Ads 468x60px

Semar

Ketika kami, para "punakawan" (Mas Putut, Mardhani, Veru dan saya sendiri) pergi ke Bali, tempat yang pertama kami tuju adalah "Warung Semar" di kawasan Ubud, yang merupakan milik salah satu sahabat kami, bernama Made Surya. Yah, "punakawan" (Jw: teman/kawan seperjalanan) menjadi benar-benar "punakawan" ketika ada semar yang bersanding bersama "Petruk Gareng dan Bagong bukan? Bicara lebih lanjut soal Semar yg dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) juga disebut Badranaya
(Bebadra = Membangun sarana dari dasar), (Naya = Nayaka = Utusan mangrasul)
Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia. Sedangkan filosofi dan biologis Semar, yakni:
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tumggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”.


Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa. Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi. Semar berjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat”.

Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : mengadakan keadilan dan kebenaran di bumi. Sedangkan ciri ciri sosok semar adalah:

* Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
* Semar tertawanya selalu diakhiri nada tangisan
* Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
* Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
* Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya

Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa. Ya, kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa. O res mirabilis!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar