius berkata: “Jikalau Anda datang, aku akan menerima Anda. Akan tetapi kalau aku menerima Anda, berarti aku menerima setiap orang dan itu berarti aku tidak akan tinggal di sini lagi.” Ketika mendengar jawaban itu, sang Uskup Agung berkata: “Kalau aku yang menyebabkan dia pergi karena mengunjunginya, aku tidak akan pernah mengunjunginya lagi.”


03 FEBRUARI

          Seorang saudara bertanya kepada Abas Arsenius untuk mendengarkan sepatah kata dari dia. Sang penatua berkata: “Berusahalah dengan sekuat tenagamu untuk menyelaraskan kegiatan batinmu dengan Allah, maka engkau akan dapat mengalahkan nafsu-nafsu lahir.” Ia juga berkata: “Kalau kita mencari Allah, Ia akan memperlihatkan Diri-Nya kepada kita. Dan kalau kita tetap berpegang pada-Nya, Ia akan tetap tinggal dekat pada kita.”


04 FEBRUARI

          Seseorang berkata kepada Abas Arsenius: “Pikiran-pikiranku menggelisahkan daku, karena mereka berkata, ‘Engakau tidak dapat berpuasa ataupun bekerja, sekurang-kurangnya pergilah mengunjungi orang sakit, karena hal itu juaga merupakan perbuatan kasih! “ Sang penetua yang mengetahui bahwa itu merupakan saran iblis, berkata kepadanya: “Pulanglah, makanlah, minumlah, tidurlah, tak usah bekerja, hanya saja jangan meninggalkan selmu.” Karena ia tahu bahwa kesetiaan dalam sel menjaga rahib di jalan yang benar. Ia juga mengatakan: “Seorang rahib yang berpergian keluar tidak akan memperoleh apapun. Karena itu ia harus tetap tinggal dalam selnya dengan dalami.”


05 FEBRUARI

          Abas Markus berkata kepada Abas Arsenius: “Mengapa Bapa menghindari kami?” Sang penatua menjawab: “Allah tahu bahwa aku mencintaimu. Akan tetapi aku tak dapat hidup bersama Allah sekaligus bersama orang-arang. Beribu-ribu dan sepuluh ribu balatentara surgawi hanya memiliki satu keinginan, sedangkan manusia memiliki banyak keinginan. Karena itu aku tak dapat meninggalkan Allah untuk tinggal bersama orang-orang.”


06 FEBRUARI

          Abas Daniel berkata tentang Abas Arsenius bahwa ia biasa melewati seluruh malam tanpa tidur dan pagi-pagi buta ketika tubuhnya memaksa dia untuk tidur, ia akan berkata kepada sang tidur, ‘Datanglah kemari, hai hamba jahat’. Kemudia, sambil tetap duduk, ia akan tidur sebentar sekali dan segera bangun lagi. Ia biasa berkata bahwa tidur satu jam sudah cukup untuk seorang rahib, kalau ia betul-betul seorang pejuang yang baik.


07 FEBRUARI

          Seorang penatua biasa menceritakan bagaimana pada suatu hari seseorang membagi-bagikan beberapa buah ara kering di Scetis. Karena buah-buah itu tidak berharga apa-apa, tidak ada seorang pun yang memberikannya kepada Abas Arsenius untuk menjaga jangan sampai menyinggung perasaannya. Ketika mengetahui hal itu, sang penatua tidak datang ke “synaxis” dengan berkata: “Kalian telah mengucilkan daku Karen kalian tidak member aku bagian dari berkat yang telah Allah berikan kepada para saudara dan yang tidak pantas kuterima.” Setiap orang yang mendengar hal itu mendapat manfaat rohani dari kerendahan hati sang penatua. Kemidian seorang imam membawakan sedikit buah ara kering kepadanya dan mengajak dia ke “synaxis” dengan gembira.


08 FEBRUARI

          Abas Daniel berkata bahwa beberapa saudara yang bermaksud pergi ke Thebaid untuk membeli beberapa tali rami, berkata ‘Mari kita juga mengambil kesempatan untuk mengunjungi Abas Arsenius’. Maka Abas Alexander memberitauhan sang penatua: “Beberapa saudara yang datang dari Alexandria ingin menemui Bapa”. Sang penatua menjawab: “Tanyakan pada mereka untuk apa mereka datang”. Ketika ia mengetahui bahwa mereka bermaksud pergi ke thebaid untuk membeli rami, ia melaporkan itu kepada sang penatua yang berkata: “Mereka pasti tidak bermaksud menemui Arsenius, karena mereka tidak datang untukku melainkan untuk tugas mereka. Biarkan mereka beristirahat kemudian suruhlah mereka pergi dalam damai dan katakana kepada mereka bahwa sang penatua tidak dapat menerima mereka.”  


09 FEBRUARI

          Ketika Abas Arsenius tinggal di Canopus, ada seorang gadis yang sangat kaya dan takut akan Allah dari kalangan senat datang dari Roma untuk menemuinya. Ketika Uskup Agung Teofilus bertemu dengannya, gadis itu mohon kepadanya untuk membujuk sang penatua supaya menerima dia. Maka ia pergi dan memohon kepada Arsenius untuk melakukan hal itu dengan kata-kata ini : “Seseorang dari kalangan senat datang dari Roma dan ingin menemui Bapa”. Sang penatua menolak untuk bertemu dengannya. Akan tetapi ketika Uskup Agung itu memberitahukan penolakan itu kepada gadis muda tersebut, segera ia memerintahkan memasang pelana pada seekor binatang beban sambil berkata : “Aku percaya pada Allah bahwa aku dapat menemuinya, karena aku datang bukan untuk menemui seorang peria (ada banyak peria dikota kami), melainkan seorang nabi.” Ketika ia tiba di sel sang penatua, atas izin Allah, ia berada di luar selnya. Ketika melihat dia, si gadis meniarap di muka kakinya. Dengan kasar Arsenius membangunkannya dan berkata sambil menatap dia dengan tajam: “Jikalau engkau harus melihat wajahku ini, lihatlah: “ si gadis menjadi malu dan tidak berani memandang wajahnya. Kemudian sang penatua berkata: “Tidakkah engaku mendengar berita tentang cara hidupku? Itu harus kauhornati. Berani-beraninya engkau mengadakan perjalanan sejauh itu? Apakah engkau tidak sadar bahwa engkau seorang perempuan dan tidak dapat pergi begitu saja kesana-kemari? Ataukah engkau, begitu kembali ke Roma lalu dapat berkata kepada perempuan-perempuan lain: Aku telah melihat Arsenius? Lalu mereka akan mengubah lautan menjadi jalan penuh perempuan untuk datang melihat aku?” Si gadis berkata: “Demi Tuhan, saya tidak akan membiarkan seorang pun datang ke sini. Tetapi doakanlah saya dan ingatlah saya selalu.” Akan tetapi ia menjawab: “Aku mohon kepada Allah untuk menghapus ingatan akan dikau dari dalam hatiku.” Dengan rasa terpukul akibat mendengar kata-kata itu, ia mengundurkan diri. Ketika ia kembali ke kota, dalam kesedihannya ia jatuh sakit demam. Lalu Uskup Agung Teofilus yang suci diberitahu bahwa ia sakit. Sang Uskup datang menjenguknya dan menyuruh dia menceriterakan apa yang telah terjadi. Ia berkata: “Seandainnya saya tidak pergi kesana: ketika saya mohon sang penatua untuk mengingat saya, ia malah berkata: ‘Aku mihon kepada Allah untuk menghapus ingatan akan dikau dari dalam hatiku’. Jadi sekarang saya sangat sedih sekali. Uskup itu berkata: “Apakah engkau tidak sadar bahwa engkau seorang wanita dan bahwa melalui wanitalah si musuh berperang melawan para kudus? Itulah penjelasan dari kata-kata sang penatua. Tetapi demi jiwamu, ia akan mendoakannya terus menerus. “mendengar itu, batin si gadis disembuhkan dan ia pulang ke rumahnya dengan gembira.

10 FEBUARI 

          Abas Daud menceriterakan hal ini tentang Abas Arsenius. Pada suatu hari seorang notaries datang, sambil membawa surat wasiat dari seorang senator, masih sanak keluarganya yang meninggalkan untuknya sejumlah besar warisan. Arsenius mengambil surat itu dan hampir memusnahkannya. Akan tetapi notaries itu meniarap di muka kakinya sambil berkata: “Saya mohon, jangan memusnahkan itu karena mereka akan memenggal kepala saya.” Abas Arsenius berkata kepadanya: “Tetapi aku telah mati lama sebelum senator itu baru saja mati”, dan ia mengembalikan surat wasiat itu kepadanya tanpa menerima apa-apa.

11 FEBUARI

          Abas Daud berkata: “Abas Arsenius menceritakan kepada kami kisah berikut, seakan-akan itu mengenai seorang lain padahal sebetulnya mengenai dirinya sendiri. Seorang penatua sedang duduk di selnya dan ada suara yang mengatakan: ‘mari, aku akan memperlihatkan kepadamu pekerjaan-pekerjaan orang-orang’. Ia bangun dan mengikuti. Suara itu membimbing dia ke suatu tempat dan memperlihatkan kepadanya seorang Etiopia sedang memotong kayu dan menumpuknya sampai tinggi. Ia berusaha untuk membawanya tetapi sia-sia. Anehnya, daripada membawa beberapa potong, ia malah memotong lebih banyak lagi yang ia tambahkan pada tumpukan itu. Ia melakukan hal itu lama sekali. Ketika pergi sedikit lebih jauh, sang penatua melihat seorang peria sedang berdiri ditepi danau sambil mengambil air yang ia tuang ke dalam sebuah wadah yang bocor, sehingga air itu kembali lagi ke danau. Kemudian suara itu berkata lagi kepada sang penatua: “Mari, aku akan menunjukkan kepadamu sesuatu yang lain.” Ia melihat sebuah kuil dan dua orang peria menunggang kuda saling berhadapan sambil membawa sepotong kayu secara melintang. Mereka ingin melewati pintu kuil itu tetapi tidak dapat karena mereka memegang kayu tersebut secara melintang. Tidak ada seorang pun dari mereka yang mau mundur ke be-lakang yang lain supaya dapat membawa kayu itu secara lurus, sehingga mereka tetap tinggal diluar pintu. Suara itu berkata kepada sang penatua: “Orang-orang itu membawa kuk kebenaran dengan sombong dan tidak merendahkan dirinya untuk memperbaiki diri mereka dan berjalan dalam jalan kerendahan hati Kristus. Maka mereka tetap tinggal diluar kerajaan Allah. Pria yang memotong kayu itu adalah orang yang hidup dalam banyak dosa dan daripada bertobat ia malah menambah lebih banyak kesalahan pada dosa-dosanya. Pria yang mengambil air ialah orang yang memang melakukan perbuatan-perbuatan baik, akan tetapi mencampurnya dengan perbuatan-perbuatan buruk, sehingga ia malah mencemarkan perbuatan-perbuatan baiknya. Oleh karenanya, setiap orang harus waspada terhadap perbuatan-perbuatannya, jangan sampai ia bekerja dengan sia-sia.





12 Februari
          Pada suatu ketika Abas Arsenius jatuh sakit di Scetis. Seorang imam membawa dia ke gereja dan membaringkannya diatas sebuah tempat tidur dengan sebuah bantal kecil di bawah kepalanya. Lalu datang seorang rahib untuk mengunjunginya dan ketika ia melihat Arsenius berbaring diatas tempat tidur dengan sebuah bantal kecil di bawah kepalanya ia menjadi syok dan berkata: “Apakah ini benar-benar Abas Arsenius, pria yang sedang terbaring seperti ini?” “Aku telah menjalani hidup yang sangat keras”. Lalu imam itu berkata: “Dan bagaimana hidupmu dalam selmu sekarang?” Rahib itu menjawab: “Sekarang aku lebih senang”. Kemudian imam itu berkata kepadanya: “Engkau lihat Abas Arsenius ini? Ketika ia masih di dunia, ia adalah bapa dari kaisar, dikelilingi oleh beribu-ribu budak dengan korset-korset emas, semua memakai borgol leher dari emas dan pakaian-pakaian dari sutra. Di bawah kakinya terhampar permadani-permadani mewah. Ketika engkau di dunia sebagai seorang gembala, engkau tidak menikmati kesenangan-kesenangan yang sekarang kau peroleh, akan tetapi dia tidak lagi menikmati kesenangan hidup yang ia alami sewaktu ia di dunia. Karena itu engkau sekarang malah hidup sengan sedangkan dia hidup menderita”. Berkat kata-kata itu rahib tersebut dipenuhi dengan keremukredaman hati dan meniarap sambil berkata: “Bapa, ampunilah aku, karena aku telah berdosa. Benar jalan yang diikuti oleh pria ini adalah jalan kebenaran, karena jalan itu membimbing kepada kerendahan hati, sedang jalanku mengarah kepada kesenangan.” Demikianlah rahib itu pulang dengan memperoleh manfaat rohani.

13 Februari
          Seorang Bapa mengunjungi Abas Arsenius. Ketika ia mengetuk pintu, sang penatua yang membukanya, karena ia mengira itu adalah pelayannya. Akan tetapi ketika ia melihat bahwa itu adalah seorang lain ia berbaring dengan menelungkupkan mukanya ke tanah. Orang itu berkata kepada Arsenius: “Bangunlah Bapa, supaya aku dapat menyalami Bapa.” Akan tetapi sang penatua itu menjawab: “Aku tidak akan bangun sampai engkau pergi”. Dan meskipun ia memohon dengan sangat, Arsenius tidak bangkit sampai orang itu pergi.

14 Februari
          Ada seorang saudara yang datang mengunjungi Abas Arsenius di Scetis. Ketika ia tiba di gereja, ia bertanya kepada imam di situ apakah ia dapat mengunjungi Abas Arsenius. Mereka berkata kepadanya: “Saudara, makanlah sedikit kemudian pergilah dan temuilah dia”. “Aku tidak akan makan apa-apa”, katanya, “sampai aku betremu dengannya”. Karena sel Arsenius jauh letaknya, mereka menyuruh seorang saudara menyertai dia. Sesudah mengetuk pintu, mereka masuk, member salam kepada sang penatua dan duduk tanpa mengatakan apa-apa. Kemudian saudara yang dari gereja itu berkata: “Aku akan meninggalkan engkau. Berdoalah bagiku.” Saudara pengunjung itu karena merasa tak senang dengan sang penatua, berkata: “Aku ikut bersamamu”. Lalu mereka pergi bersama-sama. Kemudian saudara pengunjung itu memohon: “Bawa aku ke tempat Abas Musa, yang bekas perampok itu.” Ketika mereka tiba Abas Musa menyambut mereka dengan gembira dan kemudian melepas mereka pulang dengan senang. Saudara yang telah membawa yang lain itu berkata: “Lihat, aku telah membawa engkau ke orang asing itu dan ke orang mesir itu. Mana diantara keduanya yang lebih kau sukai? “Bagiku”, jawabnya, “aku lebih menyukai si orang Mesir itu”. Ada seorang Bapa yang mendengar hal itu lalu berdoa kepada Allah: “Tuhan, jelaskanlah hal ini kepadaku: demi nama-Mu yang satu lari dari orang-orang, dan yang lainnya, demi nama-Mu, menerima mereka dengan tangan terbuka. “Kemudian diperlihatkan kepadanya ada dua sampan besar di sebuah sungai. Dan ia melihat Abas Arsenius dengan Roh Allah sedang berlayar disampan yang satu, dalam kedamaian sempurna. Sedangkan di sampan lainnya ia melihat Abas Musa dengan para malaikat Allah sedang makan kue madu.

15 Februari
          Ketika Abas Arsenius hampir meninggal, murid-muridnya menjadi susah. Ia berkata kepada mereka: “Waktunya belum tiba. Kalau waktunya tiba aku akan mengatakannya kepada kalian. Tetapi seandainya kalian memberikan jenasahku kepada siapa pun saja kita akan diadili dihadapan tahta pengadilan yang menggentarkan. “Mereka berkata kepadanya: “Apa yang harus kami perbuat? Kami tidak tahu bagaimana menguburkan seseorang.” Sang penatua berkata kepada mereka: “Apakah kalian tida tahu bagaimana mengikat sebuah tali pada kakiku dan menyeret aku ke atas gunung?” Sang penatua biasa berkata kepada dirinya: “Arsenius, mengapa engkau telah meninggalkan dunia? Aku kerap menyesal karena sudah banyak bicara, tetapi tidak pernah diam”. Ketika saat kematian semakin mendekat, para saudara melihat dia menangis dan mereka berkata kepadanya: “Sesungguhnya, Bapa, apakah Bapa juga takut?” “Memang”, jawabnya, “ketakutanku pada saat ini telah ada padaku sejak aku menjadi rahib”. Sesudah itu ia jatuh tertidur.

16 Februari
          Dikatakan tentang Arsenius bahwa ia mempunyai sebuah lekuk di dadanya karena dikikis oleh air mata yang jatuh dari matanya sepanjang hidupnya sementara ia duduk melakukan kerja tangannya. Ketika Abas Poemen mengetahui bahwa ia meninggal, ia berkata sambil menangis: “Sungguh engkau berbahagia, Abas Arsenius, karena engkau menangisi dirimu sendiri di dunia ini; Orang yang tidak menangisi dirinya di dunia sini akan menangis abadi di dunia sana; karena itu tidak mungkin tidak menangis entah dengan sengaja entah karena dipaksa oleh penderitaan.”

17 Februari
          Abas Daniel biasa berkata tentang Abas Arsenius demikian: “Ia tidak mau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan Kitab Suci, meskipun ia sebetulnya dapat melakukannya dengan baik kalau ia mau. Demikian juga ia tidak pernah menulis surat. Kalau kadang-kadang ia datang ke gereja, ia akan duduk di belakang sebuah tiang, sehingga tidak seorang pun yang dapat melihat wajahnya dan ia sendiri tidak akan memperhatikan orang-orang lain. Penampilannya seperti malaikat, seperti kisah Yakub. Tubuhnya halus dan ramping; janggutnya panjang sampai menyentuh pinggangnya. Karena banyak menangis bulu matanya menjadi rontok. Badanya tinggi tetapi menjadi bungkuk karena usia tua. Ia berusia 95 tahun ketika meninggal. Selama 40 tahun ia bekerja di istana Teodosius Agung, ayah dari Arcadius dan Honorius; kemudian ia tinggal di Scetis selama 40 tahun, di Troe di atas Babilon, bersebrangan dengan Memphis, selama 10 tahun dan di Canopus Alexandria selama 3 tahun. Dua tahun terahir ia kembali ke Troe di mana ia meninggal, sesudah menyelesaikan jalan hidupnya dalam damai dan takut akan Allah. Ia seorang yang baik “penuh dengan Roh Kudus dan iman” (Kis 11,24). Ia mewariskan kepada saya jubah kulitnya, kemeja putih dari bulu kasar dan sandal daun palmanya. Meskipun tidak pantas, saya memakainya, supaya mendapat berkatnya.”

18 Februari
          Pada suatu hari beberapa rahib mengunjungi Abas Arsenius dan memaksa untuk bertemu dengannya. Ia menerima mereka. Kemudian mereka meminta pendapatnya mengenai rahib-rahib yang tinggal dalam kesunyian tanpa bertemu seorang pun. Sang penatua berkata kepada mereka: “Selama seorang gadis muda tinggal dalam rumah ayahnya, banyak pemuda ingin menikahinya. Tetapi kalau ia telah bersuami, ia tidak dapat lagi menyenangkan setiap orang; beberapa orang menghinanya, yang lain memujinya; ia tidak lagi menikmati kebaikan dan kemanisan masa lalu, ketika ia masih menjalani hidup yang tersembunyi. Demikian halnya dengan jiwa; sejak hari ketika ia tampil di hadapan orang, ia tidak dapat lagi memuaskan setiap orang.”

19 Februari
          Abas Petrus, murid Abas Lot, berkata: “Suatu hari ketika aku berada di sel Abas Agaton, seorang saudara masuk dan berkata kepadanya: “Aku ingin hidup bersama para saudara; beritahukanlah kepadaku bagaimana supaya aku dapat tinggal bersama mereka. “Sang penatua menjawab: “Sepanjang hari hidupmu tetaplah menganggap dirimu sebagai seorang asing yang datang pada hari pertama engkau bergabung bersama mereka, supaya engkau tidak menjadi terlalu akrab dengan mereka.” Abas Makarius bertanya: “Apa akibatnya kalau menjadi terlalu akrab?” Sang penatua menjawab: “Itu sama seperti angin yang kuat dan panas, setiap kali ia bertiup segala sesuatu terbang berhamburan dan ia memusnahkan buah-buah dari pohonnya. “Abas Makarius berkata lagi: “Apakah berbicara terlalu bebas sungguh-sungguh seburuk seperti itu semua?” Abas Agaton berkata: “Tidak ada nafsu yang lebih buruk daripada lidah yang tidak terkendali, karena itu adalah ibu dari segala nafsu. Karena itu karyawan yang baik tidak akan menggunakannya, bahkan kalau ia tinggal seorang diri dalam selnya. Aku kenal seorang saudara yang tinggal dalam waktu lama di dalam selnya dengan mengunakan sebuah ranjang kecil. Ia berkata: ‘Aku seharusnya telah meninggalkan selku ini tanpa menggunakan ranjang kecil itu kalau sebelumnya ada orang yang memberitahukan aku bahwa ranjang itu ada disitu.’ Rahib yang bekerja keraslah yang menjadi seorang pejuang sejati.

20 Februari
          Abas Agaton berkata: “Dalam segala situasi rahib seharusnya membiarkan suara hatinya menegur dia tentang segala sesuatu”. Ia juga berkata: “Kecuali dengan mentaati perintah-perintah Allah, seorang rahib tidak dapat membuat kemajuan, bahkan dalam sebuah keutamaan pun” . Ia berkata juga: “Aku tidak pernah pergi tidur dengan perasaan susah karena telah melawan seseorang, dan sedapat-dapatnya aku tidak pernah membiarkan seorang pun pergi tidur dengan perasaan susah karena telah melawan daku.”

21 Februari
Dikatakan tentang Abas Agaton bahwa beberapa rahib datang menemuinya karena telah mendengar tentang kemampuannya yang besar dalam hal penegasan roh. Karena ingin melihat apakah ia akan kehilangan kesabarannya, mereka berkata kepadanya: “Bukankah engkau Agaton yang dikatakan sebagai seorang pezinah dan sombong?” “Ya, itu sangat benar,” jawabnya. Mereka melanjutkan: “Bukankah engkau Agaton yang selalu berbicara omong kosong?” “Ya”. Mereka berkata lagi: “Bukankah engkau Agaton si bidaah?” Kali ini ia menjawab: “Aku bukan seorang bidaah.” Mereka lalu bertanya kepadanya: “Beritahukanlah kepada kami mengapa engkau menerima setiap hal yang kami lontarkan kepadamu, tetapi menolak penghinaan yang terakhir.” Ia menjawab: “Tuduhan-tuduhan pertama aku terima karena itu baik bagi jiwaku. Tetapi bidaah berarti terpisah dari Allah. Dan aku tidak ingin dipisahkan dari Allah.” Dengan kata-kata itu mereka menjadi kagum akan kemampuannya mengadakan penegasan roh dan mereka pulang dengan memproleh manfaat rohani.

22 Februari
          Dikatakan bahwa Abas Agaton telah menghabiskan banyak waktu untuk membangun sebuah sel dengan para muridnya. Pada akhirnya ketika selesai, mereka tinggal di sana. Ketika dalam minggu pertama ia melihat sesuatu yang nampaknya berbahaya, ia berkata kepada para muridnya: “Bangunlah, mari kita tinggalkan tempat ini”. Tetapi mereka menjadi terkejut dan menjawab: “Kalau Bapa telah memutuskan untuk pindah, mengapa kita telah demikan bersusah payah membangun sel ini? Kita bakan menyebabkan batu sandungan bagi orang-orang, yang akan berkata: “Lihat mereka, pindah lagi; orang-orang yang tidak stabil”. Ia melihat bahwa mereka dikuasai oleh perasaan takut, maka ia berkata kepada mereka: “kalau beberapa orang mendapat batu sangdungan, sebaliknya beberapa orang lainnya justru memperoleh banyak manfaat rohani dan akan berkata: ‘Betapa berbahagianya mereka yang berangkat demi Allah, yang tidak mencemaskan apapun’. Bagaimanapun juga, biarlah yang ingin tetap tinggal, tinggallah, sedangkan aku sendiri, aku mau pergi.” Lalu mereka meniarap di tanah dan mohon kepadanya untuk mengizinkan mereka pergi bersamanya.

23 Februari
          Dikatakan bahwa Abas Agaton kerap pergi tanpa membawa apa-apa kecuali pisaunya untuk membuat keranjang anyaman. Ia adalah orang yang bijaksana dalam roh dan giat dalam tubuh. Ia menyediakan sendiri segala sesuatu yang ia perlukan untuk kerja tangan, makanan dan pakaian. Ia berkata: “Aku tidak pernah memberi persembahan ‘agape’; tetapi tindakan memberi dan menerima bagiku sudah merupakan tindakan ‘agape’, karena aku melihat kebaikan saudaraku sebagai persembahan kurban.”
           

24 Februari
          Seorang bertanya kepada Abas Agaton: “Mana yang lebih baik, askesis badan atau berjaga-jaga batin?” Sang penatua menjawab: “Manusia itu seperti sebatang pohon, askesis badan adalah daunnya, berjaga-jaga batin buahnya. Menurut apa yang tertulis, ‘Setiap pohon yang tidak menghasilkan buah baik akan ditebang dan dibuang kedalam api’ {Mat 3,10}
Maka jelas bahwa semua perhatian kita harus diarahkan kepada buahnya, artinya, kepada berjaga batin; akan tetapi hal itu membutuhkan perlindungan dan perhiasan daun-daun, yang adalah askesis badan.”

25 Februari
          Para saudara bertanya kepada Abas Agaton: “Di antara semua pekerjaan baik, mana keutamaan yang menuntut paling banyak usaha?” Ia menjawab: “Maafkan daku, tetapi kukira tidak ada jerih payah yang lebih besar daripada berdoa kepada Allah. Karena setiap kali seorang ingin berdoa, para musuhnya, iblis, ingin mencegah dia, sebab mereka tahu bahwa hanya dengan memalingkan dia dari doalah mereka dapat memalingkan perjalanannya. Apapun pekerjaan baik yang di lakukan seseorang, kalau ia bertekun didalamnya, ia akan memperoleh istirahat. Tetapi berdoa merupakan pertempuran sampai nafas yang terakhir.”

26 Februari
          Abas Agaton sedang berjalan-jalan bersama para muridnya. Salah seorang dari antara mereka menemukan sebuah kacang hijau di jalan, lalu berkata kepada sang penatua: “Bapa, bolehkah saya mengambilnya?” Sang penatua memandang dia dengan heran dan berkata: “Apakah engkau yang meletakannya disitu?” “Bukan”, jawab saudara itu.  “Lalu”, lanjut sang penatua, “bagaimana engkau dapat mengambil sesuatu yang tidak kautaruh sendiri?” Pada waktu lain, ada seorang saudara datang menemui sang penatua dan berkata kepadanya: “Izinkanlah aku tinggal bersama dengan Bapa”. Dalam perjalanan ia telah menemukan sepotong garam di jalan dan membawanya. “Dari mana kau temukan garam itu?” tanya Abas Agaton. Saudara itu menjawab: “Aku menemukannya di jalan ketika aku datang kesini dan aku mengambilnya”. Sang penatua berkata kepadanya: “Kalau engkau ingin tinggal bersamaku, bagaimana engkau dapat mengambil sesuatu yang tidak kau taruh sendiri?” Kemudia ia menyuruhnya meletakkan kembali garam itu ke tempat ia menemukannya.

27 Februari
          Di katakan tentang Abas Agaton bahwa selama 3 tahun ia hidup dengan sebuah batu di dalam mulutnya, sampai ia berhasil belajar silensium. Apabila pikirannya mendorong dia untuk mengadili sesuatu yang ia lihat, ia akan mengatakan kepada diri sendiri: “Agaton, bukan urusanmu untuk melakukan itu”. Dengan demikian rohnya selalu sadar, utuh dan hening. Ia berkata juga: “Orang yang marah, bahkan kalau ia dapat membangkitkan orang mati, tidak berkenan kepada Allah”.  




28 Februari
          Sekali waktu Abas Agaton mempunyai dua orang murid yang masing-masing menjalani hidup sebagai anakorit sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pada suatu hari ia bertanya kepada yang satu: “Bagaimana cara hidupmu dalam sel ?” Ia menjawab: “Saya berpuasa sampai sore, kemudian saya makan dua potong biskuit keras.” Ia berkata kepadanya: “Cara hidupmu sudah bagus, tidak dibebani oleh terlalu banyak askesis”. Kemudian ia bertanya kepada yang kedua: “Dan engkau, bagaimana cara hidupmu ?” Ia menjawab: “Saya berpuasa selama dua hari, kemudian saya makan dua potong biskuit keras”. Sang penatua berkata: “Engkau bekerja sangat keras dengan bertahan dalam menghadapi dua pertentangan batin; yang satu, ada orang yang bekerja keras untuk makan setiap hari tanpa rakus; yang lain, ada orang-orang yang ingin berpuasa selama dua hari, lalu sesudahnya menjadi rakus, sedangkan engkau sesudah berpuasa dua hari tidak menjadi rakus”.

29 Februari (untuk tahun kabisat)
          Seorang saudara bertanya kepada Abas Agaton mengenai nafsu percabulan. Ia menjawab: “Pergi dan campakkanlah kelemahanmu di hadapan Allah maka engkau akan mendapatkan ketenangan.


01 Maret
          Abas Agaton dan seorang rahib lainnya jatuh sakit. Sementara mereka berbaring dalam sel mereka, saudara yang membacakan kitab kejadian untuk mereka, sampai pada bab di mana Yakub berkata: “Yusuf tidak ada lagi, dan Simeon tidak ada lagi, sekarang Benyamin pun hendak kamu bawa juga; kamu akan menyebabkan aku yang ubanan ini turun kedunia orang mati karena dukacita” (Kej 42,36.38). Rahib itu mulai berkata: “Apakah sepuluh tidak cukup untukmu, Abas Yakub?” Abas Agaton menjawab: “Biarlah saja, saudara, jikalau Allah adalah Allah orang-orang benar, siapa yang dapat mengutuk Yakub?”

02 Maret
          Abas Agaton berkata: “Kalau seseorang yang secara khusus sangat dekat denganku, tetapi kusadari bahwa ia mengajak aku untuk melakukan sesuatu yang kurang baik, aku harus menyingkirkan dia dari diriku”. Ia juga berkata: “Seorang rahib di segala waktu harus sadar akan pengadilan Allah”.

03 Maret
          Pada suatu hari ketika para saudara bertukar pikiran tentang cintakasih, Abas Yusuf berkata: “Apakah kita sungguh-sungguh mengerti apa itu cintakasih?” Kemudia ia menceriterakan bagaimana ketika seorang saudara datang mengunjungi Abas Agaton, ia menyalami saudara itu dan tidak membiarkan dia pulang sampai ia membawa sebuah pisau kecil yang dimiliki sang penatua itu.
Abas Agaton berkata: “Kalau aku dapat bertemu dengan seorang kusta, aku akan memberikan tubuhku kepadanya dan mengambil tubuhnya untukku, maka aku akan sangat bahagia”. Itulah sungguh-sungguh cinta kasih sempurna.

04 Maret
          Dikatakan tentang Abas Agaton bahwa ketika ia datang kekota untuk menjual barang-barang tembikar yang dibuatnya, ia bertemu dengan seorang pengembara yang sakit dan terbaring ditempat umum tanpa seorang pun mengurusnya. Sang penatua menyewa sebuah sel dan tinggal bersamanya di situ, bekerja dengan tangannya sendiri untuk membayar uang sewa dan menyimpan sisa uangnya untuk keperluan si sakit. Ia tinggal disana selama 4 bulan sampai si sakit pulih kembali kesehatannya. Kemudian ia pulang ke selnya dengan damai.

05 Maret  
          Abas Daniel berkata: “Sebelum Abas Arsenius datang untuk tinggal bersama para Bapa rohaniku, mereka tinggal bersama Abas Agaton. Abas Agaton mengasihi Abas Alexander karena ia seorang asket dan teliti. Lalu ada peristiwa, semua murid mencuci tikar-tikar mereka di sungai,tetapi Abas Alexander mencuci miliknya dengan teliti. Saudara-saudara lainnyaber kata kepada sang penatua: “Saudara Alexander tidak menyelesaikan apa pun”. Karena ingin memperbaiki meraka Abas Agaton berkata kepadanya: “Saudara Alexander, tolong cuci semua tikar ini sampai bersih betul karena mereka terbuat dari rami halus”. Saudara itu sakit hati karena kata-kata itu. Sesudah itu sang penatua menghibur dia sambil berkata: “Aku kan tahu bahwa engkau bekerja dengan baik. Tetapi aku katakan hal itu di depan mereka dengan maksud untuk memperbaiki mereka melalui ketaatanmu”.

06 Maret
          Di katakan tentang Abas Agaton bahwa ia memaksa dirinya sendiri untuk memenuhi semua perintah. Kalau ia berlayar dengan perahu ialah yang pertama-tama memegang dayungnya dan kalau saudara-saudara datang mengunjunginya ia menyiapkan meja dengan tangannya sendiri, segera sesudah mereka selesai berdoa, karena ia penuh dengan kasih Allah. Ketika ia hampir meninggal, selama tiga hari matanya tetap terbuka lebar tanpa bergerak. Para saudara membangunkan dia sambil berkata: “Abas Agaton, ada di mana engkau?” Ia menjawab: “Aku sedang berdiri di hadapan tahta pengadilan Allah”. Mereka berkata: “Apakah Bapa tidak takut?” Ia menjawab: “Sampai saat ini aku berusaha sekuat tenagaku untuk melaksanakan perintah-perintah Allah; tetapi aku seorang manusia; bagaimana aku tahu kalau perbuatan-perbuatanku berkenan kepada Allah?” Para saudara berkata kepadanya: “Apakah engkau tidak yakin akan semua yang telah kaulakukan sesuai dengan hukum Allah?” Sang penatua menjawab: “Aku tidak yakin sampai aku bertemu dengan Allah. Sungguh pengadilan Allah tidak sama dengan pengadilan manusia”. Ketika mereka ingin bertanya lebih lanjut kepadanya, ia berkata kepada mereka: “Demi kemurahan hatimu, jangan berbicara lagi kepadaku karena aku tidak punya waktu lagi”. Begitulah ia meninggal dengan gembira. Mereka melihat keberangkatannya seperti orang menyalami teman-temannya yang paling dekat. Ia tetap membina sikap berjaga-jaga dalam arti paling sempit, dalam arti segala hal, dengan berkata: “tanpa berjaga batin yang sungguh-sungguh seorang rahib tidak akan maju dalam suatu keutamaan pun.   

07 Maret
          Pada suatu hari ketika pergi ke kota untuk menjual beberapa barang kecil, Abas Agaton bertemu dengan seorang iumpuh di pinggir jalan. Si lumpuh bertanya kepadanya
mau pergi kemana. Abas Agaton menjawab : "Ke kota, untuk: menjual beberapa barang." Si lumpuh berkata: "Tolong gendong saya ke sana." Maka ia menggendongnya ke kota. Si lumpuh berkata: "Turunkan saya di tempat engkau menjual barang-barangmu." Ia melakukannya demikian. ketika ia sudah menjualnya satu barang, si lumpuh bertaya: "Engkou menjualnya dengan harga berapa?" dan ia mengatakan harganya. Si lumpuh berkata lagi : "Belikan ,aku sepotong kue," dan ia membelikannya. Ketika Abas Agaton telah menjual barang yang kedua, si sakit itu bertanya: "Engkau menjualnya dengan harga berapa?"Dan ia memberitahukan kepadanya harga jual dari barangnya. Kemudian si lumpuh berkata: "Belikan aku ini", dan ia membelikannya. Ketika Agaton, sesudah menjual semua ba rangnya, ingin pulang, ia berkata kepadanya: "Apakah engkau mau kembali?" dan ia menjawab: "Ya". Kemudian ia berkata: "Gendonglah aku kembali ke tempat di mana engkau menemukan aku." Sekali lagi sesudah mengangkat dia, ia menggendongnya kembali ke tempat itu. Kemudian si lumpuh berkata: "Agaton, engkau penuh dengan berkat ilahi, di surga maupun di dunia." Ketika ia mengangkat matanya, Agaton tidak melihat seorang pun juga; itu adalah malaikat Tuhan yang datang untuk mencobai dia.

08 Maret
          Seorang saudara berkata kepada Abas Amonas: "Katakan­lah sepatah kata bagiku." Sang penatua menjawab: "Per gi dan hendaklah engkau menganggap dirimu seperti orang orang jahat yang dipenjara. Karena mereka selalu ber­tanya kapan hakim datang, dan mereka menunggunya dalam kecemasan. Begitulah rahib harus menuduh jiwanya sen­diri setiap saat sambil berkata:' Aku ini manusia celakaka dan tidak bahagia. Bagaimana aku dapat berdiri di hadapan tahta Kristus? Apa yang dapat kukatakan kepada Nya sebagai kata pembelaanku?' Kalau engkau berbuat demikian terus-menerus, engkau akan selamat."     

09 Maret
          Salah seorang dari para Bapa bercerita tentang Cellia. Ia berkata bahwa suatu ketika di sana ada seorang rahib; ia pekerja keras yang menggunakan lapik tidur. Ia pergi menemui Abas Amonas, yang ketika mengetahui bahwa ia menggunakan lapik tidur, berkata kepadanya: “Tidak ada gunanya engkau memakai itu”. Lalu rahib itu bertabnya kepadanya demikian: “Ada tiga pikiran yang mengganggu saya, apakah saya harus mengembara di gurun, ataukah saya harus pergi ke tanah asing dimana tidak ada seorangpun yang mengenal saya, ataukah saya harus menutup diri dalam sebuah sel tanpa membuka pintu bagi seorang pun, hanya makan setiap dua hari sekali”. Abas Amonas menjawab: “Tidak benar bagimu untuk melakukan ketiganya. Lebih baik, diamlah di selmu dan makanlah sedikit tiap hari, sambil terus-menerus mengatakan dalam hatimu perkataan sang pemungut cukai, dan engkau akan selamat”.

10 Maret
          Pada suatu hari ketika Abas Amonas ingin menyeberangi sungai, ia menemukan kapal ferinya sudah siap akan berangkat maka ia duduk di dalamnya. Kemudian ada kapa lain tiba ditempat itu mengangkut rahib-rahib yang ada disitu. Mereka berkata kepadanya: “Kesini, Bapa, menyeberanglah bersama kami”. Tetapi ia menjawab: “Aku tidak akan berangkat kecuali mengguankan kapal umum”. Sambil duduk ia menganyam segenggam ranting palma yang dibawanya, kemudian melepaskannya lagi, sampai kapal itu tiba di seberang. Begitulah ia menghabiskan waktu penyeberangannya. Kemudian para saudara memberikan salam hormat kepadanya sambil berkata: “Mengapa Bapa melakukan hal itu?” Sang penatua berkata kepada mereka: “Supaya mengadakan perjalanan tanpa rasa cemas apa pun”. Itulah sebuah telada, bagaimana kita harus berjalan di jalan Allah dalam damai.

11 Maret
          Pada suatu hari Abas Amonas bermaksud mengunjungi Abas Antonius tetapi ia tersesat. Maka ia duduk dan jatuh tertidur sebentar. Ketika bangun, ia berdoa kepada Allah demikian: “Kumohon kepada-Mu, ya Tuhan Allahku, jangan biarkan makhluk ciptaan-Mu binasa”. Kemudian tanpak kepadanya seperti sebuah tangan manusia di langit yang menunjukkan jalan kepadanya, sampai ia tiba di gua Abas Antonius.  

12 Maret
          Ketika Abas Amonas mengunjungi Abas Antonius, ia meramalkan bahwa Abas Amonas akan membuat kemajuan dalam hal takut akan Allah. Kemudian ia mengajak Amonas keluar selnya dan menunjukkan sebuah batu kepadanya, sambil berkata: “Sakiti dan pukullah batu ini”. Ia melakukannya. Lalu Antonius bertanya: “Apakah batu itu mengatakan sesuatu?” Ia menjawab: “Tidak”. Lalu Antonius berkata lagi: “Engkau juga bisa melakukan seperti itu”. Dan itu memang terjadi. Abas Amonas maju sedemikian besar dalam kebaikannya sehingga ia tidak memperhatikan kejahatan orang lain. Demikianlah, ketika ia menjadi uskup, seseorang membawa seorang gadis muda yang sedang hamil ke hadapannya dan berkata: “Lihat apa yang telah dilakukan oleh gadis sial yang malang ini; beri dia hukuman”. Akan tetapi Amonas, sesudah memberi tanda salib pada kandungan gadis itu, menyuruh memberi dia 6 pasang kain lenan halus sambil berkata: “Ini untuk jaga-jaga, kalau dia melahirkan, barangkali ia meninggal, dia atau anaknya, padahal mereka tidak punya apa-apa untuk upacara pemakaman”. Akan tepai para penuduh gadis itu berkata: “mengapa engkau melakukan itu? Beri dia hukuman”. Lalu ia berkata kepada mereka: “Lihat, saudara-saudara, ia ini dekat dengan maut; apa yang harus ku lakukan?” kemudian ia menyuruh gadis itu pergi dan tak ada lagi rahib yang berani menuduh seorang pun.


13 Maret
          Pada suatu hari Abas Amonas datang untuk makan di suatu tempat di mana ada seorang rahib yang punya nama buruk. Lalu ada kejadian, seorang wanita datang dan masuk kedalan sel rahib yang berreputasi buruk itu. Para penghuni tempat itu, ketika mengetahui hal tersebut, menjadi susah dan berkumpul bersama untuk mengusir saudara itu dari dalam selnya. Ketika mereka mengetahui bahwa Abas Amonas ada ditempat itu, mereka meminta kepadanya untuk ikut bergabung bersama mereka. Ketika saudara bermasalah itu mengetahui hal itu, ia menyembunikan si wanita ke dalam sebuah tong besar. Kerumunan rahib tiba di tempat itu. Abas Amonas mengetahui keadaannya dengan jelas tetapi demi Allah ia tetap menyimpan rahasia itu; ia masuk, duduk di atas tong itu dan menyuruh sel itu di geledah. Kemudian ketika para rahib sudah mencari kemana-mana tanpa menemukan si wanita itu, Abas Amonas berkata: “Apa ini? Semoga Allah mengampuni kalian !” Sesudah berdoa, ia menyuruh semua orang keluar, kemudian ia memegang tangan saudara itu dan berkata: “Saudara, waspadalah”. Dengan kata-kata itu ia pergi.

14 Maret
          Abas Amonas berkata: “Aku telah tinggal 14 tahun di Scetis sambil mohon kepada Allah siang dan malam untuk menganugerahi aku menguasai amarah”. Ia di tanya: “Apakah itu ‘jalan sempit yang sulit’?” (Mat 7,14). Ia menjawab: “Jalan sempit yang sulit ialah ini: menguasai pikiran-pikiranmu dan menyangkal kehendak sendiri demi Allah. Itulah juga arti dari kalimat, ‘kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dalam mengikut Engkau’ “. (Mat 19,27)

15 Maret
          Pada suatu hari tiga orang rahib, yang seorang mempunyai nama buruk, mengunjungi Abas Akiles. Rahib pertama minta kepadanya: “Bapa, buatkan saya sebuah jaring ikan”. “Aku tidak mau membuatkannya untukmu”, jawabnya. Kemudian rahib kedua berkata: “Demi kasihmu ya Bapa, buatkanlah saya sebuah jaring ikan supaya kami memiliki suatu kenang-kenangan darimu dalam biara kami”. Tetapi ia berkata : “Aku tidak punya waktu”. Kemudian rahib ketiga, yang punya nama buruk itu, berkata: “Bapa, buatkan saya sebuah jaring ikan supaya saya memiliki sesuatu hasil buah tangn Bapa”. Abas Akiles langsung menjawab: “Untukmu akan kubuatkan”. Kemudian kedua rahib yang lain bertanya secara pribadi:




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar