Ads 468x60px

Sakramen Pengurapan Orang Sakit

1. Sejarah Perkembangan Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Praktik pengurapan dengan minyak, khususnya dengan minyak zaitun adalah suatu praktik yang sudah tua. Pengurapan dengan minyak dilaksanakan dengan maksud penyembuhan atau hanya sebagai simbol perayaan. Penyembuhan yang diharapkan adalah penyembuhan secara fisik dan rohani. Hal ini sesuai dengan pandanganmasyarakat di Timur Tengah yang memandang tubuh manusia sebagai satu kesatuan jiwa dan badan.
 
Dalam Kitab Suci pengurapan dengan minyak mempunyai maksud duniawi dan sekaligus religius. Dalam Perjanjian Lama orang atau benda biasanya diurapi untuk menandakan kesuciannya atau kekhususannya bagi Allah, misalnya: tugu (Kej 28:18), tabut dan perkakasnya (Kel 30:22-33), perisai (2Sam 1:21; Yes 21:5), raja (Hak 9:8; 2Sam 2:4; 1Raj 19:16). Secara mendasar pengurapan itu adalah tindakan Allah (1Sam 10:1). Karena itu istilah ‘diurapi’ dapat berarti sudah menerima karunia Ilahi (Mzm 23:5;) atau sudah diberi tempat atau fungsi istimewa dalam rencana Allah (Mzm 105:15; Yes 45:1).

Selanjutnya pengurapan melambangkan perlengkapan untuk pelayanan, dan dihubungkan dengan pencurahan Roh Allah (1Sam 10:1; 16:12-13; Yes 61:1).


Pengurapan orang sakit mempunyai dasar yang kuat dalam Perjanjian Baru terutama dalam pelayanan Yesus terhadap orang sakit. Dalam Perjanjian Baru terdapat banyak cerita tentang pelayanan Yesus yang menyembuhkan orang sakit. Penyembuhan adalah salah satu pelayanan Yesus. Dalam Kisah Para Rasul, Petrus juga menyembuhkan orang lumpuh dalam nama Yesus. Penyembuhan yang sama juga dilakukan oleh St. Paulus ketika ia menyembuhkan orang lumpuh yang didahului oleh iman si lumpuh (Kis 14:9-10). 

Teolog Trente menduga Mrk 6 : 13 merupakan cikal bakal sakramen pengurapan orang sakit. Secara tradisional teks utama dari Kitab Suci yang menjadi dasar Sakramen Pengurapan Orang Sakit adalah tulisan dari St. Yakobus 5:13-16. Mengikuti pengajaran dari Trente, orang dapat mengatakan bahwa Sakramen Pengurapan ini ditetapkan oleh Yesus dan mempunyai dasar yang kuat dari tulisan St. Yakobus. Konsili Trente menyatakan: “Sakramen Kudus Pengurapan Orang Sakit diinstitusikan oleh Kristus Tuhan kita sebagai suatu sakramen Perjanjian Baru yang benar dan baik. Indikasi itu ada dalam Mrk 6:13 dan dipercayai serta diajarkan dengan iman oleh rasul Yakobus, saudara Tuhan” (DS 1695). 
Pada abad XIII Sakramen Pengurapan Orang Sakit menjadi praktik umum di Gereja Barat. Perkembangan secara penuh terhadap sakramen-sakramen yang ada, terjadi pada masa antara abad XI sampai dengan abad XIII. Sejalan dengan perkembangan teologi Skolastik pada abad XII maka ada penegasan yang jelas terhadap Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Namun kenyataannya, sakramen ini sebenarnya sudah mendapat penegasannya sejak Peter Lombardus yang menerima sakramen ini sebagai salah satu dari ketujuh sakramen yang ada. Keyakinan ini didasari oleh refleksi atas pengalamannya dalam pelaksanaan sakramen tersebut. Lombardus menggambarkan pengurapan sebagai sakramen untuk orang yang berada dalam sakratul maut. 

Menurut beberapa teolog, jika seorang diurapi maka orang tersebut harus melaksanakan tobat sepanjang hidupnya, dilarang untuk menggunakan harta benda dan tidak boleh makan daging. Karena alasan ini, maka orang takut terhadap sakramen ini, karena berhubungan dengan kematian. Artinya jika orang menerima sakramen ini maka orang tersebut telah mendekati ajal. Dengan demikian Sakramen Pengurapan Orang Sakit tidak digunakan. Pada abad XII dalam Sacramentis infantium morientium tertulis bahwa Sakramen Pengurapan Orang Sakit sebenarnya telah dihapus. 
Dalam abad XI dan abad XII teologi sakramen memulai bentuknya yang menjelaskan sifat pengurapan.

Ada beberapa teolog yang memberikan pandangannya bagi perkembangan sakramen ini. Bonitho dari Piacenza adalah salah satu pengarang pada masa Skolatik awal yang memfokuskan tulisannya tentang sakramen-sakramen.. Bagi Bonitho, pengurapan orang sakit adalah sakramen yang didirikan oleh para rasul. 

Nicholas, sekretaris St. Benardus Claivaux mencatat adanya 12 sakramen: baptisan, penguatan, pengurapan orang sakit, tahbisan uskup, pengangkatan raja, pemberkatan gereja, pengakuan dosa, kanonisasi, janji prasetya biarawan, janji para pertapa, janji prasetya biarawati, dan pernikahan. Di sini pengurapan digambarkan sebagai sakramen yang membantu jiwa seseorang dalam sakratul maut untuk membersihkan dosa-dosa. Minyak yang dipakai untuk mengurapi berdaya guna menyembuhkan dan mengampuni dosa-dosa, dan iman membangkitkan tubuh serta menenangkan keinginan-keinginan daging. 

Geoffrey, uskup dari Vendome (1132) melaksanakan pengurapan dengan perayaan. Sebagai suatu kesatuan, sakramen itu menyembuhkan jiwa-jiwa dari luka-luka batin karena dosa, dan memampukan orang memperoleh keselamatan abadi, serta persatuan dengan Kristus. Bagi Geoffrey, pengurapan bukan hanya sakramen yang berasal dari tradisi para rasul tetapi juga merupakan sakramen agung yang pelaksanaannya tidak dapat diulang (sekali seumur hidup). Pandangan ini berlaku pada abad XI dan XII. 
Dalam Summa Sententiarum, dituliskan pandangan umum mengenai Sakramen Pengurapan Orang Sakit sebagai sakramen yang didirikan oleh para rasul. Summa Sententiarum berbicara tentang tanda dan daya guna sakramen ini, yaitu pengampunan dosa. Namun Summa Sententiarum menyatakan bahwa sakramen ini dapat dilaksanakan berulang-ulang.Victor Hugo mempunyai pandangan yang sesuai dengan pengertian awal. Ia memandang pengurapan bukan sebagai sakramen untuk orang yang akan mati. Dia mengatakan bahwa, sakramen ini didirikan dengan dua alasan: yaitu untuk penghapusan dosa dan untuk penyembuhan sakit fisik. Ia juga melihat sakramen ini sebagai sakramen yang didirikan oleh para rasul dan ia mengizinkan sakramen diberikan berulang-ulang atas dasar permintaan dari orang yang sakit. 

Teologi Skolatik mencatat ada 3 pandangan mengenai daya guna Sakramen Pengurapan Orang Sakit, yaitu pengampunan dosa, penyembuhan fisik dan perlindungan bagi orang sakit dari kuasa jahat sampai saat kematiannya. Pandangan pertama mengatakan bahwa sakramen ini hanya diberikan kepada mereka yang sakit keras dan mempunyai efek untuk menyembuhkan orang sakit. Pendukung pandangan ini adalah Hugo St. Victor, William dari Auxerre. Pandangan kedua memandang sakramen ini sebagai sakramen untuk orang yang sudah mendekati ajal. Dayagunanya adalah untuk pengampunan dosa dan penyembuhan jiwa. Pandangan ini sudah diperkenalkan oleh Peter Lombardus (1160). Para teolog yang mendukung pandangan ini adalah Albertus Agung, Thomas Aquinas, Bonaventura dan Yohanes Duns Scotus. Namun pandangan di antara teolog ini pun berbeda terhadap daya guna dari sakramen ini. Teolog dari Fransiskan memandang bahwa daya guna sakramen untuk orang yang mendekati ajal ini sebagai suatu persiapan bagi kehidupan yang akan datang. Sedangkan teolog Dominikan melihat daya guna sakramen ini sebagai pembersihan sisa-sisa dosa yang ada. Dosa-dosa sisa itu bukanlah dosa-dosa mereka sendiri tetapi dosa yang menghalangi orang untuk bersatu dengan Allah. Thomas Aquinas yang mengikuti pandangan Dominikan menegaskan bahwa sakramen ini sebaiknya tidak diberikan kepada anak-anak dan kepada mereka yang tidak mengerti apa itu pengurapan dan maksud doa-doanya. Bonaventura yang ada pada pihak Fransiskan menambahkan bahwa sakramen ini sebaiknya tidak diberikan kepada orang yang mungkin akan sembuh dari penyakitnya. Yohanes Duns Scotus menekankan bahwa sakramen ini diberikan kepada orang yang sudah tidak dapat berbuat dosa lagi. Pandangan ini mempersiapkan jalan untuk pelayanan bagi orang yang tidak sadar diri/pingsan atau kritis. 

Dari fakta perkembangan sejarah pada abad XI sampai XII, pengurapan berubah fungsi sebagai penganti viaticum dan menjadi sakramen akhir hidup. Urutan sakramen yang tua adalah: pengampunan dosa, pengurapan dan viaticum diganti menjadi pengampunan dosa, viaticum dan pengurapan. Tidak ada alasan teologis bagi penempatan ini. Yang jelas sakramen ini hanya dapat diterima sekali seumur hidup dan jika orang sudah diurapi ia tidak diizinkan melakukan hubungan suami-isteri. 
Perubahan pemahaman ini nampaknya tidak menghubungkan fungsi pengurapan sebelumnya. Dahulu pengurapan berfungsi sebagai penyembuhan fisik. Sekarang fungsi ini berubah. Nampaknya ketidakmampuan untuk melihat fungsi pengurapan sebagai penyembuhan fisik inilah yang menjadi alasan utama terjadinya perubahan. 

Terhadap pengurapan, ada pertanyaan teologis yaitu apa yang dilakukan oleh Sakramen Pengurapan Orang Sakit? Jawaban semula adalah untuk penyembuhan fisik. Tetapi, karena dayagunanya jarang nampak maka kemanjuran sakramen ini dipertanyakan. Ada sebuah jawaban atas pertanyaan ini, yaitu Sakramen Pengurapan Orang Sakit menghasilkan rahmat. Maka mudah disimpulkan bahwa pengampunan dosa merupakan daya guna dari pengurapan. Dosa-dosa yang dihapuskan adalah dosa-dosa yang tidak bisa dihapuskan oleh Sakramen Pengampunan Dosa. Lebih khusus lagi pengurapan memurnikan pribadi dari dosa-dosa.

Dari penelitian sejarah pada periode ini, banyak usaha yang mengarahkan Sakramen Pengurapan orang sakit ini ke arah pengurapan orang yang mendekati ajal. Joseph Martos menulis demikian:

“Karena pengurapan jarang diberikan kepada orang yang mengharapkan penyembuhan dari sakit mereka, maka doa-doa untuk penyembuhan fisik perlahan-lahan dihapuskan dari upacara pengurapan dan hanya tinggal doa-doa pengampunan dosa serta harapan akan keselamatan.” 

Menjelang abad XII, sakramentalitas pengurapan menjadi semakin kuat. Konsili Lyons (1274) menetapkan pengurapan sebagai salah satu dari sakramen Gereja Roma. Konsili Florence dalam Decree for the Armenians dan Konsili Trente menyatakan bahwa dasar sakramentalitas Pengurapan Orang Sakit berasal dari otoritas Kitab Suci, khususnya teks Yakobus.

Konsili Trente membahas tiga hal yang berhubungan dengan Sakramen Pengurapan Orang Sakit yaitu 1). Asal-usul sakramen ini berasal dari Kristus, 2). Hasil atau daya guna sakramen, 3). Pelayan: siapa yang berhak menerimakan sakramen ini. Soal pokok adalah yang pertama, sebab para reformatores berpendapat bahwa sakramen ini tidak berasal dari Kristus melainkan diadakan oleh Gereja. Luther dan para reformatores menyatakan bahwa teks Yakobus tidak berbicara mengenai ‘pengurapan terakhir’. Menanggapi pendapat ini konsili mengajarkan, “Pengurapan terakhir adalah sakramen dalam arti yang benar dan sesungguhnya, yang diadakan oleh Kristus Tuhan kita dan diresmikan oleh Santo Yakobus Rasul, dan (sakramen ini) bukan hanya suatu upacara yang diterima dari bapa-bapa- Gereja atau sesuatu yang dibuat oleh manusia” (DS 926/1716). 

Dari hasil pembahasan dan analisa, bapa konsili sadar bahwa masalah yang ada Sakramen Pengurapan Orang Sakit tidak terletak pada bidang teologi. Menurut mereka masalah sakramen ini terletak pada bidang pastoral. Masalah ini berhubungan dengan penjelasan dan perkembangan cara pelaksanaan sakramen. Konsili sadar bahwa praksis Gereja pada waktu itu tidak seluruhnya sama dengan apa yang dilukiskan dalam Yak 5:14-15. Oleh karena itu dengan sangat hati-hati dikatakan bahwa “upacara dan kebiasaan pengurapan terakhir yang dipakai oleh Gereja Roma yang kudus tidak bertentangan dengan ajaran St. Yakobus Rasul” (DS 928/1718). 

Daya guna sakramen menurut Trente adalah rahmat pengampunan dosa dan kesembuhan orang dari sakit. Khusus mengenai penyembuhan ditandaskan bahwa, “rahmat penyembuhan bukan sesuatu yang hanya terjadi dahulu saja”, yakni “dalam Gereja purba” (DS 910/1699). Sebagai pelayan sakramen, konsili menyebut hanya “imam yang ditahbiskan oleh uskup” (DS 920/1719). Di sini konsili menafsirkan teks Yakobus: ‘para presbyteroi’ bukan dengan kata ‘para penatua jemaat’ dalam arti ‘orang yang lebih tua’, tetapi mengartikan dengan ‘imam yang sungguh ditahbiskan oleh uskup’. 
Dalam uraiannya mengenai pelayan sakramen, konsili juga membahas kapan sakramen ini diberikan. Konsili menetapkan bahwa, “pengurapan harus diberikan kepada orang sakit, tetapi terutama kepada mereka yang sakit berat, nampaknya hampir meninggal dunia; maka sakramen ini disebut juga ‘sakramen orang yang meninggal’” (DS 910/1698). 

Pada abad XX ada tekanan baru dalam pelayanan terhadap orang sakit. Ada banyak alasan terhadap penekanan ini, misalnya gerakkan pembaharuan liturgi pada abad XX, pemahaman yang lebih baik terhadap kehidupan sakramental Gereja Patristik, kemajuan-kemajuan ilmu psikologi dan sosiologi, dan perhatian lebih pada penyembuhan dan kesehatan yang didekati secara holistik. Kebangkitan kharismatik merupakan salah satu dari pengaruh-pengaruh terakhir yang menempatkan sakramen ini dalam sebuah persfektif yang berbeda. 
Penelitian historis modern memungkinkan para uskup yang berkumpul pada Konsili Vatikan II (1962-1965) menyadari bahwa masih ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengembalikan sakramen ini pada makna aslinya. Satu dari tindakan-tindakan pertama para uskup adalah menyatakan bahwa nama yang lebih baik untuk Pengurapan Terakhir ialah menjadi Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Para uskup juga berpendapat bahwa sakramen ini bukan sakramen yang ditujukan hanya untuk mereka yang berada diambang kematian saja. Karena itu, saat yang baik untuk menerimanya pasti sudah tiba, bila orang beriman mulai berada dalam bahaya maut karena menderita sakit atau sudah lanjut usia. Pernyataan ini termuat dalam SC 73:

“Pengurapan terakhir” atau lebih tepat lagi disebut “pengurapan orang sakit”, bukanlah sakramen bagi mereka yang berada di ambang pintu kematian saja. Maka saat baik untuk menerimanya pasti sudah tiba, bila orang beriman mulai ada dalam bahaya maut karena menderita sakit atau sudah lanjut usia.”

Perubahan paling penting dalam pengertian Gereja mengenai sakramen ini ialah bahwa sakramen ini harus dilaksanakan ketika orang mulai berada dalam bahaya kematian, bukan ketika mereka hampir mati. Ini berarti , orang Katolik dapat diurapi segera sesudah mereka menyadari bahwa mereka mengalami sakit yang mengantar mereka ke kematian. Mereka dapat meminta untuk menerima sakramen ini jika mereka akan dioperasi di rumah sakit, walaupun operasi yang dilakukan secara sederhana. Gereja juga mengakui bahwa mereka yang telah lanjut usia memiliki hak untuk diurapi karena orang-orang yang lebih tua itu lebih dekat pada kematian.

Dalam Ordo Unctionis Infirmorum eorumque Pastoralis Curae atau Tata Cara Pengurapan dan Perhatian Pastoral Untuk Orang Sakit yang dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat Suci pada tahun 1972 ditetapkan suatu pengaturan perayaan yang baru. Perayaan yang baru itu adalah: pengurapan minyak hanya dilakukan di dahi dan di kedua telapak tangan, pelayan sakramen adalah imam, penerima sakramen adalah orang sakit berat, entah disebabkan oleh usia yang lanjut atau oleh suatu penyakit atau karena operasi besar, dan pemberian sakramen ini dapat diulangi. Pedoman ini juga menyatakan bahwa minyak yang digunakan adalah minyak yang telah diberkati oleh uskup, yaitu Oleum Infirmorum (OI), tetapi dalam keadaan darurat dapat digunakan minyak (harus nabati) yang diberkati oleh imam. 
Perubahan-perubahan yang ada dari sakramen membuat sakramen ini bersifat luwes. Selain itu ritus baru ini juga bersifat umum. Maksudnya, pemberian sakramen ini dilakukan dalam kehadiran orang lain yang tahu dan peduli mengenai orang sakit itu. Hal ini sangat berbeda dengan ritus lama di mana sakramen ini hanya diberikan oleh seorang imam dan tidak boleh dihadiri oleh orang lain selain yang diurapi. Alasan perubahan ini adalah bahwa Gereja telah mengakui pentingnya keluarga, para sahabat, orang-orang profesional demi kebaikan orang sakit. Karena mereka dapat memberikan banyak dukungan kepada pribadi yang sakit, maka pantaslah jika mereka bergabung bersama untuk berdoa, memohon penyembuhan orang itu. 

Dalam pembaharuan sakramen ini bukan hanya ritus yang diperbaharui. Seluruh pendekatan Gereja untuk melayani orang sakit disesuaikan, membuat pelayanan ini lebih menyeluruh dan lebih sesuai dengan Roh Penyembuhan Yesus kepada orang sakit. Pelayanan kepada orang sakit sekarang dikenal sebagai perhatian dan tugas seluruh komunitas Kristen, dan bukan hanya imam. Mereka yang memberikan pelayanan kesehatan profesional dalam institusi Katolik mengerti bahwa pekerjaan mereka bukan hanya memenuhi kebutuhan fisik orang sakit saja tetapi juga kebutuhan rohani. 



2. Dimensi Teologis Sakramen Pengurapan Orang Sakit

a. Dimensi Antropologis

Dalam pemikiran alam Yunani (hellenis) yang dipengaruhi oleh pandangan gnostik, manusia dilihat sebagai mahkluk yang mempunyai dua dimensi yaitu tubuh dan jiwa. Tubuh dipandang jahat sedangkan roh dipandang baik. Tubuh adalah penjara bagi jiwa. Oleh sebab itu manusia harus berusaha membebaskan jiwa dari tubuh. Pandangan ini nampaknya mempengaruhi para teolog untuk memahami makna atau fungsi dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Misalnya, pada abad VIII, Sakramen Pengurapan Orang Sakit dimaknai sebagai penyembuh tubuh dari sakit. Sedangkan pada zaman Skolastik, daya guna sakramen ini dilihat hanya mempunyai pengaruh pada bidang rohani saja.
Dewasa ini para teolog mengembalikan makna asli dari daya guna sakramen ini. Menurut para teolog, sakramen ini mempunyai pengaruh pada tubuh dan jiwa sekaligus. Manusia bukanlah mahkluk yang bersifat dualistik, di mana tubuh dan jiwa terpisah menjadi dua komponen yang berbeda. Manusia adalah mahkluk kesatuan di mana tubuh dan jiwa tidak dapat dipisahkan. Pandangan ini berakar dari alam pemikiran Yahudi. Bagi orang Yahudi manusia atau pribadi tidak dibagi menjadi tubuh dan jiwa. Tubuh adalah perwujudan eksternal. Dengan tubuhnya manusia dapat berkomunikasi dan berbagi dengan sesamanya dan dengan mahkluk ciptaan lain. Dengan tubuhnya juga manusia dapat berhubungan dengan Allah. Jika tubuh itu berfungsi dengan baik maka ia dapat berhubungan baik dengan manusia dan dengan Allah. Namun jika ia sakit maka hubungan ini terganggu pula. Situasi ini membuat manusia merasa terasing. Ia merasa tercabut dari akar kemanusiaanya sebagai mahkluk sosial. Dalam situasi seperti ini, manusia akan merasakan tekanan dalam hidupnya. Ia menjadi mudah tersinggung, mudah marah, merasa ditinggalkan dan merasa tidak berguna, menganggu orang lain karena sakit, tergantung dari pelayanan orang lain. Dalam saat-saat seperti ini, orang sakit sebenarnya membutuhkan perhatian dari sesamanya. Ia membutuhkan sapaan, dukungan, cinta dari sesamanya. 
Kitab Suci, ilmu kedokteran dan psikologi juga menekankan kesatuan manusiawi. Manusia harus dilihat secara holistik dan untuk memperoleh kesembuhan perlu pendekatan secara holisitk pula. Penanganan medis dan kunjungan kepada orang sakit tidak dapat dipisahkan dari pengurapan. Semua ini adalah bagian dari pelayanan manusia. Tujuan dari pelayanan ini adalah menjadikan manusia utuh kembali. Pengurapan sebenarnya dapat menjadi sarana untuk menjawab kebutuhan dasar manusiawi ini. Pengurapan dapat menjadi pemersatu dari keterpecahan manusiawi. Kehadiran imam dan sesama yang hadir dalam perayaan pengurapan dapat memberikan kekuatan, dukungan dan harapan bagi si sakit. Ia merasa tidak sendirian. Ia dicintai dan diharapkan kesembuhannya sehingga ia dapat hadir dalam komunitasnya. Dengan dukungan seperti ini orang sakit merasa kuat dan diteguhkan. Situasi yang baik dan tenang akan membuat orang sakit ingin sembuh dan percaya kepada Allah yang akan menyembuhkannya. 

1. Dimensi Kristologis 

Konstitusi Lumen Gentium 11 menyatakan maksud Pengurapan Orang Sakit :
“Melalui perminyakan Suci dan doa para imam, seluruh Gereja menyerahkan orang yang sakit kepada Tuhan, yang bersengsara dan telah dimuliakan, supaya ia menyembuhkan dan menyelamatkan mereka: bahkan Gereja mendorong mereka untuk secara bebas menggabungkan diri dengan sengsara dan wafat Kristus, dan dengan demikian memberi sumbangan kesejahteraan kepada umat Allah.”

Melalui baptisan kita diterima menjadi Anak-anak Allah dan diikutsertakan dalam seluruh peristiwa hidup Yesus yaitu sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya (Rom 6:3-4). Yesus yang telah wafat, membebaskan kita dari maut, dan kita yang telah digabungkan dengan derita Yesus, juga akan ikut mengalami kemuliaan-Nya (Rom 6:8,17). Dalam pengurapan orang sakit, orang sakit dipersatukan dengan dan dalam sengsara Yesus Kristus. Bersama Yesus, orang beriman diajak menanggung penderitaannya untuk tidak putus asa dan mempunyai pengharapan akan kesembuhan sebagaimana Yesus menyembuhkan orang sakit. Dengan mempersatukan penderitaan bersama Kristus, orang sakit dikuatkan dan diteguhkan dalam iman dan pengharapan.

Yesus sendiri tidak hanya membiarkan diri-Nya dijamah oleh para penderita. Ia malah menjadikan sengsara mereka sebagai sengsara-Nya sendiri: “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” (Mat 8:17). Di kayu salib Ia menanggung seluruh penderitaan dan segala beban kesakitan manusia. Oleh sengsara dan wafat-Nya di kayu salib, Kristus memberi arti baru bagi penderitaan. Ia dapat membuat kita menyerupai-Nya dan dapat menyatukan kita dengan sengsara-Nya yang menyelamatkan. 

Yesus yang tidak berdosa, mengalami semua jenis penderitaan dan mengambil bagian dari semua penderitaan manusia untuk menghasilkan pendamaian dan membuat orang mengenal kebenaran. Penderitaan-Nya penting agar kita bisa masuk ke dalam kemuliaan-Nya. Ketika kita menderita, Kristuslah yang menderita di dalam diri kita. Dengan kesaksiannya, orang-orang sakit yang menyatukan penderitaannya dengan penderitaan Kristus mengingatkan orang lain mengenai nilai apa yang esensial. Mereka menyatakan kepada kita bahwa hidup yang kita hidupi di sini harus ditebus oleh misteri kematian dan kebangkitan Kristus. Dan ingatlah bahwa semua jenis penderitaan ini bersifat sementara dan ringan dibandingkan dengan nilai kemuliaan abadi yang dipersiapkan bagi kita umat-Nya . 


2. Dimensi Soteriologis

Dalam pengurapan orang sakit, orang sakit juga dipersatukan dan ambil bagian dalam kebangkitan Kristus (Rom 6:4,8). Kebangkitan yang dialami oleh Yesus dapat kita alami juga sekarang, di dunia ini. Selama Yesus hidup, Yesus berkeliling mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang yang sakit dan menderita (bdk. Luk 4:18-19). Mukjizat penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus merupakan ‘tanda’ kehadiran Kerajaan Allah di dunia ini. Jika orang sungguh percaya kepada Allah maka Allah juga hadir saat ini. Yang dituntut dari kaum beriman adalah iman. Iman akan kebangkitan Kristus mempunyai makna pengharapan akan kebangkitan-kesembuhan kita di sini dan saat ini (hic et nunc). 


3. Dimensi Eklesiologis

Sakramen Pengurapan Orang Sakit sebagai sakramen Gereja merupakan perayaan iman seluruh Gereja. Meskipun yang hadir pada sakramen itu hanya imam dan orang sakit, perayaan itu berlangsung dalam konteks seluruh Gereja. Karena imam ‘mewakili’ kehadiran seluruh Gereja. Seperti halnya semua sakramen, Sakramen Pengurapan Orang Sakit adalah perayaan liturgi dan perayaan bersama. Oleh sebab itu sangat dianjurkan agar banyak umat yang hadir dalam Perayaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Kehadiran banyak orang menunjukkan kepada orang sakit bahwa Gereja tidak meninggalkan jemaatnya yang sedang menderita: “Jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita” (1Kor 12: 26). Dengan kehadiran itu orang sakit dikuatkan dalam penderitaannya dan sekaligus ciri comunio dari Gereja ditunjukkan. 

Ciri ekklesiologi ini juga ditunjukkan dengan pelayan yang melayani sakramen ini. Pelayan sakramen ini adalah pejabat resmi Gereja. Dalam hal ini adalah uskup dan imam. KHK No. 1003 menekankan bahwa pelayan biasa sakramen ini adalah uskup, imam, dan imam pembantunya, termasuk di sini adalah imam yang memberi pelayanan di rumah sakit serta para pimpinan biara (religius-imam, abas). Para klerus ini bertindak atas nama Gereja dan melaksanakan pelayanan di dalam Gereja.
Para pastor mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada umat beriman mengenai daya guna yang menyelamatkan dari sakramen ini. Umat beriman hendaknya mendorong orang sakit, supaya memanggil imam, dan menerima sakramen ini. Orang sakit harus mempersiapkan diri untuk itu, supaya menerimanya dalam keadaan batin yang baik. Para pastor dan jemaat hendaknya membantu mereka dan menyertai mereka dalam doa dan perhatian persaudaraan.


4. Dimensi Pneumatologis

“Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus.” Kalimat ini adalah rumusan resmi pada Pengurapan Orang Sakit. Dari rumusan ini sangat jelas bahwa Gereja percaya bahwa Roh Kudus sangat berperan dalam pengurapan. 

Roh Kudus menjadi alasan pokok mengapa sakramen ini disebut ‘Pengurapan Kudus’. Roh Kudus menyucikan minyak, menyucikan doa, menyucikan jemaat yang berkumpul, menyucikan pelayan dan terutama menyucikan orang yang sakit. Dalam sakramen ini kita merayakan Kristus yang hadir dalam Roh Kudus sebagaimana yang dijanjikan oleh Kristus sendiri sebelum wafat dan terangkat ke Surga (bdk. Yoh. 14: 18. 25-26). Roh Kudus membawa kita kepada kehidupan dan keselarasan yang menyembuhkan. Roh Kuduslah yang membuat orang buta melihat, orang tuli mendengar, dan membuat orang lumpuh berjalan. Roh Kudus pula yang memampukan kita berseru kepada Allah, “ya Abba, ya Bapa!” (Rom 8:15). 

Rahmat pertama dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit adalah karunia Roh Kudus. Hal ini nampak jelas dari rumusan pengurapan, “Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus. Dan semoga Ia membebaskan Saudara dari dosa, menganugerahkan keselamatan, dan berkenan menabahkan hati Saudara.” Roh Kudus memampukan orang sakit untuk mempersatukan penderitaannya dengan penderitaan Kristus dan kemuliaan-Nya (bdk. Rom 8: 11.17). Dengan persatuan ini orang sakit mendapat kekuatan dari Allah untuk menghadapi penderitaannya. Selanjutnya, Roh Kudus juga memberikan rahmat pengampunan dosa kepada orang sakit sehingga ia memperoleh keselamatan yang dijanjikan oleh Allah. Roh Kudus itu juga memberikan rahmat ketabahan agar orang sakit tabah dan dapat menerima penderitaannya. 


C. Usaha Pastoral Sakramen Pegurapan Orang Sakit 

1. Katekese Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Banyak orang takut menerima sakramen ini, karena berpendapat bahwa pengurapan orang sakit mendatangkan maut. Ini tentu pendapat yang keliru, yang perlu dikoreksi dalam suatu katekese pastoral yang sekaligus bersifat penerangan dan penghiburan. Katekese merupakan kunci untuk menyampaikan makna sebenarnya dari sakramen pengurapan ini. Untuk sampai pada maksud itu ada beberapa pokok yang harus disampaikan dalam katekese umat.

2. Pandangan Kristen Terhadap Sakit

Orang Kristen memandang sakit dan penderitaan bukan sebagai suatu kutukan atau hukuman dari Allah karena dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia. Sakit merupakan bagian dari kondisi kemanusiaan manusia. Bagi orang Kristen, sakit mempunyai makna jika dihubungkan dengan penderitaan dan kesakitan yang diderita oleh Yesus. “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24).

3. Pelayanan Pengurapan

Pelayan pengurapan orang sakit adalah seorang imam. Seorang awam tidak perkenankan memberikan pelayanan ini. Imam yang memberi pelayanan berfungsi sebagai wakil Gereja. Kehadiran imam menandakan kehadiran Tuhan Yesus sendiri yang mencintai umat-Nya yang sedang sakit. Selain itu kehadiran imam juga menunjukkan perhatian Gereja akan jemaatnya yang sakit dan menderita. Oleh sebab itu seorang imam yang diminta oleh umat melayani sakramen pengurapan hendaklah sesegera mungkin melayaninya. Selain melayani sakramen imam harus menyiapkan baik orang yang sakit maupun umat yang hadir supaya perayaan dapat dilaksanakan dengan baik dan semua orang dapat merasakan kehadiran Kristus. Perayaan yang berjalan baik dan dilandasi dengan iman yang sungguh akan membawa semua yang hadir terutama si sakit kepada kesembuhan jiwa dan raga. 

4. Siapa Yang Boleh Diurapi

Kitab Hukum Kanonik 1004 - § 4 berbunyi, “Pengurapan orang sakit dapat diberikan kepada umat beriman yang telah dapat menggunakan akal budi, yang mulai berada dalam bahaya karena sakit atau usia lanjut”. Orang tua (sepuh) dapat diurapi karena kondisi mereka yang lemah dan sewaktu-waktu dapat meninggal dunia. Anak-anak yang ada dalam bahaya maut karena sakit dapat diberikan pengurapan apabila mereka cukup mengerti makna sakramen ini dan dapat berpartisipasi dalam perayaan. Tetapi bayi dan anak kecil yang sedang sakit serta berada dalam bahaya kematian hendaknya jangan diberikan sakramen pengurapan. Sebaiknya imam mendoakan atau memberikan berkat kepada bayi atau anak tersebut. Jika bayi atau anak kecil itu belum dibaptis baiknya imam membaptisan bayi atau anak itu demi keselamatan jiwanya. 

5. Kapan Sakramen Orang Sakit Diberikan

Pengurapan orang sakit sebaiknya diberikan sesegera mungkin ketika ada orang sakit dalam bahaya kematian. Untuk itu jika orang sakit berada dalam kondisi yang berbahaya, umat beriman: orang tua, saudara atau perawat sebaiknya segera memanggil imam untuk meminta diberikan pelayanan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Untuk meminta pelayanan itu hendaknya ada permintaan dari orang sakit tersebut dan ada niat dan iman dari orang yang sakit untuk rela menerima sakramen tersebut. 
Jangan menunda-nunda dalam meminta pelayanan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Ada kesulitan jika umat beriman baru memanggil imam bila orang yang sakit itu sudah tidak sadarkan diri atau jika sudah mendekati ajal. Kesulitan itu ada soal komunikasi. Orang sakit tidak dapat turut serta dan kurang siap untuk menerima serta menghayati pengurapan. 

6. Pastoral Orang Sakit : Kunjungan Orang Sakit

Gereja menghendaki supaya Sakramen Pengurapan Orang Sakit tidak menjadi perayaan lepas, melainkan menjadi bagian dari pastoral orang sakit. Liturgi pengurapan orang sakit dimulai dari kunjungan orang sakit dan berdoa bersama mereka. Pastoral orang sakit merupakan salah satu pelayanan yang penting bagi mereka yang sedang menderita karena sakit, baik itu yang berada di rumah sakit maupun yang berada di rumahnya sendiri. Kunjungan orang sakit merupakan manifestasi dari sabda Yesus, “Ketika Aku sakit, kamu melawat Aku” (Mat 25:36). Dengan kunjungan kepada orang sakit, kita memberikan perhatian kepada Yesus sendiri yang hadir dalam diri orang yang sedang sakit. Kunjungan orang sakir membuat pelayanan Sakramen Pengurapan Orang Sakit menjadi lebih efektif dan berdaya guna. 

Melalui kunjungan orang sakit, orang Kristen memberi dan berbagi perhatian serta cinta Kristus dan Gereja kepada orang sakit. Kunjungan itu memberikan peneguhan dan dukungan kepada orang sakit supaya orang sakit mampu menghadapi sakit penderitaannya dan sekaligus berharap akan kesembuhan. Imam yang hadir, berdoa dan berbicara bersama orang sakit juga memampukan orang yang sakit menghadapi situasi mereka.

Kunjungan orang sakit dapat dilaksanakan oleh umat beriman, siapa saja boleh. Mereka dapat mengunjungi orang sakit kapan saja: sebelum atau sesudah pengurapan orang sakit dilaksanakan. Kunjungan ini dapat menghibur orang sakit dan menyakinkan mereka bahwa mereka tidak sendirian. Dengan doa-doa umat beriman, orang sakit dapat diteguhkan bahwa mereka mempunyai harapan akan kesembuhan dan kematian bukanlah hal negatif dan kesudahan dari segala sesuatu. Kematian adalah bagian dari kehidupan segala mahkluk hidup. Sebagai umat beriman kita percaya bahwa kematian bukanlah akhir dan kekalahan umat manusia. Justru sebaliknya melalui kematian kita dapat memperoleh kehidupan yang abadi di dalam Kristus, “Atau tidak tahukhn kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rom 6:3-4). 
Melalui kunjungan dan pengurapan, orang sakit diajak untuk berterima kasih kepada Allah dan mampu bersukaria. Jiwa yang bahagia tanpa kemarahan, dendam atau ketakutan memampukan orang sakit untuk bangkit. Kondisi seperti ini membantu orang yang sakit untuk memperoleh kesembuhan dari penyakitnya. Oleh sebab itu Gereja sangat menganjurkan kepada umat beriman untuk mengunjungi orang yang sakit dan memberikan penghiburan.

Dalam menjalankan pastoral kunjungan atau pengurapan orang sakit, pelayan hendaknya menyadari situasi yang ada dalam diri mereka yang sedang sakit. Orang sakit memiliki rasa takut, marah, terancam, frustasi dan tidak berpengharapan. Kondisi ini akan menjadi semakin berbahaya jika mereka menolak atau menekan perasaan mereka. Oleh sebab itu, para pelayan harus melihat dan mengenal kondisi tersebut.

7. Komuni Orang Sakit

Komuni untuk orang sakit adalah bagian dari pelayanan kepada orang sakit. Dalam paroki biasanya ada pelayanan untuk mengirim komuni bagi orang sakit di rumah maupun di rumah sakit non katolik. Sedangkan di rumah sakit katolik biasanya sudah ada pelayan khusus yang dilaksanakan oleh para biarawan atau biarawati. Umumnya pelayan untuk mengirim komuni dapat dilaksanakan oleh imam, diakon atau biarawan-biarawati. Namun dalam keadaan mendesak di mana tidak ada pelayan, umat beriman yang berdisposisi baik dan mengetahui tata cara pelaksanaan dapat juga melaksanakan pelayanan ini. Dalam paroki biasanya dilaksanakan oleh para prodiakon atau kelompok-kelompok doa: karismatik, Legio Mariae, dll. Usaha-usaha pelayanan komuni untuk orang sakit jangan dipandang sebagai pelayanan khusus bagi orang atau kelompok orang tertentu. Jemaat Kristen purba sudah melaksanakan praktik ini. Biasanya pada hari Minggu mereka membawa komuni yang sudah dikonsakrir kepada orang sakit yang ada di rumah. 
Pelayanan komuni untuk orang sakit jika dilaksanakan secara teratur sangat membantu orang sakit untuk memaknai sakit dan penderitaannya. Orang sakit merasa dikuatkan dengan santapan suci dan juga akan sapaan dari pelayan terutama jika yang melayani itu adalah pastor, suster, frater atau bruder. Pastor paroki mempunyai tanggungjawab untuk memperhatikan pelayanan ini. Semua pastor mempunyai tanggungjawab untuk mengunjungi dan melihat orang sakit khususnya yang berada dalam teritorial pelayanannya. Orang sakit harus dilayani untuk menerima komuni khususnya pada hari raya Paskah. 


C. Tata Upacara Pengurapan Orang Sakit


UPACARA PENGURAPAN ORANG SAKIT TERMINAL
ATAU YANG SUDAH MENDEKATI AJAL 
DENGAN BERKAT APOSTOLIK


Upacara dilaksanakan bagi orang yang sudah mendekati ajal. Suasana yang hendak dibangun adalah suasana yang tenang dan damai. Imam dapat mengenakan stola atau tanda jabatan liturgis lain. Upacara ini dapat dilaksanakan di mana saja: rumah sakit, rumah pribadi, gereja. Perlengkapan yang harus disediakan adalah lilin dan salib. Perayaan ini baik jika dihadiri oleh anggota keluarga, sahabat dan anggota jemaat lainnya.


RITUS PEMBUKA

TANDA SALIB DAN SALAM

I : Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
U : Amin.

Sesudah itu, sambil membuka tangan, atau dengan cara lain menurut kebiasaan setempat, imam menyampaikan SALAM kepada umat khususnya kepada orang sakit dengan mengucapkan teks di bawah ini.

I : Rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus besertamu.
U : Dan sertamu juga. 

PENGANTAR

Saudara-saudari terkasih, dalam nama Yesus kita semua hari ini berkumpul untuk mendoakan saudara kita ……….Tuhan Yesus mengundang kita yang kuatir, berbeban berat, dan yang sedang sedih. “Datanglah kepadaKu dan Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”. Tuhan Yesus ingin berbagi dalam penderitaan, bersedih bersama dan memberikan damai kepada kita terutama bagi saudara kita ………….yang sedang sakit ini. Tuhan menunjukkan kerelaan hati-Nya kepada kita semua yang dengan penuh iman mengharapkan kerahiman-Nya.

Imam atau diakon menjelaskan sedikit maksud dari Berkat Apostolik, misalnya sbb:
a. Dalam pelayanan Gereja kepada warganya yang sakit, kita mengenal antara lain:
1. Sakramen Pengurapan Orang Sakit, yakni sakramen yang diberikan orang yang sakit mampu menderita bersama Kristus, memperoleh kesembuhan dan juga supaya orang sakit dapat menyelesaikan tugas hidup ini selaras dengan kehendak Allah.
2. Komuni Bekal Suci (Viaticum), yakni komuni khusus yang diberikan kepada orang sakit sebagai bekal suci pada perjalanan terakhir menuju rumah Bapa.
a. Sekarang Saudara akan menerima Berkat Apostolik, artinya: Dengan perantaraan saya, Bapa Suci atas nama Gereja berkenan memberikan berkat istimewa yang membebaskan Saudara dari segala hukuman dosa. Berkat ini menandakan bahwa Bunda Gereja senantiasa mendampingi Saudara, di saat-saat semacam ini. 

DOA PEMBUKA
Sambil mengatupkan tangan imam berkata/bernyanyi:

I : Marilah kita hening sejenak memusatkan perhatian kita akan kehadiran Tuhan yang maharahim, supaya kita dapat berdoa dengan pantas dan layak.

Imam dan seluruh umat yang hadir hening sejenak, berdoa dalam hati. Kemudian imam, sambil merentangkan tangan, melagukan/mengucapkan DOA PEMBUKA sbb:

I : Allah Bapa mahapengasih hadirlah bersama kami pada saat ini. Kami saat ini berkumpul bersama dengan saudara kami …………yang sedang dalam perjuangan menghadapi sakitnya dan juga sedang berjuang menghadapi hidupnya. Kami bersama-sama sehati bersama dengan saudara kami ini. Dampingilah dia Bapa dengan rahmat penebusanMu. Semoga ia memperoleh kesembuhan jiwa dan raga dan juga memperoleh keselamatan yang berasal dariMu. Semua ini kami panjatkan kepadaMu dengan pengantaraan Yesus Kristus, PuteraMu, Tuhan kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus hidup dan berkuasa, Allah sepanjang segala masa.
U : Amin.


LITURGI SABDA

Salah satu hadirin atau imam sendiri yang membaca kutipan Kitab Suci.

Bacaan : Mat 26: 36-46


PERNYATAAN TOBAT

Imam mengajak si sakit dan para hadirin menyatakan TOBAT. Ajakan ini dapat dirangkaikan dengan komentar singkat atas bacaan di atas, misalnya sbb:

I : Saudara-saudari, Kristus telah menyampaikan undangan kepada sahabat yang dicintai-Nya. Ia telah memberikan berkat kepada semua sahabat-Nya. Kini saat ini Bpk. Stephanus Winarto akan menerima berkat apostolik. Bpk. Stephanus Winarto, Anda akan menerima Berkat Apostolik, yang akan membebaskan Saudara dari segala hukuman dosa. Maka, marilah bersama dengan saudara-saudara yang hadir di sini kita menyatakan tobat yang ikhlas, supaya Saudara sungguh pantas menerima anuerah besar ini.
I+U : Saya mengaku
kepada Allah yang mahakuasa
dan kepada Saudara sekalian,
bahwa saya telah berdosa dengan pikiran dan perkataan, 
dengan perbuatan dan kelalaian.

Baris berikut diucapkan sambil menepuk dada

Saya berdosa, saya sungguh berdosa. 
Oleh sebab itu saya mohon 
kepada Santa Perawan Maria, 
kepada para malaikat dan orang kudus, 
dan kepada Saudara sekalian, 
supaya mendoakan saya kepada Allah, Tuhan kita.


INDULGENSI PENUH

Sambil memegang salib, imam mengucapkan rumus INDULGENSI PENUH sekaligus absolusi sbb:

I : Allah yang mahabaik membukakan pintu gerbang firdaus bagi Saudara, dan menghantar Saudara kepada sukacita yang kekal. Dan demi sengsara, wafat, serta kebangkitan Kristus, segala hukuman Saudara dalam hidup sekarang maupun yang akan datang dihapus oleh Allah yang mahakuasa.
Dan atas wewenang yang diserahkan Takhta Apostolik kepada saya, saya menganugerahkan indulgensi penuh kepada Saudara, dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus.
U : Amin. 


RITUS PENGURAPAN

I : Saudara-saudari sekalian, khususnya …………marilah kita menghadap Allah sebagai tanda iman dan harapan akan kasih kesembuhan dari-Nya. Melalui pengurapan ini, Tuhan Yesus yang penuh belaskasih menjamah, memberkati dan memberikan rahmat kesembuhan-Nya kepada Saudara.

Selanjutnya imam mengurapi dahi dan telapak tangan orang yang sakit.
Pengurapan pada dahi

I : Melalui pengurapan suci ini, Allah yang maharahim dan dengan cinta-Nya menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus.
OS : Amin.

Pengurapan pada telapak tangan

I : Tuhan membebaskan Saudara dari segala dosa dan menyembuhkan Saudara untuk mengenyam kebahagiaan sejati.
OS : Amin.


KOMUNI


BAPA KAMI

Sesudah pengurapan, dengan tangan terkatup imam mengajak umat mengucapkan/menyanyikan doa BAPA KAMI, misalnya sbb:

I : Saudara-saudari, rasa persaudara dan sependeritaan, dan satu pengharapan kita bersama dengan………………, telah mempersatukan kita. Marilah sekarang kita menyatakan kesatuan kita ini sebagai keluarga Kerajaan Bapa dengan bersama-sama mendoakan doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada kita:

Imam merentangkan tangan, dan bersama umat mengucapkan/ menyanyikan doa BAPA KAMI.

I+U : Bapa kami.................................

Kemudian, sambil merentangkan tangan, imam mengucapkan/ melagukan embolisme di bawah ini:

I : Ya Bapa, bebaskanlah kami dari segala kemalangan, penderitaan, dan berilah kami damaiMu. Kasihanilah dan bantulah kami, khususnya saudara kami ..........(nama), supaya selalu bersih dari noda dosa dan terhindar dari segala gangguan, sehingga kami dapat hidup dengan tentram dan memperoleh kesembuhan, sambil mengharapkan kedatangan Penyelamat kami, Yesus Kristus.

Imam mengatupkan tangan, dan umat berseru:

U : Sebab Engkaulah raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.


DOA DAMAI

Sambil mengatupkan tangan imam mendoakan doa damai.

I : Saudara/i, Tuhan Yesus bersabda, “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”. Karena undangan itu maka marilah kita mohon kepada-Nya.
Tuhan Yesus Kristus janganlah memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja, khusus kepada Saudara kami (nama) yang sakit ini, supaya dia mendapatkan kedamaian dan kelegaan dariMu sehingga ia mampu menghadapi penderitaannya dan berharap akan kesembuhan dan keselamatan dariMu. Sebab Engkaulah pengantara kami kini dan sepanjang masa.
U : Amin

Sambil membuka tangan imam mengucapkan SALAM DAMAI.

I : Damai Tuhan kita Yesus Kristus beserta kita.
U : Sekarang dan selama-lamanya.


KOMUNI

Dengan tangan terkatup imam berdoa sbb:

I : Tuhan Allah kami, Pemberi segala yang baik, dariMu kami telah menerima segala kebaikan. Kami bawa roti dan anggur kepadaMu sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepadaMu. Dengan persembahann ini kami bawa semua harapan kami, khususnya saudara kami yang sakit ini. Berilah rahmat kesembuhan dan damai kepadanya. Semua ini kami persatukan ke dalam persembahanMu kini dan selama-lamanya.
U : Amin.

Imam berlutut, mengambil hosti kudus, mengangkatnya sedikt di atas sibori (kecil), lalu berkata kepada seluruh umat sbb:

I : Inilah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa-dosa dunia. Berbahagialah kita yang diundang dalam perjamuan-Nya.
U : Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, tetapi bersabdalah sepatah kata, maka saya akan sembuh.

Lalu imam mendekati orang sakit menerimakan komuni, bisa dalam dua rupa, sambil berkata:

I : Inilah Tubuh (dan Darah) Kristus, penyelamat Saudara.
OS : Amin.
I : Ia akan melindungi Saudara, dan menghantar masuk ke hidup yang kekal.
OS : Amin.

Lalu para umat dipersilahkan menyambut komuni juga.


PENGUTUSAN

Sambil mengatupkan tangan imam berkata/bernyanyi:

I : Marilah Berdoa: 
Allah yang mahakasih, kami panjatkan puji syukur kami kepadaMu karena kasih yang telah Kau nyatakan kepada ……………… Engkau telah menyertai dia dalam segala perjalanan hidupnya. Engkau telah menyatakan kasihMu dengan menghapus segala dosa-dosanya. Bangkitkanlah dia supaya dia memperoleh kesembuhan jiwa dan raganya. Semua ini kami panjatkan kepadaMu dengan pengantaraan Yesus Kristus, PuteraMu, Tuhan kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus hidup dan berkuasa, Allah sepanjang segala masa.
U : Amin.


BERKAT

Sambil menumpangkan tangan kepada orang sakit, imam memohon berkat Allah untuk orang sakit sbb: 

I : Allah Bapa yang maharahim memberkati Saudara.
U : Amin.
I : Allah Putera Sang Penyembuh menyembuhkan Saudara.
U : Amin.
I : Allah Roh Kudus senantiasa menerangi Saudara.
U : Amin.
I : Allah melidungi Saudara dari yang jahat dan menganugerahkan keselamatan kepada Saudara.
U : Amin.
I : Ia menerangi hati Saudara dan membimbing Saudara pada kehidupan kekal.
U : Amin.
I : Dan Allah yang mahakuasa memberkati saudara-saudari semua: Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
U : Amin.
I : Saudara/i perayaan Pengurapan Orang Sakit sudah selesai.
U : Syukur kepada Allah.
I : Marilah pergi, kita diutus.
U : Amin.




PERAYAAN SAKRAMEN PENGURAPAN ORANG SAKIT 

PENGANTAR

Salah satu pelayanan yang menarik penulis adalah pelayanan kepada para manula dan para penderita sakit. Ada beberapa pengalaman dalam mendampingi para manula baik yang sakit tua maupun sakit terminal. Dalam pendampingan tersebut seringkali penulis menjumpai dua situasi atau sikap yang kadang bertolak belakang yaitu di satu sisi sikap pasrah dan di lain sisi menggerutu atau menolak dan frustasi. Menghadapi situasi demikian itu maka penulis berpendapat bahwa pendampingan dan perhatian pada para manula dan penderita sakit sangatpenting dan perlu dikembangkan dan dikelola secara lebih baik. Sebagai seorang calon imam, penulis tertarik mengupas dan mendalami sakramen pengurapan orang sakit mengingat pelayan ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari karya pelayanan Gereja.
Dalam kenyataan, penyakit dan penderitaan yang diakibatkannya seringkali dirasakan sebagai pencobaan yang berat dalam kehidupan manusia. Dalam penderitaan sakit itu manusia mengalami pengalaman ketidakmampuan dan keterbatasan. Setiap penyakit dapat mengingatkan manusia akan kematian atau kefanaan. Penyakit dapat memunculkan rasa takut , sikap menutup diri, bahkan rasa putus asa dan pemberontakan terhadap Allah, Sang Pemberi Hidup. Dengan kata lain manusia mengalami pengalaman ambang batas. Namun penyakit dapat juga menjadikan manusia lebih matang dan dewasa, menjadikannya mampu membuka mata terhadap hal-hal yang esensial dan penting dalam hidup. Penyakit dapat membawa dan mengajak seseorang mencari dan menuju Allah.
Dengan menyadari bahwa penyakit membawa serta penderitaan yang menjauhkan manusia dari sesama dan Allah, namun penyakit juga mampu mengantar manusia pada pencarian kedekatan dengan Allah maka Gereja merasa perlu untuk memperhatikan dan ikut berbela rasa dengan mereka. Gereja memandang dan menjadikan pengalaman sakit ini sebagai bagian dari reksa pastoralnya. Dengan perhatian yang diberikannya itu, Gereja memaksudkan agar umat beriman mampu menerima sakit dan penderitaan sebagai suatu realita dengan rendah hati, sabar dan ikhlas sekaligus mangajak umat beriman memaknainya sebagai rahmat yang mengalir karena kebaikanNya sebagaimana mereka menerima dan memahami kegembiraan, kebahagiaan, dan kesuksesan hidup. Dengan demikian umat beriman dapat menyikapi kehidupannya secara utuh dan seimbang. 


I. Dasar Teologis Sakramen Pengurapan Orang Sakit 

Bagian ini akan mengupas beberapa makna teologis dari Sakramen Pengurapan Orang Sakit yang meliputi makna antropologis, makna kristologis, makna eklesiologi, makna rahmat sakramen, makna soteriologis, dan makna eskatologis.

I. 1 Makna Antropologis
Pada saat sakit atau usia lanjut maka raga seseorang melemah sehingga seringkali ia merasa seakan-akan kehilangan eksistensi dan makna dirinya. Dalam situasi ini dapat terjadi seseorang mengalami kesulitan berhubungan dengan Allah sehingga mengakibatkan keterasingan dari Allah dan sesama. Seseorang yang sakit akan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis. Penyakit fisik mempengaruhi seluruh diri dengan segala pikiran, perasaan, dan hati. Sebaliknya apabila seseorang menanggung suatu persoalan psikologis, sosial bahkan batin, maka beban batin yang berat itu bisa mempengaruhi kesehatan fisik. Lebih dari itu, penderitaan yang paling berat adalah rasa kesepian, perasaan ditinggalkan, dan dilupakan orang lain.
Pada saat-saat seperti itu kehadiran sesama akan mampu menghibur dan menguatkan. Pengalaman dicintai dan diperhatikan sungguh akan menguatkan diri orang yang sakit. Sakramen pengurapan orang sakit mengungkapkan dengan baik kebutuhan dasar setiap orang akan kebersamaan. Kehadiran imam dan sesama dalam perayaan sakramen pengurapan orang sakit memberi kekuatan, harapan, dan membesarkan hati penderita. Dengan demikian orang yang sakit akan merasa dicintai dan disertai oleh Allah sendiri. Dengan kata lain, sakramen pengurapan orang sakit dapat menjadi sebuah jalan guna mengatasi keterasingan. Sakramen pengurapan dapat menjadi sebuah jalan untuk mengalami persatuan dengan Allah dan sesama.


I. 2 Makna Kristologis 
Untuk memahami makna ini dapat diawali dengan menggunakan pendekatan melalui teks pembaptisan dalam surat rasul Paulus kepada umat di Roma (Rm 6:3-5). Berkat pembaptisan kita menyatakan komitmen kita untuk hidup seturut teladan Kristus. Hidup Kristus harus menjadi pola hidup kita. Dengan kata lain, kita harus berusaha menjadikan hidup kita serupa dengan Kristus dalam sengsara maupun kebangkitan dan kemuliaanNya. Dengan demikian penyakit dan penderitaan dapat menjadi partisipasi dalam sengsara Kristus demi keselamatan dan kebaikan Gereja yang adalah TubuhNya.
Sakramen pengurapan orang sakit mempersatukan orang sakit itu dengan seluruh peristiwa hidup Yesus Kristus, terutama dalam wafat dan kebangkitan-Nya (LG 11). Kebangkitan tidak hanya terjadi pada saat yang akan datang tetapi juga terjadi sekarang, di sini dalam hidup di dunia. Pengurapan minyak suci itu menyadarkan orang yang sakit akan makna penyelamatan dari derita dan wafat Yesus. Yesus telah wafat untuk kita dan telah membebaskan kita dari maut (Rm 8:5). Apabila kita menggabungkan diri dengan derita Yesus Kristus, maka kita pun akan ikut dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya.
Berkat rahmat sakramen, orang sakit menerima kekuatan dan anugerah untuk mempersatukan diri lebih erat lagi dengan sengsara Tuhan Yesus. Mereka seakan-akan ditahbiskan untuk menghasilkan buah melalui keserupaan dengan sengsara Yesus yang menebus. Sengsara sebagai akibat dosa mendapat satu arti baru yakni menjadi bentuk ambil bagian dalam karya keselamatan Kristus.

I. 3 Makna Eklesiologis
“Kalau satu anggota badan sakit maka seluruh tubuh kita menderita” (1 Kor 12:26). Itulah realita dalam Tubuh Kristus, yaitu Gereja. Oleh karena itu menjadi tugas mulai bagi umat kristen untuk membantu orang sakit dan para manula dengan penuh belas kasih. Kristus sendiri membari teladan perhatian yang besar kepada orang sakit (misalnya Mat 20:29-34, Luk 7:1-10; 9:37-43). Bahkan Ia menasehati kita agar mengunjungi orang sakit (bdk. Mat 25:36) bukan hanya untuk menghibur hati mereka, tetapi juga meringankan penderitaan jasmani dan untuk menyembuhkan mereka. Pelayanan bagi orang sakit mencapai puncaknya dalam liturgi atau perayaan sakramen pengurapan.
Dalam perjalanan sejarah kekristenan, pengurapan sebagai sebuah upacara sakramental mengungkapkan iman eklesial kristen akan kekuasaan Allah untuk menyentuh dan mengubah kehidupan seseorang, tidak hanya secara rohani, tetapi juga jasmani. Pengurapan menyatakan bahwa kita akan menjadi saluran kekuatan penyembuhan dari Allah, tidak hanya secara pribadi tetapi juga secara bersama-sama sebagai Gereja. 
Berapa pun jumlah umat yang hadir, walaupun hanya imam saja tanpa umat, penerimaan sakramen ini tetap merupakan perayaan seluruh Gereja. Dalam arti ini ada kepastian bagi si sakit bahwa ia tidak ditinggalkan oleh Gereja. Dalam sakramen ini pula, Gereja menampilkan diri sebagai sakramen Kristus yang hadir menebus dan menyelamatkan umat-Nya yang sedang sakit.
Idealnya, dianjurkan agar semakin banyak orang yang hadir dalam perayaan sakramen ini. Kehadiran umat beriman di sekeliling orang yang sakit itu menampakkan segi komunio Gereja. Kehadiran umat beriman di sekitar si sakit mengungkapkan kasih dan perhatian Gereja kepada para anggotanya.

I. 4 Makna rahmat sakramen
Dalam sakramen pengurapan orang sakit dianugerahkan rahmat Roh Kudus. Roh Kudus itu memungkinkan orang yang sakit itu bersatu dengan Yesus Kristus dan seluruh misteri penebusan-Nya. Roh itu pula yang menganugerahkan rahmat pengampunan dosa, keselamatan dan ketabahan hati kepada si sakit. Roh Kudus pula yang mempersatukan orang sakit itu dengan wafat dan kebangkitan Kristus yang membebaskan orang sakit itu dari dosa sehingga ia bisa berharap keselamatan yang datang dari Allah. Roh Kudus juga memberikan karunia ketabahan hati agar orang yang sakit dapat bertahan dalam iman, harapan, dan kasih sehingga sakit yang dideritanya tidak membuatnya putus harapan.

I. 5 Makna Soteriologis
Sakramen pengurapan menampakkan rahmat Allah yang tida tara dan tidak berkesudahan. Rahmat tersebut pertama-tama adalah kehadiran Allah yang berbelaskasih pada manusia. Karena Allah hadir, dosa dihapuskan. Karunia datang dari Allah karena kebebasan mutlak dari Allah sendiri. 
Pengurapan orang sakit disertai doa yang lahir dari iman. Maka dalam upacara pengurapan orang sakit itu diungkapkan iman . Sedang iman harus dibangun, baik oleh pelayan sakramen maupun oleh penerimanya. Orang sakit akan diselamatkan berkat imannya dan berkat iman Gereja yang berdasarkan wafat serta kebangkitan Kristus, sebagai sumber kekuatan sakramen. Dalam sakramen pengurapan, rahmat Roh Kudus memberikan pertolongan kepada si sakit demi keselamatan seluruh pribadinya secara utuh. Keselamtan dapat diartikan seluas-luasnya yakni kesembuhan badan dan keselamatan jiwa. Keselamtan berarti kesembuhan, pemulihan semua kekuatan hidup yang dirusak oleh penyakit yang menimpa badan, dan pembaharuan rohani atas seluruh pribadi.

I. 6 Makna Eskatologis
Setiap sakramen merupakan tanda kekuasaan Allah yang menyatakan kehadiranNya yang efektif dan sungguh-sungguh dalam ruang dan waktu. Namun demikian, sakramen-sakramen bukanlah surga di dunia. Tetapi sakramen-sakramen mengarahkan umat beriman secara obyektif kepada realitas tertinggi di mana Kristus yang dimuliakan menanti kita. Paulus menggambarkan peziarahan kita menuju Yesus Kristus, Kepala kita. 
Sakit dalam arti tertentu dipahami sebagai akibat dari dosa. Maka, pembebasan orang sakit dari sakit dan kelekatan dosa yang dinyatakan oleh sakramen pengurapan ini merupakan permulaan dari sebuah pembebasan definitif. Pembebasan sudah mulai nampak dalam hidup saat ini, di sini. Tetapi pembebasan yang definitif baru sungguh penuh terjadi pada saat kita bersatu dengan Kristus kelak. Demikianlah, pada intinya, pengurapan merupakan sebuah permulaan positif dari pembebasan definitif dari kelekatan sakit dan dosa. “Karena kewargaan kita adalah di dalam surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai juru selamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhNya yang mulia, menurut kuasaNya yang dapat menaklukkan segala seuatu kepada diriNya”(Flp 3:20-21). 


II. Dasar Liturgis Sakramen Pengurapan Orang Sakit 

Konsili Vatikan II memperbaharui pemahaman mengenai sakramen pengurapan orang sakit, yang pada abad XII hingga abad XX disebut sebagai sakramen perminyakan terakhir yang diberikan kepada orang yang menjelang ajal. Pembaharuan oleh konsili memang tepat sebab didasari oleh pemahaman biblis yang memadai. Menurut Kitab Suci sakit dan penderitaan merupakan situasi yang tidak ideal, yang butuh disembuhkan dan dibebaskan, dan kepad siapa lagi orang berpaling kalau tidak kepada Tuhan Allah (mzm 38:22-23). 

Kehadiran Yesus Kristus seperti diwartakan dalam Perjanjian Baru adalah kehadiran penyelamatan dan penyembuhan yang dilakukan Allah atas umatNya. Selama karya publikNya, Yesus mewartakan kerajaan Allah baik melaui sabda maupun karyaNya. Ia membuat banyak mukjizat, termasuk menyembuhkan orang sakit. Mukjizat dan tindakan penyembuhan yang Ia buat demi pernyataan bahwa Kerajaan Allah sudah hadir di tengah kita (bdk. Luk 11:20) yang antar lain ditandai dengan pembebasan para tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, dan pembebasan orang-orang tertindas (lih. Luk 4:18-19). Jadi, kehadiran Yesus adalah demi membawa dunia baru, suatu zaman Kerajaan Allah.

Pada saat Yesus menyembuhkan orang dari penyakitnya, Dia sering menggunkan tanda-tanda tertentu, misalnya memegang tangan si sakit dan membangunkannya (mrk 1:31), Ia mengulurkan tanganNya dan menjamah (mrk 1:41), meraba lidah orang bisu (Mrk 7:33-35). Semua tanda yang dibuat Yesus mengungkapkan realitas pewahyuan bahwa kehadiran Kerajaan Allah sungguh nyata sekaligus historis bahkan bersifat jasmaniah dan kelihatan.

Para murid diperintahkan Guru mereka untuk melakukan apa yang telah dilakukanNya. Maka mereka pun pergi menjalankan perutusan itu (bdk. Mrk 6:12-13). Tampak di sini bahwa pemberitaan Injil Kerajaan Allah dikaitkan dengan penyembuhan. Dari teks ini kita paling tidak dapat menyatakan bahwa praktek pengurapan orang sakit dengan mempergunakan minyak memiliki sangkut paut dengan kebiasaan para murid Yesus yang menggunkan minyak untuk penyembuhan orang sakit.

Dalam praktek Gereja Katolik, tulisan Santo Yakobus dalam Yak 5:14-15 dipandang sebagai teks klasik untuk pengurapan orang sakit yang mengindikasikan ciri-ciri liturgis di dalamnya , misalnya pemanggilan penatua sebagai pemimpin jemaat yang kemudian mendoakan si sakit, kemudian ada pengolesan minyak atas diri si sakit yang mengiringi doa atas si sakit. Jika teks ini mengaitkan keadaan sakit dengan tindakan doa dan pengolesan atau pengurapan minyak sehingga orang sakit itu diselamatkan dan dibangunkan oleh Tuhan, kiranya mau ditunjuk pemahaman sakit secara keseluruhan sebagai latar belakangnya. Pengertian sakit merangkum keseluruhan dimensi hidup manusia. Oleh karenanya penyembuhan yang dimohon juga merangkum keseluruhan segi kehidupan si sakit, yakni diselamatkan dan disembuhkan. Karunia pengampunan dosa bukanlah tujuan utama dari pengurapan sebab pernyataan dalam teks bersifat kondisional yakni “bila ia telah berbuat dosa”. Yang jelas pengurapan orang sakit dengan minyak pada Yak 5 berkaitan dengan orang sakit bukan dengan orang yang menjelang ajal. Kiranya alasan ini yang mendasari praksis pengurapan orang sakit dalam Gereja.
Dalam sakramen pengurapan orang sakit, Gereja, melalui para uskup dan imamnya, mendoakan, mengihur, dan mengurapi anggotanya yang sedang sakit. Dalam doa dan pengurapan itu, Gereja memohon kepada Allah supaya Dia berkenan menganugerahkan Roh KudusNya atas orang tersebut. Berkat rahmat ini, orang sakit dibantu untuk memperoleh keselamatan, diperkuat untuk semakin percaya pada Allah yang berbelas kasih sehingga ia dengan tabah dapat menanggung penderitaannya itu. 
Berkat sakramen pengurapan tersebut, si sakit juga memperoleh pengampunan dosa. Ia berdamai dengan Allah, sesama dan dengan dirinya sendiri. Rahmat ini pulalah yang menjadikan orang yang sakit mengalami kegembiraan dan ketenangan batin, sekalipun kondisi kesehatannya tidak berangsur membaik, bahkan semakin kritis. Ia tidak takut mati karena dia mempunyai keyakinan bahwa dia akan dipersatukan dengan Kritus dalam kemulian dan suka cita abadi di surga.

Sejarah praksis pengurapan orang sakit dalam Gereja di abad-abad pertama nampak kabur. Misalnya dalam Traditio Apostolica-nya Hipolitus dari Roma terdapat teks doa pemberkatan atas minyak untuk pengurapan orang sakit.. Sementara itu di dalam Gereja Timur juga ditemukan rumusan doa pemberkatan minyak untuk orang sakit. Berdasarkan teks-teks doa yang ditemukan itu, ada beberapa kesimpulan yang bisa kita tarik yaitu; penerimanya adalah semua orang sakit, yang diharapkan adalah pertolongan dan peringanan dari derita, sedang pelayan pengurapan bisa bermacam-macam, yakni bisa uskup, imam, awam, bahkan si sakit sendiri, selanjutnya dalam perkembangan pemberkatan ats minyak tersebut menjadi tugas dan wewenang uskup. Surat Paus Innocentius I, menjadi dokumen resmi Gereja yang pertama yang menyebut secara eksplisit surat Yakobus sebagai dasar praktek sakramen pengurapan orang sakit. Selain itu dalam surat ini juga disebutkan uskuplah yang berhak memberkati minyak itu. Sedangkan pelayan pengurapan tidak hanya imam saja tetapi awampun boleh menerimakan sakramen ini.

Pada abad pertengahan ada perkembangan yang mencolok yakni pergeseran istilah dari pengurapan orang sakit kepada perminyakan terakhir. Pergeseran istilah ini mengandung konsekuensi bahwa sakramen ini hanya diberikan kepada orang yang menjelang ajal. Liturgi sakramen dihubungkan dengan pengakuan dosa, pengurapan minyak pada tujuh tempat yang berbeda di tubuh. Karena dikaitkan dengan pengakuan dosa maka orang yang sakit masih dibebani dengan penitensi. Selain itu ada tendensi kuat mengutamakan imam sebagai pelayan sakramen perminyakan terakhir ini. Dua tokoh Gereja yakni Petrus Lombardus dan Thomas Aquinas juga menyumbangkan gagasan teologis sakramen ini.

Disamping adanya pergeseran istilah, di abad pertengahan dikeluarkan ajaran resmi Gereja yang merupakan refleksi teologis para teolog skolastik yang nampak dalam Konsili Florenz dan Konsili Trente. Pokok-pokok pemikirannya adalah: sakramen perminyakan terakhir sungguh-sungguh sakramen yang ditetapkan oleh Kristus dan disampaikan oleh Santo Yakobus (DS 1716/NR 700), sakramen ini menganugerahkan rahmat dan memberikan pengampunan dosa (DS 1717/NR 701), pelayan sakramen perminyakan hanya imam (DS 1719/NR 703)

Sebutan, praktek, dan paham sakramen ini sebagi sakramen perminyakan terakhir bertahan hingga abad XX. Pada Konsili Vatikan II ada pembaharuan teologis dan perayaan sakramen ini. Sebutannya dikembalikan lagi menjadi sakramen pengurapan orang sakit. Dalam LG 11 dimensi misteri Paskah (kristologis) dan eklesiologis ditekankan. 

Pada tahun 1972 Kongregasi Ibadat mengeluarkan pedoman umum liturgi orang sakit yang berjudul Ordo Unctionis Infirmorum eorumque Pastoralis Curae. Di dalam pedoman tersebut terdapat juga surat apostolik Paus Paulus Vi menganai Skaramen Pengurapan Orang Sakit. Dalam pedoman yang baru ini , ditetapkan suatu pengaturan perayaan yang baru. Kini pengurapan minyak hanya dilakukan atas dahi dan kedua tangan, pelayan sakramen adalah imam, penerima sakramen adalah orang yang sakit berat, entah karena usia lanjut entah karena penyakit, atau ornag sakit yang akan menjalani operasi besar, atau orang tua yang sudah surut kekuatannya meski tidak sakit. Sakramen ini juga dapat diulangi, kalau si sakit telah sembuh dan kemudian sakit lagi, atau kalau dalam sakit yang sama timbul krisis baru. Pedoman ini juga menyatakan bahwa minyak yang digunakan adalah minyak yang telah diberkati oleh uskup, yaitu Oleum Infirmorum (OI) tetapi dalam keadaan darurat: minyak (harus nabati) yang diberkati oleh imam sendiri.


III. Masalah Pastoral Sakramen Pengurapan Orang Sakit 

Bagian ini dibagi menjadi tiga sub-bagian yaitu paham yang keliru tentang sakramen pengurapan orang sakit, penerima sakramen, dan pelayan sakramen.

III.1. Paham yang keliru mengenai sakramen pengurapan orang sakit 

Banyak umat beriman yang masih memandang sakaramen pengurapan oarng sakit sebagai sakramen perminyakan terakhir. Rupanya mereka masih terpengaruh paham lama yang pernah mereka dapatkan. Implikasi dari paham yang keliru ini bisa muncul dalam bentuk penolakan menerima sakramen ini karena mereka takut dan menganggap mempercepat datangnya kematian bila menerima pengurapan. Ada indikasi bahwa paham lama yakni sakramen ini diberikan kepada orang yang akan meninggal atau menjelang ajal. Maka perlulah katekese yang tepat mengenai sakramen ini agar umat sadar bahwa sakramen ini pertama-tama untuk membantu dan memberikan kekuatan iman pada setiap umat beriman yang merasa lemah dan rapuh, entah karena sakit atau karena usia lanjut.
Umat juga perlu dibiasakan untuk ikut hadir dalam perayaan sakramen pengurapan orang sakit dengan demikian makna eklesial semakin kentara. Kehadiran umat di sekitar pembaringan orang yang sakit mengungkapkan dengan bagus persekutuan seluruh Gereja dan makna sakramen ini sebagai perayaan seluruh Gereja.

III.2. Penerima sakramen pengurapan orang sakit (LOS II. No 202-206)

Berdasarkan kesaksian Rasul Yakobus bahwa sakramen pengurapan orang sakit yang diberikan kepada orang yang sakit bertujuan untuk meneguhkan dan menghibur orang tersebut supaya ia tabah dalam menanggung penderitaan dan diselamatkan, maka setiap orang yang sakit berat, entah karena usia lanjut ataupun karena penyakit diusahakan supaya mendapatkan sakramen ini. Untuk menilai apakah seseorang sakit berat atau tidak, perlu pertimbangan yang bijaksana, misalnya berdasarkan penilaian dokter.
Sakramen ini dapat diterima lagi oleh orang yang sakit, kalau orang tersebut telah sembuh dan sakit lagi, ataupun dalam krisis yang baru. Dalam kasus menjelang operasi besar , orang juga diperkenankan untuk menerima pengurapan ini. Bahkan ketika orang sakit tersebut sudah tidak dapat berkomunikasi lagi, misalnya dalam keadaan koma atau tidak sadarkan diri, ia dapat diberi pengurapan, asal saja agak jelas bahwa ia akan meminta sakramen ini seandainya ia masih sadar.

III.3. Pelayan sakramen pengurapan orang sakit (LOS II. No 207-212)

Berdasarkan kanon 941, imam sajalah yang dapat menerimakan sakramen pengurapan orang sakit. Biasanya, mereka adalah uskup, pastor paroki dan pastor pembantu, pastor rumah sakit, pastor panti jompo, serta para pembesar biara klerus. Namun atas persetujuan mereka, dalam keadaan darurat para imam lain dapat juga menerimakan sakramen itu. Setelah itu, mereka perlu memberitahukan kepada para imam yang berwenang. Bahkan dalam keadaan darurat dan terjadi di daerah yang sangat jarang dikunjungi oleh seorang imam, para pemimpin awam pun dapat menjadi pelayan sakramen ini dengan memberikan pemberkatan khusus.
Dalam kasus-kasus khusus, bila seorang imam dipanggil untuk memberikan sakramen orang sakit kepada orang sakit yang sudah meninggal, maka dianjurkan imam tersebut berdoa untuk orang yang telah meninggal itu supaya dosanya diampuni dan ia diterima dalam kerajaan Allah. Namun pengurapan sendiri janganlah diberikan kepada orang itu. Hanya kalau ia masih ragu-ragu apakah orang yang sakit itu sudah mati atau masih hidup, ia dapat mengurapinya secara bersyarat.
Dalam memberikan pengurapan orang sakit ini, dahi dan kedua belah telapak tanganlah yang perlu diolesi dengan minyak. Rumus pengurapan ini sendiri dibagi sedemikian rupa, pertama di dahi, baru kemudian di kedua belah telapak tangan. Hanya dalam keadaan darurat, dapat diberikan satu pengurapan saja yaitu pada dahi atau tempat lain sesuai dengan keadaan penderita tersebut. Dalam keadaan yang tidak darurat (penderita masih sadar dan dapat berkomunikasi), perayaan sakramen pengurapan orang sakit dapat menggunakan rumus yang lengkap, yang ditandai dengan pembukaan, liturgi sabda, liturgi tobat dan pengakuan dosa, pengurapan minyak suci, dan menyambut komuni suci, serta penutup. Sedangkan dalam kedaan darurat (orang sakit tidak sadar lagi), sebaiknya digunakan rumus yang singkat, cukup dengan pengurapan minyak pada dahi dan kedua belah telapak tangan atau bagian tubuh lain yang memungkinkan.
Bila keadaan mendesak dan imam tidak membawa minyak suci, maka imam dapat memberkati minyak nabati murni yang digunakan hanya pada kesempatan itu saja.
IV. Liturgi Perayaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit

Pembahasan ini difokuskan pada perayaan sakramen pengurapan orang sakit bagi pasien yang berada dalam kondisi sadar dan masih mampu berkomunikasi. Untuk itulah perayaan sakramen pengurapan orang sakit menggunakan rumus yang lengkap, yang di dalamnya terdapat beberapa bagian pokok, yaitu pembukaan, liturgi sabda, liturgi tobat dan pengakuan dosa, pengurapan minyak suci dan menyambut komuni suci, serta penutup. 

Struktur dasar dari Perayaan Sakramen Pengurapan Orang Sakit disusun sebagai berikut:
1. Ritus Pembuka
2. Liturgi Sabda
3. Liturgi Tobat
4. Liturgi Pengurapan Minyak Suci
5. Komuni Bekal Suci (Viaticum)
6. Ritus Penutup

IV.1. Ritus Pembuka

Ritus Pembuka meliputi salam pembuka, pemberkatan dengan air suci dan kata pengantar. Imam membuka dengan memberi salam kepada penderita dan hadirin lainnya. Lalu imam mereciki penderita dan seluruh ruangan dengan air suci. Pemberkatan dengan air suci ditafsirkan sebagai kenangan akan pembaptisan, dan mengingatkan akan Kristus yang lewat sengsara dan kebangkitanNya telah menebus manusia. Pengurapan adalah perayaan misteri Paskah yang bagi orang kristen diawali dengan pembaptisannya.
Amanat pembuka atau kata pengantar, yang boleh diganti dengan doa, menandaskan bahwa yang sedang dilaksanakan ini adalah sakramen penyembuhan: dalam Injil orang mendekati Yesus Kristus memohon kesembuhan, dan kini Yesus Kristus berada di tengah-tengah jemaat, menyarankan bahwa ‘kalau seorang di antara kamu sakit, biarlah ia memanggil para imam jemaat'’dan umat lainnya. 

IV. 2. Liturgi Sabda
Di bagian awal Liturgi Sabda dibacakan kutipan Kitab Suci. Kutipan teks Kitab Suci semestinya dipilih agar membantu penghayatan iman orang sakit dan orang yang menghadapi ajal. Kutipan-kutipan dapat diambil dari Perjanjian Lama, Surat-surat dan Injil, Misalnya: Mat 8:5-10,13; Mat 11:18-30; Mrk 16:15-20; Kis 4:8-12; 2Kor 4:8-11, 16-17; 5:1; Rom 8:18-27).

Lalu menyusul doa umat. Doa umat dilaksanakan sesudah bacaan meskipun boleh juga dipindahkan sesudah pengurapan atau bahkan di beberapa tempat lain (OUI 73; LOS II 244). Doa-doa permohonan ini merupakan salah satu unsur paling tua dan paling penting dari upacara. Pola doa permohonan ada tiga macam yang semuanya berpola litani. Doa-doa itu mohon agar Allah datang kepada si sakit dan menguatkan dia dengan pengurapan, supaya semua penderitaansi sakit diringankan, dan mereka yang merawat si sakit mendapat bantuan dari Allah. Jawaban doa umat adalah ‘kabulkanlah doa kami, ya Tuhan’ atau ‘Tuhan, kasihanilah kami’. Tuhan menanggung sendiri penyakit kita dan memikul penderitaan kita. Ia sangat terharu melihat orang banyak dan berkeliling sambil berbuat baik serta menyembuhkan orang sakit. Dan akhirnya Ia mengutus para rasul dan minta agar mereka menumpangkan tangan atas orang sakit, suatu permohonan yang mengantar ke penumpangan tangan. 
Sesudah doa permohonan, imam menumpangkan tangan di atas kepala penderita, tanpa mengatakan apa-apa. Tindakan penumpangan tangan ini mempunyai implikasi teologis. Dengan penumpangan tangan, tindakan sakramental merupakan pelestarian dari tatagerak-penyembuhan Kristus sebagaimana dikisahkan dalam Injil. Sebagaimana Kristus hadir dengan kuasaNya untuk menyembuhkan dan meringankan si sakit, demikianpun kalau Gereja mengurapi orang sakit, Kristus sendirilah yang mengurapinya.

Sesudah penumpangan tangan menyusul pemberkatan minyak atau ‘pujian’ kepada Allah karena kemurahan yang Ia tunjukkan dalam sakramen ini - (seandainya minyak belum diberkati, imam memberkatinya) -. Doa-doa ini mengarahkan perhatian pada minyak, dan memang itulah maksudnya. Doa pujian ini berpola doa berkah Yahudi, yakni memuji Allah karena karuniaNya:
Terpujilah Engkau, ya Allah, Bapa yang mahakuasa,
Karena demi kami dan demi keselamatan kami 
Engkau mengutus PuteraMu ke dunia.
Jawaban atas doa ini adalah ‘Terpujilah Allah’. 

IV. 3 Liturgi Tobat 
Liturgi tobat dapat dilaksanakan dengan dua cara:

1. Sakramen Pengampunan
Imam hendaknya tahu: si sakit ingin mengaku dosa lebih dahulu atau tidak. Kalau si sakit ingin mengaku dosa, pelaksanaannya sebagai berikut:
• Atau sebelum upacara; jadi terpisah dari Pengurapan dan Bekal Suci;
• Atau pengakuan itu akan dipadukan dengan Pengurapan dan Bekal Suci dalam satu upacara bersambung; saatnya yang tepat adalah pada akhir Upacara Pembukaan; jadi sebagai pengganti Pernyataan Tobat (LOS II 225).
Bila pengakuan dosa dilakukan pada akhir Ritus Pembuka, sementara si sakit mengaku dosa, para hadirin sebaiknya dipersilahkan mundur/menjauh sedikit (lih. LOS II 238).

Dalam Sakramen Pengampunan umat beriman memperoleh pengampunan karena belaskasihan Allah untuk penghinaan yang dibuat terhadapNya dan sekaligus mereka diperdamaikan dengan Gereja, yang telah dinodainya dengan dosa. Dengan cinta kasih, teladan dan doa, Gereja ikut serta mewujudkan pertobatan para pendosa (LG 11).

Bagi orang sakit, Sakramen Pengampunan mempunyai makna khusus. Kitab Suci menunjukkan bahwa penyakit adalah suatu tanda bahwa hubungan dalam dunia kita ini dan hubungan antara dunia dengan Allah dikacaukan oleh dosa. Penyakit merupakan suatu seruan untuk berpikir dan merenung serta untuk bertobat, karena di dalamnya nyata bahwa keselamatan kita hanyalah pada Allah. Dalam upacara Sakramen Pengampunan seseorang sakit bertemu dengan Tuhan yang menyembuhkan dan mengampuni, sehingga hubungan yang telah kacau oleh dosa itu dipulihkan kembali. Upacara berdamai dengan Allah membantu si sakit untuk bersikap tabah dalam iman dan untuk menemukan kedamaian rohani.

2. Pernyataan Tobat
Pernyataan tobat ini hanya diadakan kalau Sakramen Pengampunan tidak ada. Setelah imam mengajak untuk menyesali dosa-dosa dengan doa, imam dapat memberikan absolusi. Lalu imam memberikan indulgensi penuh kepada si sakit. Sambil mengulurkan tangannya atas si sakit atau sambil mengangkat salib, imam mengucapkan doa.


IV. 4. Liturgi Pengurapan
Inti perayaan sakramen pengurapan orang sakit adalah penumpangan tangan yang dilakukan oleh para imam, doa yang diucapkan berdasarkan iman dan pengurapan dengan minyak yang telah diberkati (LOS II 198). Meski demikian, “selain upacara pengurapan orang sakit dan upacara komuni bekal suci secara terpisah, hendaknya disusun suatu Upacara Bersambung, di mana si sakit menerima pengurapan sesudah mengaku dosa dan sebelum menerima Komuni Bekal Suci” (SC 74). Di bagian liturgi pengurapan ini, orang sakit diurapi pada dahi dan pada kedua belah telapak tangannya. Rumus yang diucapkan waktu pengurapan dapat dibagi sedemikian rupa, hingga bagian pertama mengiringi pengurapan dahi, sedangkan bagian kedua mengiringi pengurapan telapak tangan. Namun dalam keadaan darurat cukuplah diadakan satu pengurapan saja yaitu di dahi atau di tempat lain sesuai dengan keadaan penderita. Kalau begitu, seluruh rumus diucapkan pada waktu pengurapan itu (Ordo Unctionis Infirmorum Eorumque Pastoralis Curae 23,24).
Menurut ritus Latin, rumus pengurapan orang sakit berbunyi:
Per istam sanctam unctionem
et suam piissimam misericordiam,
adiuvet te Dominus gratia Spiritus Sancti; (R: Amen)
ut a peccatis liberatum
te salvet atque propitius allevet (R: Amen).

P Semoga berkat pengurapan yang kudus ini
Tuhan yang maharahim membantu saudara
dengan kekuatan Roh Kudus 
U Amin
P Semoga saudara dibebaskan dari dosa,
ditambahkan dalam penderitaan dan diselamatkan 
U Amin 
Gratia Spiritus Sancti. Kalimat ini mengacu kepada doa pemberkatan minyak. Di sini dilihat hubungan antara doa dan tindakan sakramen. Sakramen adalah karya Roh Kudus. Sedangkan dua baris terakhir menggemakan Surat Rasul Yakobus dengan amanatnya ‘pelepasan dosa’ dan menggemakan pula dampak penyembuhan (allevet). Ini sesuai dengan intepretasi Yak 5:15, yaitu ‘menyelamatkan’ (sozein). 

IV. 5. Komuni Bekal Suci (Viaticum)

Sesudah doa Bapa Kami, si sakit dapat menerima Komuni kudus. Setiap orang katolik yang menghadapi ajalnya hendaknya diberi Bekal Suci, supaya ia diteguhkan dan dapat menghadapi ajal dengan tenang (LOS II 229). Kalau si sakit sudah tidak bisa menyambut komuni dalam rupa roti, ia boleh juga menyambut dalam rupa anggur. Jadi, sesudah misa, Darah Kristus disimpan dalam wadah yang pantas dan aman untuk dibawakepada si sakit. Sisa anggur yang masih ada harus diminum oleh imam yang menerimakan Bekal Suci (LOS II 230). Dan semua umat beriman yang hadir dalam upacara ini sebaiknya juga menerima komuni; boleh dalam dua rupa (LOS II 231).
Di dalam Komuni Bekal Suci ini, manusia dibimbing oleh Tuhan Yesus Kristus Kristus melalui kematian kepada kehidupan kekal. Justru pada akhir perjalanan hidupnya inilah manusia dikuatkan dengan Tubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian ia memperoleh jaminan akan kebangkitan. Sebab Tuhan sendiri menjanjikan: “Barangsiapa makan dagingKu dan minum darahKu, memiliki hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkannya pada akhir zaman”. 

IV.6. Ritus Penutup

Dalam OUI 77-78; 243-246; LOS II 253, disediakan enam doa untuk digunakan sesudah pengurapan. Empat doa terakhir disesuaikan dengan keadaan si sakit: untuk sakit karena usia lanjut, untuk sakit parah, untuk digunakan kalau diberikan pengurapan dan sekaligus Komuni Bekal Suci (Vaticum), dan untuk si sakit yang berada dalam sakrat maut (mendekati ajal). Setelah doa-doa tersebut disusul doa berkat. Rumusannya sebagai berikut:
Semoga Allah, Bapa kita, memberkati Saudara. (U: Amin).
Semoga Allah Putera menyembuhkan Saudara. (U: Amin).
Semoga Allah Roh Kudus menerangi Saudara. (U: Amin).
Semoga Ia menjaga tubuh Saudara dan menyelamatkan jiwa saudara. (U: Amin).
Semoga Ia menerangi hati Saudara dan mengantar Saudara ke hidup yang kekal. (U: Amin).
Kemudian menyusul bentuk berkat yang lazim.



V. TEKS LENGKAP PERAYAAN SAKRAMEN PENGURAPAN ORANG SAKIT 

TATA PERAYAAN 
SAKRAMEN PENGURAPAN ORANG SAKIT

RITUS PEMBUKA
Imam menggunakan pakaian liturgi yang sesuai untuk pelayanan suci ini. Perlengkapan yang harus dipersiapkan: salib, lilin, minyak pengurapan dan Sakramen Mahakudus.
Imam membuka liturgi pengurapan minyak suci dengan TANDA SALIB.

TANDA SALIB – SALAM
I : Demi nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
U : Amin.
Lalu dengan ramah imam menyampaikan SALAM kepada si sakit dan semua yang hadir; pilih salah satu rumus di bawah ini:

I: Damai sejahtera dari Allah meliputi tempat ini 
dan semua yang ada di dalamnya.
U: Sekarang dan selama-lamanya.
Atau,
I: Rahmat Tuhan kita Yesus Kristus Kristus, cintakasih Allah 
dan persekutuan Roh Kudus bersertamu.
U: Dan sertamu juga.

Imam meletakkan Sakramen Mahakudus pada meja yang telah disediakan. Lalu imam mengajak umat untuk memberi hormat, misalnya sebagai berikut:

I: Marilah kita menyatakan hormat bakti kepada Kristus yang hadir di sini.

Bersama para hadirin imam memberikan hormat kepada Sakramen Mahakudus (bisa dengan menundakan kepada atau dengan jengkeng).
Pemercikan Air Suci
Imam mereciki si sakit dengan air suci sambil mengucapkan doa, misalnya seperti berikut ini:
I : Semoga air suci ini mengingatkan kita akan pembaptisan 
yang telah kita terima dan akan Kristus, 
yang telah menebus kita dengan penderitaan dan kebangkitan-Nya.


KATA PENGANTAR
Imam lalu menyiapkan si sakit akan Sakramen Pengampunan, Pengurapan dan komuni Suci, yang dapat disampaikan dalam bentuk percakapan dari hati ke hati.

I: Saudara terkasih, Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertai kita, 
tak henti-hentinya meneguhkan iman kita dengan rahmat-Nya, 
yakni lewat sakramen-sakramen yang diberikan Gereja. 
Dalam upacara ini 
saudara akan menerima Sakramen Pengampunan, Pengurapan minyak suci 
dan Komuni Suci. 
Tuhan Yesus Kristus akan mengampuni dosa saudara 
karena saudara sungguh bertobat 
dan menguatkan hati saudara 
dengan pengurapan minyak suci.
Demikian pula Tuhan Yesus Kristus 
berkenan menyediakan bekal suci 
dalam rupa penerimaan Komuni Suci 
yang memberikan jaminan akan kehidupan kekal dan abadi.
Kita semua yang berkumpul di sini akan memdampingi saudara kita 
dengan doa-doa yang hangat dan lkhlas.

(Sebelum Doa Pembuka, dalam keadaan biasa bisa didoakan Doa Tobat)


DOA PEMBUKA
I : Marila berdoa:
Allah Bapa yang maha rahim, Dalam diri Putera-Mu Engkau menyapa umat manusia yang mengalami berbagai macam penderitaan. Ia menunjukkan kerahiman dan belas kasihan kepada orang-orang yang sakit dengan rahmat penyembuhan. Kami menyerahkan saudara kami Bapak Ignatius Wasono 
ke dalam rahmat dan kerahiman-Mu.
Semoga dengan pengurapan minyak suci ini, Engkau berkenan menganugerahkan hidup dan keselamatan kepada saudara kami ini.  Demi Yesus Kristus Kristus, Tuhan dan pengantara kami, 
yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persekutuan dengan Roh Kudus kini dan sepanjang segala masa. 
U: Amin.


LITURGI SABDA
Sesudah itu imam atau salah seorang di antara hadirin membacakan kutipan singkat dari kitab suci. Jika keadaan mengizinkan, imam memberikan suatu penjelasan singkat. Jika yang membaca Injil adalah awam maka tanpa “Tuhan beserta kita”

P Tuhan sertamu 
U Dan sertamu juga
P Inilah Injil Yesus Kristus menurut Santo Matius
U Dimuliakanlah Tuhan.

Bacaan : Injil Mateus 8:5-15

Pada suatu ketika,
Ada seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan 
dan yang tidak berhasil disembuhkan oleh siapa pun. 
Ia maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya, 
dan seketika itu juga berhentilah pendarahannya.
Lalu kata Yesus: "Siapa yang menjamah Aku?" 
Dan karena tidak ada yang mengakuinya, 
berkatalah Petrus: "Guru, orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau."
Tetapi Yesus berkata: "Ada seorang yang menjamah Aku, 
sebab Aku merasa ada kuasa keluar dari diri-Ku."
Ketika perempuan itu melihat, bahwa perbuatannya itu ketahuan, 
ia datang dengan gemetar, tersungkur di depan-Nya 
dan menceriterakan kepada orang banyak apa sebabnya ia menjamah Dia 
dan bahwa ia seketika itu juga menjadi sembuh.
Maka kata-Nya kepada perempuan itu: 
"Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!"
Ketika Yesus masih berbicara, 
datanglah seorang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata:
"Anakmu sudah mati, jangan lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru!"
Tetapi Yesus mendengarnya dan berkata kepada Yairus: 
"Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat."
Setibanya di rumah Yairus, 
Yesus tidak memperbolehkan seorang pun ikut masuk dengan Dia, 
kecuali Petrus, Yohanes dan Yakobus dan ayah anak itu serta ibunya.
Semua orang menangis dan meratapi anak itu. 
Akan tetapi Yesus berkata: "Jangan menangis; ia tidak mati, tetapi tidur."
Mereka menertawakan Dia, karena mereka tahu bahwa anak itu telah mati.
Lalu Yesus memegang tangan anak itu dan berseru, kata-Nya:
"Hai anak bangunlah!"
Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. 
Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan.
Dan takjublah orang tua anak itu, 
tetapi Yesus melarang mereka memberitahukan 
kepada siapa pun juga apa yang terjadi itu.
P Demikianlah sabda Tuhan
U Dimuliakanlah Tuhan.

LITURGI TOBAT DAN PENGAMPUNAN DOSA
Bila si sakit masih mungkin untuk mengaku dosa, imam menolongnya dengan sabar dan penuh pengertian. Maka imam mengajak si sakit untuk mempersiapkan hati untuk dapat mengungkapkan pengakuannya. Sementara si sakit mengaku dosa, para hadirin sebaiknya dipersilahkan mundur atau menjauh sedikit. Imam berbisik kepada si sakit:

I: Saudara yang terkasih,
Marilah menghadap tahta kerahiman Allah
guna memperoleh belaskasih
pada saat Saudara membutuhkanNya
demi Kristus, Tuhan Kita.
Ss: Amin.
Lalu imam mempersilahkan si sakit mengakukan dosa-dosanya sejauh masih mampu:

I: Silahkan Saudara mengakukan dosa.
Semoga Roh Kudus membuka hati Saudara,
supaya Saudara dapat mengakukan dengan tulus ikhlas.

Si sakit mengakukan dosanya. Setelah mengakukan dosa si sakit diajak untuk berdoa doa tobat.

Allah yang maharahim, - aku menyesal atas dosa-dosaku – sebab patut aku Engkau hukum, - terutama sebab aku telah mengina Engkau – yang mahamurah dan mahabaik bagiku. – Aku benci akan segala dosaku – dan berjanji dengan pertolongan rahmatMu – 
hendak memperbaiki hidupku – dan tidak akan berbuat dosa lagi. 
Allah, ampunilah aku, orang berdosa.

Bila keadaan si sakit mengijinkan, imam dapat memberikan pengarahan singkat guna membesarkan hati. Kemudian iman dapat mengusulkan suatu penintensi ringan yang dapat dilaksanakan si sakit tanpa kesulitan. Akhirnya, sambil mengulurkan tangan di atas kepala si sakit, iman berkata:

I: Saudara terkasih,
Allah, Bapa yang maharahim, telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya 
karena wafat dan kebangkitan Putera-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus Kristus.
Ia telah mencurahkan Roh Kudus demi pengampunan dosa.
Dan berkat pelayanan gereja, 
Ia melimpahkan pengampunan dan damai kepada orang yang bertobat.
MAKA ATAS KUASA GEREJA YANG DIBERIKAN KEPADA SAYA 
SEBAGAI IMAM, SAYA MELEPASKAN SAUDARA DARI DOSA-DOSA SAUDARA 
DALAM NAMA † BAPA DAN PUTERA DAN ROH KUDUS.
Ss: Amin. 
Bila memungkinkan, Imam dapat mengambil inisiatif mengadakan rekonsiliasi keluarga. Rekonsiliasi keluarga akan sangat berguna dan meringankan baik bagi si sakit maupun keluarganya. 


PERNYATAAN IMAN
Jika keadaan mengizinkan, baiklah sekarang si sakit diberi kesempatan memperbaharui iman yang diikrarkannya ketika dibaptis. Mungkin baik imam menyatakan beberapa patah kata pengantar, misalnya sebagai berikut.

I Saudara terkasih, 
ketika dibaptis saudara mengikrarkan iman kepercayaan 
kepada Bapa, Putera, dan Roh Kudus, serta Gereja. 
Iman itu telah memberi pegangan 
dan kekuatan bagi hidup saudara sampai detik ini. 
Kami merasa gembira atas kesediaan dan ketekunan saudara. 
Dan sekarang di saat mengalami duka derita ini, 
perbaharuilah iman saudara 
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
I Percayakah saudara akan Allah Bapa yang mahakuasa 
pencipta langit dan bumi?
Ss Ya, saya percaya.
I Percayakah saudara akan Yesus Kristus,
Putera-Nya yang tunggal Tuhan kita yang dilahirkan oleh perawan Maria, yang menderita sengsara, wafat dan dimakamkan, 
yang bangkit dari antara orang mati, dan duduk di sisi kanan Bapa?
Ss Ya, saya percaya.
I Percayakah saudara akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang kudus, Persekutuan Para Kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan, 
dan kehidupan kekal?
Ss Ya, saya percaya.
I Saudaraku yang terkasih, Allah yang mahakuasa, 
Bapa Tuhan kita Yesus Kristus 
telah melahirkan kembali saudara dari air dan Roh Kudus 
dan telah mengampuni dosa saudara. 
Semoga ia menyatukan saudara dalam keluarga Allah
kini dan sepanjang masa. 
Ss Amin.


DOA UMAT:
Sebagai persiapan Sakramen Pengurapan minyak suci, sekarang didoakan doa umat. Imam mengajak hadirin untuk memdoakan bersama dengan menjawab doa yang diucapkan oleh imam.

I: Saudara terkasih,
Marilah kita sehati dan sesuara memanjatkan doa kehadapan Allah 
yang kini berkenan meneguhkan iman Bapak Petrus Widada pengampunan, pengurapan dan komuni suci.
Imam memohon umat/hadirin untuk menjawab: Kabulkanlah doa kami ya Tuhan

I: Allah, Tuhan kami. Satukanlah penderitaan saudara kami ini dengan sengsara Putera-Mu.
Kami mohon,
U: Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

I: Allah, Tuhan kami. Tabahkanlah hatinya demi penyerahan Yesus Kristus kepada kehendak-Mu.
Kami mohon,
U: Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

I: Allah, Tuhan kami. Teguhkanlah dia dalam iman.Kami mohon,
U: Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

I: Allah, Tuhan kami. Topanglah dia dengan kasih sayang-Mu.Kami mohon,
U: Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

I: Allah, Tuhan kami.Anugerahilah dia dengan damai sejati. Kami mohon,
U: Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

I: Allah, Tuhan kami. Berilah dia hidup bahagia dan sejahtera, sebab demi nama-Mu kami menumpangkan tangan atasnya. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami, Amin.


LITURGI PENGURAPAN ORANG SAKIT

PUJIAN SYUKUR ATAS MINYAK
Jika minyak sudah diberkati, imam mengucapkan doa syukur sebagai berikut:

I Marilah kita mengucapkan pujian syukur kepada Allah yang telah memberikan kepada kita minyak kudus ini sebagai lambang kelimpahan rahmat-Nya:
Terpujilah Engkau Allah Bapa yang mahakuasa, karena Engkau telah mengutus Putera-Mu ke dunia, guna menolong dan menyelamatkan kami. Kami memuliakan Dikau.
U Kami memuji Dikau.
I Terpujilah Engkau Allah Putera yang tunggal 
karena Engkau telah menerima hidup yang hina seperti kami manusia, 
supaya menyembuhkan segala penyakit kami. 
Kami memuliakan Dikau.
U Kami memuji Dikau.
I Terpujilah Engkau Allah Roh Kudus, Engkau adalah penolong kami; 
karena Engkau menguatkan tubuh kami yang lemah 
dengan daya-Mu yang lestari. 
Kami memuliakan Dikau.
U Kami memuji Dikau.
I Ya Tuhan, anugerahkanlah kepada hamba-Mu 
yang kami urapi dengan minyak kudus ini 
dalam kekuatan iman, keringanan dalam penderitaannya, 
dan tabahkanlah hatinya di dalam kelemahannya. 
Dengan perantaraan Kristus Tuhan kami.
U Amin.


PENGURAPAN MINYAK SUCI
Setelah itu imam mengambil minyak suci dan mengurapi si sakit pada dahi dan telapak tangan sambil berkata.

Imam mengurapi dahi sambil mengucapkan doa:

I: Semoga † karena pengurapan suci ini
Allah yang maharahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus.
Ss: Amin

Imam mengurapi kedua telapak tangan sambil mengucapkan doa:
I: Semoga Ia membebaskan Saudara dari segala dosa
Dan membangunkan Saudara 
Untuk mengenyam kebahagiaan sejati.
Ss: Amin.

Pengurapan langsung disambung dengan doa berikut:

I: Marilah berdoa.
Tuhan Yesus Kristus, 
Engkau telah menjadi manusia lemah seperti kami 
supaya Engkau menyelamatkan semua orang 
dan Engkau menyembuhkan yang lemah dan sakit. 
Pandanglah dengan kasih sayang hamba-Mu ini 
yang ingin memperoleh kembali kesehatan lahir dan batin. 
Atas nama-Mu kami telah mengurapinya dengan minyak suci.
Maka kami mohon,
Hiburlah ia dengan kehadiran-Mu, 
segarkanlah dia dengan daya kuasa-Mu 
sehingga ia dapat memperoleh kembali kekuatannya 
dan mengatasi segala kemalangan. 
Sebab Engkaulah Tuhan dan Pengantara kami, 
kini dan sepanjang masa.
U: Amin.


BAPA KAMI
Lalu imam mengajak hadirin mendoakan Bapa kami:

I: Saudara sekalian,
Guna menguatkan hati Bpk. Petrus Widada ini, 
marilah kita sehati sejiwa berdoa kepada Bapa di Surga,
dengan doa yang diajarkan Yesus Kristus Kristus sendiri kepada kita.

U: Bapa Kami yang ada di surga
Dimuliakanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu
Dan jadilah kehendak-Mu.
Di atas bumi seperti di dalam surga
Berilah kami rejeki pada hari ini.
Ampunilah kesalahan kami, 
seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah masukkan kami kedalam percobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat.

I: Ya Bapa, jadilah selalu kehendak-Mu, 
sebab itulah satu-satunya pedoman hidup kami.
Kasihanilah dan bantulah saudara kami ini,
supaya dalam masa pendritaannya tetap setia kepada kehendakMu.
Bersihkanlah ia dari noda dosa dan jauhkanlah dari segala kesalahan,
supaya dengan tentram dapat menantikan kedatangan penyelamat kami 
Yesus Kristus Kristus

U: Sebab Engkaulah raja yang mulia dan berkuasa untuk selama-lamanya.
Amin.


5. KOMUNI SUCI.
Imam berlutut di hadapan Sakramen mahakudus, membuka piksis, lalu berkata sambil menunjukkan Sakramen Mahakudus kepada si sakit:

I: Saudaraku yang terkasih, 
inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.
Berbahagialah saudara yang diundang ke perjamuan-Nya.

Ss: Ya Tuhan, saya tidak pantas, - Tuhan datang pada saya, 
tetapi bersabdalah saja, - maka saya akan sembuh.

Imam mendekati si sakit sambil memberikan hosti suci kepada si sakit, sambil berkata:

I Inilah Tubuh (dan Darah) Kristus, 
penyelamat saudara.
Ss Amin.
Sesudah pembagian komuni, imam membersihkan piksis. Lalu baiklah diadakan SAAT HENING sejenak.



RITUS PENUTUP

DOA DAN BERKAT PENUTUP.
DOA PENUTUP
I: Marilah kita berdoa.
Allah, Bapa yang maha pengasih dan Penghibur orang-orang yang bersusah, pandanglah dengan rela hamba-Mu,
Bpk. Petrus Widada yang menaruh seluruh harapannya pada-Mu, 
meski ia sangat tertekan oleh penderitaannya. 
Sudilah meneguhkan hatinya dengan pengurapan suci ini. 
Kasihanilah dan bantulah ia 
supaya dalam penderitaannya ia tetap setia kepada kehendak-Mu. 
Bersihkanlah ia dari noda dosa dan jauhkanlah segala kegelisahan, 
supaya dengan hati yang tenteram dan penuh pengharapan 
ia menantikan kedatangan Penyelamat kami. Dialah Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang masa. 
U: Amin.

BERKAT
Imam memberkati si sakit beserta seluruh hadirin.

I: Marilah kita mohon berkat Tuhan,
khususnya bagi Bpk Petrus Widada
Hening sejenak.
Lalu imam mengulurkan kedua belah tangan di atas si sakit sambil berseru:

I: Semoga Allah Bapa memberkati dan menguatkan saudara.
U: Amin.
I: Semoga Allah Putera menyelamatkan dan membahagiakan saudara.
U: Amin.
I: Semoga Allah Roh Kudus menerangi saudara dan menganugerahkan ketenangan.
U: Amin.
I: Semoga berserta semua yang hadir di sini dilindungi dan dibimbing 
oleh berkat Allah yang mahakuasa, † Bapa dan Putera dan Roh Kudus.
U: Amin.

PENGUTUSAN
I Saudaraku sekalian, perayaan sakramen pengurapan orang sakit
sudah selesai.
U Syukur kepada Allah.
I Mari kita pergi kita diutus mewartakan damai Kristus.
U Amin.

PENUTUP
Kegiatan liturgi Gereja menjadi begitu penting karena menghadirkan karya penyelamatan Allah pada segala zaman. Allah yang dahulu menebus umat manusia dalam diri Putera-Nya, tetap menyapa umat manusia melalui sakramen-sakramen Gereja. Dalam pelayanan sakramen pengurapan orang sakit terungkap kasih Allah yang tak terbatas, yang berkenan menganugerahkan rahmat-Nya kepada orang yang menderita sakit. Melalui sakramen ini, terungkap dengan amat jelas iman Gereja akan Allah yang menyertai anak-anak-Nya yang mengalami penderitaan. Melalui sakramen ini, penderitaan orang yang sakit disatukan dengan penderitaan Yesus Kristus sendiri. Kita menyakini bahwa Yesus Kristus yang telah menderita dan kini telah mulia itu pula yang menguatkan dan menyertai orang yang menerima sakramen ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar