“Audiatur et altera pars.“
Kolose 1:21-23, Lukas 6:1-5
“Audiatur et altera pars - Dengar semua sisi!” Ini adalah sebuah ungkapan yuridis atau hukum yang mengajak kita menjadi orang bijaksana dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Yesus sendiri kerap disebut sebagai “Sang Filsuf” (Yun: philo – Sophia: pecinta kebijaksanaan), karena kebijaksanaan ilahi yang diwartakan dan dikerjakanNya dalam menghadapi pelbagai orang yang licik, penuh intrik dan taktik.
Hari inipun, kita juga diajak menjadi “pecinta kebijaksanaan” dalam hidup sehari hari dengan tiga sikap dasar yang penuh dengan ketulusan hati dan budi, al:
1. Humanitas:Kolose 1:21-23, Lukas 6:1-5
“Audiatur et altera pars - Dengar semua sisi!” Ini adalah sebuah ungkapan yuridis atau hukum yang mengajak kita menjadi orang bijaksana dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Yesus sendiri kerap disebut sebagai “Sang Filsuf” (Yun: philo – Sophia: pecinta kebijaksanaan), karena kebijaksanaan ilahi yang diwartakan dan dikerjakanNya dalam menghadapi pelbagai orang yang licik, penuh intrik dan taktik.
Hari inipun, kita juga diajak menjadi “pecinta kebijaksanaan” dalam hidup sehari hari dengan tiga sikap dasar yang penuh dengan ketulusan hati dan budi, al:
Hukum yang “Hadir Untuk Kesejahteraan Umat Manusia” dengan pelbagai peraturan sebenarnya berkewajiban untuk membangun manusia (“human”) seutuhnya. Dkl: Manusia dihadirkan sebagai subyek hukum, dimana hukum ada untuk manusia dan bukan manusia untuk hokum, karena tepatlah apa yang banyak tertulis dalam kitab hukum kanonik/codex iuris canonici, “salus animarum suprema lex – hukum yang terutama adalah keselamatan jiwa jiwa.” Tuhan tidak pernah memisah-misahkan apalagi mengotak-kotakkan umatNya. Bukankah kita sendirilah yang kerap malah mengotak-kotakkannya?
2. Integritas”:
“Bene diagnoscitur, bene curatur.Yang didiagnosis dengan baik akan diobati dengan baik.” Inilah yang kita lihat ketika pada suatu hari Sabat Yesus dan murid-murid-Nya berjalan di ladang gandum. Para murid memetik bulir-bulir gandum, menggisarnya dengan tangan, lalu memakannya. Tetapi beberapa orang Farisi yang “sok legalis” berkata: “Mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Maka Yesus menjawab, “Tidakkah kalian baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan para pengikutnya lapar? Ia masuk ke dalam rumah Allah dan mengambil roti sajian. Roti itu dimakannya dan diberikannya kepada para pengikutnya. Padahal roti itu tidak boleh dimakan, kecuali oleh para imam.” Inilah dimensi hukum yang menampilkan nilai integritas (keutuhan), dimana iman di-integrasikan dengan kehidupan harian dan sebaliknya kehidupan harian ter-integrasi dengan iman yang dihayatinya: “Bukankah semua cara di dunia dapat menjadi sebuah kesempatan untuk berjumpa dengan Tuhan?"
3. Kristianitas:
Ketika orang Farisi menegur dan menghakimi, Yesus kembali berkata: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Kalau orang-orang Farisi melakukan suatu tindakan dan menilai tindakan orang lain hanya berdasarkan aturan "boleh dan tidak boleh", maka Yesus melakukannya karena kasih yang merupakan intisari iman kristiani. Dkl: Kasih kepada Tuhan menjadi dasar dan sumber segala doa dan karya hidup kita. Kalau dulu, kita terlalu sering mengasihi benda dan memanfaatkan orang, seharusnya kita kini belajar memanfaatkan benda dan mengasihi orang sehingga nama Tuhan semakin dimuliakan dan jiwa sesama semakin diselamatkan.
“Cari galah di Singaparna - Jadilah orang yang bijaksana.”
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Fiat Lux!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar