Ads 468x60px

“Salib Genggam” (The Clinging Cross / Palm Cross)



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
"SALIB"
Saat Aku Lemah Ingat Bapa"
Langkah pertama, .....lihat salib YESUS
Langkah kedua, ....pegang salib YESUS
Langkah ketiga, ....pikul salib YESUS
Langkah keempat, ....bawa salib YESUS
Salah satu salib yang saya miliki dan saya simpan sejak tahbisan imam adalah: “Salib Genggam” (The Clinging Cross / Palm Cross)
Saya namakan "The Clinging Cross" karena Salib genggam ini adalah salib berukuran sebesar telapak tangan, dengan bentuk yang dibuat menyesuaikan kontur tangan sehingga mudah digenggam. Saya namakan juga "Palm Cross", karena salib kecil ini menjadi "socius", sahabat karib saya, yang "SAtu dalam suka - HAdir dalam duka - berjaBAT dalam doa" ketika memasuki 'masa terpenting' liturgi gereja yakni Pekan Suci yang dibuka dengan pembacaan kisah sengsara, 'passio' pada hari Minggu Palma (Palm Sunday).
Satu hal lain yang indah adalah bahwasannya
"Salib Genggam” (The Clinging Cross / Palm Cross) ini dibuat oleh para sahabat saya yang pernah menjadi warga binaan atau narapidana di pelbagai penjara, dimana tidak semua dari mereka ini beragama kristiani karena benarlah, tidak semua yang dipenjara itu jahat dan tidak semua yang jahat itu dipenjara. Gusti ora sare!
Harapannya:
Dengan menggenggam salib di telapak tangan sembari berdoa, yang seakan bagai menggenggam tangan Yesus sendiri, "sahabat sejati" yang setia berbagi Harapan Iman - Kasih, banyak orang terlebih "para napi" yang terpenjara" oleh pelbagai belenggu dosa dalam jiwa dan luka dalam kecewa, perlahan akan merasa terbantu untuk menjadi pribadi bermutu, mendapatkan penghiburan dan kekuatan, terutama di saat –saat lemah,
saat sakit, dan saat dalam kegelapan hidup yang sungguh membutuhkan pertolongan Tuhan. Dalam bahasa yang sering saya daraskan setiap kali selesai menyambut komuni: "Tuhan, bila salib menimpa kami maka hancurlah hidup kami; tetapi bila Engkau yang datang bersama salib, Engkaulah yang setia memeluk kami."
Adapun para sahabat mantan warga binaan atau narapidana, terlebih yang pernah bersama sama ngumpul bareng di “Rumah Singgah Socius” ini dulunya membuat “Salib Genggam” dengan bercorak Piala dan Hosti serta dikemas dalam kotak artistik yang terbuat dari kertas koran bekas yang mereka rajut dan kumpulkan setiap harinya.
Inilah sebuah karya nyata yang berasal dari hati, yang semoga dapat menyentuh hati yang lainnya, karena dikuatkan oleh pernyataan orang kudus yang sekaligus seorang filsuf, Edith Stein: "Ave crux spes unica, salam ya Salib harapan kami"
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
===
Lebih jauh tentang “Rumah Singgah Socius” dapat dilihat pada link ini :
NB:
A.
WEJANGAN PAUS FRANSISKUS
DALAM AUDIENSI UMUM:
TENTANG MEMBERI DAN MENERIMA PENGAMPUNAN DALAM KELUARGA.
Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!
Sidang Sinode Para Uskup, yang berakhir beberapa saat lalu, mencerminkan secara mendalam panggilan dan perutusan keluarga dalam kehidupan Gereja dan kehidupan masyarakat masa kini. Itu adalah peristiwa rahmat. Pada akhirnya para Bapa Sinode memberi saya teks kesimpulan-kesimpulan mereka. Saya ingin teks ini diterbitkan sehingga semua orang akan menjadi para peserta dalam karya yang telah melihat kita berkomitmen bersama-sama selama dua tahun. Ini bukan saat untuk membahas kesimpulan-kesimpulan tersebut, yang padanya saya sendiri harus renungkan.
Sementara itu, bagaimanapun, kehidupan tidak berhenti, khususnya kehidupan keluarga tidak berhenti! Kalian, keluarga-keluarga terkasih, selalu sedang bergerak maju. Dan kalian sudah menulis secara berkesinambungan, di halaman-halaman kehidupan nyata, keindahan Injil Keluarga. Dalam sebuah dunia yang berkali-kali menjadi gersang akan kehidupan dan kasih, kalian berbicara setiap hari tentang karunia-karunia agung yang sesungguhnya dari pernikahan dan keluarga.
Hari ini saya ingin menekankan aspek ini: bahwa keluarga adalah sebuah tempat pelatihan besar berlandaskan karunia dan saling mengampuni, yang tanpanya tidak ada kasih yang bisa bertahan lama; tanpa memberikan diri sendiri dan tanpa saling mengampuni kasih tidak berdiam, ia tidak bertahan! Dalam doa yang diajarkan Yesus sendiri kepada kita - yaitu doa Bapa Kami - Ia memohon kepada Bapa : "Ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami"". Dan akhirnya Ia menguraikan : "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu"(Mat 6:12,14-15). Kita tidak bisa hidup tanpa saling mengampuni, atau setidaknya kita tidak bisa hidup dengan baik, terutama dalam keluarga. Setiap hari kita saling salah. Kita harus memperhitungkan kesalahan-kesalahan ini, yang adalah karena kerapuhan kita dan egoisme kita.
Apa yang kita mohonkan, tetapi, adalah segera menyembuhkan luka-luka yang kita sebabkan, menjalin kembali benang-benang yang kita putuskan dalam keluarga. Jika kita menunggu terlalu lama, segalanya menjadi lebih sulit. Dan ada sebuah rahasia sederhana untuk menyembuhkan luka-luka dan untuk mengakhiri tuduhan-tuduhan : tidak membiarkan hari berakhir tanpa saling meminta maaf, tanpa membuat perdamaian di antara suami dan istri, di antara para orang tua dan anak-anak, di antara saudara dan saudari ... di antara menantu perempuan dan ibu mertua! Jika kita belajar untuk segera meminta maaf dan saling mengampuni, luka-luka sembuh, pernikahan diperkuat, dan keluarga menjadi sebuah rumah yang semakin kokoh, yang menolak ketukan-ketukan besar atau kecil dari tindakan kedengkian kita. Dan untuk ini, sebuah pidato besar tidak diperlukan; sebuah belaian sudah cukup dan segalanya dimulai kembali. Tetapi jangan mengakhiri hari dalam perang!
Jika kita belajar untuk hidup demikian di dalam keluarga, kita melakukannya juga di luar, di mana pun kita menemukan diri kita. Sangat mudah untuk menjadi skeptis tentang hal ini. Banyak orang - juga di antara orang-orang Kristiani - berpikir bahwa itu berlebihan. Dikatakan : ya, mereka adalah kata-kata yang indah, tetapi tidaklah mungkin mereka diterapkan. Namun, syukur kepada Allah, hal ini tidaklah demikian. Bahkan, justru dengan menerima pengampunan dari Allah sehingga kita mampu, pada gilirannya, untuk mengampuni orang lain. Oleh karena Yesus mengulangi kepada kita kata-kata ini setiap kali kita mengucapkan doa Bapa Kami, yaitu setiap hari. Dan sangatlah penting bahwa, di dalam sebuah masyarakat yang kadang-kadang tanpa kemurahan hati, ada tempat-tempat, seperti keluarga, di mana kita bisa belajar untuk saling mengampuni.
Sinode menghidupkan kembali harapan kita juga tentang hal ini : kemampuan untuk saling mengampuni adalah bagian dari panggilan dan perutusan keluarga. Praktek pengampunan tidak hanya menyelamatkan keluarga dari perpecahan, tetapi membuat mereka mampu membantu masyarakat untuk mengurangi kejahatan dan mengurangi kekejaman. Ya, setiap gerakan pengampunan memperbaiki keretakan-keretakan rumah dan memperkokoh dindingnya. Keluarga-keluarga yang terkasih, Gereja selalu di sisi kalian untuk membantu kalian membangun rumah kalian di atas batu karang yang tentangnya Yesus katakan. Dan janganlah kita melupakan kata-kata yang serta merta mendahului perumpamaan tentang rumah : "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. "Dan Ia menambahkan : Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! (bdk. Mat 7:21-23). Ini adalah sebuah pernyataan yang kuat, tidak diragukan lagi, yang memiliki tujuan untuk mengguncang kita dan memanggil kita kepada pertobatan.
Saya meyakinkan kalian, keluarga-keluarga yang terkasih, bahwa jika kalian mampu berjalan semakin pasti di jalan Sabda Bahagia, belajar dan mengajarkan untuk saling mengampuni satu sama lain, kemampuan akan tumbuh, dalam seluruh keluarga besar Gereja, untuk memberikan kesaksian tentang pembaharuan kekuatan pengampunan Allah. Jika tidak, kita barangkali terlibat dalam khotbah yang sangat indah, dan bahkan mungkin mengusir setan, tetapi pada akhirnya Tuhan tidak sudi mengenali kita sebagai murid-murid-Nya karena kita tidak memiliki kemampuan untuk mengampuni dan diampuni oleh orang lain!
Sesungguhnya keluarga-keluarga Kristiani dapat berbuat banyak bagi masyarakat saat ini, dan juga bagi Gereja. Oleh karena itu saya menginginkan agar, dalam Yubileum Kerahiman, keluarga-keluarga akan menemukan kembali harta karun pengampunan timbal balik. Marilah kita berdoa agar keluarga-keluarga akan semakin mampu hidup dan membangun cara-cara nyata pendamaian, di mana tak seorang pun merasa ditinggalkan dengan beban hutang-hutangnya.
Dengan maksud ini, kita katakan bersama-sama: "Bapa kami, ampunilah dosa kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kita".
[Sambutan dalam Bahasa Inggris]
Saudara dan saudari terkasih : Setelah Sidang Sinode Para Uskup baru-baru ini yang mencerminkan panggilan dan perutusan keluarga, hari ini kita mencerminkan pentingnya keluarga sebagai tempat di mana kita belajar nilai pengampunan. Setiap hari, dalam kata-kata doa Bapa Kami, kita memohon kepada Allah untuk mengampuni kita dan memberikan kita rahmat untuk mengampuni orang lain. Sesulit apapun pengampunan mungkin, itu penting untuk pertumbuhan pribadi kita, kemampuan kita untuk mengakui kegagalan-kegagalan kita serta memperbaiki hubungan-hubungan yang rusak. Merupakan sebuah keutamaan yang kita pelajari pertama-tama di dalam keluarga. Pengampunan memperkuat keluarga-keluarga dalam kasih dan, melalui mereka, membuat masyarakat secara keseluruhan lebih mengasihi dan manusiawi. Merupakan sebuah batu yang kokoh yang padanya dibangun kehidupan kita dan sebuah tanda fasih kemuridan Kristiani kita serta ketaatan kepada kehendak Bapa. Semoga Yubileum Kerahiman yang akan datang mendorong keluarga-keluarga di mana pun menemukan kembali kekuatan pengampunan, dan memungkinkan keluarga besar Gereja mewartakan kekuatan kasih Allah yang mendamaikan di tempat kerja di dalam dunia kita.
[Penutur]
Saya menyambut para peziarah dan pengunjung berbahasa Inggris yang ambil bagian dalam Audiensi hari ini, termasuk dari Inggris, Norwegia, Swedia, Jepang, Korea dan Amerika Serikat. Atas kalian dan keluarga-keluarga kalian saya memohonkan berkat sukacita dan damai sejahtera Tuhan. Tuhan memberkati kalian semua!
[Sambutan dalam Bahasa Italia]
Saya memberikan sambutan hangat kepada para peziarah berbahasa Italia. Saya menyambut para suster Oblat Hati Kudus Yesus dan Suster-suster Santa Dorothy, pada kesempatan Bab Umum mereka masing-masing, Sielistes Kelompok Saudara-saudara Sekolah Kristen dan Sekolah La Salle.
Saya menyambut kelompok Vikariat Apostolik Anatolia, Lembaga "Teman Bersama" dan Yayasan Menyenangkan dan Persahabatan. Saya mengajak semua orang untuk berdoa bagi orang-orang yang telah meninggal di bulan November, ini dan semoga peziarahan kalian ke Takhta Apostolik memperkuat kembali rasa kemilikan kalian terhadap satu keluarga gerejani.
Sebuah pikiran tertuju kepada orang-orang muda, orang-orang sakit dan para pengantin baru. Kemarin kita merayakan Peringatan Santo Martin dari Porres. Semoga amalnya yang besar menjadi teladan bagi kalian, orang-orang muda yang terkasih, untuk menjalani kehidupan sebagai sebuah karunia; semoga peninggalannya di dalam Kristus Sang Juruselamat mendukung kalian, orang-orang sakit yang terkasih, di saat penderitaan yang paling sulit; dan semoga kekuatan rohaninya memperkuat kalian, para pengantin baru yang terkasih, dalam perjalanan suami-istri kalian.
B.
"Non scholae sed vitae discimus - Kita belajar tidak hanya untuk sekolah, tetapi untuk hidup."
Inilah ungkapan khas dari Seneca, filsuf abad 3 SM. Ia mengajak kita untuk belajar bukan melulu dari bangku sekolah tapi dari kehidupan. Mengacu pada bac hari ini, Yesus memuji bendahara yang tidak jujur itu karna kecerdikannya dalam menjalani kehidupan.
Sebagai orang beriman, bersama dengan hari Jumat Pertama ini, kitapun diajak untuk terus belajar hidup cerdik, "CERdas dan terdiDIK" dengan modal dasar "PKI", antara lain:
1.Positif.
Yesus mengajak kita untuk belajar kecerdikan dari sang bendahara, BUKAN ketidakjujurannya.
Kecerdikan memiliki unsur kebijaksanaan, yakni melihat segi positif dari suatu masalah/pergulatan.
2.Kreatif.
Dalam situasi terjepit, bendahara itu mampu berpikir dan bertindak kreatif. Dengan mengurbankan bagian dari upah jasanya, ia dapat mengurangi beban hutang orang-orang yang meminjam dari majikannya sekaligus menyenangkan majikannya karna membereskan pembayaran dengan cepat.
3.Integratif.
Tindakan bendahara yang tidak hanya membuat org lain berhutang budi kepadanya tapi sekaligus menyenangkan hati majikannya ini membuat kelangsungan hidupnya di kemudian hari dapat terjamin. Inilah sebuah antisipasi bahwa hidup kita bukan hanya berpikir untuk hari ini tapi juga untuk ke depannya.
"Cari Sidik di pasar pagi - Mari hidup cerdik setiap hari."
C.
Something coming …
Viens.
Something unforeseeable and incomprehensible
Viens.
Tout autre …
Let every one say,
Viens
To every gift,
Viens, oui, oui.
Amen
“Sesuatu datang …
Datanglah!
Sesuatu yang tak teramalkan dan tak terpahamkan
Datanglah!
Yang Sama Sekali Lain
Biarkan setiap orang berkata,
Datanglah!
Kepada setiap pemberian,
Datanglah! Ya, ya.
Amin.”
Kini, Yang Lain itu telah datang.
Yang-religius itu telah kembali.
Dalam sebuah iman yang mengundang Yang Tak Mungkin ke dalam pangkuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar