HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Sabtu, 30 Juni 2018
Hari Biasa Pekan XII
Ratapan (22:2.10-14.18-19)
(Mzm 74:1-2.3-5a.5b-7.20-21; Ul:19b)
Matius (8:5-17)
"Sanatio in radice - Penyembuhan dari akar."
Inilah salah satu istilah khas dalam perkawinan katolik ketika Yesus berkata: “Aku akan datang menyembuhkannya.” Ia datang untuk menjadi "healer-penyembuh" bagi setiap sakit kita secara mendasar.
Nah, belajar dari iman perwira Kapernaum dalam bacaan injili, ada beberapa sikap dasar jika kita ingin disembuhkan secara mendasar, antara lain:
1."Efektif":
Ia tidak malas tapi langsung datang kepada Yesus dan berani memulai komunikasi efektif sekaligus obyektif kepadaNya.
2."Afektif":
Ia bukan orang yang cuek tapi mau berpeduli pada hambanya yang sedang sakit dengan sepenuh afeksi/perasaan: “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita” (Mat 8:6). Ia menjadi majikan yang baik hati, menjadi "saluran/jembatan", membawa semua harapan hambaNya kepada Tuhan.
3."Kontemplatif":
Ia percaya bahwa Tuhan pasti menyembuhkan dan menyelenggarakannya, "Deus providebit". Inilah sebuah dimensi iman insani yang penuh kepercayaan imani karena punya relasi kemendalaman ("mengunyah-kunyah semua pengalaman) dengan yang ilahi setiap harinya. Ia mengajak kita untuk berani total menyerahkan juga kepada Tuhan dan membayangkan bahwa pasti ada banyak karya Tuhan yang nyata-nyata akan terus kita alami.
"Ada Kopassus makan indomie - Tuhan Yesus sembuhkanlah kami."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
A.
“Laudate nomen Domini – Pujilah nama Tuhan.”
Kisah tentang perwira Romawi yang datang kepada Yesus dan memohon kepadanya untuk kesembuhan hambanya yang sakit lumpuh itu sangat penting bagi kita.
Ia datang kepada Yesus tidak untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan hambanya. Ia beriman dan berbelarasa:
"Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh."
Kalimat inilah juga yang selalu kita katakan sebelum menerima Komuni:
"Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, bersabdalah sepatah kata saja maka saya akan sembuh!"
Jelas, bahwa perwira Romawi itu merasa tidak pantas menerima Yesus di rumahnya tapi ia tetap datang dan memohon dengan rendah hati kpd Yesus krn ia percaya sepenuh hati kepada kuasa Yesus.
Disinilah, perwira itu sekaligus mengajarkan bahwa beriman berarti mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan termasuk kesadaran bhw kita tdk layak/tdk pantas di mataNya.
Nah, kalau kita memang sedang sungguh merasa tak pantas/tak layak di hadapanNya, kita tidak perlu sll menerima komuni.
KHK (Kitab Hukum Kanonik) jelas menegaskan:
"Yang sadar berdosa berat, tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, jangan merayakan Misa atau menerima Tubuh Tuhan, kecuali ada alasan berat serta tiada kesempatan mengaku; dalam hal ini hendaknya ia ingat bahwa ia wajib membuat tobat sempurna, yang mengandung niat untuk mengaku sesegera mungkin" (Kan 916).
Ya, meski kita tak selalu menerima komuni, kita tetap diajak untuk datang dengan rendah hati supaya menerima rahmat Tuhan, karna rahmat Tuhan tak dapat dibatasi oleh peristiwa sakramen. Tuhan tetap hadir, memberi rahmat dan berkarya dalam kerapuhan diri.
"Baca firman di balai desa -
Makin beriman dan makin berbelarasa."
B.
Kutipan Teks Misa:
Allah itu kemurnian, bebas dari hawa nafsu, terpisah dari yang jahat. (St. Gregorius dari Nissa)
Antifon Pembuka (Mat 8:11)
Banyak orang datang dari Timur dan Barat, dan duduk makan bersama di dalam Kerajaan Surga dengan Abraham, Ishak dan Yakub.
Doa Pagi
Allah Bapa Maha Pengasih, orang yang secara sederhana berseru mohon pertolongan, tentu Kau dengarkan. Kami mohon, hadirlah di tengah-tengah kami, tinggallah di antara kami. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami, yang bersama Dikau dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Kedosaan telah membuat manusia hancur dan tak berdaya, seperti gambaran putra-putri dan dara-dara Yerusalem yang jatuh pingsan. Para nabi yang seharusnya menyuarakan yang benar, justru mengajarkan kesesatan. Satu-satunya harapan ialah bertobat dan kembali kepada Tuhan.
Bacaan dari Kitab Ratapan (22:2.10-14.18-19)
"Berteriaklah kepada Tuhan dengan nyaring, hai putri Sion."
Tanpa belas kasihan Tuhan memusnahkan segala ladang Yakub. Dalam amarah-Nya Ia menghancurkan benteng-benteng puteri Yehuda. Ia mencampakkan ke bumi, dan mencemarkan kerajaan serta pemimpin-pemimpinnya. Maka duduklah para tua-tua puteri Sion tertegun di tanah. Mereka menabur abu di atas kepala, dan mengenakan kain kabung. Dara-dara Yerusalem menundukkan kepalanya ke tanah. Mataku kusam dengan air mata, hatiku remuk redam. Hancur luluh hatiku karena reruntuhan puteri bangsaku, sebab kanak-kanak dan bayi jatuh pingsan di lapangan-lapangan kita. Mereka bertanya kepada ibunya, “Mana roti dan anggur?” Di lapangan-lapangan kota mereka jatuh pingsan seperti orang yang gugur ketika menghembuskan napas di pangkuan ibunya. Apa yang dapat kunyatakan kepadamu? Dengan apa aku dapat menyamakan dikau, ya puteri Yerusalem? Dengan apa aku dapat membandingkan engkau untuk dihibur, ya dara Sion? Karena luas bagaikan lautlah reruntuhanmu. Siapa yang akan memulihkan dikau? Nabi-nabimu melihat penglihatan yang dusta dan hampa bagimu. Mereka tidak menyatakan kesalahanmu guna memulihkan dikau kembali. Mereka mengeluarkan bagimu ramalan-ramalan yang dusta dan menyesatkan. Berteriaklah dengan nyaring kepada Tuhan, hai puteri Sion! Cucurkanlah air mata bagaikan sungai siang dan malam. Janganlah kauberi dirimu istirahat. Janganlah matamu tenang! Bangunlah, mengeranglah, pada malam hari, pada permulaan giliran jaga malam. Curahkanlah isi hatimu bagaikan air di hadapan Tuhan. Angkatlah tanganmu kepada-Nya demi hidup anak-anakmu, yang jatuh pingsan di ujung-ujung jalan karena lapar!
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan
Ref. Ya Tuhan, janganlah Kaulupakan terus-menerus umat-Mu yang tertindas.
Ayat. (Mzm 74:1-2.3-5a.5b-7.20-21; Ul:19b)
1. Mengapa, ya Allah, Kaubuang kami untuk seterusnya? Mengapa menyala murka-Mu terhadap kambing domba gembalaan-Mu? Ingatlah akan umat-Mu yang telah Kauperoleh pada zaman purbakala, yang Kautebus menjadi bangsa milik-Mu sendiri! Ingatlah akan gunung Sion yang Engkau diami.
2. Ringankanlah langkah-Mu ke tempat yang rusak terus-menerus; segala-galanya telah dimusnahkan musuh di tempat kudus. Lawan-lawanmu mengaum di tempat pertemuan-Mu dan telah mendirikan panji-panji mereka sebagai tanda. Mereka kelihatan seperti orang mengayunkan kepalan tinggi-tinggi.
3. Mereka siap menebas kayu-kayuan yang lebat; dan sekarang ukir-ukirannya seluruhnya dipalu mereka dengan kapak dan beliung; mereka menyulut tempat kudus-Mu dengan api, mereka menajiskan tempat kediaman nama-Mu sampai pada tanah.
4. Pandanglah kepada perjanjian, sebab tempat-tempat gelap di bumi penuh kekerasan. Janganlah biarkan orang yang terinjak-injak kembali dengan kena noda. Biarlah orang sengsara dan orang miskin memuji-muji nama-Mu.
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya
Ayat. (Mat 8:17)
Yesus memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.
Tuhan Yesus berkuasa menyembuhkan dan melenyapkan segala sakit-penyakit. Dia bisa "menjamah" dari jauh maupun mendekat dan memegang tangan kita. Hal yang diminta Tuhan dari kita ialah iman yang penuh kepada-Nya.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (8:5-17)
"Banyak orang akan datang dari timur dan barat, dan duduk makan bersama Abraham, Ishak, dan Yakub."
Pada suatu hari Yesus masuk ke kota Kapernaum. Maka datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan mohon kepada-Nya, “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh, dan ia sangat menderita.” Yesus berkata kepadanya, “Aku akan datang menyembuhkannya.” Tetapi perwira itu berkata kepada-Nya, “Tuan, aku tdak layak menerima Tuan di dalam rumahku. Katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit, ‘Pergi!’ maka ia pergi; dan kepada seorang lagi, ‘Datang!’, maka ia datang. Ataupun kepada hambaku, ‘Kerjakanlah ini!’ maka ia mengerjakannya.” Mendengar hal itu, Yesus heran dan berkata kepada mereka yang mengikutinya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel. Aku berkata kepadamu, Banyak orang akan datang dari timur dan barat dan duduk makan bersama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Surga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu sendiri akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” Lalu Yesus berkata kepada perwira itu, “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya. Setibanya di rumah Petrus, Yesus pun melihat ibu mertua Petrus terbaring karena sakit demam. Maka dipegang-Nya tangan wanita itu, lalu lenyaplah demamnya. Wanita itu lalu bangun dan melayani Yesus. Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan, dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu, dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Hal itu terjadi supaya genaplah sabda yang disampaikan oleh Nabi Yesaya, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.”
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya
U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran, dan hidup kami.
Renungan
Kitab Ratapan mengajak kita untuk bertobat lebih banyak lagi dan mencurahkan isi hati bagai air di hadapan Tuhan. Menjadi rendah hati itulah yang utama di hadapan Tuhan. Perwira yang rendah hati, yang ditunjukkan dalam Injil hari ini mendapatkan berkat yaitu kesembuhan hambanya. Kata-kata yang rendah hati itu seperti menjadi "mantra yang kuat". Kerendahan hati Yesus - Allah yang menjadi manusia - banyak membuat mukjizat bahkan pada mertua Petrus juga. Maukah kita menjadi rendah hati di hadapan Tuhan? Mari kita renungkan diri kita dan kita lakukan evaluasi diri pada akhir bulan ini.
Antifon Komuni (Mat 8:8)
Tuhan, saya tidak pantas menerima Tuhan di rumah saya. Tetapi, ucapkan kata sepatah, maka hamba-Mu akan sembuh.
Doa Malam
Yesus, tambahkanlah iman perwira yang rendah hati kepada kami. Kami mohon agar semakin nyatalah karya kuasa-Mu dalam diri kami sepanjang hidup kami. Sebab Engkaulah Allah kami, yang penuh belas kasih, yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa. Amin.
C.
Vatican City, 29 June 1933
Setiap tahun, pada perayaan Hari Santo Petrus dan Paulus, sebuah jala besar digantung pada pintu masuk Basilika sebagai kenangan pernyataan kata-kata Yesus kepada Petrus: “Ikutlah Aku dan akan Kujadikan kau penjala manusia.”
====
MADAH HARIAN PAGI (Sabtu, 30 Juni 2018)
O ratu kami yang mulya
Luhur tiada taranya
Engkau merangkul memangku
Tuhan Allah penciptamu.
Pintu yang ditutup Hawa
Dibuka putera bunda
Engkaupun turut berjasa
Membukakan gerbang surga.
Kami anggap tugas luhur
Untuk mengucapkan syukur
Dengan menyanyikan madah
Atas anugerah Allah.
Dimuliakanlah Bapa
Bersama Putra dan Roh-Nya
Yang melimpahkan kurnia
Kepada Bunda Maria. Amin.
DOA
Kami mohon, ya Tuhan, semoga dengan bantuan Santa Perawan Maria, kami dapat mengatasi segala bahaya dan menikmati damai-Mu. Demi Yesus Kristus, Putera-Mu dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa. Amin.
D.
WEJANGAN PAUS FRANSISKUS
DALAM DOA MALAIKAT TUHAN
29 Juni 2018 :
"TENTANG HARI RAYA SANTO PETRUS DAN SANTO PAULUS."
Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!
Hari ini Gereja, peziarah menuju Roma dan di seluruh dunia, berjalan menuju akar imannya dan merayakan Rasul Petrus dan Paulus. Jenazah mereka yang fana, tersimpan di dua Basilika yang didedikasikan untuk mereka, sangat disayangi oleh umat Roma dan banyak peziarah yang datang untuk menghormati mereka dari segala penjuru.
Saya ingin bersemayam pada Injil (Mat 16:13-19) yang ditawarkan Liturgi kepada kita pada Hari Raya ini. Injil menceritakan kisah yang bersifat fundamental bagi perjalanan iman kita. Inilah dialog yang di dalamnya Yesus menanyakan kepada para murid-Nya pertanyaan tentang jatidiri-Nya. Ia pertama-tama bertanya : "Kata orang, siapakah Putra Manusia itu?" (ayat 13). Dan kemudian Ia bertanya kepada mereka secara langsung : "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" (ayat 15). Dengan dua pertanyaan ini, Yesus sepertinya mengatakan bahwa satu hal adalah mengikuti pendapat yang dikenal luas, dan hal lainnya adalah bertemu dengan Dia dan membuka diri terhadap misteri-Nya : di sanalah orang menemukan kebenaran. Pendapat yang dikenal luas mengandung jawaban yang benar, tetapi sebagian; Petrus, dan bersama dia, Gereja kemarin, hari ini dan selalu, menanggapi, melalui rahmat Allah, Sang Kebenaran : “Engkau adalah Mesias, Putra Allah yang hidup!" (ayat 16).
Selama berabad-abad, dunia telah mengartikan Yesus dengan berbagai cara : seorang nabi besar dari keadilan dan kasih; seorang guru kehidupan yang bijaksana; seorang tokoh revolusioner; seorang pemimpi dari mimpi-mimpi Allah ... dan seterusnya. Banyak hal yang indah. Dalam obrolan tentang hal ini dan berbagai pengandaian lainnya, pengakuan Simon, yang disebut Petrus, rendah hati dan penuh iman, masih ada hingga saat ini, sederhana dan jelas : “Engkau adalah Mesias, Putra Allah yang hidup!" (ayat 16). Yesus adalah Putra Allah: oleh karena itu Ia hidup terus-menerus sewaktu Bapa-Nya hidup kekal. Inilah hal baru yang dikobarkan rahmat di dalam hati orang-orang yang membuka diri mereka terhadap misteri Yesus : kepastian non-matematis, tetapi bahkan lebih kuat, bersifat batiniah, setelah bertemu dengan Sang Sumber Kehidupan, Sang Kehidupan itu sendiri menjadi daging, kasat mata dan berwujud di tengah-tengah kita. Inilah pengalaman orang Kristiani, dan pengalaman tersebut bukanlah pahala diri kita orang-orang Kristiani, pengalaman tersebut bukanlah pahala kita, tetapi pengalaman tersebut berasal dari Allah, pengalaman tersebut merupakan rahmat Allah, Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Semua ini terkandung dalam jawaban Petrus : "Engkau adalah Mesias, Putra Allah yang hidup!".
Dan kemudian, jawaban Yesus penuh cahaya : “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (ayat 18). Pertama kalinya Yesus mengucapkan kata “Gereja” : dan Ia melakukannya dengan menyatakan seluruh cinta yang mungkin terhadap Gereja-Nya, mengartikan Gereja-Nya sebagai “Gereja-Ku”. Gereja-Nya adalah komunitas baru Perjanjian, tidak lagi berlandaskan pada keturunan dan Hukum Taurat, tetapi pada iman di dalam Dia, Yesus, Sang Wajah Allah. Iman yang diungkapkan oleh Beato Paulus VI, ketika ia masih menjadi Uskup Agung Milan, dengan doa yang mengagumkan ini:
"Ya Kristus, satu-satunya Pengantara kami, Engkau menghendaki kami : hidup dalam persekutuan dengan Allah Bapa; menjadi bersama Engkau, bahwa Engkaulah Putra tunggal dan Tuhan kita, anak-anak angkat-Nya; dilahirkan dalam Roh Kudus“ (Surat Pastoral, 1955).
Melalui perantaraan Bunda Maria, Ratu Para Rasul, semoga Tuhan memperkenankan Gereja, di Roma dan di seluruh dunia, untuk selalu setia kepada Injil, pada pelayanan mereka Santo Petrus dan Santo Paulus telah menguduskan kehidupan mereka.
[Setelah pendarasan doa Malaikat Tuhan]
Saudara-saudari terkasih,
Pagi ini, di sini di Lapangan Santo Petrus, saya merayakan Ekaristi dengan para kardinal yang baru diangkat dalam konsistori kemarin; dan saya telah memberkati Pallium dari para uskup agung metropolitan yang diangkat pada tahun lalu, yang berasal dari berbagai negara. Saya memperbarui sapaan saya dan harapan saya kepada mereka dan kepada orang-orang yang telah menyertai mereka pada kesempatan meriah ini. Semoga mereka selalu menjalankan pelayanan mereka bagi Injil dan Gereja dengan antusiasme dan kemurahan hati.
Dalam perayaan yang sama, saya menyambut dengan kasih sayang delegasi yang datang ke Roma atas nama Patriark Ekumenis, saudara saya yang terkasih, Bartolomeus. Kehadiran ini adalah tanda lebih lanjut dari perjalanan persekutuan dan persaudaraan yang, syukur kepada Allah, menjadi ciri khas Gereja-gereja kita.
Saya menyampaikan sambutan hangat kepada kalian semua, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok paroki, lembaga-lembaga, dan umat beriman secara pribadi yang datang dari Italia dan berbagai belahan dunia, terutama dari Republik Ceska, Pakistan, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Dan saya melihat bendera Spanyol : dari Spanyol ... Dan dari banyak negara lain.
Hari ini secara khusus saya menyapa kalian, umat Roma, pada pesta santo pelindung kota! Untuk ulang tahun ini, "Pro Loco" di Roma mempersembahkan [pertunjukan bunga] Infiorata tradisional, yang saya lihat dari sini, dilakukan oleh bermacam-macam artis, lembaga, dan sukarelawan. Terima kasih atas prakarsa yang indah ini dan atas dekorasi bunga yang mencolok!
Saya mengucapkan selamat pesta. Dan tolong, jangan lupa untuk mendoakan saya. Selamat makan siang dan selamat tinggal! (PS)
E.
HOMILI PAUS FRANSISKUS
DALAM MISA HARI RAYA SANTO PETRUS DAN SANTO PAULUS
@ LAPANGAN SANTO PETRUS (VATIKAN)
29 Juni 2018.
Bacaan Ekaristi :
Kis. 12:1-11; Mzm. 34:2-3,4-5,6-7,8-9; 2Tim. 4:6-8,17-18; Mat. 16:13-19.
Bacaan-bacaan yang baru saja kita dengar mengaitkan kita dengan Tradisi kerasulan. Tradisi tersebut “bukanlah penerusan benda atau perkataan, bermacam-macam benda yang tak bernyawa; Tradisi tersebut adalah aliran hidup yang mengaitkan kita dengan asal mula, aliran hidup yang di dalamnya asal mula itu pernah hadir” (Benediktus XVI, Katekese, 26 April 2006) dan menawarkan kita kunci menuju Kerajaan Surga (bdk. Mat 16:19). Sebuah Tradisi kuno namun selalu baru, yang memberi kita kehidupan dan memperbarui sukacita Injil. Tradisi tersebut memampukan kita untuk mengakui dengan bibir kita dan hati kita : “'Yesus Kristus adalah Tuhan', bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:11).
Seluruh Injil adalah jawaban atas pertanyaan yang ada di dalam hati umat Israel dan hari ini juga tinggal di dalam hati semua orang yang haus akan kehidupan : "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" (Mat 11:3). Yesus mengajukan pertanyaan itu dan menanyakannya kepada murid-murid-Nya: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" (Mat 16:15).
Petrus berbicara dan memanggil Yesus dengan gelar teragung yang mungkin ia berikan : “Engkau adalah Kristus” (bdk. Mat 16:16), Yang Terurapi, Yang Kudus dari Allah. Ada baiknya berpikir bahwa Bapa mengilhami jawaban ini karena Petrus telah melihat bagaimana Yesus “mengurapi” umat-Nya. Yesus, Yang Terurapi, berjalan dari desa ke desa dengan satu-satunya tujuan menyelamatkan dan menolong orang-orang yang dianggap hilang. Ia “mengurapi” orang mati (bdk. Mrk 5:41-42; Luk 7:14-15), orang sakit (bdk. Mrk 6:13; Yak 5:14), orang yang terluka (bdk. Luk 10:34) dan orang yang bertobat (bdk. Mat 6:17). Ia mengurapi dengan harapan (bdk. Luk 7:38.46;10:34; Yoh 11:2;12:3). Dengan pengurapan itu, setiap orang berdosa - orang yang tertindas, orang yang lemah, orang kafir, di mana pun mereka mendapati diri mereka - dapat merasakan menjadi bagian terkasih dari keluarga Allah. Dengan tindakan-tindakan-Nya, Yesus mengatakan dengan cara yang sangat pribadi : "Kamu milik-Ku". Seperti Petrus, kita juga dapat mengakui dengan bibir kita dan hati kita bukan hanya apa yang telah kita dengar, tetapi juga secara nyata yang kita alami dalam kehidupan kita. Kita juga telah dibawa kembali kepada kehidupan, disembuhkan, diperbarui dan dipenuhi dengan harapan oleh pengurapan dari Yang Kudus. Berkat pengurapan itu, setiap kuk perbudakan sungguh dihancurkan (bdk. Yes 10:27). Bagaimana kita bisa sungguh kehilangan kenangan penuh sukacita bahwa kita ditebus dan dituntun untuk menyatakan : “Engkau adalah Kristus, Putra Allah yang hidup!" (bdk. Mat 16:16).
Sangatlah menarik melihat apa yang mengikuti perikop Injil ini di mana Petrus mengakui imannya : “Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga” (Mat 16:21). Dia yang diurapi oleh Allah terus membawa kasih dan kerahiman Bapa sampai kesudahan. Kasih yang penuh kerahiman ini menuntut agar kita juga pergi ke luar ke setiap sudut kehidupan, untuk menjangkau semua orang, meskipun hal ini mungkin merugikan kita, "nama baik" kita, kenyamanan kita, status kita ... bahkan kemartiran.
Petrus bereaksi terhadap pemberitahuan yang sama sekali tak terduga ini dengan mengatakan : “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau" (Mat 16:22). Dengan cara ini, ia segera menjadi batu sandungan di jalan Mesias. Berpikir bahwa ia sedang membela hak-hak Allah, Petrus, tanpa menyadarinya, menjadi seteru Tuhan; Yesus memanggilnya "Iblis". Merenungkan kehidupan Petrus dan pengakuan imannya juga berarti belajar mengenali berbagai godaan yang akan menyertai kehidupan setiap murid. Seperti Petrus, kita sebagai Gereja akan selalu tergoda untuk mendengarkan "bisikan" dari si jahat, yang akan menjadi batu sandungan bagi perutusan. Saya berbicara tentang “bisikan” karena iblis menggoda dari persembunyian, agar niatnya diakui. “Ia berperilaku seperti seorang munafik, ingin tetap tersembunyi dan tidak diketemukan” (Santo Ignatius dari Loyola, Latihan Rohani, no. 326).
Ambil bagian dalam pengurapan Kristus, di sisi lain, berarti ambil bagian dalam kemuliaan-Nya, yang adalah salib-Nya : Bapa, muliakanlah Putra-Mu ... "Bapa, muliakanlah nama-Mu!" (Yoh 12:28). Di dalam Yesus, kemuliaan dan salib berjalan bersama-sama; keduanya tidak dapat dipisahkan. Begitu kita membelakangi salib, meskipun kita dapat mencapai tingginya kemuliaan, kita akan membodohi diri kita, karena itu bukanlah kemuliaan Allah, tetapi jerat sang seteru.
Seringkali kita merasakan godaan untuk menjadi orang Kristiani yang secara diam-diam menjauhi luka-luka Tuhan. Yesus menyentuh kesengsaraan manusia dan Ia meminta kita untuk bergabung dengan-Nya dalam menyentuh daging sesama yang sedang menderita. Memberitakan iman kita dengan bibir kita dan hati kita menuntut agar kita - seperti Petrus - belajar mengenali "bisikan" si jahat. Hal ini menuntut pembelajaran untuk membedakan dan mengenali "dalih" yang bersifat pribadi dan komunitas yang menjauhkan kita dari drama manusia yang sesungguhnya, yang menjauhkan kita dari hubungan dengan keberadaan nyata sesama dan, pada akhirnya, dari pengenalan akan kekuatan revolusioner dari kasih Allah yang lemah lembut (bdk. Evangelii Gaudium, 270).
Dengan tidak memisahkan kemuliaan-Nya dari salib, Yesus ingin membebaskan murid-murid-Nya, Gereja-Nya, dari kehampaan berbagai bentuk triumfalisme : berbagai bentuk kehampaan cinta, pelayanan, belas kasihan, kehampaan orang-orang. Ia ingin agar Gereja-Nya terbebas dari berbagai khayalan besar yang gagal menancapkan akarnya dalam kehidupan umat beriman Allah atau, lebih buruk lagi, mempercayai bahwa pelayanan kepada Tuhan berarti menyimpang dari jalan-jalan sejarah yang berdebu. Merenungkan dan mengikuti Kristus menuntut agar kita membuka hati kita kepada Bapa dan kepada semua orang yang dengannya Ia ingin dikenali (bdk. Santo Yohanes Paulus II, Novo Millennio Ineunte, 49), dalam pengetahuan yang pasti bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkannya umat-Nya.
Saudara-saudari terkasih, jutaan orang terus mengajukan pertanyaan : “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat 11:3). Marilah kita mengakui dengan bibir dan hati kita bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (bdk. Flp 2:11). Inilah cantus firmus yang harus kita kumandangkan setiap hari. Dengan kesederhanaan, kepastian dan sukacita mengetahui bahwa “Gereja bersinar bukan dengan terangnya sendiri, tetapi dengan terang Kristus. Terang Gereja berasal dari Sang Matahari Keadilan, sehingga Gereja dapat berseru : 'Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku' (Gal 2:20)” (Santo Ambrosius, Hexaemeron, IV, 8, 32). (PS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar