Ads 468x60px

Minggu, 28 Oktober 2018

HIK. HIDANGAN ISTIMEWA KRISTIANI.
HARAPAN IMAN KASIH.
Minggu, 28 Oktober 2018
Hari Minggu Biasa XXX
Yeremia (31:7-9)
(Mzm 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6, Ul:lh.3)
Ibrani (5:1-6)
Markus (10:46-52)
“Miserere nobis - Kasihanilah kami.”
Inilah seruan yang kita ucapkan ketika mendaraskan “Litani Hati Kudus Yesus” atau mendaraskan “Anak Domba Allah”.
Adapun hari ini kita juga diajak untuk belajar meminta belaskasihan seperti Bartimeus ("Bar" = anak, “Timeus: nama bapaknya) yang adalah seorang pengemis buta dan miskin serta tinggal di pinggir kota Yerikho, yang ikut berdesak-desakan mengerumuni Yesus.
Bicara soal orang buta dalam Kitab Suci, ada beberapa penyebabnya: Ada yang buta sejak lahir (Yoh 9,1), karena usia lanjut (Ishak: Kej 27,1; Eli: 1 Sam 3,2; Ahia: 1 Raj 14,4). Di luar itu kebutaan umumnya akibat penyakit mata.
Kebutaan sebenarnya juga dapat menggambarkan tipisnya kepekaan rohani, misalnya umat yang tak lagi mengindahkan Allah (Yes 42,18-19); orang yang duniawi belaka pikirannya (2 Kor 4,4) atau yang tak berbuat baik kepada sesama (2 Pet 1,9) dan yang membenci sesama (1 Yoh 2,11). Gereja Laodikea juga pernah dikatakan buta karena tidak menyadari kemerosotan rohani sendiri (Why 3,17).
Dalam buku saya, “TANDA” (RJK, Kanisius), “buta” sendiri bisa berarti “Banyak Urusan Tanpa Allah”.
Nah, bersama Bartimeus, pengemis buta yang miskin ini, kita diajak untuk memiliki “lux aeterna-cahaya abadi” dengan 3 sikap dasarnya, al:
1. Berseru minta belaskasihan:
Ketika Bartimeus mendengar bahwa Yesus datang, ia mulai berseru-seru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" Walaupun banyak orang menegornya supaya ia diam, namun semakin keras ia berseru: "Yesus Anak Daud, kasihanilah aku!"
Nah, tidak seperti bacaan kemarin dimana para rasul yakni Yakobus dan Yohanes berseru meminta kemuliaan, hari ini Bartimeus malahan mengajak kita berseru untuk meminta belaskasihan.
2. Bersikap terbuka dalam keseharian:
Selain di Yerikho, Yesus juga pernah menyembuhkan orang buta di Betsaida (Mark 8,22-25//Mat 9,29) dan kolam Siloam, Yerusalem (Yoh 9,1-41).
Kesembuhan orang buta ini biasanya terjadi karena adanya keterbukaan hati dan diri. Ketika orang banyak memanggil Bartimeus dan berkata kepadanya: "Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau," maka Bartimeus langsung menanggalkan jubahnya, segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus. Hati dan seluruh dirinya segera berbenah dari “keterbutaan” menuju “keterbukaan”.
Seperti Bartimeus yang terbuka dan menanggalkan jubahnya, adapun “tiga jubah” yang harus kita tanggalkan yang membuat kita sulit terbuka pada Tuhan dan sesama, yakni: kecurigaan-ketertutupan dan kesombongan hati.
3. Beriman di tengah pergulatan dan kehidupan:
Pemazmur meyakini bahwa keselamatan itu datang bagaikan terang bagi orang buta yang beriman (lihat Mzm 146,8; Yes 29,18; 35,5; 42,16.18; 43,8;Yer 31,8). Ketika Yesus bertanya, "Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?", dengan penuh iman Bartimeus menjawab, "Tuhan, supaya aku dapat melihat!" Dan mujizat diyatakan, "...seketika itu juga melihatlah ia."
Tidak seperti para rasul yang pada bacaan kemarin bersikap “cari aman”, Bartimeus mengajak kita untuk semakin mencari iman yang hidup di tengah keterbatasan dan kerapuhan diri: “Tuhan Yesus sembuhkanlah kami, orang buta - orang congkak hati. Dari mati hidupkanlah kami, dari dosa bersihkanlah kami, Tuhan Yesus.”
“Ikan paus dan cumi-cumi - Tuhan Yesus sembuhkanlah kami.”
NB:
A.
Renungan
01.
Kisah mukjizat penyembuhan Bartimeus dalam perikop hari ini merupakan mukjizat penyembuhan Yesus yang terakhir dalam Injil Markus karena kemudian langsung dilanjutkan dengan kisah Yesus, Anak Daud masuk ke kota Yerusalem, kota Daud untuk menyelesaikan tugas perutusan-Nya sebagai Mesias. Kisah penyembuhan ini merupakan klimaks sekaligus kesimpulan dari kisah sebelumnya. Dalam kisah sebelumnya sampai tiga kali Yesus memberitahukan kepada para murid tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya namun para murid tidak mampu memahaminya. Mereka seakan-akan tetap “buta”.
Kisah penyembuhan Bartimeus dari kebutaannya ini bisa dimaknai sebagai simbol usaha Yesus untuk menghalau kegelapan dalam hati para murid agar mampu memahami misteri sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Meskipun telah mengenal Yesus sebagai Mesias namun mereka tetap buta, buta terhadap jati diri-Nya, buta akan tugas perutusan-Nya, buta tentang cara-Nya melaksanakan karya penyelamatan. Kisah Bartimeus menjadi model atau contoh bagaimana hendaknya para murid bersikap. Kendati dilarang dan mendapatkan perlawanan dari orang banyak, Bartimeus tetap nekat, ngotot memohon agar disembuhkan dari kebutaannya. Dengan penuh keberanian, tanpa takut mengakui Yesus sebagai Anak Daud, Mesias yang dinantikan. Dan setelah disembuhkan dengan mantab tanpa keragu-raguan ia berjalan mengikuti-Nya di jalan salib, jalan penderitaan untuk ikut serta melaksanakan karya penebusan-Nya. Sikap itu didasari oleh keyakinan bahwa Yesuslah Sang Jalan yang benar (Kis 9:2; 19:9), yang akan menghantar kita menuju kehidupan dan kebahagiaan kekal.
02.
Dalam Perjanjian Lama kebutaan dipakai sebagai kiasan untuk meng-gambarkan ketidakmampuan baik umat maupun para pemimpin untuk mendengarkan dan mengindahkan kehendak Allah sehingga meskipun “melihat banyak tetapi tidak memperhatikan” (Yes 42:20; Yes 56:10).
Perjanjian Baru memakai kata “buta” dalam pengertian yang berbeda-beda. Yesus menyamakan orang Farisi sebagai orang buta yang menun-tun orang buta karena mereka tidak mampu membuat prioritas dalam hidupnya. Agar dapat menjalankan adat istiadat nenek moyang mereka malah melalaikan atau mengesampingkan perintah Allah (lih. Mat 15:14).
St. Paulus memakai kata “buta” untuk orang-orang yang tidak percaya karena hati dan pikiran mereka melekat pada urusan duniawi belaka (lih. 2 Kor 4:4). St. Petrus mempergunakannya untuk orang yang melalaikan entah kebajikan, pengetahuan iman, penguasaan diri, ketekunan berbuat baik, kesalehan maupun kasih kepada sesama (lih. 2 Ptr 1:5-9) dan St. Yohanes memaksudkannya untuk orang-orang yang membenci sesamanya (lih. 1 Yoh 2:11).
03.
Untuk pertama kalinya Yesus tidak melarang atau mencegah seseorang yang mengakui-Nya sebagai Anak Daud di depan umum. Gelar “Anak Daud” adalah gelar mesianik yang untuk pertama kalinya dipakai dalam Mazmur Salomo (17:21), sebuah literatur Yahudi kuno. Dalam Perjanjian Baru gelar itu dikenakan kepada Yesus (mis. Mrk. 10:47; Mat. 1:1; 21:9).
Orang Yahudi pada umumnya meyakini bahwa Mesias yang akan datang untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan, dari penjajahan, berasal dari keturunan Daud. Daud adalah raja Israel yang dipandang paling baik sepanjang sejarah bangsa terpilih. Matius menunjukkan bahwa pengharapan itu terpenuhi dalam pribadi Yesus ketika Dia memasuki kota Yerusalem dan mendapat sambutan yang luar bisa dari rakyat yang mengelu-elukan-Nya sebagai Anak Daud. Kehadiran Yesus seperti itu mengejutkan orang-orang Farisi yang memuncak dengan perdebatan tentang Mesias (Mat 22:41-46). Markus jarang sekali memakai gelar itu dalam injilnya. Sedang dalam Injil Matius gelar Anak Daud dipakai sembilan kali sebagai jawaban atas keberatan orang-orang Yahudi terhadap pengakuan Gereja bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Daud.
Melalui silsilah, Mateus dengan gamblang menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Daud karena memang mempunyai hubungan darah dengannya (lih. Mat. 2:2). Kalau orang Farisi tidak mengakui-Nya sebagai Mesias karena memang penampilan dan karya-Nya tidak cocok dengan pemahaman mereka akan Mesias yang akan datang. Keselamatan yang ditawarkan Yesus bukan keselamatan politis seperti yang menjadi dambaan umum pada waktu itu. Kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan rancangan Allah, bukan sebaliknya, Allah yang harus menuruti keinginan kita!
04.
Setelah dibawa menghadap-Nya, Yesus menanyakan keinginan Bartimeus. Karena dicekam oleh kerinduan untuk sembuh dan yakin sepenuhnya bahwa Yesus mampu menyembuhkannya, dengan mantab ia memohon agar disembuhkan. Imannya yang mendalam terungkap dalam gelar yang dipakai untuk menyebut Yesus yakni Anak Daud. Artinya Bartimeus yakin bahwa Yesuslah Sang Mesias yang dinantikan oleh banyak orang. Itulah sebabnya Yesus mengatakan bahwa iman Bartimeus telah menyelamatkannya. Karena iman itulah, impiannya menjadi kenyataan.
Dalam dunia kedokteran modern, iman pun berperan penting dalam proses penyembuhan. Bila seorang pasien memiliki semangat yang kuat untuk sembuh dan percaya penuh pada kompetensi dokter yang merawatnya, dia sudah mengalami setengah kesembuhan karena dengan penuh keyakinan dia akan menjalani proses penyembuhan dengan mentaati semua petunjuk dan nasehat dokter.
Kisah Bartimeus dapat dipakai untuk memahami proses perkembangan hidup rohani. Pengalaman rohani yang otentik berawal dari kesadaran akan “kebutaan” dan “kemiskinan”, akan kegelapan, kegelisahan, ketidakberdayaan dan ketidakbahagiaan.
Kesadaran ini membawa kita kepada kerinduan untuk berjumpa dengan-Nya yang dapat menyembuhkan dan memenuhi dambaan hati yang paling dalam. Namun agar dapat menjumpai-Nya, kita harus melepaskan diri dari kelekatan yang tidak teratur dan dari tekanan-tekanan lingkungan sekitar yang menghalangi kita untuk menjumpai-Nya.
Bila kita tekun dan gigih memperjuangkan yang baik, benar dan suci, kita akan berjumpa dengan-Nya yang menanyai, “Apa yang kau inginkan”. Bila kita menjawab, “Aku ingin melihat, Tuhan”, mata batin kita akan terbuka. Kita akan mampu melihat semua pengalaman, perjumpaan dan peristiwa hidup yang kita alami dalam kacamata iman. Kita akan mampu melihat campur tangan Tuhan di balik semua peristiwa hidup. Semakin kita mengikuti-Nya semakin kita bersatu dengan-Nya dan mengalami pengalaman yang mentakjubkan.
05.
Bartimeus juga dapat menjadi model kehidupan iman dan pribadi kita. Imannya kepada Yesus mengubah secara mendasar pola dan arah perjalanan hidupnya.
Di awal kisah dia digambarkan sebagai pengemis buta yang duduk di pinggir jalan, yang menggantungkan hidupnya pada belas kasih orang lain. Sebuah gambaran hidup yang pasif dan suram karena keterbatasan dan ketidakberdayaan yang menjadikannya tersisih, terpinggirkan dari hiruk pikuk kehidupan. Bartimeus digambarkan sebagai orang yang reaktif. Orang yang reaktif adalah orang yang reaksi atau respon atas hidupnya ditentukan oleh hal-hal di luar dirinya (kondisi fisik, cuaca, sikap atau perlakuan orang lain, situasi sosial di sekitarnya). Kehidupan emosionalnya seperti marah, tersinggung, sakit hati, putus asa, tidak berdaya, sedih, senang, bersemangat, nglokro ditentukan oleh pihak lain entah itu sesama atau suasana. Bartimeus senang bila orang lain memberinya sedekah tetapi murung bila tidak ada yang memperhatikannya.
Pada suatu ketika dia mendengar bahwa Yesus akan lewat di situ. Pendengaran itu menumbuhkan iman (bdk. Rom 10:17). Dan iman itu mengubah hidup Bartimeus dari reaktif menjadi proaktif. Dia sadar bahwa Dia sendirilah yang bertanggungjawab atas hidupnya maka dia mengambil inisiatif untuk bertindak menciptakan keadaan dan bukan dikuasai oleh keadaan. Dengan demikian dia dapat mengatur, mengontrol emosi dan respon terhadap lingkungan sekitar. Pilihan tindakannya dan emosi yang menyertainya didasarkan pada nilai yang dipilih dan diyakininya. Fokus hidupnya bukan pada kekawatiran, masalah, kesulitan atau keterbatasan tetapi pada peluang, kesempatan, sisi positif.
Pilihan fokus hidup itu menciptakan optimisme, keyakinan dan harapan. Mengubah “seandainya” dengan “menjadi” dan mampu merumuskan tujuan hidupnya serta mempunyai komitmen untuk berusaha mewujudkannya. Bartimeus kemudian bangkit berdiri dan berteriak mohon pertolongan Tuhan. Meskipun dicegah oleh banyak orang tetapi dia tetap nekat berteriak memohon pertolongan-Nya. Ketika Yesus memanggilnya dengan segera ia menanggalkan jubahnya dan dengan cepat menjumpai Yesus.
Bagi seorang pengemis seperti Bartimeus, jubah adalah milik yang paling berharga yang biasa dipakai untuk selimut atau alas tempat duduk. Dengan tindakan simbolis “menanggalkan jubah” maksudnya kita harus mau meninggalkan semua yang kita anggap berharga atau yang menjadi andalan kita yang bisa merintangi perjalanannya menuju Yesus. Setelah disembuhkan dia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Jalan penderitaan yang membawa kepada kebangkitan dan kemuliaan.
06.
Untuk membedakan seorang yang reaktif dan proaktif kisah singkat ini kiranya bisa membantu:
Seorang ibu merasa heran melihat sikap sahabatnya yang belanja bersamanya itu tetap tenang, santun dan sabar meskipun pelayan toko melayani mereka dengan muka cemberut, kasar dan kurang sopan. Saking herannya ibu itu bertanya pada sahabatnya, “Kenapa mbakyu masih bisa tenang dan sabar menghadapi pelayan toko yang kurang ajar itu. Aku jengkel banget dengan sikapnya yang kasar itu. Bukankah pembeli adalah raja, jadi dia harus melayani kita dengan sopan!”. Dengan tenang sahabatnya itu menjawab, “Kalau pelayan itu sedang jengkel atau bad mood itu kan urusannya sendiri. Bukan urusan kita. Aku tidak mau hidupku ditentukan oleh dia. Aku sendirilah yang harus menentukan hidupku. Tersinggung atau tidak itu kan sebuah pilihan. Aku tidak mau mengotori hati dan pikiranku dengan kemarahan hanya karena sikapnya yang tidak sopan”. Kebahagiaan memang tidak berasal dari di luar sana tetapi berasal dari sini, dari dalam hati ini.
Berkah Dalem.
B.
BYAAR! MELIHAT KEMBALI - KE ATAS!
Diceritakan dalam petikan kali ini (Mrk 10:46-52) bagaimana Bartimeus, seorang pengemis buta, ikut berdesak-desakan mengerumuni Yesus yang sedang berjalan lewat Yerikho. Ia berseru minta dikasihani oleh Yesus yang dipanggilnya sebagai "anak Daud", gelar Mesias yang dinanti-nantikan banyak orang itu. Kendati orang banyak menyuruhnya diam, ia terus berteriak dan makin keras. Mendengar itu Yesus menyuruh membawa Bartimeus mendekat untuk ditanyai ingin apa darinya. Ketika ia minta agar bisa melihat kembali, Yesus mengatakan bahwa imannya telah menyelamatkannya. Saat itu juga Bartimeus dapat melihat kembali dan mulai mengikuti Yesus dalam perjalanannya. Marilah kita tengok terlebih dahulu perihal orang buta dalam Alkitab sebelum mengamati beberapa peristiwa Yesus menyembuhkan orang buta dan menafsirkan kisah Bartimeus ini.
ORANG BUTA DALAM ALKITAB
Orang bisa buta sejak lahir (Yoh 9:1), atau berkurang penglihatannya karena usia lanjut (Ishak dalam Kej 27:1; Eli dalam 1Sam 3:2; Ahia dalam 1Raj 14:4). Di luar itu, kebutaan umumnya akibat penyakit mata yang kasep. Hukum agama dan hukum adat melindungi orang-orang buta (seperti halnya juga janda, musafir, orang sakit, orang miskin, dst.). Ada ancaman keras jangan sekali-sekali menyesatkan atau membiarkan orang buta tersandung (Im 19:14 dan Ul 27:18). Hukum-hukum ini keramat. Tipe orang saleh seperti Ayub bisa berkata sudah menjalankan kebaikan terhadap orang buta (Ayb 29:15).
Kebutaan Saulus (Kis 9) dipakai untuk menyadarkannya bahwa hingga saat itu ia "buta" akan kehadiran Yesus. Selain itu, kebutaan fisik membuatnya kini makin menghargai kebesaran Allah yang mengasihani orang buta seperti dia lewat orang yang mengantarkannya mencari kesembuhan di Damsyik - di sana ia juga menerima baptisan, yang dimengerti secara teologis olehnya nanti dalam Rm 6:5 sebagai ikut mati, dikubur, dan dibangkitkan kembali bersama dengan Kristus.
Kebutaan bisa didatangkan sebagai hajaran kekuatan gaib, misalnya Saulus/Paulus dengan kekuatan matanya menyihir buta seorang nabi palsu bernama Baryesus alias Elimas yang menjalankan praktek santet di Pafos di Pulau Siprus (Kis 13:11). Sambil berdoa Elisa menenung buta sepasukan orang Aram (2Raj 6:8 dst.). Malaikat Allah membutakan mata orang-orang Sodom yang berniat berbuat keji terhadap mereka yang menyamar sebagai tetamu Lot (Kej 19:1). Praktek merusak mata lawan juga dikenal, misalnya orang Filistin mencungkil mata Simson (Hak 16:22), Nebukadnezar membutakan Zedekia (2 RW 25:7).
Kebutaan dapat menggambarkan tipisnya kepekaan rohani, misalnya umat yang tak lagi mengindahkan Allah (Yes 42:18-19), malah pemimpin umat juga buta (Yes 56:10); juga orang yang duniawi belaka pikirannya (2Kor 4:4) atau yang tak berbuat baik kepada sesama (2 Ptr 1:9) dan yang membenci sesama (1Yoh 2:11). Gereja Laodikea dikatakan buta karena tidak menyadari kemerosotan rohani sendiri (Why 3:17). Orang Farisi diibaratkan orang buta menuntun orang buta (Mat 15:14; Luk 6:3).
YESUS DAN ORANG BUTA
Seperti diutarakan dalam Mat 11:5 dan Luk 7:(21-)22, dalam menjawab pertanyaan Yohanes Pembaptis, Yesus menyebut penyembuhan orang buta sebagai salah satu tanda bahwa dirinya itu tokoh yang telah lama dinanti-nantikan orang banyak. Hal ini berhubungan erat dengan gagasan Alkitab bahwa keselamatan datang bagaikan terang bagi orang buta (lihat Mzm 146:8; Yes 29:18; 35:5; 42:16.18; 43:8; Yer 31:8).
Tiga kejadian penyembuhan orang buta diceritakan secara khusus dalam Injil-Injil:
Di Betsaida (Mrk 8:22-25; Mat 9:29): Markus melaporkan bahwa orang buta yang diludahi matanya dan ditumpangi tangan oleh Yesus mulai bisa samar-samar melihat kembali dan baru pulih sepenuhnya ketika matanya ditumpangi tangan sekali lagi. Matius mengandaikan pembaca mampu membayangkan tiap tindakan Yesus itu dan hanya melaporkan Yesus "menjamah mata" si buta. Akan tetapi, Matius menekankan orang buta itu ditanya dulu apa sungguh percaya Yesus bisa menolong mereka.
Mengenai peristiwa di Yerikho (Mrk 10:46 dst.; Luk 18:35 dst.; Mat 20:30 dst.) Markus dan Lukas berbicara tentang Bartimeus si buta yang menjadi peminta-minta, tapi entah bagaimana Matius menambahkan orang buta yang lain sehingga penyembuhannya terjadi pada dua orang buta tanpa nama. Boleh jadi ingatan Matius agak rancu dengan peristiwa yang pernah diceritakannya sendiri dalam Mat 9:27-29. Bagaimanapun juga si buta itu, satu atau dua orang, berteriak minta tolong, "Anak Daud, kasihanilah...!" Dan Yesus langsung berbuat sesuatu. Tak perlu heran, menurut adat dan hukum orang buta wajib ditolong (lihat catatan di atas), apalagi kalau yang bersangkutan mengimbau kewajiban keramat Mesias untuk menunjukkan belas kasihan ilahi.
Di Yerusalem (Yoh 9:1-41, orang buta sejak lahir), Yesus meludah ke tanah dan membuat lumpur yang dipoleskannya pada mata orang buta sejak lahir itu lalu menyuruhnya pergi berendam di kolam Siloam dan kembali ke Yesus dan penglihatannya kini beres. Penyembuhan ini terjadi dengan maksud menunjukkan betapa karya Allah nyata-nyata terjadi dalam diri orang buta sejak lahir itu (ay. 3).
Yesus bertindak seperti penyembuh paranormal zaman itu, lengkap dengan gerak-gerik magis-ritual dan penyebutan syarat-syaratnya segala. Injil kadang-kadang merekamnya, kadang-kadang hanya mengandaikan pembaca sudah tahu dan bisa membayangkannya sendiri.
DIALOG IMAJINER DENGAN BARTIMEUS
TANYA: Pak Bartimeus, kenapa kok Anda bersikeras minta tolong kepada Yesus? Apa Anda tidak takut orang banyak yang mengomeli Anda?
BARTIMEUS: Itu hakku, bukan? Yesus itu kan Mesias keturunan Daud, betul kagak? Ia tidak bakal mengingkari kewajibannya kepada orang kayak gue-gue ini. Dan ngapain takut sama orang banyak? Mereka kan tidak bakal berani menjegalku, situ kan ahli Kitab Suci, apa kata Im 19:14 dan Ul 27:18?
TANYA: Okay, Pak. Lain hal, apa yang Anda rasakan waktu Yesus tanya ingin apa darinya?
BARTIMEUS: Wah, dag-dig-dug! Sampai saat itu aku pikir aku ini kena hukuman Allah kayak orang Aram atau orang kota Sodom, atau dukun belang yang kalian kenal dari Kitab Suci. Kebetulan Yesus lewat Yerikho. Dengar-dengar ia mengajarkan Allah itu Bapa yang baik. Ini perkara baru. Tapi kurang jelas apa juga berlaku bagi orang seperti aku ini. Maka mau tanya langsung kepadanya. Tahu-tahunya ia malah nyuruh aku datang mendekat dan bertanya aku mau dia lakukan apa bagiku. Lha, tentu saja gue bilang pengin bisa ngeliat kembali. Saat itu juga rasanya byaar!
TANYA: Omong-omong, persisnya Injil-Injil melaporkan "byaar" Anda itu tadi itu sebagai "saat itu juga ia bisa melihat kembali". Apanya yang "kembali"? Soalnya begini, sabar ya Pak, teks Injil mengatakan Anda itu "ana-eblepse". Lha, "eblepse", aorist orang ke-3 tunggal, artinya "mulai melihat" itu memiliki awalan "ana-" yang mengandung makna "kembali". Jadi, dengan "byaar" tadi Anda mulai bisa melihat hal-hal seperti dulu lagi. Tetapi awalan "ana-" itu juga berarti "ke atas", jadi "ana-eblepse" itu juga "mulai bisa memandang ke atas". Yesus sendiri misalnya ketika hendak memberi makan lima ribu orang dikatakan dalam Mat 14:19 "... menengadah -- ana-eblepsas) ke langit lalu mengucap syukur..." Apa Anda setuju dikisahkan dalam Injil-Injil dengan kata "ana-eblepse" yang sarat dengan dua nuansa itu?
BARTIMEUS: Waduh, waduh, terima kasih diajari Yunani! Memang cerita Injil-Injil itu jitu. Dalam "byaar" tadi rasa-rasanya mulai tampak juga apa yang dilihat Yesus ketika ia menengadah.
TANYA: Lha apa itu?
BARTIMEUS: Situ belum tahu? Kursus kilat Yunani saya balas dengan kursus kilat iman. Yesus bilang sama gue, "Imanmu sudah menyelamatkanmu." Ia tahu saat itu saya "byaar" dan mulai bisa juga melihat yang dilihatnya seperti ketika ia menengadah tadi. Inilah yang dia maksudkan. Aku mulai makin tertarik ikut melihat yang betul-betul dilihatnya, bukan hanya langit saja tapi siapa yang di sana. Karena itu, aku ikuti dia. Tiap hari aku mendengarkan ia bercerita mengenai Bapanya yang ada di surga, yang di atas sana. Maka Mrk 10:52 bilang tentang aku yang mantan pengemis buta ini "lalu ia mulai mengikutinya dalam perjalanannya". Maksudnya, jalan menuju Bapanya - tafsir ini ndak bisa Anda raih dengan eksegese tok lho, karena hanya terjangkau dalam iman yang disebut Yesus tadi. Luk 18:43 mengatakan yang sama ketika bilang tentang diriku "lalu ia mulai mengikuti dia sambil memuliakan Allah". Allah yang makin kupandangi dalam mengikut Yesus.
Pada akhir tanya jawab itu, terbayang Bartimeus berjalan mengikuti Yesus - ia yang tadi buta itu kini menuntun kita semua mulai memahami apa makna mengikuti Yesus dalam perjalanannya. Ia juga bukan peminta-minta lagi, ia bisa memberi banyak. Apa rekan-rekan berkeberatan bila dikatakan perjumpaan Bartimeus dengan Yesus itu justru karena si buta ingin lebih tahu cerita Yesus tentang Bapanya yang di atas sana, di surga, dan dalam hubungan ini ia memperoleh kembali penglihatannya?
C.
"Salvator Mundi - Penyelamat Dunia."
Inilah salah satu gelar untuk Yesus yang selalu hadir untuk membawa keselamatan, "shalom" bagi semua orang.
Mengacu pada Injii, kita melihat seorang buta. Ia menjalani rentang waktu yang panjang tersebut dengan penuh penderitaan karena dirasuki roh sehingga sakit buta.
Hal inilah yang membuat Yesus menyelamatkannya dengan tiga langkah, antara lain:
1. Tegak.
Ia hadir dengan opsi yang jelas yakni menghadirkan Kerajaan Allah, prinsipnya jelas "salus animarum suprema lex-hukum yang terutama itu adalah keselamatan jiwa."
2. Tergerak.
HatiNya tersentuh melihat derita orang lain. Ia tidak cuek tapi mudah ber-belaskasihan/ber-empati pada banyak orang yang berkekurangan.
3. Bergerak.
Inilah Gerakan Yesus. Ia bukan hanya menjadi teacher/guru atau prayer/pendoa tapi Ia juga menjadi healer/penyembuh. Ia bergerak dan bekerja menolong orang lain dan membebaskannya dari segala bentuk derita. Ia melakukannya dengan tindakan dan kerja nyata, tanpa banyak teori basa basi karna gerakannya adalah gerakan hati nurani, tulus-lurus dan kudus.
Paus Fransiskus sendiri selalu mengajak kita untuk menjadikan Gereja sebagai "rumah sakit di medan perang", yakni menjadi "tempat" bagi semua orang yang "sakit" karena arus dunia sekarang ini.
Bagaimana dengan hidup kita dan gereja kita sendiri? Sudahkah kita menjadi "salvator mundi", penyelamat penyelamat dunia, yang siap tegak-tergerak dan bergerak di tengah banyak penderitaan sesama secara nyata?
“Makan jamu di rumah pak Johan - Syukur kepadaMu ya Tuhan."
D.
"Pohon Ara."
Bicara lebih lanjut soal pohon ara, mereka kerap dihubungkan dalam janji-janji Allah tentang kemakmuran dan dalam peringatan-peringatan para nabi.
Sering mereka juga ditanam bersama pohon anggur (Luk 13:6), suatu hal yang menghasilkan ungkapan terkenal: "berdiam masing-masing di bawah pohon anggur dan pohon aranya," yang melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang berlanjut terus.
Hasil buah yang banyak juga merupakan tanda perdamaian dan karunia Allah.
W Corswant dalam "A Dictionary of Life in Bible Times" (1960) menjelaskan tentang tiga macam buah berurutan, al:
1. Buah ara musim kemarau atau buah paling akhir, yang merupakan tuaian pertama dari bulan Agustus sampai musim dingin.
2. Buah ara hijau atau buah musim dingin.
3. Buah ara bungaran, yang masak sebelum musim kemarau, yang paling digemari karena segar dan enak.
Agaknya Yesus berharap akan mendapati buah ara hijau di pohon yang dikutiNya. Disinilah, apapun jenis pohon ara kita masing2, kita-pun diajak untuk berani bertanya: sudahkah kita menjadi pohon ara yang "berbuah" dalam pelbagai nilai kebaikan dan keutamaan lewat doa, ucapan dan karya nyata kita setiap harinya?
Seperti pengurus kebun yang bersungguh hati meminta pada pemilik kebun agar diberi waktu satu tahun untuk mengolah kembali pohon ara-nya sampai berbuah (bdk. Luk 13:8-9), sudahkah kita sepenuh hati mengurus "kebun anggur" kita agar semakin terawat dan selalu penuh dengan rahmatNya?
E.
"Pohon Ara- Selayang Pandang"
Pohon ara kerap dibudidayakan di Palestina dan negeri-negeri lain sekitar Laut Tengah (Ul. 8:8).
Pohon Ara yang aslinya adalah tumbuhan asli di Asia Kecil dan Siria ini tingginya bisa mencapai 12 meter dan di tanah yang berbatu-batu pun dapat tumbuh subur. Buahnya kerap mendahului daunnya dan bunganya tak pernah jelas kelihatan. Buah ara sendiri agaknya sudah sejak zaman dahulu termasuk buah asli Palestina, seperti anggur dan zaitun (Hak 9:7 dsb).
Walaupun pohon ara ini tidak tinggi, daun-daunnya yang lebar dan dahan-dahannya yang menyulur ke samping menyediakan tempat berteduh yang sangat menyenangkan. Duduk di bawah pohon ara melambangkan ketenteraman dan kemakmuran (I Raj. 4:25; Mi. 4:4; Za. 3:10).
Adapun kata Ibrani untuk pohon ara adalah "teenah", artinya "membentang." Orang Yunani menyebut pohon ara, "syke" dan buah ara, "sykon". Di Palestina purba, buah ara kerap dituai 2x setahun. Hasil yang pertama terdapat pada bulan Juni dan dinamakan "bikkore" (Hos. 9:10; Yes. 28:4). Panen yang kemudian terus-menerus menjadi masak dari bulan Agustus sampai ke bulan Maret, panen ini dinamakan "kermouse."
Secara botanis, buah ara itu kecil dan berbentuk buah peer dan seringkali terbentuk sebelum daun-daun pohon itu tumbuh. Pada zaman Alkitab, buah ara dimakan waktu segar, dikeringkan, atau ditekan menjadi kue (I Sam. 25:19; 30:12). Kadang-kadang buah ara dipakai sebagai tapal (II Raj. 20:7).
Yesus sendiri memakai pohon ara untuk mengajarkan perlunya produktivitas rohani kepada para muridNya. (Mat. 24:32; Luk. 13:6).
Sudahkah kita menjadi pohon ara yang "produktif", yang berbuah secara nyata setiap harinya?
F.
PAUS FRANSISKUS:
Tiga Bacaan untuk hari Minggu ini menunjukkan rasa iba Allah, kebapaan-Nya, yang secara definitif terungkap dalam Yesus.
Di tengah suatu bencana nasional, bangsa dideportasi oleh musuh-musuh mereka, nabi Yeremia memberitakan bahwa "Tuhan telah menyelamatkan umat-Nya, sisa-sisa Israel" (31:7).
Mengapa Ia menyelamatkan mereka? Karena Ia adalah Bapa mereka (bdk. ayat 9); dan sebagai seorang Bapa, Ia mengurus anak-anak-Nya dan mendampingi mereka dalam perjalanan, menopang "orang buta dan lumpuh, para perempuan yang mengandung dan orang-orang dalam pekerjaan" (31:8).
Kebapaan-Nya membuka bagi mereka sebuah jalan ke depan, sebuah cara penghiburan setelah begitu banyak air mata dan kesedihan yang besar. Jika bangsa tetap setia, jika mereka bertekun dalam pencarian mereka kepada Allah bahkan di negeri asing, Allah akan mengubah penahanan mereka menjadi kebebasan, kesendirian mereka ke dalam persekutuan: apa yang orang tabur hari ini dalam air mata, mereka akan menuai besok dalam sukacita (bdk. Mzm 126:6).
Kita juga telah mengungkapkan, dengan Mazmur, sukacita yang merupakan buah keselamatan Tuhan : "mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai" (ayat 2). Seorang beriman adalah seseorang yang telah mengalami tindakan penyelamatan Allah dalam hidupnya. Kita para gembala telah mengalami apa artinya menabur dengan kesulitan, berkali-kali dalam air mata, dan bersukacita atas rahmat panen yang berada berada di luar kekuatan dan kemampuan kita.
Perikop dari Surat Ibrani menunjukkan kepada kita rasa iba Yesus. Ia juga "dilanda dengan kelemahan" (5:2), sehingga Ia bisa merasakan rasa iba bagi mereka dalam ketidaktahuan dan kekeliruan. Yesus adalah Imam Agung besar, suci dan tak berdosa, tetapi juga imam besar yang telah mengambil kelemahan kita dan dicobai seperti kita dalam segala hal, kecuali dosa (bdk. 4:15). Karena alasan ini Ia adalah pengantara perjanjian baru dan definitif yang membawakan kita keselamatan.
Injil hari ini secara langsung terkait dengan Bacaan Pertama: ketika bangsa Israel dibebaskan berkat kebapaan Allah, demikian juga Bartimeus dibebaskan berkat rasa iba Yesus. Yesus baru saja meninggalkan Yeriko.
Meskipun Ia semata-mata telah memulai perjalanan-Nya yang paling penting, yang akan membawa-Nya ke Yerusalem, Ia masih berhenti untuk menanggapi teriakan Bartimeus. Yesus tergerak oleh permintaannya dan menjadi terlibat dalam situasinya. Ia tidak puas menawarkan sedekah, melainkan ingin secara pribadi berjumpa dia. Ia tidak memberinya petunjuk atau tanggapan, tetapi bertanya kepadanya : "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" (Mrk 10:51).
Ini mungkin tampak sebuah pertanyaan yang tidak masuk akal: apa yang bisa orang buta harapkan jika bukan karena penglihatannya? Namun, dengan pertanyaan bertatap muka ini, langsung tetapi penuh hormat, Yesus menunjukkan bahwa Ia ingin mendengar kebutuhan kita. Ia ingin berbicara dengan kita masing-masing tentang kehidupan kita, situasi-situasi nyata kita, sehingga tidak ada yang disimpan daripada-Nya. Setelah penyembuhan Bartimeus, Tuhan mengatakan kepadanya : "Imanmu telah menyelamatkan engkau" (ayat 52). Betapa indahnya melihat bagaimana Kristus mengagumi iman Bartimeus, bagaimana ia memiliki keyakinan dalam dirinya. Ia percaya pada kita, lebih dari kita percaya pada diri kita sendiri.
Ada sebuah rincian menarik. Yesus meminta murid-murid-Nya untuk pergi dan memanggil Bartimaeus. Mereka memberi amanat kepada orang buta tersebut dengan dua ungkapan, yang hanya digunakan Yesus dalam sisa Injil.
Pertama mereka mengatakan kepadanya: "Kuatkanlah hatimu!", yang secara harafiah berarti "memiliki iman, keberanian yang kuat!". Memang, hanya sebuah perjumpaan dengan Yesus memberikan seseorang kekuatan untuk menghadapi situasi-situasi yang paling sulit.
Ungkapan kedua adalah "Berdirilah!", seperti dikatakan Yesus kepada begitu banyak orang sakit, yang ia jamah dan sembuhkan. Murid-murid-Nya tidak melakukan apa-apa selain mengulangi kata-kata Yesus yang membesarkan hati dan membebaskan, menuntunnya secara langsung kepada Yesus, tanpa menguruinya.
Murid-murid Yesus dipanggil untuk hal ini, bahkan hari ini, terutama hari ini: membawa orang-orang ke dalam kontak dengan rahmat belas kasih yang menyelamatkan. Ketika jeritan umat manusia, seperti jeritan Bartimeus, menjadi lebih kuat lagi, tidak ada tanggapan lain selain membuat kata-kata Yesus milik kita dan, terutama, meniru hati-Nya. Saat-saat penderitaan dan perseteruan bagi Allah merupakan kesempatan belas kasih. Hari ini adalah sebuah saat belas kasih!
Namun demikian, ada beberapa godaan bagi mereka yang mengikuti Yesus. Injil menunjukkan setidaknya ada dua godaan. Tak satu pun dari para murid berhenti, seperti yang Yesus lakukan. Mereka terus berjalan, berjalan terus seolah-olah sedang tidak terjadi apa-apa. Jika Bartimeus buta, mereka tuli: masalahnya bukan masalah mereka. Ini bisa menjadi sebuah bahaya bagi kita: dalam menghadapi masalah-masalah terus menerus, lebih baik berpindah, bukannya membiarkan diri kita diganggu.
Dengan cara ini, seperti para murid, kita bersama Yesus tetapi kita tidak berpikir seperti Dia. Kita berada dalam kelompok-Nya, tetapi hati kita tidak terbuka. Kita kehilangan keheranan, rasa syukur dan antusiasme, dan beresiko biasanya tak tergerak oleh kasih karunia. Kita dapat berbicara tentang Dia dan bekerja bagi-Nya, tetapi kita hidup jauh dari hati-Nya, yang sedang menjamah mereka yang terluka.
Ini adalah godaan : sebuah "spiritualitas khayalan": kita dapat berjalan melalui padang gurun kemanusiaan tanpa melihat apa yang benar-benar ada; sebaliknya, kita melihat apa yang ingin kita lihat. Kita mampu mengembangkan pandangan-pandangan dunia, tetapi kita tidak menerima apa yang ditempatkan Tuhan di depan mata kita. Iman yang tidak tahu bagaimana mengakari dirinya sendiri dalam kehidupan orang-orang yang tetap kering dan, dibandingkan oasis, menciptakan gurun-gurun lainnya.
Ada sebuah godaan kedua, yang jatuh ke dalam "iman yang terjadwalkan". Kita mampu berjalan bersama Umat Allah, tetapi kita sudah memiliki jadwal kita untuk perjalanan, di mana semuanya tercantum : kita tahu ke mana harus pergi dan berapa lama waktu yang dibutuhkan; setiap orang harus menghormati irama kita dan setiap masalah adalah sebuah gangguan.
Kita menjalankan resiko menjadi "banyak" Injil yang kehilangan kesabaran dan menegur Bartimeus. Sebelumnya dalam waktu singkat, mereka memarahi anak-anak (bdk. 10:13), dan sekarang si pengemis buta : siapapun yang mengganggu kita atau bukan berperawakan kita dikecualikan.
Yesus, di sisi lain, ingin mencakup, terutama semua orang yang tinggal di pinggiran yang sedang berteriak kepada-Nya. Mereka, seperti Bartimeus, memiliki iman, karena kesadaran akan kebutuhan keselamatan adalah cara terbaik berjumpa Yesus.
Pada akhirnya, Bartimeus mengikuti Yesus di jalan-Nya (bdk. ayat 52). Ia tidak hanya mendapatkan kembali penglihatannya, namun ia bergabung dengan komunitas orang-orang yang berjalan bersama Yesus.
Para Bapa Sinode yang terkasih, kita telah berjalan bersama-sama. Terima kasih atas jalan yang kita turut sertakan dengan mata yang tertuju kepada Yesus serta saudara dan saudari kita, dalam pencarian jalan yang ditunjukkan Injil bagi masa-masa kita sehingga kita dapat memberitakan misteri kasih keluarga.
Marilah kita mengikuti jalan yang diinginkan Tuhan. Marilah kita minta kepada-Nya untuk berpaling kepada kita dengan penyembuhan dan tatapan-Nya yang menyelamatkan, yang tahu bagaimana memancarkan terang, karena ia mengingatkan kemegahan yang meneranginya.
Jangan pernah membiarkan diri kita ternoda oleh pesimisme atau dosa, marilah kita mencari dan memandang kemuliaan Allah, yang bersinar pada pria dan wanita yang masih sepenuhnya hidup.
G.
“Di dunia ini aku tidak bisa melihat Putra Allah yang Mahatinggi dengan mataku sendiri, kecuali melihat Tubuh dan Darah-Nya yang Mahakudus” – St. Fransiskus Assisi
Antifon Pembuka (Mzm 105:3-4)
Bersukacitalah hati orang yang mencari Tuhan! Carilah Tuhan dan kekuatan-Nya, carilah selalu wajah-Nya!
Let the hearts that seek the Lord rejoice; turn to the Lord and his strength; constantly seek his face.
Lætetur cor quærentium Dominum: quærite Dominum, et confirmamini: quærite faciem eius semper.
Doa Pembuka
Allah Bapa, sumber kebahagiaan sejati, bukalah mata hati kami untuk melihat karya-Mu yang agung dalam hidup kami sehari-hari. Semoga, kami pun rela berbagi kebahagiaan dan saling bekerjasama untuk menggapai kebahagiaan hidup yang sejati, yaitu bersatu dengan Yesus Kristus, Putra-Mu. Sebab Dialah Tuhan, Pengantara kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.
Bacaan dari Kitab Yeremia (31:7-9)
"Dengan hiburan Aku akan membawa orang buta dan lumpuh."
Beginilah firman Tuhan, “Bersorak-sorailah bagi Yakub dengan sukacita, bersukarialah tentang pemimpin bangsa-bangsa! Kabarkanlah, pujilah dan katakanlah: Tuhan telah menyelamatkan umat-Nya, yakni sisa-sisa Israel! Sungguh, Aku akan membawa mereka dari tanah utara, dan akan mengumpulkan mereka dari ujung bumi; di antara mereka ada orang buta dan lumpuh, ada perempuan hamil bersama dengan himpunan perempuan yang melahirkan; dalam kumpulan besar mereka akan kembali ke mari! Dengan menangis mereka akan datang, dengan hiburan Aku akan membawa mereka; Aku akan memimpin mereka ke sungai-sungai, lewat jalan yang rata, di mana mereka tidak akan tersandung; sebab Aku telah menjadi Bapa Israel, Efraim adalah anak sulung-Ku.”
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Mazmur Tanggapan, do = a, 2/4, PS 830
Ref. Aku wartakan karya agung-Mu, Tuhan, karya agung-Mu, karya keselamatan.
Ayat. (Mzm 126:1-2ab.2cd-3.4-5.6, Ul:lh.3)
1. Ketika Tuhan memulihkan keadaan Sion, kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tawa ria, dan lidah kita dengan sorak-sorai.
2. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa, "Tuhan telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!" Tuhan telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.
3. Pulihkanlah kepada kami, ya Tuhan, seperti memulihkan batang air kering di tanah Negeb! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.
4. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.
Bacaan dari Surat kepada Orang Ibrani (5:1-6)
"Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut tata imamat Melkisedek."
Saudara-saudara, setiap imam agung, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan kurban karena dosa. Seorang imam agung harus dapat memahami orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan. Karena itu ia harus mempersembahkan kurban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri. Tidak ada seorang pun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri! Sebab setiap imam agung dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun. Demikian pula Kristus! Ia tidak mengangkat diri-Nya sendiri menjadi Imam Agung, tetapi diangkat oleh Dia yang berfirman kepada-Nya: Anak-Kulah Engkau! Pada hari ini engkau telah Kuperanakkan atau seperti firman-Nya dalam suatu nas lain, Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya menurut tata imamat Melkisedek.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.
Bait Pengantar Injil, do = bes, gregorian, PS 954
Ref. Alleluya
Ayat. (2Tim 1:10b)
Penebus kita Yesus Kristus telah membinasakan maut, dan menerangi hidup dengan Injil.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (10:46-52)
"Rabuni, semoga aku dapat melihat."
Pada suatu hari Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Yerikho. Ketika Yesus keluar lagi dari kota itu bersama murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong, duduklah di pinggir jalan seorang pengemis yang buta,bernama Bartimeus, anak Timeus. Ketika didengarnya bahwa yang lewat itu Yesus dari Nazaret, mulailah ia berseru, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku.” Banyak orang menegurnya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru, “Anak Daud, kasihanilah aku!” Maka Yesus berhenti dan berkata, “Panggillah dia!” Mereka memanggil si buta itu dan berkata kepadanya, “Kuatkanlah hatimu! Berdirilah, Ia memanggil engkau.” Orang buta itu lalu menanggalkan jubahnya. Ia segera berdiri, dan pergi mendapatkan Yesus. Yesus bertanya kepadanya, “Apa yang kaukehendaki Kuperbuat bagimu?” Jawab orang buta itu, “Rabuni, semoga aku dapat melihat!” Yesus lalu berkata kepadanya, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Pada saat itu juga melihatlah ia! Lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
Perikop Injil hari ini mengajak kita untuk dapat melihat kemuliaan Tuhan. Hal itu terlihat dari dialog antara seorang buta dengan Yesus. Keinginan si buta untuk melihat dikabulkan oleh Yesus. Dengan itu, si buta akhirnya dapat melihat. Ia tidak hanya dapat melihat secara fisik tetapi juga melihat kemuliaan Tuhan dalam diri Yesus.
Buah dari melihat kemuliaan Tuhan itu ditunjukkan dengan sikapnya yang mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Buah lanjut dari tindakan tersebut adalah keselamatan. Dan, dasar dari keselamatan ini adalah iman yang benar. Tindakan Yesus dalam Injil hari ini melukiskan misi penyelamatan-Nya untuk menyelamatkan. Karya penyelamatan ini terlihat juga dalam pewartaan Yeremia, dalam perikop bacaan I. Melalui Yeremia, Allah menunjukkan misi-Nya untuk menyelamatkan umat-Nya dan menolong mereka dari segala jenis kesulitan hidup. Sebagai pengikut Kristus, kita pun diajak untuk dapat melihat kemuliaan Tuhan dan memperoleh keselamatan. Secara khusus, melalui Sakramen Baptis dan sakramen lainnya kita dijadikan anak-anak Allah dan dipanggil untuk ambil bagian dalam tugas imamat Kristus, entah dalam imamat umum atau imamat khusus. Surat kepada Orang Ibrani hari ini mengajak kita untuk menyadari panggilan Tuhan akan imamat itu.
Antifon Komuni (Bdk. Mzm 20:6)
Kami akan bersorak-sorai karena karya penyelamatan-Mu. Kami akan bergembira dalam nama Allah kita.
We will ring out our joy at your saving help and exult in the name of our God.
Atau (Bdk. Ef 5:2)
Kristus telah mengasihi kita dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan yang harum bagi Allah.
Christ loved us and gave himself up for us, as a fragrant offering to God.
Atau: Lætabimur in salutari tuo: et in nomine Domini Dei nostri magnificabimur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar