HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
SERI MONASTIK
SKETSA HISTORIOGRAFI MINI:
SEJARAH AWAL PARA RAHIB KRISTIANI
1. Asal usul hidup Kerahiban Kristen.
Gerakan hidup kerahiban mulai timbul sekitar permulaan abad IV, di padang gurun Mesir sekitar bengawan Nil.
Gerakan ini didorong oleh keinginan batin yang berkobar-kobar untuk menghayati hidup Kristen secara radikal dan konsekuen.
Mereka menjadi rahib bukan untuk mengajar atau merasul, melainkan dengan tujuan utama: mau menjalani dan menghayati cita-cita Injili sebaik dan seradikal mungkin.
Apakah sebetulnya cita-cita Injili itu? Intinya dapat dika-takan: bersatu seerat-eratnya dengan Allah melalui Kristus (hal ini diungkapkan dengan macam-macam cara, misalnya: Kerajaan Allah, Keselamatan, Kebahagiaan Kekal).
Untuk mencapai cita-cita ini mereka mengasingkan diri dari “dunia”, masuk ke dalam kesunyian gurun. Mereka menjalani laku tapa yang keras, mengingkari hal-hal duniawi dan berdoa tanpa kunjung henti.
Dorongan batin untuk menghayati cita-cita Injili seradikal mungkin ini dituangkan dalam macam-macam bentuk.
Umumnya dapat dibedakan dua golongan besar rahib: mereka yang hidup sendiri-sendiri disebut eremit. Dan para rahib yang hidup bersama dalam satu biara, disebut senobit.
Bapak dan tokoh eremit yang terkenal di Mesir ialah S. Antonius (250-356). Riwayat hidupnya dikarang oleh S. Atanasius. Sedang bapak para senobit ialah S. Pakhomeus (290-346).
Hidup dan ajaran para rahib Mesir ini berhasil diperkenalkan ke Gereja Barat, antara lain melalui tulisan-tulisan S. Atanasius, S. Hironimus dan Yohanes Kasianus.
Di antara para rahib Barat, S. Benediktuslah yang dapat dikatakan sebagai penegak dan bapak kerahiban Barat. Khususnya pengaruh S. Benediktus semakin meluas berkat Peraturan hidup kerahiban yang disusunnya.
2. Santo Benediktus Dan Peraturannya.
S. Benediktus lahir di Nursia, Italia, pada tahun 480 dari keluarga bangsawan. Sebagai mana layaknya putera-putera bangsawan waktu itu, pemuda Benediktus dikirim oleh ayahnya ke Roma untuk menuntut ilmu supaya kelak mendapat kedudukan terhormat dalam masyarakat. Namun tak lama sesudah tiba di Roma, Benediktus mengubah arah hidupnya.
S. Gregorius Agung, pengarang riwayat hidupnya mengatakan:
“Ketika didapatinya banyak mahasiswa bejat hidupnya, dibuatnya keputusan untuk meninggalkan dunia yang baru saja hendak dimasukinya itu. Sebab ia takut, kalau ia ikut mencicipi ilmu mereka, ia akan turut mereka tercebur ke dalam kebinasaan. Jadi ditinggalkannya studi, keluarga dan warisannya. Dipeluknya hidup kerahiban karena ia mau menyenangkan Allah semata-mata.
Dalam mengambil langkah ini ia sadar sepenuhnya bahwa ia mengurbankan ilmu. Ia sungguh berhikmat meskipun tak terpelajar”. Pergilah pemuda Benediktus ke Subiaco dan menjadi eremit dalam sebuah gua selama tiga tahun.
Rupanya Tuhan mempunyai rencana lain dalam hidup Benediktus. Ia mulai dikenal, banyak orang datang untuk meminta nasehat dan bimbingannya.
Kemudian ia berhasil mendirikan 12 pertapaan kecil, masing-masing beranggotakan 12 orang rahib dengan seorang pemimpin yang disebut Abas. MulaiIah ia merintis hidup senobit bagi para rahibnya.
Karena iri hati seorang imam bernama Florensius, Benediktus dan para rahibnya terpaksa mengungsi dari Subiaco ke Monte Cassino, dekat kota Napoli. Disana ia mendirikan pertapaan baru, yang sampai sekarang masih ada. Di sana ia menyusun sebuah anggaran dasar atau Peraturan yang mengatur hidup para rahibnya. Di sana pula ia tutup usia pada tanggal 21 Maret
547.
3. Ordo Cisterciensis/Trappist.
Pada tahun 1098, sejumlah rahib dari biara Benediktin di Molesme, Perancis, dipimpin oleh S. Robertus, Alberikus dan Stefanus Harding, meninggalkan biara mereka dan membuka hutan Citeaux (dekat kota Dijon) sebagai tempat untuk biara mereka yang baru.
Di Citeaux ini mereka menjalankan hidup bertapa secara keras, yang mereka anggap lebih sesuai dengan semangat asli S. Benediktus.
Mereka khususnya menekankan kesederhanaan dan kerja tangan, yang menurut hemat mereka sudah kurang mendapat perhatian di biara Molesme. Dan nama Citeaux inilah muncul nama Ordo Cisterciensis.
Beberapa waktu lamanya tak seorangpun mau menggabungkan diri dengan para rahib Citeaux, karena takut melihat cara hidup mereka yang keras.
Hal ini membuat para rahib gelisah dan putus asa. Siang malam dengan mencucurkan air mata mereka mohon panggilan kepada Tuhan.
Ternyata doa mereka tidak sia-sia. Pada tahun 1112, di luar dugaan, rahmat Allah mengirimkan pemuda Bernardus bersama 30 orang sanak saudara dan temannya sekaligus masuk biara Citeaux.
Berkat pengaruh S. Bernardus dalam beberapa dekade saja Ordo Cisterciensis meluaskan sayapnya di benua Eropa.
Sebelum S. Bernardus wafat pada tahun 1153, sudah tersebar hampir 350 buah biara Cisterciensis di seluruh Eropa.
Sayang kejayaan ini tidak bersifat langgeng. Sejak abad XIV kemerosotan mulai menggerogoti Ordo, kecemerlangan Cisterciensis semakin memudar.
Kemerosotan ini antara lain disebabkan juga oleh wabah penyakit pes, peperangan-peperangan, skisma dan timbulnya Reformasi Protestan. Meskipun demikian tiap kali ada biara-biara yang ingin membarui diri.
Dalam abad XVII ada biara-biara yang ingin kembali ke semangat asli dan menamakan diri biara-biara Observansi Tertib. Salah satu di antaranya adalah biara La Trappe yang dari tahun 1664- 1700 dipimpin oleh Abas De Rancé. Semangat pembaruan biara La Trappe mempunyai pengaruh besar terhadap biara-biara lainnya di Perancis.
Pada Revolusi Perancis (akhir abad XVIII) hampir semua biara Cisterciensis, baik di Perancis maupun di negara-negara lainnya, disapu bersih oleh Napoleon.
Sesudah jatuhnya Napoleon (1814) para rahib yang masih bertahan mendirikan biara-biara lagi.
Sejak waktu itu para rahib yang melanjutkan pembaruan La Trappe lebih dikenal sebagai rahib Trappist. Sebagian dari biara-biara Cisterciensis yang tidak mengikuti pembaruan La Trappe juga hidup kembali.
Dengan demikian dewasa ini ada dua Ordo Cisterciensis yaitu:
Sacer Ordo Cisterciensis (S.O.Cist.) yang juga disebut Ordo Cisterciensis Observansi Umum dan Ordo Cisterciensis Strictioris Observantiae (OCSO) atau Ordo Cisterciensis Observansi Tertib, yang juga dikenal sebagai Ordo Trappist.
Kedua Ordo tersebut terdiri dari biara-biara rahib dan biara-¬biara rubiah. Dengan kata lain kedua Ordo terdiri dari dua cabang, yaitu cabang pria dan cabang wanita.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
The Three Principal Exercise.
The Cistercian monks have the rules are the most important things for monks and they all give a big impact to our personal life, monks who do not obey them will not be true monks.
These rules are our legs and if we lost one of them, we shall not be able to stand up before the Lord. So, life in monastery is a balance between three principal exercise of monastic life :
• - Liturgy, our worship in the church and our personal prayer
• - Lectio, our spiritual reading and study
• - Labour, our work in the monastery
A.
First, The Liturgy is the most important element in the daily life in a monastery. It consists of the Opus Dei or Liturgy of the Hour celebrated seven times a day in the Church, as well as the daily Eucharist and personal prayer.
We believe that Opus Dei is a kind of instrument to exercise our loyalty to Lord God. This community prayers are the basics of our personal religious life. In his rule St Benedict devotes eleven chapters to the times and manner of celebrating the Liturgy in a monastery. Seven time of celebrating the liturgy in a
B.
Second, Lectio divina (spiritual reading and study) normally consists of the meditative reading of the Bible, though the Fathers and Doctors of the Church and other spiritual writers can be included in it.
The Lectio Divina has a number of element including the reading of the text, keeping the text in one’s heart by repetition, and spontaneous prayer in response to blessing receive as a result of listening to the text.
C.
Third, manual works . A monks certainly cannot live by prayer alone so monks need a work as our main income. St. Benedict said that a monk must live by his own hard work, not depent on the charity of others. So our ideal is to earn as much as we can of the income we need by our work, but at present we depend very much on charitable donations.
At last, I just want to say that since these three rules are the most important things for monks and they all give a big impact to our personal life, monks who do not obey them will not be true monks. These rules are our legs and if we lost one of them, we shall not be able to stand up before the Lord.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar