Ads 468x60px

YOHANES KASSIANUS: "PSG" - "PENULIS, SEJARAWAN, GURU ROHANI" A) PENULIS.



HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
SERI MONASTIK
YOHANES KASSIANUS: "PSG" - "PENULIS, SEJARAWAN, GURU ROHANI"
A)
PENULIS.
Sebuah analisa yang kering justru akan membuat karya Kassianus layu. Penyelidikan tentang sumber-sumbernya akan menunjukkan kepada kita bahwa keasliannya justru dalam menampilkan ide-ide tradisional yang dipopulerkan oleh pengarang.
Karangannya yang berbentuk prosa itu bergaya oratoris (mengajar), ditulis di dalam bahasa Latin yang menyenangkan dan mudah.
Di dalamnya terdiri atas kata-kata verbal yang berlimpahan, yang memberikan suatu irama yang sangat luas tetapi cukup berat. Konstruksi kalimat yang dicampur-aduk, banyaknya kutipan dari Kitab Suci memperlambat gerakan-gerakan kalimat itu.
Namun di dalamnya ditemukan tentang kehidupan: potret/jepretan, anekdote, adegan-adegan yang hidup menghiasi karya-karyanya itu.
Bahkan di sini Kassianus tidak mengajukan hal-hal yang baru: ia menggunakan suatu dasar-dasar literer, dan pasti juga, suatu tradisi lisan, tetapi ia menyusun kembali dengan caranya sendiri akan data-data yang dipinjamnya, dan memperkaya hal itu dengan wajah pribadi serta kutipan Kitab Suci (perbandingan yang paling sugestif ialah tentang dua jepretan tentang rahib dalam mangsa acedia atau kelembaman, 10,1-2 dari Institutiones).
Tulisan-tulisan Kassianus menunjukkan diri sebagai seorang penyelidik yang mendalam dan realis. Oleh intuisi, ia mencapai hubungan-hubungan dunia fisik dan tindakan dengan psikologi manusia.
Detail yang paling kecil mengungkapkan keseluruhan ide kesempurnaan: seperti perkakas rumah yang sederhana dan miskin dari pertapa di Skete; Paphnucius, yang berumur lebih dari 90 tahun, membawa tempayannya di atas pundaknya; Serenus yang menuangi santapan dengan kuah dan minyak yang lebih berlimpah yang diambilnya bersama para tamu; cara berjalan Abbas Cheremon yang telah dimakan usia cukup membuktikan kekerasannya; tamu Abas Paulus di Diolcos tidak lupa akan peniup yang nyaring yang diberikannya di tengah-tengah makan kepada seorang novis yang kurang bekerja melayani makan.
Sebuah contoh teladan diberikan lebih, daripada hanya kata merupakan prinsip utama bagi moralis yang mendasarkan ajarannya atas pengalaman. Orang tidak dapat lupa, sekali membacanya, sejarah janda, perawat sukarela dari seorang tua yang tidak menyenangkan, atau rahib sombong yang berkotbah dan mempersembahkan misa di hadapan seorang pembantu imaginer.
Bakat akan yang konkret dan indah itu masih dikuatkan dalam memilih perbandingan-perbandingan: nafsu keserakahan menjadikan rahib seperti burung rajawali, tinggi terbangnya, makan mayat-mayat yang dicari di dasar lembah; setan-setan bertindak seperti cara pencuri-pencuri yang membongkar sambil menuangi pasir, isi dari benda-benda yang dijumpainya di dalam kegelapan. Metafora militer dan gambaran permainan olimpiade adalah yang paling kerap, tetapi ia meminjam gambaran-gambaran pada dunia arsitektur, tontonan jalanan, dan memukat.
Gaya yang digambarkan itu menerangkan sebagai dari keberhasilan yang diperoleh oleh penulis Collationes itu. Itu tidak hanya dapat dibaca dengan senang, tetapi juga diperdengarkan dalam bacaan umum. Keluguannya yang menarik hati melebihi menusuk perhatian dan tidak takut membuat senyum.
Penulis nampak bagi kita sebagai seorang yang terpelajar, teliti dan luas pengetahuannya. Itu sebetulnya tidak memiliki tekanan ketulusan itu, jika orang itu bukan seorang asket yang berpengalaman.
Sebagai seorang yang rendah hati, ia hanya menghendaki sebagai seorang pelapor yang teliti yang menghasilkan “simplici sermone”, “fideli sermone”, apa yang dipelajarinya di dunia Timur. Cita-citanya pada keheningan tidaklah tanpa arti, tetapi ia merasa diri sebagai penabung harta kekayaan yang dianggap bukan sebagai miliknya dan merasa harus membagikannya kepada orang lain.
Di dalam Collationes, ia diberi suatu peranan yang terhapuskan dari penasihat bijaksana atau murid tanpa pengalaman.
Tidak mungkinlah mengatakan dalam ukuran mana Kassianus sendiri merupakan obyek dari anugerah-anugerah rohani yang dilukiskannya: orang sebetulnya menerangkan diri secara kurang baik, jika ia tidak mengenal anugerah-anugerah rohani itu, desakannya untuk menandai ciri-ciri yang tak terungkapkan dan bersifat pribadi dari pengalaman yang adikodrati itu.
Kassianus memiliki suatu perasaan yang aneh dari ukuran: itulah raut muka yang dominan dari fisionomi moralnya.
Asket itu merupakan seorang psikolog yang secara mengagumkan dipancangkan kepada yang nyata bila ia menulis: “Adalah lebih buruk kurang lunak dalam berpantang daripada kelemahan.”
Di dalam dirinya hikmah kebijaksanaan Romawi dipadukan dengan intelektualisme Yunani; tetapi diambil secara keseluruhan, kecenderungan pikirannya secara jelas terarah kepada hidup praktis: ia mengakui seorang pembimbing suara hati dan pengatur komunitas.
B)
SEJARAWAN DI BIDANG MONAKISME.
Kedua karya Kassianus, bersama dengan Riwayat hidup St. Antonius yang ditulis St. Athanasius, merupakan dokumen-dokumen yang paling instruktif tentang monakisme awal.
“Kalau Kassianus toh tidak melaksanakan suatu pengaruh yang begitu pokok atas perkembangan spiritualitas katolik, ia masih berjasa untuk dibaca dan dibaca kembali untuk hari-hari yang dibukanya bagi kita tentang semangat kerahiban abad V” (P. Rousselot).
Pengarang Institutiones itu telah mengumpulkan sejumlah informasi yang sangat penting. Ia tidak mengejar suatu tujuan historis, tetapi, tanpa memiliki suatu keberatan hati nurani dan kecermatan yang dituntut oleh prasyarat-prasyarat ilmiah kita, ia tahu membedakan apa yang datang dari Palestina, Mesir, Mesopotamia atau Kapadokia.
Sehubungan dengan sejarah masa lampau, ia menjadi gema dari tradisi-tradisi yang pasti terlalu simplistis, yang mengarah untuk mengikat monakisme kepada intuisi-intuisi apostolik.
Keterangan-keterangan yang dibawanya tentang keadaan-keadaan hal-hal pada abad kelima itu menarik. Peta yang indikasi-indikasi tipografisya mengijinkan untuk menggambarkan hal itu, menunjukkan diri sangat tepat tentang Mesir.
Orang masih berhutang kepadanya suatu pengetahuan yang tepat tentang pendirian monastik pertama di daerah Perancis Selatan.
Ia menyebut adanya Lerins, biara yang didirikan oleh Kastor di dekat Apt, para senobit dan anakorit yang menghuni pulau-pulau Hyères. Kita akan melihat mana pengaruhnya atas hidup membiara pada umumnya, tetapi jika benar bahwa “tak seorangpun membantu sekian besar seperti dia dalam pembentukan dan perkembangan hidup kerahiban di Barat”, maka orang mengerti bahwa bagi sejarawan institusi gerejani, ia merupakan salah satu sumber yang paling penting untuk dimintai nasihat.
C)
GURU ROHANI.
Terutama dia adalah salah seorang dari orang-orang klasik yang utama dalam spiritualitas kristen.
Data-data observasinya, ukuran, pengalamannya mengijinkan untuk menyusun suatu pokok ajaran yang gunanya disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan umum jiwa manusia.
Ia mempertahankan diri dari setiap pretensi mengenai keaslian. Ajarannya tetap merupakan suatu pernyataan hormat terhadap tradisi. Dan ia merupakan salah seorang dari saksi-saksi yang paling otentik dari tradisi itu. Kita akan menyaksikannya melalui penyelidikan ajaran-ajaran dan pengaruhnya. Sebelumnya, pengujian akan sumber mengijinkan kita untuk menempatkannya dalam aliran pemikiran di mana ia terjun.
D.
SUMBER-SUMBERNYA
A)
KITAB SUCI.
Ajaran Kassianus pada hakekatnya dari Kitab Suci. Suatu pandangan sekilas pada Index Scriptorium yang diajukan oleh Petschenig dalam terbitan buku Institutiones, cukup membuktikan betapa seluruh buku Perjanjian Lama dan Baru itu digunakan.
Murid pertapa itu tidak hanya membaca dan merenungkannya, tetapi mempelajarinya dengan rasa ingin tahu ilmiah yang sejati.
Di antara tangannya ia memiliki beberapa penerbitan naskah secara kritis (resensi) yang senang untuk membandingkan, dalam mempertimbangkan alasan-alasan dari pengutamaanannya.
Vulgate dari St. Hironimus baginya nampak lebih tinggi daripada versi-versi yang lain karena Vulgate mengikuti bahasa Hibrani yang paling dekat. Ia membelanya dari menghapus satu kata dalam membandingkannya dengan kutipan-kutipan kuno; lagipula, ia berkenan membetulkan suatu versi yang diterima oleh varian-varian yang sama-sama mungkin: kadang-kadang dari sebagian kepada suatu yang lain, ia sendiri mengutip teks yang sama secara berbeda.
Orang kagum bahwa tidak menemukan kesesatanpun dari ditil-ditil di antara sekian banyak kutipan yang mana harus dilakukan dengan hafalan. Memang Kassianus beberapa kali keliru, dalam asal sebuah teks pada satu dari Buku-buku yang diinspirasikan.
Cara mana ia menggunakan Kitab Suci itu membuktikan bahwa ia lebih merupakan murid yang berasal dari sekolah Alexandria daripada Yohanes Krisostomus. Segera ia memberatkan diri atas suatu bagian yang dari sana ia mengemukakan suatu pengajaran praktis.
Lebih kerap ia meminjam contoh-contoh atau kesaksian-kesaksian. Maka ia cocok dengan makna historis, tetapi ia menaruh syak wasangka atau suatu litteralisme yang terlalu sempit dan ingin memperhitungkan maksud pengarang suci. Ia terlalu masuk dari nilai “rohani” Kitab Suci untuk tidak mencari sampai menemukan arti-arti yang tersembunyi. Yang paling kerap ia berminat dalam arti moralnya.
B)
TRADISI YANG HIDUP
Kassianus mengikatkan nilai yang paling besar kepada tradisi. Baginya ia lebih setia karena keyakinan daripada metode.
Kita akan memahaminya lebih baik dalam membicarakan ajaran rohaninya. Suatu pertanyaan diajukan di sini yang sulit untuk dipecahkan: Sejauh mana ajarannya itu menghadirkan orang-orang dari tamu-tamunya di padang gurun? Kita akan melihat bahwa pengaruh bacaan-bacaannya rupanya sangat penting. Itu tetap kurang benar bahwa ajaran yang mana memberikan santapan padanya itu merupakan ajaran yang berlaku di antara para rahib Mesir.
Akhirnya, Kassianus sendiri menyesal karena tidak memegang “ad integrum” (secara utuh), segala sesuatu yang telah didengarnya.
Meskipun episode-episode tertentu menceritakan kepada kita dengan cara yang terlalu hidup untuk tidak historis, orang akan mengakui bahwa ia menggunakan suatu kumpulan kata-kata dan perbuatan-perbuatan para Bapa Padang Gurun Scete yang kemudian digunakan secara sama oleh pengarang Geronticon yang diterbitkan oleh Cotelier.
C)
BACAAN KASSIANUS SELAIN KITAB SUCI
Contra Nestorium mengungkapkan kepada kita seorang pengarang yang kuat akan aliran-aliran kesusasteraan polemik dari jamannya. Dalam karya-karya rohaninya, ia jauh dari mengutip seluruh sumbernya.
Dua kali ia menyebut secara eksplisit: Pastor Hermas. Memang tidak mustahil bahwa karya yang sama itu mempengaruhi atas konsep tentang cacat-cacat tertentu yang ditemukan pada Evagrius dan Kassianus.
Dalam pendahuluan dari buku Institutiones, pengarang kita menunjukkan bahwa St. Basilius dan St. Hironimus telah menulis sebelum dia untuk para rahib: ia menyatakan hormat terhadap bakat sastra mereka.
Dari St. Basilius ia mengutip dua kata hikmat. Pengaruh Regulae fusius tractate dapat dikenal dalam Collationes 11.
Dari St. Hironimus, Kassianus mengingatkan kembali tulisan asli dan terjemahan terutama Vulgate.
Dalam suratnya kepada Eustochium ia meminjam ketiga kategori rahib. Lagipula di sana Kassianus menambahkan jenis keempat.
Akhirnya orang mengetahui ikatan yang mengagumkan dan penuh kasih sayang yang mengikatnya terhadap St. Yohanes Krisostomus.
Dia sendiri telah membicarakannya dengan jelas dalam Contra Nestorium: “Haec quae ego scripsi, ille me docuit” (apa yang kutulis ini, dialah yang mengajarkannya kepadaku).
Pastilah pengakuan itu bernilai bagi keseluruhan karyanya. Terutama itu bernilai mungkin untuk penjelasan yang lebih dogmatik yang memenuhi Collationes 13.
Dengan mengakui hubungan kedua penulis itu, umpama dalam konsep mereka tentang apatheia sebagai ideal kesempurnaan kristiani, L. Wrzol menandaskan dengan alasan bahwa sehubungan dengan ajaran rohani, itu kurang berkenan dengan suatu pinjaman literer yang langsung daripada pengaruh sumber-sumber bersama.
Diamnya Kassianus perihal orang-orang yang mendahului, dari siapa ia pasti diilhami paling banyak dalam karya-karyanya rohani, pasti datang dari apa yang nama Origenes dan Evagrius tidak merupakan anjuran-anjuran pasti ketika ia menulis.
Melalui seluruh kebersamaan ajarannya, itu jelas pada aliran Alexandria yang dikumpulkan kembali oleh Kassianus. Dari sana kita akan menarik tanda-tanda utama dalam laporan sintetis kita.
Kita mencatat pengaruh itu dalam titik-titik yang membuat obyek pekerjaan yang lebih khusus: teori perihal cacat-cacat, konsep tentang ”ilmu pengetahuan rohani” dan kontemplasi.
Perihal kedua titik itu, Evagrius dan Origeneslah yang menyampaikan kepadanya inti dari pikirannya.
Selebihnya, kita berpikir dan kita akan membuktikannya, bahwa ia mesti menimba pada St. Ireneus beberapa garis fundamental dari antropologi kristianinya. Konsepnya tentang dosa asal, penebusan, mengingatkan tema-tema tertentu dari Adversus Hareses.
Pengaruh itu rupanya lebih mungkin di mana tulisan-tulisan uskup agung Lyon telah meninggalkan jejak-jejak dalam karya-karya yang keluar dari Lerins, yaitu suatu lingkungan yang secara sempit nyata terlihat pada dia di mana abas St. Victor menulis.
Dari pendidikannya, Kassianus memegang suatu pengetahuan yang diperdalam dari pengetahuan klasik profan. Pengaruh-pengaruh dari guru-guru kristen cukup untuk menerangkan dari mana datang kepadanya dasar filsafat “eklektik” (pilihan) yang menghasilkan benang kehidupan moral populer dari jamannya: Stoisisme, Aristotelisme, Neoplatonisme yang diletakkan di bawah ajarannya. Konperensinya tentang persahabatan rohani secara jelas sekali diilhami oleh De Amicitia, karangan Cicero.
Pada keseluruhan ketergantungan itu, Kassianus harus merupakan secara mendalam termasuk klasik. Namun orang hanya tahu terlalu mengingat bahwa pengaruhnya terutama merupakan buah dari keterikatannya pada Kitab Suci. Dari Kitab Suci itu datanglah baginya kecerdasannya yang mendalam akan kenyataan-kenyataan rohani.
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar