Ads 468x60px

Happy Mother's Day 14 Mei


Happy Mother's Day...
M A M A :
Minyak – Air - Merpati - Api
Riwayatmu Dulu, Kini dan Nanti
Syukur atas para Ibu (MAMA) yang berulang tahun pada hari ini.
Berhembuslah dalam diriku, ya Roh Kudus,
agar segala pikiranku kudus.
Bertindaklah dalam diriku, ya Roh Kudus,
agar karyaku juga kudus.
Tariklah hatiku, ya Roh Kudus,
agar aku mencintai hanya yang kudus.
Teguhkanlah aku, ya Roh Kudus,
agar aku memperjuangkan segala yang kudus.
Peliharalah aku, ya Roh Kudus,
agar aku senantiasa kudus. Amin.

Dalam Syahadat Iman yang diakui oleh keluarga Gereja Katolik sedunia, terdapat sebuah penggalan kalimat, “Aku percaya akan Roh Kudus”. Disinilah Gereja mengajak kita sebagai satu keluarga beriman untuk benar-benar meyakini adanya Roh Kudus.
Roh Kudus sendiri dalam pengertian dan pengartian Perjanjian Lama kerap mempunyai tiga arti.
Pertama: קרוש (qadosy) yang berarti 'bersifat kudus atau khusus' (Keluaran 29:31).
Kedua, ךןתאלהים (ruakh elohim), yang berarti 'Roh Allah, nafas Allah, angin Allah’.
Ketiga, ךןתקרוש (ruakh qadosy), yang berarti 'Roh Kudus' (Kejadian 1:2; Yehezkiel 37:1-14; Yunus 1:4; Zakharia 4:6).
Menegaskan keyakinan ini, St. Ambrosius dalam De mysteriis pernah mengajarkan, “Karena itu, engkau harus ingat bahwa engkau telah menerima pemeteraian oleh Roh: roh kebijaksanaan dan pengetahuan, roh nasihat dan kekuatan, roh pengertian dan kesalehan, roh takut akan Allah; dan peliharalah apa yang telah engkau terima. Allah Bapa telah memeteraikan engkau, Kristus Tuhan telah menguatkan engkau dan memberikan jaminan Roh dalam hatimu” (7,42).
Berangkat dari pelbagai hal di atas, arti kata Roh Kudus jelas memiliki arti yang sangat penting dalam sejarah manusia.
Hal ini terlebih tampak dalam keyakinan Yahudi dan fakta sejarah dalam Alkitab, dimana Roh Kudus memiliki peranan yang sangat lekat-dekat dengan manusia.
Katekismus nomor 1831 bahkan menyatakan “Roh Kudus itu di utus ke seluruh Bumi, supaya menolong orang percaya tetap hidup baik.” Sebenarnya, kalau Roh Kudus itu turun dan diam di dalam diri kita, maka tentu akan terpancar di dalam kehidupan harian kita yaitu Ruah Hokema/Roh Hikmat, Ruah Bin'ah/Roh Pengertian, Ruah Etsa/Roh Nasehat, Ruah Geburah/Roh Keperkasaan, Ruah Yahweh Yir'et/Roh Takut akan Tuhan, serta Ruah Yahweh Da'at/Roh Pengenalan akan Tuhan, serta juga Roh Kesalehan (Bdk: Yesaya 11:12).
Dan, indahnya ternyata pelbagai lambang Roh Kudus ini bisa kita singkat-padat dengan sebutan sederhana penuh makna, yakni “mama”.
Nah, dalam sebuah keluarga, tentu ada juga dari antara kita yang menyapa ibu atau isteri sebagai “mama”, bukan?
Secara sederhana, mama adalah orang-tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, mama memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak. Mama adalah sebutan lain untuk ibu.
Pemanggilan ibu dengan sebutan "mama" sudah menjadi hal yang umum di masyarakat perkotaan Indonesia. Ibunda atau bunda adalah panggilan lain yang kadang lebih hormat dan lebih menunjukkan panggilan kasih kepada sosok mama.
Satu hal yang jelas, mama adalah pribadi istimewa: Bebannya boleh dikatakan dua kali lipat lelaki, sementara haknya tampaknya lebih banyak dikebiri dunia lelaki. Ia mengalami menstruasi yang sering menyebabkan rasa sakit setiap bulan, ia ‘harus melayani suami’, ia mengandung dan memelihara janin di rahimnya berbulan-bulan, ia melahirkan biasanya dengan kesakitan.
Sebuah informasi: Indonesia per tahun 2003 mengalami AKI (Angka Kematian Ibu waktu melahirkan) 50 x lebih tinggi dibanding negeri maju. Artinya dua hal: Pertama, kita belum mempersiapkan kondisi yang baik untuk kelahiran. Kedua, pengorbanan ibu yang ‘berani mati’ untuk bisa melahirkan kita. Data tahun 2002 menyebut bahwa 334 ibu dari 100.000 kelahiran tewas waktu melahirkan.
Banyak dari kita juga tahu, seorang mama mengalami menopause, ia menyusui, memasak, mengurus rumah, dan merawat anak. Ia pun semakin dituntut sebagai pencari nafkah.
Sering pula dituntut untuk merawat suaminya. Ia juga dituntut agar selalu cantik dan menarik. Bahkan dalam mitologi Jawa, terlebih lewat cerita Damar Wulan, digambarkan tentang Minak Jinggo (yang melalui kekuasaannya) dengan mudah dapat mengambil isteri sesuka hatinya, dan memperlakukan mereka secara semena-mena. Mitologi ini mungkin menjadi salah satu dasar budaya patriarki di tanah Jawa selama ini.
Nah, dalam tulisan inilah, “mama” bukan sekedar berarti ibu atau isteri yang banyak dituntut dan kadang mengalami aneka-ria penindasan seperti dimekar-paparkan di atas. Tentunya bukan pula “mama” yang dimaksud itu mamamia, mama lemon, mama loren atau bahkan mamalia, tapi mama yang sungguh-sungguh “mama”.
Saya sendiri sepakat dengan sebuah aksioma yang menyebut bahwa dibalik kesuksesan setiap pria ada seorang ibu (baca: mama) yang hebat. Perlu kita ketahui juga, kebanyakan tokoh adalah pribadi yang dekat dengan figur ibu. Artinya, apa yang telah ditanamkan oleh ibu semasa balita, itulah pegangan pasti seumur hidupnya. Sebab itu, sangat bisa jadi, tugas paling mulia seorang wanita adalah melahirkan anak (1 Tim 2:15).
Secara historis-kultural, kita juga semestinya mengetahui betapa menentukannya peranan seorang mama. Beberapa guliran sketsa contohnya: Mengapa bintang rock n roll sekaliber Elvis Presley menjadi ‘kacau’ kehidupannya setelah ditinggal oleh mama tercintanya? Mengapa penyanyi pop legendaris, Michael Jackson menjadi ‘aneh’ dan gagal menemukan makna hidup sejak mamanya tidak bertegur sapa lagi dengan dia atas larangan ayahnya yang kecewa? Mengapa musikus klasik kelas dunia, Ludwig Van Beethoven menjadi setengah gila selepas ditinggal mati oleh mamanya? Mengapa pentolan The Beatles, John Lennon masih selamat meski ditinggal mama tercintanya setelah menemukan sosok mama pengganti pada diri Yoko Ono? Mengapa Kaisar Calligulla menjadi sangat bengis dan membantai siapa saja setelah membantai ibu dan saudara perempuannya sendiri?
Ada juga sebuah pengamatan yang menyatakan bahwa dari 200 orang paling berpengaruh dalam sejarah, diketahui bahwa peran seorang mama ternyata sungguh memberi pengaruh dominan. Sebuah contoh, tak banyak orang tahu bahwa Stalin, seorang pemimpin kejam dalam rezim komunis di Rusia mempunyai ibu yang bengis dan tak berperasaan, bukan?
Mama (ibu) sendiri adalah akar kehidupan. Ia adalah jantung cinta abadi. Surga ada di telapak kaki ibu, bukan? Ia tak mengharapkan balas-jasa, kecuali senyum, kenangan indah, dan sedikit perhatian dan doa kita. Ketika kita berkata ‘Ma, aku sayang padamu’ – biasanya itu sudah lebih dari cukup. Setiap kali kita menyebut ‘ibu’ sebagai ‘mama’, ‘nyak’, ‘nyokap’, mamma mia’, ‘bunda’, ‘mam’, ‘mom’ , ‘mbok’, ‘inong’, ‘emak’, – kita mengucapkan suatu rasa syukur. Sebab itu amatlah pantas memberi hadiah kepadanya, terlebih ketika kita juga mengingat-padat sebuah lirik lagu ini, “kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia.”
Hadiah yang terbaik sebenarnya tidak lebih daripada mengingat dan mengenang jasa-jasanya, al:
Ia melahirkan kita dengan penuh kesakitan
Waktu bayi, ia menyusui kita dengan penuh kasih
Ia selalu di samping kita tatkala kita menangis.
Ia menggendong kita dengan peluk mesra.
Ia menyelimuti tubuh kita di hari-hari dingin.
Ia mengajak kita ke tempat yang kita sukai.
Ia mendahulukan kita mendapat sepotong kue
Ia tersenyum manis tatkala melihat kita pertama kali tersenyum padanya
Ia meloncat gembira melihat kita pertama kali berdiri di atas kaki kecilku
Wajahnya sumringah merayakan ulangtahun kita yang pertama
Ia memeluk kita mesra tatkala pulang dari sekolah
Ia membelikan baju buat kita dan ia tak ingat membeli bajunya sendiri
Ia membawa kita ke dokter/poliklinik tatkala kita sakit.
Ia membela diri kita tatkala kita berkelahi dengan teman-teman.
Ia menabung dan membelikan sepeda kita yang pertama.
Ia memasakkan makanan kesukaan kita pada hari-hari penting.
Ia mencium kita dengan mesra pada hari kelulusan.
Ia memandang kita dengan bahagia, ketika pertama kali kita mendapat kerja dan penghasilan sendiri.
Matanya bersinar bangga melihat kita memperkenalkan kekasih hati.
Ia bahagia setinggi langit pada waktu pernikahan anak-anaknya.
Ada sebuah buku dari penerbit KOMPAS (Daoed Joesoef, “Hebatnya sang Emak”, 2010) yang juga dapat memberikan panutan bagi para mama dalam mendidik dan membesarkan generasi muda bangsa ini agar dapat meraih kesuksesan:
“Alangkah bahagianya mempunyai Emak. Dia yang membesarkan aku dengan cinta keibuan yang lembut. Setiap langkah, tahap dan jenjang selalu membisikkan harapan”, begitulah tukas Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1978-1983).
Walaupun “mama” tidak pernah mengenyam pendidikan formal, dia mendorong anak-anaknya agar tidak berhenti belajar, dan menjadikan Daoed Joesoef menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar doktor ekonomi di Universitas Sorbonne, Paris. Impiannya sendiri bermula dari figur mama. Mama yang terus menerus tanpa pernah bosan menggugah dan mendorong ke tingkat yang lebih tinggi.
Satu satunya duka yang ia rasakan adalah berita duka kabar meninggalnya mama, saat dia sedang bersiap-siap untuk menempuh rangkaian ujian “Doktorat d’Etat”, sebuah gelar yang amat bergengsi: “Emak pasti bangga melihat aku bisa menyelesaikan tantangan ini. Kepergian emak bukan merupakan akhir perjalanan, tapi menjadi bagian dari hidup ini.”
Memang pada kenyataannya, kadang ada juga mama yang jahat, seperti tampak dalam kisah ini:
Ia bernama Shanti dan baru saja menikah dengan pria pujaannya, Sam. Shanti adalah tipe seorang yang posesif. Anak pertama mereka lahir, seorang lelaki. Segera mereka melihat bahwa Erik, nama bayi itu, ternyata menderita autis dan pelbagai kekurangan lainnya. Shanti ingin menyingkirkannya dan menitipkannya di suatu tempat lain, tapi Sam melarangnya.
Tahun kedua, anak kedua mereka lahir, seorang bayi wanita yang amat jelita dan diberi nama Angelica. Shanti begitu sayang padanya hingga benar-benar melupakan Erik. Empat tahun kemudian, Sam meninggal karena suatu kecelakaan. Shanti terpukul berat. Karena sudah terbiasa hidup manja dan konsumtif, ia terperosok dalam lilitan utang.
Sepuluh tahun kemudian ia terpaksa menjual harta dan rumah warisan Sam dan pindah ke sebuah gubuk reyot. Tak kuat menahan nestapa, Shanti memutuskan lari membawa Angelica ke kota dan meninggalkan Erik di gubuk itu.
Di kota itu, Shanti memulai hidup baru dan menikah lagi. Suatu malam ia bermimpi mendengar erangan Erik. Mimpi itu mula-mula diabaikannya, tetapi karena terus berulang-ulang, ia mengaku pada suaminya tentang semua kisahnya.
Bersama suaminya, ia pergi gubuk yang ditinggalkannya. Ia masuk tapi tidak menemukan apapun kecuali beberapa potong pakaian kumal bekas Erik. Shanti perlahan mulai menangis dan memanggil-manggil nama Erik. Waktu ia keluar, seseorang pemulung sampah lewat. Lalu Shanti bertanya tentang Erik.
Pemungut sampah itu menatap Shanti dalam-dalam dan setelah beberapa saat, ia berkata, ‘Anda pasti mamanya Erik. Sejak anda meninggalkan Erik disini, setiap hari ia memanggil-manggil anda, mama yang amat dicintainya dengan suara lirih menyayat dan amat menyedihkan. Aku hanya seorang pemulung sampah, aku berupaya memberinya makan, tapi ia tak mau ikut dengan aku ke gubukku di sebelah sana, karena ia bilang ia sedang menunggu mama tercintanya. Dua hari lalu ia meninggal dan kumakamkan di belakang gubuk ini …”
Lepas dari kisah perih Mama Shanti di atas, saya mengajak setiap anggota keluarga, untuk mengingat dan menimba semangat iman positif dari arti kata “mama”, sehingga tidak ada lagi “Erik-Erik” lain dalam hidup kita.
Bagi saya, “mama” adalah sebuah kata sederhana dengan empat huruf yang ternyata merupakan pelbagai lambang dan fungsi Roh Kudus yang ternyata juga tercantum dalam Katekismus Gereja Katolik. Apa saja itu?
“Mama” memiliki arti pertama, yaitu: Minyak (Kat 695). Minyak disini bukan berarti minyak telon, minyak kayuputih, minyak rambut, minyak tawon, minyak lawang, minyak goreng ataupun minyak zaitun. Minyak ini bukan sembarang minyak tapi minyak urapan (Bdk. 1 Yoh. 2:20). Minyak urapan sendiri adalah salah satu lambang Roh Kudus dalam Gereja Katolik (Bdk. 1 Yoh. 2:20-27; 2 Kor 1:21). Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus mengingat urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan, yakni: Urapan Yesus. Yesus yang disebut "Khristos" sendiri (terjemahan dari perkataan Ibrani "Mesias") berarti “yang diminyak/diurapi dengan Roh Allah".
Dalam tradisi Gereja Katolik, kita juga mengenal adanya tujuh sakramen, dan salah satu sakramen yang diberikan oleh Uskup, adalah sakramen krisma. Kata krisma sendiri bisa juga berarti minyak, “Khrismation" dalam Gereja-gereja Timur. Nama lain sakramen Krisma sendiri berarti sakramen penguatan. Dkl: Minyak ada untuk menguatkan yang lemah. Dalam Kitab Suci, minyak kerap hadir, sebagai obat yang menguatkan: ia diberikan kepada yang sakit, atau diolesi pada luka (Mazmur 109:18; Yesaya 1:6; Injil Markus 6:13; Yakobus 5:14). Dkl: Sifat “mama” yang pertama yaitu, sebagai minyak, yang ada untuk menguatkan yang lemah.
“Mama” memiliki arti kedua, yaitu: Air, (Kat 694). Tentunya bukan sekedar air mata, air keringat, air susu, air terjun, atau bahkan air mancur, tapi lebih pada air hidup. Bicara soal air, saya jadi teringat ketika saya mengunjungi pastoran seorang romo projo di lereng Merapi. Romo Kirdjito namanya. Ia menegaskan, betapa rakyat Merapi sangat mencintai air, terlebih adanya sebuah keyakinan bahwa air itu punya roh (jiwa).
Air hidup sendiri melambangkan tindakan Roh Kudus dalam upacara pembaptisan: "kita dibaptis dalam satu Roh", kita juga "diberi minum dari satu Roh" (1 Kor. 12:13). Air hidup ini mengalir, dari Kristus yang disalibkan (Yoh. 19:34; 1 Yoh. 5:8) yang memberi kehidupan abadi (Bdk. Yoh. 4:10-14; 7:38; Kel. 17:1-6; Yes. 55:1; Zakh. 14:8; 1 Kor 10:4; Why. 21:6; 22:17).
Air sendiri sesungguhnya adalah elemen penting dalam kehidupan. Tanaman membutuhkan air sebagai penyalur sari-sari makanan, bukan? Hewan juga membutuhkan air untuk menjaga suhu badannya stabil, bukan? Manusia? Sudah pasti manusia tidak dapat hidup tanpa air! Seorang filsuf pertama Yunani, bernama Thales pernah mengatakan bahwa semua makhluk hidup itu berasal dari air. Bahkan, seorang pemikir dan penulis buku dari Jepang mengatakan bahwa 80% lebih bagian tubuh manusia terdiri dari air. Jangan dilupakan juga, pelbagai kegiatan harian manusia pasti memerlukan air, seperti: mandi, minum, keramas, mencuci baju/celana/piring/gelas, dsbnya. Dkl: Sifat “mama” yang kedua, yaitu, sebagai air, yang ada untuk menyegarkan yang dahaga.
“Mama” memiliki arti ketiga, yaitu: Merpati, (Kat 701). Banyak dari kita tentu mengingat ketika Kristus naik dari air pembaptisan-Nya, Roh Kudus - dalam rupa merpati - turun atasNya dan berhenti di atasNya. Atau juga, ketika air bah sudah surut, maka dipilihlah seekor merpati, - yang diterbangkan oleh Nabi Nuh dari dalam bahtera. Merpati itu kembali dengan sehelai daun zaitun segar di paruhnya sebagai tanda bahwa bumi sudah dapat didiami lagi (Bdk. Kej 8:8-12). Yesus sendiri pernah mengatakan pada Injil Matius 10:16, "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
Merpati sendiri adalah seekor burung yang mampu terbang berkilo-kilometer jauhnya, dan mau kembali ke tempat asalnya. Oleh karena itu, merpati dipakai sebagai lambang PT POS, yang mengantarkan surat ke tempat tujuannya, walaupun jaraknya jauh. Walaupun ia dilepas di tempat yang jauh, ia sanggup untuk kembali ke rumah. Lalu, dimana letak ketulusannya? Banyak orang menganggap, merpati putih adalah lambang perdamaian, karena sifatnya yang elok dan bulunya yang melambangkan kesucian. Dkl: Sifat “mama” yang ketiga yaitu, sebagai merpati, yang ada untuk melembutkan yang keras (Bdk: Mat 3:16,Yoh 1:32).
“Mama” memiliki arti keempat, yaitu: Api, (Kat 696). Api adalah lambang daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Dalam "lidah-lidah seperti api", Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kis 2:3-4).
Dalam Alkitab, kita mengetahui bahwa Nabi Elia, yang "tampil bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala" (Sir 48:1), dengan perantaraan doanya, ia menarik api turun atas kurban di gunung Karmel (1 Raj 18:38-39). Yohanes Pembaptis, yang mendahului Tuhan "dalam roh dan kuasa Elia" (Luk 1:17) mengumumkan Kristus sebagai Dia, yang "akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api" (Luk 3:16). Mengenai Roh ini, Yesus berkata: "Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala" (Luk 12:49).
Dalam tradisi rohani, lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan mengenai karya Roh Kudus. Rasul Paulus juga pernah menegaskan, "Janganlah padamkan api Roh Kudus" (1 Tes 5:19).
Menurut Alkitab, murid-murid Yesus pada hari mereka menerima Roh Kudus mampu mempertobatkan tiga ribu jiwa, masing-masing memberi dirinya dibaptis. Disinilah, bicara soal api Roh Kudus, saya jadi mengingat sebuah api unggun yang kerap kami buat ketika berada di puncak gunung atau mengadakan kemping bersama.
Dkl: Sifat “mama” yang keempat yaitu, sebagai api, yang ada untuk menghangatkan yang dingin. Bukankah Rasul Paulus juga pernah berkata kepada jemaat di Roma, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” (Roma 12:11).
Akhirnya, marilah kita memohon rahmat Tuhan, supaya setiap pribadi dalam keluarga kita, juga berani memiliki “mama”: minyak-menguatkan yang lemah, air-menyegarkan yang dahaga, merpati-melembutkan yang keras, serta api-menghangatkan yang dingin. Semoga!
"Veni Sancte Spiritu - Datanglah ya Roh Kudus."
Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)
NB:
Ibu….
Ada layar putih kemilau
Menuju ke pulau bernyiur hijau
Ada debar kasih menghimbau
Ke hari lampau di sebuah danau
Ibu....
Ada pantai di ujung pasaman
Ada bukit melingkar hutan
Banyak pergulatan dalam kehidupan
Walau sakit tetap jadi panutan
Ibu......
Kadang mendung tergantung tebal
Di ujung selatan di batas tapal
Walau untung susah diramal
Kau tetap beriman dan rajin beramal
Ibu...
Ada bunga menatap di ladang
Tertinggal jauh nun di seberang
Cinta kami menatap berlinang
Cinta dan doamu selalu kami kenang
Ibu...
Semoga hatimu tetap riang,
Terus berjalan dengan tenang
Selalu setia berdendang senang
Dalam cinta TUHAN sang pemenang.
S elamat kami ucap padamu
E ngkaulah “MAMA”: ibu juga sahabat
L ukisan kata sederhana kami
A kan indahnya hari jadimu yang penuh rahmat
M elihat puluhan tahun telah berjalan
 A nggaplah ini suatu kenangan
T uk masa depan abadi yang penuh harapan sejati
U siamu kini bertambah satu tahunan
L ewatlah sudah angka masa lampau
A rahkan langkah ke masa depan
N iatkan hati dan budi pada Tuhan
G una kebahagiaan dan kedamaian
T iada keberhasilan tanpa pengorbanan
A tau kebahagiaan tanpa penderitaan
H adapi semua rintangan dan cobaan
U ntukmu selalu kami doakan
N yaman, sehat, bahagia dan penuh kedamaian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar