Ads 468x60px

Perselingkuhan


@XXX - Family Way (RJK).

Banyak orang mengamati bahwa perselingkuhan kerap menyakiti lebih dari satu jiwa. Sebab itu para moralis dan selalu menganjurkan agar sedapatnya diperbaiki. Artinya pasangan yang berselingkuh sebisa mungkin dimaafkan. Mengapa harus dimaafkan kendati telah terlanjur sakit hati? Alasannya adalah menyelamatkan jiwa-jiwa. Sering waktu dan kesabaran pun bisa menyembuhkan sebagian dari luka jiwa itu. 

Saya mengangkat sebuah kisah nyata dari negeri Paman Sam: Pengakuan pahit Bill Clinton yang diceritakan kembali oleh istrinya, Senator Hillary Clinton dalam buku, Living History. Buku seharga US$ 28 (sekitar Rp 300.000) itu laku keras. Dalam sehari saja terjual 200.000 eksemplar, melebihi penjualan buku laris seperti serial Harry Potter yang rata-rata seminggu cuma 100.000 buku. Faktor utama yang mendorong buku setebal 562 halaman itu laris manis, karena penulisnya Hillary Clinton. 

Apalagi, menurut Michiko Kakutani dari harian The New York Times, buku itu diterbitkan pada saat ''pengakuan dan skandal menjadi bahan omongan publik sekaligus buku ini seakan hadir untuk memuaskan keingintahuan khalayak pada sikap Hillary Clinton saat menghadapi krisis keluarga. 

Memoar yang dikemas apik dengan wajah Hillary di kulit muka itu berisi perjalanan dan pergulatan hidup wanita asal Chicago, Illinois, bernama Hillary Rhodam, eks mahasiswi Yale Law School bersama dengan Bill Clinton, pemuda tampan asal Arkansas berambut gondrong dan bercambang kemerahan, yang akhirnya menjadi Gubernur Arkansas dan terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. 

Inilah sepenggal cuplikan buku tersebut: 
''Rabu pagi, 21 Januari 1998, Bill Clinton membangunkanku. Ia duduk di pinggir ranjang dan berkata, 'Ada berita di koran yang harus kamu baca.' Belum sempat rasa heranku hilang, ia menjelaskan berita yang mengabarkan bahwa Presiden USA sedang menutupi kasus skandal seks dengan seorang mahasiswi magang di Gedung Putih. Gadis itu diminta tak membocorkan kasus ini pada Kenneth Starr, petugas pemeriksa kasus penyuapan Whitewater, yang juga melibatkan Bill Clinton saat masih menjadi Gubernur Arkansas. 

Dalam penjelasannya, Bill mengatakan, gadis bernama Monica Lewinsky itu memang dikenalnya sekitar dua tahun lalu. Ia bekerja magang di kantor kepresidenan Sayap Barat Gedung Putih. Menurut Bill, Monica acap meminta dibantu mencari pekerjaan. 'Lalu kamu ngapain saja sama dia?' tanyaku berulang-ulang. Dan setiap kali, jawaban Bill sama saja. Dia bilang, tak penah berbuat hal yang tidak senonoh. Bagiku, kasus Monica Lewinsky kali ini sama seperti skandal seks lain sebelumnya, yang sengaja diciptakan lawan politik suamiku. Dan cerita seperti ini terjadi berkali-kali. Bahkan, Bill pernah dituduh punya anak dengan seorang pelacur di Little Rock, Arkansas. Pagi itu merupakan hari yang cukup berat bagi kami. Namun, kami bertekad menjalaninya seperti biasa.

Menjelang keberangkatanku untuk berpidato dalam sebuah acara di Baltimore, tiba-tiba David Kendall, pengacara pribadi Clinton, menelepon. Dia menjelaskan, Jaksa Agung Janet Reno telah mengeluarkan surat panggilan agar Bill ke pengadilan, untuk menjelaskan skandal seksnya dengan Monica. Aku tidak bisa menggambarkan betapa kalut hatiku. Demikian juga Bill Clinton. Padahal pagi itu, aku harus menghadiri acara 'Today Show' yang ditayangkan televisi National Broadcasting Center. Matt Lauer, pemandu acara, membuka dengan pertanyaan sangat sensitive: 'Nyonya Clinton, ada satu pertanyaan di benak setiap warga Amerika belakangan ini. Bagaimana hubungan suami Anda dengan Monica Lewinsky? Apakah dia menggambarkan secara detail bentuk hubungan itu? Jawabku, 'Kami sudah membicarakan hal itu panjang lebar, dan kami harus bersikap sabar menghadapi sejumlah isu dan prasangka buruk yang berkembang selama ini. Yang kami lakukan adalah bersabar, menarik napas dalam-dalam, dan kebenaran akan muncul kelak.”

Waktu terus berjalan. Tibalah hari kelam dalam hidupku pada Sabtu pagi, 15 Agustus 1998, saat Bill Clinton membangunkan aku. Ia tak duduk di tepi ranjang seperti biasanya, tapi mondar-mandir di seputar kamar. Pikirannya kalut, karena ia harus memberikan pengakuan di depan televisi nasional tentang hubungan intimnya dengan Monica Lewinsky. Selama ini, Bill tidak mau berterus terang karena malu, dan ia tahu hatiku bakal terluka dan marah. Napasku tiba-tiba terasa berhenti. Saat menarik napas panjang, tangisku meledak dan aku berteriak histeris: “Apa maksudmu? Kenapa kamu bohong?” Aku pun tak bisa menahan amarah. Sementara Bill Clinton tetap berdiri di ujung kamar, sambil berulang-ulang meminta maaf. “Maaf. Aku benar-benar minta maaf. Aku bermaksud melindungimu dan Chelsea” (putri tunggal Clinton dan Hillary), kata Bill kala itu. Tanggal 15 Agustus 1998 itulah saat Bill Clinton mengakui perselingkuhannya dengan Monica. Dua hari berikutnya, ia menyampaikan kesaksian di Map Room, Gedung Putih. 

Hari-hari kami lalui dalam diam. Kami tidak saling bicara selama beberapa bulan. Lama-kelamaan, hatiku luluh. Perasaanku mengatakan, sebagai seorang istri, aku ingin menjerat leher Bill. Tapi, ia juga presidenku yang berhasil memimpin Amerika Serikat dan dunia. Secara moral, suamiku memang salah karena berdusta pada rakyat Amerika dan keluarga kami. Memang selingkuhnya sama halnya mengkhianati keluarga kami, tapi tidak berarti mengkhianati bangsa Amerika.'

Berangkat dari penggalan kisah nyata Bill Clinton – Hillary di atas, sebenarnya banyak ancaman perceraian karena perselingkuhan bisa dicegah dan dihindari, misalnya dengan melakukan pelbagai langkah nyata sebagai berikut: 

1. Cukup rendah hati untuk memaafkan.
2. Cukup rendah hati untuk meminta maaf.
3. Cukup berani untuk menyatakan cinta.
4. Cukup sabar untuk meredakan masalah.
5. Cukup terbuka untuk bertukar perasaan.
6. Cukup terbuka untuk bertukar pendapat.
7. Jangan pernah mengungkit kesalahan-kesalahan masa lalu.
8. Jangan membuat keputusan dalam kondisi ‘panas’.
9. Percaya bahwa doa bisa mengubah segalanya.
10. Percaya bahwa waktu dan kesabaran adalah solusi terbaik.
11. Meminta konseling dari pihak profesional
12. Meminta konseling pastoral.
13. Percaya sepenuhnya bahwa pasti ada solusi.
14. Menahan diri sekeras-kerasnya untuk tidak mempersalahkan.
15. Masa inkubasi (masa “tenang”: tidak membicarakan masalah)
16. Merefleksi diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar