REQUIESCAT IN PACE
Bpk Daoed Joesoef
Mendikbud tahun 1978 -1983.
Pemikir Kebangsaan, Pendidikan, dan Kebudayaan yang sangat bernas.
Selasa (23/1/2018), pukul 23.55 WIB.
@ Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan.
Dunia pendidikan di Indonesia kehilangan salah satu tokoh dan putera terbaiknya, Daoed Joesoef, yang meninggal dunia Selasa (23/1/2018) malam di RS Medistra Jakarta pada usia 91 tahun.
Informasi soal berpulangnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1978-1983 ini diperoleh dari Wakil Ketua Yayasan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Clara Joewono Rabu (24/1/2018) dini hari.
Jenazah Daoed disemayamkan di rumah duka, Jalan Bangka VII Dalam Nomor. 14, Jakarta Selatan dan hari ini dimakamkan di Pemakaman Giri Tama, Bogor, Jawa Barat secara militer. Almarhum sendiri meninggalkan seorang istri, Sri Sulastri; seorang anak, Sri Sulaksmi Damayanti, menantu, dan dua orang cucu.
Adapun Daoed Joesoef lahir di Medan Kota, Sumatera Utara, pada 8 Agustus 1926 dari pasangan Moehammad Joesoef dan Siti Jasiah asal Jeron Beteng, Yogyakarta.
Ia menempuh pendidikan di beberapa tempat, al:
HIS, Medan (1939);
MULO-Tjuu Gakko, Medan (1944);
SMA, Yogyakarta (1949);
Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (1959);
Program Master, Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis (1969);
Doctorat de L'Universite, Universite de Paris, Perancis (1965);
Docteur d'Etat es Sciences Economiques, Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis (1973).
Di masa revolusi, ia pernah bergabung dengan tentara Republik dengan pangkat terakhir Letnan. Dia keluar lalu menjadi guru dan sekolah lagi.
Daoed memperoleh gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1959) lalu meneruskan studi ke Universitas Sorbonne, Perancis. Ia sendiri meraih dua gelar doktor dari Sorbonne, yakni Ilmu Keuangan Internasional dan Hubungan Internasional (1967) serta Ilmu Ekonomi (1973).
Daoed Joesoef adalah juga salah seorang tokoh yang ikut mendirikan CSIS (Centre for Strategic and International Studies) dan pernah menjabat sebagai ketua lembaga yang sering disebut "think-tank" pemerintahan Orde Baru.
Dalam kehidupan sehari-harinya, Daoed Joesoef mempunyai kegemaran melukis. Ia juga dikenal oleh koleganya sebagai sosok yang memegang teguh prinsipnya.
Salah satu pernyataan khas Daoed Joesoef yang menampilkan dirinya sebagai figur yang punya prinsip tapi sungguh humanis sekaligus menghayati Pancasila dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika"-nya: "Ramadhan adalah bulan penuh ibadah, belajar pun bagian dari ibadah. Tapi kenapa justru sekolah harus libur." Ini dikatakan Daoed Joesoef ketika mengurangi hari libur selama Ramadan yang sebelumnya sebulan penuh.
Daoed Joesoef juga mempertanyakan pemimpin daerah yang membuat kebijakan menutup tempat hiburan selama Ramadhan: "Rumah makan pun ikut dipaksa tutup. Padahal, kalau kita melihat orang makan, sebenarnya justru menjadi ujian keimanan," kata Daoed Joesoef.
Tak cuma itu, dia juga mengusulkan agar Istana ikut merayakan Natal, bukan cuma Maulid Nabi Muhammad SAW. Soeharto menolak. Lalu Daoed membuat tradisi perayaan Natal Bersama di departemen yang dipimpinnya.
Daoed juga tak mau mengucapkan salam secara Islam bila menyampaikan sambutan sebagai menteri. Alasannya, dia dalam posisi sebagai pejabat publik di negara yang majemuk, bukan negara berdasarkan agama.
Ia juga mengajukan gagasan agar pendidikan agama tidak melulu diajarkan di sekolah. Menurutnya, pengajaran agama seharusnya tidak dijadikan urusan pemerintah karena merupakan urusan pribadi, hak prerogatif keluarga yang harus dihormati, dan tugas-kewajiban komunitas agama yang bersangkutan itu sendiri: "Negara sebaiknya tidak mencampuri soal-soal keyakinan religius," tulis Daoed.
Hujatan kepada Daoed, yang lahir di Medan, 8 Agustus 1926, kian deras. Keislamannya diragukan menilik namanya yang merupakan perpaduan dua nabi: Daud dan Yusuf. Daoed dituding telah melecehkan Islam cuma karena nama. "Saya bilang, siapa yang melecehkan, saya justru mengembalikan kemuliaan Islam," tegasnya.
Pada masa jabatannya sebagai menteri era Soeharto, Daoed Joesoef juga terkenal karena kebijakannya memperkenalkan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Melalui kebijakan NKK/BKK ini bertujuan untuk membersihkan kampus dari kegiatan-kegiatan berpolitik di masa pemerintahan Soeharto.
Menurut Joesoef, kegiatan politik hanya boleh dilakukan di luar kampus, sementara tugas utama mahasiswa adalah belajar. Melalui kebijakannya ini, Joesoef menghapuskan Dewan Mahasiswa di universitas-universitas di seluruh Indonesia dan praktis melumpuhkan kegiatan politik mahasiswa.
Selain itu, Daoed Joesoef juga dikenal sebagai penulis sebelum meninggal dunia pukul 23.55 tanggal 23 Januari 2018. Buku yang terkait dengan kisah hidupnya adalah “Emak Penuntunku dari Kampung Darat sampai Sorbonne” dan “Dia dan Aku”.
Di bidang ekonomi, Daoed-pun dikenal seorang ekonom dan akademisi bidang ekonomi moneter. Ia pernah menjadi Kepala Departemen Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia. Ia pernah ditawari posisi sebagai Gubernur Bank Indonesia menggantikan Sjafruddin Pawiranegara pada 1953. tetapi ditolaknya dengan alasan akan terikat dan tidak bisa bebas menuliskan idenya.
Daoed Joesoef juga pernah menolak menerima penghargaan Bakrie Award serta hadiah uang Rp 250 juta pada Agustus 2010. Ekonom lulusan Sorbonne University tersebut menjelaskan alasan penolakannya. Daoed Joesoef menjelaskan apa yang dia maksud mengusik rasa kemanusiaannya itu.
"Pak Daoed adalah sosok ilmuwan asketik, pikirannya lurus dan terjaga. Dia selalu menekankan peneliti CSIS untuk mengedepankan reasoned argument. Sikapnya teguh,” jelas peneliti senior dan Ketua Departemen Politik dan Hbungan Inernasional CSIS, Phillips J Vermonte
Bambang Pharmasetiawan, menantu Daoed Joesoef, mengatakan bahwa meninggalnya Daoed karena memang selain usia yang sudah tua, 18 tahun lalu juga pernah dipasang ring di jantungnya. "Ya karena jantungnya lemah, sudah pernah dipasang ring," tambahnya.
Saat ditanya mengenai sosok Daoed, Bambang merasa kehilangan atas figur yang setia dan mengayomi keluarga. "Sosok beliau orangnya tegas dan berkemauan keras, karena cenderung tegas dengan konsepnya dan dia setia sampai akhir hayatnya untuk concern di budaya dan pendidikan," jelas Bambang.
"...yang tidak baik adalah bila kita beramai-ramai membuat negara berkuasa untuk memaksakan kehendak pribadi pada semua orang. Agama terpaut pada hak asasi, di bidang privasi, atas keyakinan orang per orang, yang tidak bisa dipaksakan.” ― Daoed Joesoef.
"GOING HOME - BERPULANG - SOWAN GUSTI"
Berpulang, aku berpulang
Tenang dan damai, aku berpulang
Tidaklah jauh, lewati pintu terbuka
Tugas telah usai, tiada cemas tersisa
Bunda menanti, ayah pun menunggu
Banyaklah wajah yang kukenal,
dari masa lalu
Ketakutan lenyap, kesakitan hilang
Rintangan musnah, perjalanan usai
Bintang fajar terangi jalanku
Mimpi buruk hilang sudah
Bayang-bayang telah berlalu
Terang kini tiba
Di hidup abadilah aku
Tiada jeda, tiada akhir
Hanya ada kehidupan
Tersadar penuh, dengan senyuman
Untuk selamanya
Berpulang, aku berpulang
Bayang bayang telah berlalu
Terang kini tiba
Hidup abadi kumulai
Aku kini berpulang
---------
Going home,
I am going home
Quiet like some still day
I am going home
It's not far, just close by
Through an open door
Work all done, care laid by
Never fear no more
Mother's there expecting me
Father's waiting too
Lots of faces gathered there
All the friends I knew
No more fear, no more pain
No more stumbling by the way
No more longing for the day
Going to run no more
Morning star lights the way
Restless dreams all gone
Shadows gone, break of day
Real life has begun
There's no break, there's no end
Just a living on
Wide awake with a smile
Going on and on
Going home,
I am going home
Shadows gone, break of day
Real life has begun
I'm just going home
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
OBITUARI
Daoed Joesoef:
"Ketuhanan sebaiknya tak direduksi jadi agama. Jam pelajaran sekolah banyak terpakai buat pelajaran agama. Padahal agama bisa dipelajari di surau pada malam hari. Harusnya sekolah lebih mengajarkan ketuhanan (dan kemanusiaan)."
A.
Daoed di mata J. Kristiadi.
Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai, pendiri CSIS yang juga mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, sebagai sosok pendidik yang memuliakan pembangunan karakter. Baginya, Daoed juga sosok yang tak pernah melacurkan integritas.
Kesan ini disampaikan Kristiadi ketika mengenang sosok Daoed, yang meninggal dunia, pada Selasa (23/1/2018) pukul 23.55 WIB, di RS Medistra, Jakarta Selatan.
"Pak Daoed Joesoef salah satu tokoh pendidik yang konsekuen. Tidak cuma penalaran tapi juga dari perilaku hidupnya. Sangat menjaga integritas. Puritan betul. Uang satu senpun yang bukan miliknya pasti diganti, dikembalikan," kata Kristiadi.
Pak Daud Joesoef adalah pendidik yang membedakan pendidikan dan pengajaran. Pendidikan itu memang mengisi orang-orang muda menjadi berwatak luhur. Memuliakan kemanusiaan," lanjut dia.
Kristiadi mengatakan, selama ini, Daoed berupaya menjadikan pendidikan sebagai pembentuk jiwa kemanusiaan. Bagi Daoed, pendidikan bukan hanya soal mencetak keterampilan, tetapi juga membangun karakter sebagai manusia seutuhnya.
Oleh karena itu, lanjut Kris, Daoed tak hanya mengedepankan penalaran dalam mendidik. Ia juga menekankan penanaman nilai moral agar generasi bangsa menghayati nilai-nilai kemanusiaan.
Kristiadi mengatakan, Daoed sangat menjunjung tinggi profesi guru karena dari situlah tercipta profesi lainnya: "Sehingga bagi Pak Daoed Joesoef itu yang terkenal ungkapannya adalah profesi di dunia ini cuma dua. Satu guru, dua yang lain-lain," kata Kris.
B.
Daoed dan Cendana.
Daoed Joesoef merupakan seorang ekonom dan akademisi bidang ekonomi moneter. Ia pernah menjadi Kepala Departemen Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia.
Dengan latar belakangnya ini, pada tahun 1953, Daoed sempat ditawari untuk menjadi Gubernur Bank Indonesia menggantikan Sjafruddon Prawiranegara.
Tawaran itu ditolaknya dengan alasan independensi. Menurut Daoed, dalam Harian Kompas, 8 Agustus 2016, ia tak akan lagi bebas dan menulis jika menjadi Gubernur BI: "Saya menolak karena jika saya masuk BI, saya tidak lagi bebas menulis dan berpikir. Segala tulisan harus dikonsultasikan dengan atasan," ujar Daoed saat itu.
Ia lebih memilih tetap menjadi pendidik dan melanjutkan pendidikannya di Sorbonne, Paris. Pada 1964-1973, Daoed menempuh pendidikan di Sorbonne hingga meraih dua gelar doktor di Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis.
Di sana, ia menyusun sejumlah konsep penyelenggaraan negara dengan pendekatan multidisipliner: "Konsep itu terdiri dari pembangunan ekonomi nasional, pertahanan keamanan, dan pembangunan pendidikan," ujar Daoed.
Tawaran menjadi menteri menghampirinya sepulangnya dari Sorbonne. Presiden Soeharto memintanya menjadi menteri di Kabinet Pembangunan III. Bukan di bidang ekonomi, melainkan pendidikan.
Saat bertemu Soeharto di Cendana, Daoed pun menyampaikan konsep pendidikan yang disiapkannya.
Daoed mengatakan, ia kaget karena Soeharto mengaku sudah tahu konsep itu: "Itu sebuah misteri. Mungkin beliau tahu melalui Mohammad Hatta (mantan Wapres era Presiden Soekarno). Pasalnya, sebelum dipanggil Pak Harto, saya memang sempat menyampaikan konsep-konsep saya kepada Hatta. Entahlah," kata Daoed.
Daoed kemudian menyiapkan konsep pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan, yang membangun masa depan melalui pendidikan generasi muda.
Menurut dia, generasi muda adalah investasi besar bangsa: "Mereka harapan sekaligus manusia masa depan. Melalui pendidikan kita menyiapkan masa depan. Ada nilai investasi di sana dengan memberi generasi muda cukup ilmu," kata pembina CSIS ini.
C.
Daoed dan Emak.
"Alangkah bahagianya mempunyai emak. Dia yang membesarkan aku dengan cinta keibuan yang lembut. Dia yang selalu memberikan aku pedoman di dalam perjalanan hidup. Dia yang, di setiap langkah, tahap dan jenjang, membisikkan padaku dalam usahaku mengolah budaya kreatif, baik yang terpaut pada ilmu pengetahuan maupun yang menyangkut dengan seni. Dia yang tidak pernah mengecewakan, apalagi menyakiti hatiku. Satu-satunya duka yang disebabkannya adalah ketika dia harus pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya".
Untaian kalimat itu menjadi bagian dari epilog buku "Emak" karya Daoed Joesoef, tokoh pendidikan, yang pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan III di era Presiden Soeharto.
Pada Selasa (23/1/2018), Daoed berpulang, menyusul Emaknya.
Berbagai kenangan Daoed Joesoef soal emak, ibu yang melahirkan, mendidik, dan membesarkannya, meninggalkan kesan bagi mereka yang membacanya.
Buku "Emak" terbit pada tahun 2003, ketika Daoed berulang tahun ke-77. Buku setebal lebih dari 400 halaman itu menjadi memoar dan segala kenangan Daoed tentang emak sebagai sosok yang sempurna baginya.
Hampir semua bab pada buku ini, kecuali Bab I, selalu diawali dengan "Emak dan...".
Kenangan Daoed akan sosok emak tak hanya soal kelembutan kasih sayang, tetapi juga bagaimana emak menjadi "dunia" baginya. Dengan segala keterbatasannya, emak memperkenalkan banyak hal dengan caranya.
Daoed menyebut emak sebagai "jiwa rumah tangga".
"Kami tak berani membayangkan bagaimana jadinya hidup tanpa emak, walaupun dia sendiri sering mengatakan bahwa bapaklah yang membanting tulang menjadi pencari nafkah utama bagi seluruh keluarga," tulis Daoed, mengawali Bab I "Emak" (hal 1).
Secuplik kisah emak
Pada salah satu bagian bukunya, Daoed juga menggambarkan sosok emaknya sebagai seseorang yang punya prinsip, pendirian, dan kemauan yang kuat. Di Bab X "Emak dan Keretangin", Daoed menceritakan bagaimana emaknya ingin belajar naik keretangin (sepeda).
Alasannya sederhana, agar bisa pergi lebih jauh dalam waktu yang singkat dan bisa membawa belanjaan lebih banyak.
Ketika emak menyampaikan ini, tutur Daoed, ia, bapak, dan saudara-saudaranya terhenyak. Berikut percakapan emak dan bapak yang dituangkan Daoed pada bagian ini:
"Nik, kita ini tidak muda lagi," kata bapak sejenak kemudian.
"Sejak kapan ada pembatasan umur untuk berkeretangin?" sambut emak.
"Saya lihat nyonya-nyonya Belanda yang lebih tua daripada saya naik keretangin kesana-kemari. Dan badannya gemuk-gemuk lagi".
"Ya itulah, mereka lain sih...".
"Lain bagaimana? Mereka dan kita sama-sama manusia. Bedanya kan cuma di warna kulit. Akan saya buktikan bahwa saya pun bisa berkeretangin seperti perempuan-perempuan Belanda itu".
Emak terus berargumen dengan bapak soal keinginannya belajar berkeretangin. Si bapak khawatir, si emak menjadi bahan gunjingan para tetangga.
"Biarkan perempuan-perempuan sini menggunjing di belakang saya. Heran, kok mereka begitu benci pada kemajuan. Picik bagai katak di bawah tempurung," demikian pernyataan emak yang dikutip Daoed, menjawab kekhawatiran bapak.
Daoed mengungkapkan, jika emaknya sudah punya keinginan, maka ia akan berusaha mewujudkannya. Emak memutuskan akan membeli sepeda bekas dari tabungan yang dikumpulkannya dari hasil jahitan dan katering, sehingga tak mengganggu keuangan keluarga.
Banyak lagi kisah-kisah kenangan Daoed akan sosok emak tentang berbagai hal, soal pluralisme, agama, seni, keilmuan, dan sebagainya.
Pada akhir bukunya, Daoed juga menuangkan kesedihan saat emak berpulang setelah beberapa bulan ia berada di Sorbonne, Perancis, untuk melanjutkan studi.
"Emak meninggal beberapa bulan setelah aku sekeluarga berada di Paris. Ketika berita duka ini tiba, aku sedang bersiap-siap untuk mulai menempuh rangkaian ujian 'Doctorat d'Etat' di Sorbonne. Kalau aku berhasil menempuh program akademis tertinggi ini, aku akan menjadi orang Indonesia pertama yang bergelar doktor melalui program bergengsi ini. Jadi hal ini betul-betul merupakan satu tantangan bagiku. Emak pasti bangga melihat aku berani menerima tantangan ini," tulis Daoed.
Daoed melanjutkan, "Maka berita kepergian emak ke alam baka, memenuhi panggilan panggilan Allah SWT yang selama ini disembahnya lima kali sehari dalam sembahyang lima waktu, sungguh mengejutkan aku. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun".
Selamat jalan, Pak Daoed...
====
Nama Lengkap : Daoed Joesoef
Tempat, Tanggal Lahir : Medan Kota, Sumatera Utara, 8 Agustus 1926
Agama : Islam
Jabatan : Pembina Yayasan CSIS
PENDIDIKAN :
Umum:
- HIS, Medan ( 1939 )
- MULO-Tjuu Gakko, Medan ( 1944 )
- SMA, Yogyakarta ( 1949 )
- Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Jakarta ( 1959 )
- Program Master, Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis ( 1969 )
- Doctorat de L'Universite, Universite de Paris, Perancis ( 1965 )
- Docteur d'Etat es Sciences Economiques, Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis ( 1973 )
PERJALANAN KARIER, di antaranya:
Pekerjaan :
- Lektor Muda Universitas Indonesia (UI), Jakarta
- Lektor Universitas Indonesia (UI), Jakarta
- Lektor Kepala Universitas Indonesia (UI), Jakarta
- Asisten Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Jakarta ( 1956 )
- Dosen Ekonomi Moneter dan Keuangan Negara Universitas Indonesia (UI), Jakarta ( 1958 - 1965 )
- Kepala Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Jakarta ( 1962 - 1965 )
- Kepala Jurusan Umum Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Jakarta ( 1962 - 1965 )
- Kepala Jurusan Umum dan Ekonomi Pemerintahan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Jakarta ( 1964 - 1965 )
- Kepala Departemen Administrasi Umum Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Jakarta ( 1964 - 1965 )
- Direktur CSIS ( 1970 - 1973 )
- Anggota Research Council Centre for Strategic and International Studies-Georgetown University, Washington DC, AS ( 1976 - 1978 )
- Ketua Dewan Direktur CSIS ( 1983 - 1999 )
- Pembina Yayasan CSIS ( 1999 )
Pemerintahan :
- Staf Ahli Menteri Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( 1976 - 1978 )
- Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) ( 1983 - 1998 )
Legislatif :
- MPR dari Golongan Karya (Golkar) ( 1983 - 1988 )
Menteri :
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III ( 1978 - 1982 )
TNI/POLRI :
Kepangkatan :
- Letda ( 1950 )
PUBLIKASI :
- Buku : Borobudur. Penerbit : Kompas
- Artikel: Mengenai masalah di bidang Ekonomi, Keuangan , Perbankan, Filosofi, Pendidikan, Kebudayaan, Kesenian dan Ilmu-ilmu Ekonomi
- Buku : International Monetari Problems. Penerbit : CSIS ( 1971 )
- Buku : The Shift of International Politics towards Asia. Penerbit : CSIS ( 1971 )
- Buku : The Significance of Nixons Visit to Communist China. Penerbit : CSIS ( 1972 )
- Buku : Dua Pemikiran tentang Pertahanan dan Keamanan Indonesia. Penerbit : Yayasan Proklamasi-CSIS, Jakarta ( 1975 )
- Buku : Manusia, Masyarakat dan Alam Semesta. Penerbit : CSIS ( 1990 )
- Buku : Emak. Penerbit : Kurnia, Cetakan I ( 2003 )
- Buku : Emak. Penerbit : Kompas, Cetakan II ( 2005 )
PENGHARGAAN :
- Satyalancana Dwidya Sistha dari TNI-AL ( 1981 )
- Bintang Mahaputera Adipradana dari Pemerintah Republik Indonesia ( 1982 )
- Gelar Sutan Iskandar Muda Nasution dari Masyarakat Mandailing Tapanuli ( 1982 )
- Bintang Commandeur de L'Ordre des Arts et desa Letters dari Pemerintah Republik Perancis ( 1983 )
- Penghargaan Nugra Jasadaruna Pustaloka dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ( 2005 )
KELUARGA :
- Sri Soelastri, SH (isteri)
- 1. drh. Sri Sulaksmi Damayanti, M.Sc, Ph.D (anak)
- Dr. Ir. Bambang Pharmasetiawan, MSEE (menantu)
- 1. Natasha Primayanti Pharmasetiawan (cucu)
- 2. Garin Dwiyanto Pharmasetiawan (cucu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar