Ads 468x60px

Minggu 23 Agustus 2015.

Hari Minggu Biasa XXI B
Yos 24:1-2a.15-17.18b; Ef 5:21-32; Yoh 6:60-69

6:60 Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" 6:61 Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: "Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? 6:62 Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? 6:63 Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. 6:64 Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya." Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. 6:65 Lalu Ia berkata: "Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya." 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. 6:67 Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" 6:68 Jawab Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; 6:69 dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah."
 

Renungan :
01. Sebagian besar ekseget (ahli tafsir Kitab Suci) berpendapat bahwa Yoh 6:51-59 (Injil Hari Minggu Biasa XX B) yang berisi sabda Yesus tentang Ekaristi yakni “makan daging-Ku” dan “minum darah-Ku” merupakan sisipan yang ditambahkan kemudian.
Pendapat itu disimpulkan berdasarkan alasan sebagai berikut :

(i) Bila kita membaca Yoh 6:35-50 dan langsung dilanjutkan dengan Yoh 6:60-71 alur gagasan dan ceritanya sangat runtut, lancar dan berkait erat.

(ii) Dalam ay. 60 dikisahkan bahwa banyak murid menganggap perkataan Yesus keras dan mereka tidak sanggup mendengarnya. “Keras” maksudnya kontroversial, sulit dipahami dan diterima. Dalam ayat-ayat berikutnya (ay. 64.65.69) yang dibahas adalah soal ketidakpercayaan bukan soal menolak “makan daging” atau “minum darah”. Maka yang dianggap sebagai Sabda yang kontroversial dan sulit diterima oleh sebagian murid itu adalah pewahyuan Yesus tentang Diri-Nya sebagai Roti Hidup yang turun dari surga (ay. 48-50).

(iii) Sabda Yesus dalam ay. 63 “daging sama sekali tidak berguna” kurang selaras dengan Sabda-Nya tentang Ekaristi yakni “makan daging-Ku” dalam ay. 53-55. Nampaknya yang dimaksud Yesus dalam ay. 63 adalah daging dalam arti umum, yakni kemanusiaan kita. Kemanusiaan dengan segala kelemahannya tidak mampu menyelamatkan diri dan bahkan tidak dapat menerima keselamatan yang ditawarkan Yesus (bdk. Mat 16:17).

(iv) Kalimat elips dalam ay. 62 (kalimat yang tidak lengkap, hanya bagian jikalau …) : Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? berkaitan langsung dengan pewahyuan Yesus sebagai Roti Kehidupan yang turun dari surga (ay. 48-50) sehingga kalau kalimat itu dilanjutkan kiranya menjadi: “maka kamu akan memahami bahwa Akulah Roti Hidup yang turun dari surga”. Artinya para murid akan memahami jati diri Yesus yang sesungguhnya, yakni sebagai Roti Hidup yang berasal dari surga setelah kenaikan-Nya ke surga, ke tempat Ia sebelumnya berada. Pewahyuan ini menunjuk pada pre-eksistensi Sabda, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah” (Yoh 1:1-2).
Sisipan itu nampaknya ditambahkan karena dalam Injil Keempat tidak ada kisah institusi Ekaristi.


02. Umat Perjanjian Lama dibawah pimpinan Yosua (Yos 24:1-2a.15-17.18b, Bacaan I) memperbaharui janji setia mereka kepada Allah nenek moyang, Allah Abraham, Ishak dan Yakub yang telah membebaskan mereka dari penjajahan di Mesir dan menuntun menuju Tanah Terjanji, yang telah membuktikan kebaikan dan kuasa-Nya di sepanjang sejarah perjalanan bangsa. Ketegasan sikap ini diperlukan karena mereka akan menjalani hidup bersama dengan suku asli Kanaan yaitu suku Amori yang mempunyai dewa-dewi dengan tradisi kultisnya sendiri. Semua itu bisa menjadi godaan serius bagi bangsa Israel untuk meninggalkan Allah dengan meniru cara ibadah orang-orang Kanaan jika mereka tidak mempunyai iman yang mendalam dan tangguh. Dalam perikop hari ini, setelah menerima pewahyuan, para murid pun harus mengambil keputusan iman. Namun berbeda dengan umat Perjanjian Lama yang bersedia untuk memperbaharui janji setia kepada Allah, dalam kisah Injil hari ini sebagian para murid justru meninggalkan Yesus karena ketidakpercayaan dan ketertutupan hati mereka.

03. Tragis memang apa yang dilakukan oleh orang-orang Galilea itu. Mukjizat pergandaan roti membuat mereka begitu kagum dan terpesona terhadap pribadi Yesus sehingga dengan antusias ingin mengangkat-Nya sebagai raja. Namun keterpesonaan itu ternyata dengan mudah hilang tanpa bekas. Pada mulanya mereka tertarik untuk mengikuti Yesus karena apa yang dilakukan-Nya. Namun ketika Yesus menjelaskan mukjizat itu dalam konteks perwahyuan diri-Nya, para murid mengalami kesulitan untuk memahami dan bahkan beberapa diantaranya meninggalkan-Nya. Kesulitan memahami Sabda Yesus yang mengakibatkan kesalahpahaman menjadi cara Yohanes untuk mewartakan pewahyuan yang penting (mis. Kisah perjumpaan Yesus dengan Nikodemus, Wanita Samaria dsb). Pemahaman yang utuh dan benar hanya dimiliki oleh orang yang beriman.
Pewahyuan diri sebagai Roti Hidup dan perlunya makan daging dan minum darah-Nya untuk memperoleh kehidupan kekal dianggap sebagai kata-kata yang "keras" maksudnya sulit dipahami, mustahil dan menimbulkan sandungan. Makan daging dan minum darah manusia bagi orang-orang Yahudi bukan hanya merupakan kekejaman tetapi juga pelanggaran berat terhadap hukum Taurat. Itulah sebabnya mereka bersungut-sungut dan akhirnya meninggalkan Dia. Mereka sangat mengagumi apa yang dilakukan Yesus, namun gagal untuk memahami pribadi atau jati diri Yesus. Mengapa? Karena mereka tidak mempunyai iman! Tanpa iman, semua tindakan yang berciri simbolik dan sakramental sulit dipahami.

04. Dalam ay. 61 dan 64 diceritakan bahwa Yesus sudah tahu sejak semula para murid yang akan menolak-Nya dan bahkan yang akan mengkhianati-Nya. Keterangan ini mau menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa yang dialami Yesus sepenuhnya berada dalam kendali atau kuasa-Nya. Di hadapan Pilatus yang merasa berkuasa atas hidup-Nya, Yesus menjawab, “Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yoh 19:11). Kemudian dalam ay. 65 Yesus menegaskan bahwa iman itu pertama-tama adalah anugerah dari Bapa. Namun anugerah itu harus ditanggapi dengan keterbukaan pikiran dan kebebasan hati. Kita harus selalu menyesu-aikan pikiran, hati, kehendak dan tindakan dengan rancangan Allah.

05. Dalam ay. 60 dan 66 dinyatakan bahwa “banyak” (Yun. polloi) murid Yesus yang mengundurkan diri dan tidak mengikuti Dia lagi. Kata “polloi” bisa berarti “banyak” tetapi juga bisa berarti “beberapa”. Tidak pernah dijelaskan oleh Yohanes berapa banyak murid Yesus. Yang pasti mereka yang mengundurkan diri itu tidak termasuk 12 murid utama yang disebut rasul (ay. 66-67). Mewakili kedua belas rasul, Petrus menegaskan sikap dan pilihannya, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Sabda-Mu adalah sabda yang hidup dan kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” (ay. 68). Petrus mengungkapkan keyakinan imannya dengan tegas bahwa Sabda-Nya memberikan atau membawa kepada kehidupan kekal. Dengan menyebut Yesus sebagai “Yang Kudus dari Allah” Petrus mengakui bahwa Yesus itu berasal dari Allah, sumber segala kekudusan, sehingga Ia pun pasti kudus, bersatu dengan Roh Kudus Allah dan mampu memberikan hidup kekal. Gelar itu juga menunjuk pada penyerahan Diri Yesus yang total pada tugas perutusan-Nya sebagai Penyelamat yang diurapi, dikuduskan oleh Bapa (Yoh 10:36; 17:17-19; Why 3:7). Dalam Injil Yohanes kata “percaya” dan “tahu” merupakan ungkapan yang penting dan saling melengkapi. Sering kedua kata itu dipakai dalam urutan terbalik, “tahu” dan “percaya” (Yoh 16:30; 17:8; 1 Yoh 4:16). Iman menjadikan pemahaman dan pengenalan pribadi semakin mendalam dan utuh, sebaliknya pengenalan pribadi yang utuh membuat iman semakin mendalam dan tangguh.

06. Dalam penyelidikan kanonik biasanya saya bertanya pada para calon mempelai, “Apakah kamu yakin bahwa calon pasangan hidupmu itu merupakan jodoh yang akan setia mendampingimu sampai akhir hidup? Darimana kamu mendapatkan keyakinan itu?”. Saya berharap mereka menjawab bahwa keyakinan itu muncul setelah mengenal secara mendalam pribadi calon pasangan hidupnya selama masa pacaran. Apakah keyakinan itu dapat menjamin bahwa perkawinan mereka bisa lestari, setia dan bahagia seumur hidup? Tentu saja tidak ada kepastian mutlak matematis. Dalam pengenalan itu selalu tersisa ketidaktahuan, ketidakpastian. Dan itulah misteri kehidupan. Itulah hakekat iman. Iman selalu mempunyai sisi misteri yang berada di luar kemampuan kita untuk memahaminya. Iman membutuhkan penyerahan diri seutuhnya. Pengenalan akan Allah menjadi inti kekuatan Paulus dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dan penderitaan. Di tengah suasana yang sangat berat, di balik terali penjara, di waktu mengalami penganiayaan dan penyiksaan, saat ditinggalkan sahabat-sahabatnya, Paulus tetap tidak kehilangan pegangan dan arah hidup, tidak mengalami keputusasaan, bahkan tidak kehilangan keyakinan akan pertolongan dan pemeliharaan Allah. Paulus memiliki pengenalan yang baik akan Allahnya sehingga dengan penuh keyakinan ia berkata, “Aku tahu kepada siapa aku percaya.” (2 Tim 1:12 “Scio cui credidi“)

07. Beberapa waktu lalu, di pusat kota metropolit Manila, ada seorang pemain sirkus yang menunjukkan kebolehannya naik sepeda berjalan di atas seutas tali yang direntangkan di antara dua gedung bertingkat. Di bagian depan sepeda ada sebuah keranjang dan di dalamnya diletakkan sebuah karung. Dengan ditonton oleh banyak orang, dia melintas dari satu ujung tali ke ujung yang lain. Semua orang berdecak kagum, memuji kehebatan pemain sirkus tersebut.
Kemudian pemain sirkus tadi mendekati para penonton dan bertanya, "Apakah Anda percaya bahwa saya dapat melintasi tali ini sekali lagi dan sampai ke seberang dengan selamat?" Spontan para penonton berteriak, "Percaya!" Kemudian pemain sirkus ini bertanya lagi, "Kalau anda sungguh percaya, siapa yang mau ikut dengan saya duduk di dalam keranjang yang ada di sebelah depan sepeda saya." Para penonton terdiam. Tidak ada satupun yang berani. Mereka takut, kalau jatuh bisa berakibat fatal. Namun akhirnya ada seorang anak yang berani. Dia naik ke sepeda menggantikan beban karung dan ikut bersama pemain sirkus tadi melintasi tali. Dengan penuh ketegangan para penonton menyaksikan mereka melintas tali, dan akhirnya berhasil sampai di seberang dengan selamat. Dan siapakah anak itu? Ternyata dia adalah anak kandung dari pemain sirkus itu sendiri. Anak tadi percaya akan kemampuan ayahnya dan dia yakin ayahnya pasti tidak akan mencelakakannya. Pengenalan akan ayahnya membuat dia percaya dan sebaliknya kepercayaan itu menjadikan pengenalan akan ayahnya semakin mendalam.
Iman berarti keberanian untuk berserah, mempertaruhkan diri sepenuhnya tanpa keraguan. Keraguan membuat kita tidak berani bertindak. Bagi orang yang beriman pengetahuan menjadi nyata dalam tindakan. Berkah Dalem.




"Credo et fido -Aku percaya dan aku mengimani."
Inilah yang ditunjukkan oleh Petrus dkk ketika Yesus mengatakan hal-hal yang sulit untuk dimengerti. Ya, injil hari ini mewartakan kepada kita tentang Yesus Kristus yang menyampaikan kepada para murid-Nya, bahwa sabda-Nya adalah roh dan kehidupan. Itu berarti, sabda-Nya datang dari Bapa surgawi. Lebih lanjut, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai roti dari surga dan mengundang mereka untuk makan daging-Nya dan minum darah-Nya. 

Indahnya, berkat rahmat Roh Kudus, Petrus mampu menerima pewahyuan bahwa Yesus adalah Yang Kudus dari Allah, Putra Tunggal yang diutus Bapa dari surga untuk menyelamatkan manusia yang berdosa dan mendamaikan kita

Dengan kepercayaan iman inilah, Petrus dkk menjadi gereja perdana yang selalu hadir sebagai umat pilihan Tuhan yang dikhususkan-disatukan dan dikuduskan: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Sabda-Mu adalah sabda hidup yang kekal."

Adapun 3 kebiasaan dasar sebagai umat pilihan Tuhan, antara lain: "PIkirkan tujuan-LIbatkan iman dan ANdalkan Tuhan". Caranya? Belajarlah dari pilihan kita sebagai orang Katolik yang mempunyai 7 karakter iman, seperti yang saya tulis dalam buku "HERSTORY" (Kanisius), antara lain:

1."Kristus sentris"/belajar hidup berpusat pada Kristus-bukan lagi egosentris/pastorsentris
2."Apostolik"/belajar dari tradisi iman para rasul yang turun-menurun.
3."Tujuh sakramen"/ belajar bersaksi - menjadi tanda hadirnya "Yang Kudus", citra Allah dinyatakan setiap hari.
4."Orang kudus"/ belajar beriman dari teladan dan doa Bunda Maria dan santo santa.
5."Liturgi ekaristi"/ belajar berdoa dan selalu bersyukur.
6."Inkarnasi"/ Allah menjadi manusia-belajar terlibat dan turun tangan membuat interupsi di tengah jemaat dan masyarakat.
7. "Kitab suci"/ belajar untuk akrab dan selalu mencintai firmanNya. Just do it!

"Dari Yogya ke Jakarta - Aku percaya semuanya krn CINTA."




"Mater et Magistra - Bunda dan Guru".
Inilah salah satu gelar yang diberikan kepada Gereja karena kehadirannya selalu menjadi "bunda" yang menghangatkan dan "guru" yang mencerahkan. Hal ini juga didasarkan karena Yesus sebagai batu penjuru gereja juga selalu menjadi "magister". Ia banyak mengajar dan "menghajar", bahkan kadang ajarannya tegas dan pedas karena membutuhkan komitmen yang penuh utuh dan menyeluruh.

Ketika para murid yang lain menjadi mundur karena pengajaran Yesus yang "keras dan tegas", Simon Petrus tetap maju dan "on track", ia berpegang padaNya dengan berkata: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”

Adapun tetralogi iman yang membuat Simon Petrus tetap "on track" menghadapi keras dan tegasnya pelbagai ajaran ilahi, antara lain:

1."Pemahaman akan Allah": 
Ia mengajak kita untuk mempunyai "hidup iman", benar-benar tahu dan percaya akan Allah yang diikuti dan diimaniNya. Dalam bahasa Paulus, "scio cui credidi, aku tahu kepada siapa aku percaya."

2."Pengalaman akan Allah": 
Ia mengajak kita mengalami Allah secara personal, lewat "hidup doa" yang terarah dan teratur, lewat “hidup karya’, yakni pelbagai praktek kesalehan sehingga yang ilahi benar-benar dirasakan dan dialami secara nyata.

3."Pengamalan akan Allah": 
Seperti Petrus yang mengamalkan kasih ilahi secara nyata lewat pewartaan dan kesaksiannya, kita juga diajak mempunyai "hidup karya", yang penuh kasih dan kerahiman, yang mempunyai keterlibatan sekaligus keberpihakan karena bukankah tepat bahwa iman kita tidak berjalan di atas awan? Bukankah iman yang kita yakini dan pahami juga harus kita bumikan secara real dan aktual dalam hidup nyata?

4."Penghayatan akan Allah": 
Akhirnya semua pemahaman-pengalaman dan pengamalan mengantar kita untuk sampai kepada penghayatan akan Allah yang selalu hadir dan mengalir, yang bersolider dengan suka dan duka lara, tawa dan tangis dunia kita lewat "hidup harian".

"Dari Matraman sampai Kranji - Jadilah orang beriman yang tahan uji.".


Salam HIKers,
Tuhan
mem
berkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar