Ads 468x60px

Lima Pokok Permenungan Masa Advent

Seluruh Hidup Kita Hendaknya Menjadi Suatu "ADVEN"
(Lima Pokok Permenungan Masa Advent)

Masa Liturgi Adven menandai masa persiapan rohani umat beriman sebelum Natal. Adven dimulai pada hari Minggu terdekat sebelum Pesta St. Andreas Rasul (30 November). Masa Adven berlangsung selama empat hari Minggu dan empat minggu persiapan, meskipun minggu terakhir Adven pada umumnya terpotong dengan tibanya Hari Natal.

Masa Adven mengalami perkembangan dalam kehidupan rohani Gereja. Sejarah asal-mula Adven sulit ditentukan dengan tepat. Dalam bentuk awalnya, yang bermula dari Perancis, Masa Adven merupakan masa persiapan menyambut Hari Raya Epifani, hari di mana para calon dibaptis menjadi warga Gereja; jadi persiapan Adven amat mirip dengan Prapaskah dengan penekanan pada doa dan puasa yang berlangsung selama tiga minggu dan kemudian diperpanjang menjadi 40 hari. Pada tahun 380, Konsili lokal Saragossa, Spanyol menetapkan tiga minggu masa puasa sebelum Epifani. Diilhami oleh peraturan Prapaskah, Konsili lokal Macon, Perancis, pada tahun 581 menetapkan bahwa mulai tanggal 11 November (pesta St. Martinus dari Tours) hingga Hari Natal, umat beriman berpuasa pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Lama-kelamaan, praktek serupa menyebar ke Inggris. Di Roma, masa persiapan Adven belum ada hingga abad keenam, dan dipandang sebagai masa persiapan menyambut Natal dengan ikatan pantang puasa yang lebih ringan.

Gereja secara bertahap mulai lebih membakukan perayaan Adven. Buku Doa Misa Gelasian, yang menurut tradisi diterbitkan oleh Paus St. Gelasius I (wafat thn 496), adalah yang pertama menerapkan Liturgi Adven selama lima Hari Minggu. Di kemudian hari, Paus St. Gregorius I (wafat thn 604) memperkaya liturgi ini dengan menyusun doa-doa, antifon, bacaan-bacaan dan tanggapan. Sekitar abad kesembilan, Gereja menetapkan Minggu Adven Pertama sebagai awal tahun penanggalan Gereja. Dan akhirnya, Paus St. Gregorius VII (wafat thn 1095) mengurangi jumlah hari Minggu dalam Masa Adven menjadi empat.

Meskipun sejarah Adven agak “kurang jelas”, makna Masa Adven tetap terfokus pada kedatangan Kristus (Adven berasal dari bahasa Latin “adventus”, artinya “datang”). Katekismus Gereja Katolik menekankan makna ganda “kedatangan” ini: “Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua” (no. 524).

Oleh sebab itu, di satu pihak, umat beriman merefleksikan kembali dan didorong untuk merayakan kedatangan Kristus yang pertama ke dalam dunia ini. Kita merenungkan kembali misteri inkarnasi yang agung ketika Kristus merendahkan diri, mengambil rupa manusia, dan masuk dalam dimensi ruang dan waktu guna membebaskan kita dari dosa. Di lain pihak, kita ingat dalam Syahadat bahwa Kristus akan datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati dan kita harus siap untuk bertemu dengannya.

Suatu cara yang baik dan saleh untuk membantu kita dalam masa persiapan Adven adalah dengan memasang Lingkaran Adven. Lingkaran Adven merupakan suatu lingkaran, tanpa awal dan akhir: jadi kita diajak untuk merenungkan bagaimana kehidupan kita, di sini dan sekarang ini, ikut ambil bagian dalam rencana keselamatan Allah yang kekal dan bagaimana kita berharap dapat ikut ambil bagian dalam kehidupan kekal di kerajaan surga. Lingkaran Adven terbuat dari tumbuh-tumbuhan segar, sebab Kristus datang guna memberi kita hidup baru melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Tiga batang lilin berwarna ungu melambangkan tobat, persiapan dan kurban; sebatang lilin berwarna merah muda melambangkan hal yang sama, tetapi dengan menekankan Minggu Adven Ketiga, Minggu Gaudate, saat kita bersukacita karena persiapan kita sekarang sudah mendekati akhir. Terang itu sendiri melambangkan Kristus, yang datang ke dalam dunia untuk menghalau kuasa gelap kejahatan dan menunjukkan kepada kita jalan kebenaran. Gerak maju penyalaan lilin setiap hari menunjukkan semakin bertambahnya kesiapan kita untuk berjumpa dengan Kristus. Setiap keluarga sebaiknya memasang satu Lingkaran Adven, menyalakannya saat santap malam bersama dan memanjatkan doa-doa khusus. Kebiasaan ini akan membantu setiap keluarga untuk memfokuskan diri pada makna Natal yang sebenarnya.

Secara keseluruhan, selama Masa Adven kita berjuang untuk menggenapi apa yang kita daraskan dalam doa pembukaan Misa Minggu Adven Pertama: “Bapa di surga… tambahkanlah kerinduan kami akan Kristus, Juruselamat kami, dan berilah kami kekuatan untuk bertumbuh dalam kasih, agar fajar kedatangan-Nya membuat kami bersukacita atas kehadiran-Nya dan menyambut terang kebenaran-Nya.

A.Amanat Paus Yohanes Paulus II

Saudara dan Saudari terkasih,

1. Dalam Masa Adven ini, seruan Nabi Yesaya menyertai kita, “Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: `Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu …. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!'” (Yesaya 35:4). Seruan ini menjadi terlebih mendesak lagi sementara Natal menjelang, disertai dengan dorongan untuk mempersiapkan hati kita dalam menyambut Mesias. Ia yang dinanti-nantikan, pasti akan datang dan keselamatan-Nya adalah bagi semua orang.

Pada Malam yang Kudus, kita akan mengenangkan kembali kelahiran-Nya di Betlehem, dalam arti tertentu, kita akan menghidupkan kembali perasaan-perasaan para gembala, sukacita dan rasa takjub mereka. Bersama Maria dan Yosef, kita akan merenungkan kemulian Sabda yang menjadi manusia demi penebusan kita. Kita akan berdoa agar segenap umat manusia dapat menerima kehidupan baru yang didatangkan Putra Manusia ke dalam dunia dengan mengenakan kodrat manusiawi kita.

2. Liturgi Adven, yang penuh dengan seruan terus-menerus akan sukacita pengharapan datangnya Mesias, membantu kita memahami kepenuhan nilai dan makna misteri Natal. Natal bukan hanya sekedar mengenangkan peristiwa bersejarah yang terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu di suatu kota kecil di Yudea. Melainkan, haruslah kita pahami bahwa seluruh hidup kita hendaknya menjadi suatu “Adven”, dalam pengharapan yang siaga akan kedatangan Kristus yang terakhir. Untuk mempersiapkan hati kita menyambut Tuhan yang, seperti kita maklumkan dalam Syahadat, akan datang suatu hari kelak untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati; kita wajib belajar mengenali kehadiran-Nya dalam peristiwa-peristiwa hidup sehari-hari. Jadi, Adven adalah suatu masa pelatihan intensif yang mengarahkan kita secara pasti kepada Dia yang telah datang, yang akan datang dan yang senantiasa datang.

3. Dengan penghayatan-penghayatan ini, Gereja bersiap untuk mengkontemplasikan dalam ekstasi, misteri Inkarnasi. Injil mengisahkan perkandungan dan kelahiran Yesus, dan menceritakan banyak peristiwa-peristiwa penyelenggaraan ilahi yang mendahului maupun yang menyertai peristiwa yang begitu ajaib itu: kabar sukacita malaikat kepada Maria, kelahiran Yohanes Pembaptis, paduan suara para malaikat di Betlehem, kedatangan para Majus dari Timur, mimpi St Yosef. Semuanya ini adalah tanda-tanda dan kesaksian-kesaksian yang menggarisbawahi keilahian Kanak-kanak ini. Di Betlehem telah lahir Imanuel, Allah beserta kita.

Dalam liturgi pada hari-hari ini, Gereja menghadirkan di hadapan kita tiga “pembimbing” luar biasa yang akan menunjukkan kepada kita sikap yang pantas dalam menyongsong “tamu” ilahi umat manusia ini.

4. Pertama-tama, Yesaya, nabi penghiburan dan pengharapan. Ia memaklumkan Injil yang benar dan tepat bagi bangsa Israel yang diperbudak di Babel, dan mendesak mereka untuk tetap siaga dalam doa, untuk mengenali “tanda-tanda” kedatangan Mesias.

Kemudian ada Yohanes Pembaptis, bentara sang Mesias, yang dihadirkan sebagai “suara yang berseru-seru di padang gurun”, memaklumkan “pertobatan dan pembaptisn demi pengampunan dosa” (bdk Markus 1:3). Itulah satu-satunya prasyarat untuk dapat mengenali Mesias yang telah hadir di dunia.

Yang terakhir, Maria, yang dalam novena persiapan Natal ini, membimbing kita menuju Betlehem. Maria adalah Perempuan yang menjawab “ya” yang, berlawanan dengan Hawa, menjadikan rencana Allah sebagai rencananya sendiri dengan tanpa syarat. Dengan demikian, Maria menjadi suatu cahaya yang terang bagi langkah-langkah kita dan teladan tertinggi bagi inspirasi kita.

Saudara dan saudari terkasih, kiranya kita mengijinkan Santa Perawan menemani kita di jalan kita menuju Tuhan yang datang, dengan tinggal “siaga dalam doa dan sukacita dalam pujian.” Saya berharap agar masing-masing kita melewatkan persiapan yang pantas demi menyambut perayaan Natal.

B. St. Karolus Borromeus dan “Masa Adven”
Saudara-saudara terkasih, sekarang inilah saat yang tepat, yang dinyatakan oleh Roh Kudus, hari keselamatan, damai dan rekonsiliasi: Masa Adven yang agung. Inilah saat yang dengan penuh harap dinanti-nantikan oleh para bapa bangsa dan para nabi, saat yang pada akhirnya Simeon yang kudus bersukacita melihatnya. Inilah masa yang senantiasa dirayakan Gereja dengan kekhidmatan khusus. Kita pun sepantasnya senantiasa merayakannya dengan iman dan kasih, dengan melambungkan puji-pujian dan ucapan syukur kepada Bapa atas belas kasihan dan cinta yang telah dinyatakan-Nya kepada kita dalam misteri ini. Dalam kasih-Nya yang tak terbatas bagi kita, meskipun kita orang-orang berdosa, Ia mengutus Putra Tunggal-Nya untuk membebaskan kita dari kuasa setan, untuk menghantar kita ke surga, untuk menyambut kita dalam istirahat yang paling dalam, untuk menunjukkan kepada kita kebenaran itu sendiri, untuk melatih kita dalam melakukan yang benar, untuk menanamkan dalam diri kita benih-benih keutamaan, untuk memperkaya kita dengan harta pusaka rahmat-Nya dan menjadikan kita anak-anak Allah dan ahli waris kehidupan kekal.

Setiap tahun, sementara Gereja mengenangkan misteri ini, kita didorong untuk memperbaharui kenangan akan kasih luar biasa yang telah Tuhan nyatakan kepada kita. Masa yang kudus ini mengajarkan kepada kita bahwa kedatangan Kristus bukan hanya untuk kepentingan orang-orang sejamannya; kuasa-Nya masih tetap dinyatakan kepada kita semua. Kita akan ambil bagian dalam kuasa-Nya, jika, melalui iman dan sakramen-sakramen yang kudus, kita membuka diri untuk menerima rahmat yang telah Kristus perolehkan bagi kita, dan hidup oleh rahmat itu dan dalam ketaatan kepada Kristus.

Gereja meminta kita untuk memahami bahwa Kristus, yang dulu datang dalam daging, akan datang kembali. Jika kita menyingkirkan segala rintangan yang menghalangi kehadiran-Nya, maka Ia akan datang, setiap jam dan setiap saat, untuk tinggal secara rohani dalam hati kita, dan bersama kedatangan-Nya Ia membawa kekayaan rahmat-Nya.

Dalam perhatiannya atas keselamatan kita, Bunda Gereja terkasih menggunakan masa yang kudus ini untuk mengajar kita melalui puji-pujian, kidung dan bentuk-bentuk ungkapan lainnya, baik vokal ataupun ritual, yang digunakan oleh Roh Kudus. Gereja menunjukkan betapa kita patut bersyukur atas rahmat yang begitu luar biasa, dan bagaimana memperoleh manfaat darinya: pantaslah kita mempersiapkan hati kita begitu rupa bagi kedatangan Kristus, seakan-akan Ia masih akan datang ke dalam dunia ini. Pelajaran yang sama diberikan kepada kita agar kita teladani melalui kata maupun teladan para kudus dari Perjanjian Lama.

C.Masa Advent dan Antifon “O”.
“Antifon O” menunjuk pada ketujuh antifon yang didaraskan (atau dimadahkan) sepanjang periode khusus dalam Masa Adven yang dikenal sebagai Hari Biasa Khusus Adven, yakni pada tanggal 17 Desember hingga 23 Desember.

Asal mula “Antifon O” ini secara tepat tidak diketahui. Boethius (± 480-524) membuat sedikit catatan mengenainya, dengan demikian memberikan gambaran mengenai keberadaannya pada masa itu. Dalam Biara Benediktin Fleury (sekarang Saint-Benoit-sur-Loire), Antifon O ini didaraskan oleh abbas dan pemimpin biara lainnya dengan urutan menurun, dan kemudian sebuah hadiah diberikan kepada masing-masing anggota komunitas. Pada abad kedelapan, Antifon O dipergunakan dalam perayaan-perayaan liturgi di Roma. Sebab itu orang dapat menyimpulkan bahwa dalam suatu cara tertentu, Antifon O telah menjadi bagian dari tradisi liturgis kita sejak masa awali Gereja.

Antifon O berfungsi ganda. Masing-masing antifon menggarisbawahi suatu gelar bagi Mesias: O Sapientia (O Kebijaksanaan), O Adonai (O Tuhan), O Radix Jesse (O Tunas Isai), O Clavis David (O Kunci Daud), O Oriens (O Surya Pagi), O Rex Gentium (O Raja Para Bangsa) and O Emmanuel (O Imanuel). Masing-masing antifon juga berhubungan dengan nubuat Yesaya mengenai kedatangan Mesias. Marilah sekarang kita melihat masing-masing antifon dengan sekedar suatu contoh dari nubuat Yesaya yang berkenaan dengannya:

O Sapientia: “O Tuhan, yang mahabijaksana, semuanya Kau atur dengan lembut dan perkasa; datanglah dan bimbinglah langkah kami.” Yesaya telah menubuatkan, “Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN” (11:2-3) dan “Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan” (28:29).

O Adonai: “O Tuhan, pemimpin umat, yang memberikan hukum kepada Musa di Sinai, datanglah dan bebaskanlah kami dengan lengan perkasa.” Yesaya telah menubuatkan, “Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik. Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang” (11:4-5); dan “Sebab TUHAN ialah Hakim kita, TUHAN ialah yang memberi hukum bagi kita; TUHAN ialah Raja kita, Dia akan menyelamatkan kita” (33:22).

O Radix Jesse: “O Tuhan, Tunas Isai, yang menjulang di tengah bangsa-bangsa, bebaskanlah kami, dan jangan berlambat.” Yesaya telah menubuatkan, “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah” (11:1) dan “Pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji bagi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa dan tempat kediamannya akan menjadi mulia” (11:10). Patut diingat bahwa Isai adalah ayah Raja Daud, dan Mikha telah menubuatkan bahwa Mesias akan berasal dari keluarga dan keturunan Daud dan dilahirkan di kota Daud, yaitu Betlehem (Mikha 5:1).

O Clavis David: “O Tuhan, Kunci Kerajaan Allah, datanglah, dan bebaskanlah umat-Mu dari perbudakan.” Yesaya telah menubuatkan, “Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka” (22:22) dan “Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya” (9:6).

O Oriens: “O Tuhan, cahaya abadi dan surya keadilan, datanglah, dan terangilah mereka yang duduk dalam kegelapan dan bayangan maut.” Yesaya telah menubuatkan, “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar” (9:1).

O Rex Gentium: “O Tuhan, Raja segala bangsa dan batu penjuru Gereja, datanglah, dan selamatkanlah manusia yang Kau bentuk dari tanah.” Yesaya telah menubuatkan, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (9:5) dan “Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang” (2:4).

O Emmanuel: “O Imanuel, Engkau raja dan pemberi hukum. Datanglah dan selamatkanlah kami, ya Tuhan Allah kami.” Yesaya telah menubuatkan, “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel” (7:14). Patut diingat bahwa “Imanuel” berarti “Allah menyertai kita”.

Menurut Professor Robert Greenberg dari San Francisco Conservatory of Music, para biarawan Benediktin menggubah antifon-antifon ini dengan suatu tujuan tertentu. Jika orang mulai dari gelar terakhir dan mengambil huruf pertama dari masing-masing gelar itu - Emmanuel, Rex, Oriens, Clavis, Radix, Adonai, Sapientia - maka terbentuklah kata-kata Latin “ero cras” yang berarti, “Esok, Aku akan datang”. Sebab itu, Tuhan Yesus, yang kedatangannya kita persiapkan sepanjang Masa Adven dan yang kita sapa dengan ketujuh gelar Mesianis ini, sekarang berbicara kepada kita, “Esok, Aku akan datang”. Jadi, Antifon O tidak hanya mendatangkan kerinduan dalam persiapan Adven kita, melainkan juga mendatangkan suatu akhir yang penuh sukacita!

D.Lingkaran Adven: Lambang dan Maknanya

Pada Masa Adven, banyak keluarga memasang Lingkaran Adven di rumah mereka. Selain hiasan-hiasannya yang tampak semarak serta membangkitkan semangat, ada banyak sekali lambang yang terkandung di dalamnya, yang belum diketahui banyak orang.

Pertama, karangan tersebut selalu berbentuk lingkaran. Karena lingkaran tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir, maka lingkaran melambangkan Tuhan yang abadi, tanpa awal dan akhir.

Lingkaran Adven selalu dibuat dari daun-daun evergreen. Dahan-dahan evergreen, sama seperti namanya “ever green” - senantiasa hijau, senantiasa hidup. Evergreen melambangkan Kristus, Yang mati namun hidup kembali untuk selamanya. Evergreen juga melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita. Tampak tersembul di antara daun-daun evergreen yang hijau adalah buah-buah beri merah. Buah-buah itu serupa tetesan-tetesan darah, lambang darah yang dicurahkan oleh Kristus demi umat manusia. Buah-buah itu mengingatkan kita bahwa Kristus datang ke dunia untuk wafat bagi kita dan dengan demikian menebus kita. Oleh karena Darah-Nya yang tercurah itu, kita beroleh hidup yang kekal.

Empat batang lilin diletakkan sekeliling Lingkaran Adven, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven, yaitu masa persiapan kita menyambut Natal. Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang penantian bangsa Yahudi akan datangnya Sang Mesias, sementara dalam Perjanjian Baru mulai diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa Adven, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain mulai dinyalakan. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Adven setiap minggu dengan bertambah banyaknya lilin yang dinyalakan, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat. Semoga jiwa kita juga semakin menyala dalam kasih kepada Bayi Yesus.

Warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Warna ungu mengingatkan kita bahwa Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu “Gaudete”. “Gaudete” adalah bahasa Latin yang berarti “sukacita”, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu) dan sedikit meledak dalam Masa Adven. Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih - masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar.

Pada kaki setiap lilin, atau pada kaki Lingkaran Adven, ditempatkan sebuah mangkuk berwarna biru. Warna biru mengingatkan kita pada Bunda Maria, Bunda Allah, yang mengandung-Nya di dalam rahimnya serta melahirkan-Nya ke dunia pada hari Natal.

Lingkaran Adven diletakkan di tempat yang menyolok di gereja. Para keluarga memasang Lingkaran Adven yang lebih kecil di rumah mereka. Lingkaran Adven kecil ini mengingatkan mereka akan Lingkaran Adven di Gereja dan dengan demikian mengingatkan hubungan antara mereka dengan Gereja. Lilin dinyalakan pada saat makan bersama. Berdoa bersama sekeliling meja makan mengingatkan mereka akan meja perjamuan Tuhan di mana mereka berkumpul bersama setiap minggu untuk merayakan perjamuan Ekaristi - santapan dari Tuhan bagi jiwa kita.

Jadi, nanti jika kalian melihat atau memasang Lingkaran Adven, jangan menganggapnya sebagai hiasan yang indah saja. Ingatlah akan semua makna yang dilambangkannya, karena Lingkaran Adven hendak mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal.

E.Inspirasi Kotbah Mingguan
Berikut ini saya juga lampirkan dua inspirasi kotbah di awal masa Advent. Semoga bisa membantu.

HARI MINGGU ADVEN I - A: 1 Desember 2013
Seorang Rabi yang bijak menanyai murid-muridnya: "Apa tandanya bahwa gelap malam semakin berkurang dan fajar mulai merekah." Setelah berpikir sesaat, salah seorang muridnya menjawab: "Ketika orang dapat melihat binatang dari kejauhan dan mengenali apakah itu kambing atau domba." Murid lainnya menjawab: "Ketika orang dapat melihat pepohonan dari jauh dan mengenali apakah itu pohon ara atau pohon oak." Rabi itu kemudian berkata dengan lembut: "Salah semua. Tanda bahwa kegelapan semakin sirna dan fajar baru mulai terbit adalah ketika kalian melihat wajah sesama dan mengenalinya sebagai saudaramu. Ketika kalian tidak mampu mengenali sesamamu sebagai saudara, itu berarti kegelapan masih menyelubungi dirimu dan terang belum tiba bagimu."

Tak terasa bahwa kini kita telah memasuki masa Adven. Kita semua menantikan kedatangan Tuhan Yesus Kristus. Ketiga bacaan hari Minggu Adven I ini membicarakan kedatangan Tuhan di akhir zaman. Kita tidak tahu kapan itu kan tiba. Masa Adven mengingatkan kembali bahwa Tuhan Yesus akan datang untuk kedua kalinya yaitu di akhir zaman. Kita semua hendaknya mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya hari Tuhan itu. Karena tidak ada kejelasan kapan datangnya, maka persiapan kita hendaknya dilakukan terus-menerus. Masa Adven mengajak kita untuk menghayati persiapan datangnya hari Tuhan itu dengan membangun pertobatan dan kehidupan yang layak sebagai anak-anak Tuhan, anak-anak terang yang mengenyahkan segala bentuk kegelapan dosa. Untuk jangka pendek, kita persiapkan perayaan kedatangan Tuhan Yesus di hari Natal. Untuk jangka panjang, kita persiapkan kedatangan Tuhan Yesus di akhir zaman. Akhir zaman bisa datang segera tetapi bisa pula masih lama. Oleh karena itu persiapan yang kita lakukan hendaknya jangan ditunda-tunda. Untuk tujuan inilah masa Adven kita rayakan setiap tahun menjelang Natal, bahkan seharusnya setiap saat dari kehidupan kita adalah masa Adven.

Marilah berjalan di dalam terang Tuhan
Bacaan pertama diambil dari kitab Yesaya yang isinya merupakan ajakan agar umat Israel (Yehuda) membangun harapan akan datangnya Tuhan sebagai hakim atas bangsa manusia pada hari-hari akhir. Dia akan menegakkan Kerajaan-Nya di atas bukit Yerusalem baru yang menjulang tinggi mengatasai bukit-bukti lainnya. Dari Sion Tuhan akan mengajarkan jalan-jalan-Nya kepada seluruh umat dan segala bangsa. Itulah saat manakalah Tuhan meraja di atas bumi dan tampil sebagai hakim. Saat itu tidak ada lagi pertikaian atau permusuhan antar bangsa manusia. segala perlatan perang dimodifikasi menjadi alat-alat bekerja. Tak ada lagi perang dan tak ada lagi alasan untuk berperang. Inilah Shaloom yang dirundukan oleh bangsa Israel bahkan seluruh bangsa manusia.
Nabi Yesaya tampil sebagai nabi pada abad ke 8 sebelum Masehi. Dia mengalami pemerintahan beberapa raja yang memerintah Yehuda pada abad ke 8 tersebut, yaitu Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia. Yesaya menyaksikan kemakmuran Yehuda di zaman raja Uzia dan Yotam, ketika negara besar di sekitarnya yaitu Aram dan Asyur sedang lemah. Namun Yehuda kemudian mengalami banyak kesulitan ketika Asyur mulai bangkit. Dia menasehati raja Ahas agar jangan terpancing pada peseteruan politik antara Asyur dan Mesir. Ahas harus percaya dan mengandalkan pertolongan Allah yang disebutnya Yahwe Sebaoth (Tuhan semesta alam). Rupanya Ahas tidak mendengarkan nasihatnya dan memilih berada di bawah kendali Asyur. Sejak itu Yehuda ada dalam kesulitan dan tidak bisa menjadi negara merdeka sampai masa pembuangan (587 sM) ketika Nebukadnezar mengalahkan Asyur dan mengambil kekuasaan atas Yehuda. Di tengah krisis identitas Yehuda sebagai umat Allah, Yesaya mencoba membangun harapan bahwa Tuhan akan bangkit menjadi Raja atas mereka. Semua bangsa manusia akan berduyun-duyun ke gunung Sion untuk memuji Tuhan Allah sebagai Raja semesta. itu semua akan terjadi jika bangsa Yehuda setia berjalan di dalam terang Tuhan. Rangkaian perang dan kekacauan menimbulkan kerinduan di hati umat akan terciptanya masa damai yang sejati, ketika tidak ada lagi perang dan permusuhan antara manusia. Bacaan pertama dalam misa Adven I ini merupakan kutipan dari upaya Yesaya untuk membangun harapan tersebut, yang antara lain disampaikan lewat gambaran simbolik pedang yang dirubah menjadi mata bajak, dan tombak dijadikan pisau pemangkas. Itulah saat ketika bangsa manusia mengakui pemerintahan Tuhan Allah sebagai raja semesta. Segala peralatan perang akan diganti dengan peralatan kerja. Perang sudah tidak mendapat tempat lagi di hati manusia, karena telah digantikan oleh semangat bekerja bersama-sama untuk membangun dunia baru yang merajakan Allah di atas segalanya.

Tanggalkanlah perbuatan-perbuatan kegelapan
Bacaan kedua berisi ajakan untuk berjaga-jaga. Kepada umat di Roma, Paulus berseru agar umat berjaga (bangun dari tidur) karena saat keselamatan sudah semakin dekat. Hendaknya mereka menanggalkan segala tindakan jahat, hawa nafsu, dan berjuang untuk menguasai keinginan tubuh. Umat diajak untuk mengenakan Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang. Bagi Paulus, perbuatan jahat sama dengan kegelapan dan perbuatan baik sama dengan terang. Seruan Paulus ini bersifat mendesak, supaya umat sadar untuk membangun pertobatan dengan segera tanpa menunda-nunda. Hendaknya umat menanggalkan perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang. Tindakan bertobat dan berjaga-jaga disatukan sebagai wujud persiapan umat untuk menyambut keselamatan.Hari Tuhan datang tanpa diduga

Bacaan Injil secara khusus mengaitkan himbauan berjaga-jaga dengan kedatangan hari Tuhan. Hari Tuhan datang tanpa diduga-duga, seperti air bah pada jaman Nuh. Sebelum datang air bah, rakyat hidup dalam kegiatan sehari-hari dan mereka tidak mengira samasekali bahwa air bah akan tiba dan menghanyutkan mereka semua. Hanya Nuh dan keluarganya yang diselamatkan. Kiranya gambaran tentang Nuh ini yang melatarbelakangi pernyataan Yesus: "Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan". (ay. 40-41). Hari Tuhan akan membawa penghakiman yang memisahkan antara yang baik dan yang buruk, antara yang diterima dan yang ditolak, antara yang diselamatkan dan yang tidak diselamatkan. Ayat di atas menggambarkan pula kondisi manusia dan kegiatannya ketika hari Tuhan tiba. Orang-orang sedang melakukan kegiatan sehari-hari dan tidak dalam kondisi bersiap-siap secara khusus untuk menghadapi akhir zaman, misalnya dengan doa bersama di tempat ibadat atau melakukan ritus-ritus tertentu. Sejumlah sekte apokaliptik menekankan persiapan khusus semacam ini dan menyatakan bahwa hari Tuhan atau akhir dunia akan segera tiba. Teks Injil ternyata berbicara lain. Pesannya, kendati sedang dalam kehidupan dan kegiatan sehari-hari, manusia tetap harus siap menghadapi hari kedatangan Tuhan yang kedua. Persiapan untuk menyambut hari Tuhan tidak membuat orang harus melepaskan tugas dan kegiatan sehari-hari. Di setiap saat, setiap kondisi dan setiap tempat, semuanya harus siap siaga, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."

Bagaimana cara berjaga-jaga?
Apa artinya berjaga-jaga bagi kita di zaman sekarang ini? Dengan mengacu pada bacaan pertama, tindakan kongkrit berjaga-jaga hendaknya diwujudkan di dalam partisipasi kita untuk mewujudkan Kerajaan Allah sebagai kerajaan damai dan keadilan. Zaman kita sekarang adalah zaman yang suka mengandalkan kekuatan manusiawi dan duniawi. Yang ditolak oleh dunia adalah yang lemah, sebaliknya yang diterima oleh dunia adalah yang kuat. Kenyataan ini jelas merupakan paradigma yang tidak pada tempatnya, karena orientasinya bukan pada siapa yang benar dan siapa yang salah, tetapi pada siapa yang kuat dan siapa yang lemah. Di dalam situasi semacam inilah kita ditantang untuk menegakkan Kerajaan Damai dan keadilan.

Situasi masyarakat dan bangsa kita masih menyediakan banyak tantangan yang kongkrit bagi kita untuk mengisi masa Adven. Dari diri kita sendiri, ada ajakan untuk meninggalkan segala perbuatan jahat (tak tahan cahaya). Dari segi kebersamaan, kita diajak untuk berpartisipasi dalam menegakkan Kerajaan Allah yang damai dan adil dengan kerya-karya yang nyata.

Kembali ke ilustrasi tentang rabi yang bijaksana dan isi bacaan pertama, salah satu contoh tindakan berjaga-jaga adalah mengupayakan relasi persaudaraan dalam kehidupan bersama. Sesama kita adalah saudara kita. Selain itu, sesuai dengan isi bacaan pertama, marilah kita menggantikan segala alat permusuhan menjadi alat untuk bekerja membangun dunia. Di saat ini banyak negara ribut dengan adanya pembuatan senjata nuklir. Itu semua terjadi karena kehidupan bersama antar negara tidak menciptakan rasa aman. Untuk itu masing-masing pihak harus mempersenjatai dirinya. Cocok dengan ungkapan Latin: "Si vis pacem, para bellum", artinya jika kamu inginkan damai maka persiapkanlah perang. Kedamaian semacam ini bukanlah kedamaian sejati tetapi hanyalah sebuah kondisi di mana tidak ada perang. Karena jika masing-masing pihak telah siap dengan senjatanya, maka tidak ada berani memulai konflik. Namun apa artinya tidak ada perang tetapi masing-masing pihak memandang yang lain sebagai ancaman. Kedamaian yang sejati tidak membuat orang merasa terancam, tetapi sebaliknya masing-masing dapat hidup dalam harmoni.

Menggali pesan bacaan
- Pesan Adven untuk berjaga-jaga senantiasa relevan sepanjang zaman, karena kita tidak pernah tahu kapan hari Tuhan tiba.
- Untuk menyongsong hari Tuhan, hendaklah kita membangun kehidupan moral yang baik (bacaan II) dan menciptakan kerjasama dan persaudaraan di dalam membangun kehidupan bersama (bacaan I).
- Persiapan untuk menyongsong hari Tuhan dalam dilakukan dalam kehidupan bersama sehari-hari.
- Pemisahan antara yang baik dan yang jahat tidak akan terjadi jika kehidupan bersama umat atau masyarakat dunia saling membantu dalam mempersiapkan kedatangan Tuhan. Kita ingin semuanya mendapatkan keselamatan, Jangan sampai ada yang ditinggalkan dalam kehancuran abadi.
- Anjuran untuk berjaga-jaga di dalam masa Adven jangan hanya berhenti sampai Natal, tetapi harus terus mewarnai kehidupan kita seterusnya.
- Bagaimanakah kita dapat mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan? Apakah wujud kongkrit dari sikap berjaga-jaga? Inilah yang harus kita renungkan dan kita hayati dalam masa Adven ini dan untuk hari-hari hidup kita selanjutnya. (Harikus Pr).

Hari Minggu Adven 1 A
Yes. 2:1-5; Rm. 13:11-14a; Mat 24:37-44
Siap sedia dan berjaga-jaga
01. Istilah “Adven” berasal dari kata Latin “Adventus” yang berarti kedatangan. Secara liturgis masa adven merupakan masa persiapan menyongsong perayaan Natal sebagai aktualisasi kedatangan Kristus yang pertama serta masa penantian akan kedatangan Kristus pada akhir zaman. Kita hidup diantara dua kedatangan Tuhan, artinya kita hidup dalam proses antara sudah diselamatkan dan masih menantikan kepenuhan keselamatan itu. Katekismus Gereja Katolik menegaskan, “Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua” (KGK no. 524). Di satu pihak kita diajak untuk mempersiapkan diri mengenang kedatangan Kristus yang pertama ke dalam dunia ini. Kita merenungkan kembali misteri inkarnasi yang agung ketika Kristus merendahkan diri, mengambil rupa manusia, dan masuk dalam dimensi ruang dan waktu, dalam sejarah manusia untuk membebaskan kita dari dosa. Dalam diri Yesus, Allah menampilkan wajah-Nya secara manusiawi (Yoh 14:9) untuk menuntun kita menuju kepenuhan hidup yakni bersatu dengan kemuliaan Allah. Di lain pihak, kita harus mempersiapkan diri menyambut kedatangan Kristus yang kedua untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Kristus memang telah datang ke dunia dan Ia akan datang kembali di akhir zaman; namun Ia tidak pernah meninggalkan Gereja-Nya, Ia selalu hadir di tengah-tengah umat-Nya. Maka selama masa Adven kita merenungkan misteri kedatangan Kristus dulu, kini dan di masa depan : mengenangkan kedatangan Kristus yang pertama di dunia, mengaktualisasikan kehadiran-Nya di tengah Gereja, dan menantikan kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman.

02. Dalam perikop hari ini kedatangan Anak Manusia dibandingkan dengan datangnya air bah pada zaman Nuh yakni tiba-tiba, tidak terduga-duga namun definitif dan menentukan. Sebenarnya Tuhan sudah memberikan “tanda peringatan” akan datangnya hari pengadilan namun orang-orang pada zaman Nuh mengabaikan. Mereka hidup seenaknya, santai dan dangkal (ay. 38: makan, minum, kawin), hedonis, ngawur, foya-foya, konsumtif, pesta pora tanpa peduli pada sesama yang membutuhkan. Meskipun perilaku itu tidak bisa dikategorikan sebagai kejahatan kriminal tetapi cara hidup seperti itu membuat kita lengah, tidak waspada, tidak peka akan gerak kehadiran Yang Ilahi dan mengabaikan nilai-nilai moral. Tidak cukup dengan berprinsip yang penting tidak melakukan kejahatan atau tidak merugikan orang lain. Bagaikan sebuah pohon, hidup harus menghasilkan buah yang baik dan bermanfaat. Bila kehadiran kita tidak bisa memberikan sumbangan yang baik dan positif untuk kehidupan bersama, maka hidup kita memang tidak berguna dan layak untuk dimusnahkan (lih. Luk 13:7).

03. Pengadilan Tuhan tidak berarti Tuhan menentukan atau memutuskan siapa yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, yang pantas dan yang tidak pantas masuk dalam kemuliaan abadi tetapi sebagai saat “penyingkapan”. Pada saat itu orang akan diketahui jati diri yang sesungguhnya, manusia tidak bisa lagi bersikap munafik, berpura-pura, atau menyembunyikan jati dirinya. Sepintas lalu dari sisi penampilan lahiriah, dari profesi yang ditekuninya atau pekerjaan yang dilakukannya bisa jadi nampak tidak berbeda (ay. 40-41 bekerja di ladang, memutar batu giling) namun ternyata di balik semua itu dari aspek mutu hidup atau kualitas pribadi bisa berbeda. Yang satu pantas dan siap untuk ikut serta dalam kemuliaan Allah, yang lain tidak “kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan” (ay. 4o-41). Dengan demikian pengadilan Tuhan juga berkaitan erat dengan pilihan sikap, semangat atau motivasi hidup, mutu pribadi yang tersembunyi di balik penampilan lahiriah. Dan yang pasti Tuhan tidak akan terkecoh dengan penampilan lahiriah, dengan pencitraan. Sabda Tuhan ini membawa implikasi ganda, pertama secara pribadi kita mesti serius mempersiapkan diri menyambut kedatangan Tuhan. Kedua, kita harus saling membantu dalam proses persiapan itu agar semua orang pantas diselamatkan dan ada yang ditinggalkan dalam kehancuran abadi.

04. Karena pengadilan Tuhan itu bersifat definitif dan menentukan nasib manusia untuk selamanya, maka sikap yang paling tepat untuk menyongsong kedatangan Tuhan itu adalah siap siaga dan berjaga-jaga. Tuntutan untuk selalu siap siaga diungkapkan dengan perumpamaan tentang datangnya pencuri dalam ay. 43 dan 44. Kaitan antara perumpamaan dengan penerapannya dapat dirumuskan sebagai berikut, “Tuan rumah tidak berjaga-jaga karena dia tidak tahu kapan pencuri akan datang, tetapi tidak boleh berbuat demikian. Pada saat kedatangan Anak Manusia kalian tidak bisa mengatakan ‘seandainya kami mengetahui sebelumnya’ karena meskipun tidak tahu dengan persis hari dan saatnya tetapi kalian telah mengetahui bahwa Dia pasti akan segera datang. Karena itu hendaknya kalian terus menerus harus selalu siap siaga dan berjaga-jaga.”

05. Kita seringkali menghabiskan begitu banyak waktu, energi dan dana untuk mempersiapkan aneka kegiatan hidup entah pesta perkawinan, rekreasi bersama, membangun rumah, pentas seni atau kegiatan lainnya. Apakah kita pernah berpikir untuk “mempersiapkan” kematian kita yang pasti akan kita alami? Hari ini Tuhan mengajak untuk merefleksi hidup kita apakah hidup seperti orang-orang sezaman nabi Nuh yang foya-foya, pesta pora tanpa kepekaan akan sapaan Tuhan. Nabi Yesaya dalam bacaan I merekomendasikan agar kita mengubah mind-set terhadap sesama. Orang lain bukanlah ancaman yang harus disingkirkan dalam kehidupan bersama. Dalam perbedaan mesti tetap dijalin kerjasama. Orientasi hidup bukan pada kekerasan dengan “berlatih perang” atau “mengangkat pedang” (ay. 4) tetapi pada kerjasama untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, yakni dengan mengubah perlengkapan perang menjadi sarana untuk bekerja, “menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas” (ay. 4). Dalam bacaan II St. Paulus memberikan istilah lain dari sikap siap siaga dan berjaga-jaga itu dengan “bangun dari tidur” yang dimaksudkan ialah meninggalkan perbuatan kegelapan (pesta pora, kemabukan, percabulan, perselisihan) dan mengenakan perlengkapan senjata terang, maksudnya hidup dengan eling, waspada, berhati-hati dan penuh perhitungan. Berkah Dalem (Ch. Sutrasno Purwanto, Pr).

Tuhan Yesus Kristus,
Tuhan atas terang maupun gelap,
utuslah Roh Kudus-Mu atas kami
dalam mempersiapkan Natal.
Kami, yang begitu sibuk dengan berbagai macam perkara,
mencari saat teduh untuk mendengarkan suara-Mu setiap hari.
Kami, yang khawatir atas begitu banyak hal,
merindukan kedatangan-Mu di tengah kami.
Kami, yang Engkau berkati dalam berbagai macam cara,
mendamba kepenuhan sukacita kerajaan-Mu.
Kami, yang berbeban berat,
mendamba sukacita kehadiran-Mu.
Kami ini umat-Mu, yang berjalan dalam kegelapan,
namun rindu akan terang.
Kepada-Mu kami berseru, “Datanglah Kristus Tuhan!”
Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar