Ads 468x60px

Kamis 23 Februari 2017

Hari Biasa VII
Yak. 5:1-6; Mzm. 49:14-15ab,15cd-16,17-18,19-20; Mrk. 9:41-50.

“Consuetudinis vis magna est - Pengaruh sebuah kebiasaan sungguh luar biasa.”
Hari ini, Yesus mengajak kita terbiasa menjadi berkat dengan cintakasih yang nyata pada semua sesama demi kebaikan bersama.

Adapun tiga kebiasaan baik yang dianjurkan Yesus supaya kita bisa menjadi berkat yang luar biasa dan menghadirkan Kerajaan Allah secara real, aktual dan operasional, antara lain:

1. Jadilah Terang dengan bertobat: 
Kita kadang menjadi batu sandungan dan bukan batu penjuru, entah dengan perkataan, penglihatan ataupun terlebih dengan tindakan kita. Kita membuat sesama menjadi terhambat untuk maju dan terlambat untuk mendekat kepada Tuhan. Kita kadang menyesatkan bahkan mematikan masa depan sesama hanya karena rasa sentimen atau rasa “supermen“: merasa lebih dibanding yang lain.
Disinilah, Tuhan mengingatkan kita bahwa kerahimanNya juga berbanding lurus dengan keadilanNya. Ia mengajak kita untuk “benar benar bersih” dengan senantiasa bertobat, sehingga kita tidak lagi menjadi batu sandungan bagi semua sesama.
Bukankah dengan sikap bertobat yang tulus dan penuh kerendahan hati, kita juga bisa belajar menjadi terang bagi yang lain?
Yang pasti, dunia dan banyak sesama membutuhkan terang, dan kita bisa menjadi terang itu pertama-tama dengan sikap yang senantiasa mau bertobat. Yah, mungkin bukan terang yang besar, tapi terang lilin yang kecil, yang hanya bisa menyinari ruangan yang kecil, namun kita bisa mengajak terang lilin kecil yang lain untuk menyinari dunia ini, bukan?

2. Jadilah Garam dengan berkorban: 
Yesus mengajak kita untuk menjadi garam yang asin, yang jelas rasanya dan tegas pengaruhnya: "Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain" (Mrk 9,50)
Ya, garam itu jelas dan tegasnya berani berkorban: Di dalam masakan bentuknya tidak terlihat, tetapi ia sangat mempengaruhi rasa masakan. Garam memiliki manfaat bila dia sudah mencair dan menyatu dengan keadaan di sekitarnya.
Demikian pula kita diajak untuk mau “berkorban”: mencair dan bersatu dengan “bahasa dan suka duka” lingkungan dimana kita berada. Bukan berarti hidup kita menjadi sama dan larut hanyut dengan dunia tapi kita berani berkorban atau memberikan diri secara positif bagi dunia. Orang yang telah menjadi garam, sudah tidak lagi bersikap egois, mau menang sendiri, suka memaksakan kehendak, menuntut untuk diperhatikan atau sekedar suka pamer diri/narsis/eksebisi, tetapi dalam setiap tindakannya akan selalu dilandasi dengan semangat kasih dan pengorbanan demi kebaikan bersama.
Dkl: Bukankah bisa saja kita memberi tanpa mencintai, tapi mustahil kita mencintai tanpa memberi. Menjadi garam yang berkorban adalah satu perwujudan cinta yang benar-benar nyata. Dalam bahasa Charles Darwin: “ No one is useless in this world who lightens the burden of it for anyone else."

3. Jadilah Merpati dengan berdamai: 
Banyak dari kita tentu mengingat ketika Kristus naik dari air pembaptisan-Nya, Roh Kudus - dalam rupa merpati - turun atasNya dan berhenti di atasNya. Atau juga, ketika air bah sudah surut, maka dipilihlah seekor merpati, - yang diterbangkan oleh Nabi Nuh dari dalam bahtera. Merpati itu kembali dengan sehelai daun zaitun segar di paruhnya sebagai tanda bahwa bumi sudah dapat didiami lagi (Bdk. Kej 8:8-12).

Yesus sendiri pernah mengatakan: ”Hendaklah kamu tulus seperti merpati". Merpati adalah seekor burung, lambang ketulusan dan perdamaian yang mampu terbang berkilo-kilometer jauhnya, dan mau kembali ke tempat asalnya. Oleh karena itu, merpati kerap dipakai sebagai lambang PT POS, yang mengantarkan surat ke tempat tujuannya, walaupun jaraknya jauh. Walaupun ia dilepas di tempat yang jauh, ia sanggup untuk kembali ke rumah. Lalu, dimana letak ketulusannya? Banyak orang juga menganggap, merpati putih adalah lambang perdamaian, karena sifatnya yang elok dan bulunya yang melambangkan kesucian.

Disinilah, kita diajak untuk menjadi pembawa damai bagi semua orang, secara tulus dan bukan penuh dengan akal bulus setiap harinya karena masalahnya bukan apakah kita akan mati, tetapi bagaimana cara kita hidup, bukan?

“Cari sikat cari kurma – Jadilah berkat buat sesama.”

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar