Ads 468x60px

Minggu 13 September 2015



Hari Minggu Biasa XXIV B
Yes 50:5-9a; Yak 2:14-18; Mrk 8:27-35

Hidup lepas bebas dan ikhlas
8:27 Kemudian Yesus beserta murid-murid-Nya berangkat ke kampung-kampung di sekitar Kaisarea Filipi. Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: "Kata orang, siapakah Aku ini?" 8:28 Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi." 8:29 Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" 8:30 Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia. 8:31 Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. 8:32 Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. 8:33 Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." 8:34 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. 8:35 Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.

Renungan :

01. Perikop tanya jawab tentang identitas Yesus di mata orang banyak serta bagi para murid ini merupakan pusat Injil Markus, mengakhiri paruh pertama dan mengawali paruh kedua. Paruh kedua ini ditandai dengan perjalanan Yesus dari Galilea naik ke Yerusalem. Kalau dalam paruh pertama Yesus selalu melarang semua pihak entah roh-roh jahat, setan, orang banyak dan bahkan para murid sekali pun untuk mewartakan identitas-Nya sebagai Mesias (the Mesianic Secret, lih. Mrk 1:25.34; 3:12; 5:43; 7:36 dan 8:30), dalam paruh kedua sedikit demi sedikit Yesus mewahyukan dan menjelaskan isi Rahasia Mesias itu yang memuncak pada peristiwa salib, yakni sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Yesus merasa perlu menyembunyikan jati diri-Nya untuk menghindari kesalahpahaman. Jati diri Yesus sebagai Mesias, Putra Allah tidak mungkin dipahami secara tepat bila hanya berdasarkan mukjizat yang dilakukan-Nya dengan penuh kuasa, seperti memberi makan 5000 orang (Mrk 6:30-44), berjalan di atas air (Mrk 6:45-52), menyembuhkan orang-orang sakit (Mrk 6:53-56), orang tuli (Mrk 7:31-37) dan buta (Mrk 8:22-26). Pemahaman akan mesianitas Yesus baru utuh bila telah menyaksikan misteri salib yakni sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya (Mrk 9:9).


02. Pertanyaan Yesus kepada murid-murid-Nya, “Kata orang, siapakah Aku ini?” (ay. 27b) mengantar pada pertanyaan yang kedua dan pemberitahuan tentang penderitaan-Nya dalam ayat 31-33. Dengan pertanyaan ini, Yesus ingin mendengar pendapat orang-orang yang tidak termasuk kelompok para murid tentang diri-Nya, tanggapan dan kesan mereka akan sabda dan karya-Nya. Orang-orang memang melihat Yesus sebagai pribadi yang luar biasa tetapi tidak lebih dari seorang nabi seperti nabi Elia, Yohanes Pembaptis, atau seperti para nabi pada zaman dahulu (Matius menambahkan nama “Nabi Yeremia”). Kekaguman mereka hanyalah sebatas kekaguman kepada seorang nabi.

Asosiasi pertama orang banyak terhadap Yesus adalah Yohanes Pembaptis. Nampaknya kemasyuran, kuasa dan wibawa Yohanes dalam menyerukan pertobatan menjadi salah satu alasan mengapa orang mengasosiasikan Yesus sebagai Yohanes yang berinkarnasi, sebagaimana diungkapkan dalam Mrk 6:14, “… orang mengatakan: “Yohanes Pembaptis sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam Dia.”

Ada juga yang mengasosiasikan Yesus dengan nabi Elia, sosok nabi penuh kuasa yang telah datang kembali seperti yang dijanjikan Allah dalam kitab Maleakhi 4:5, “Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan yang besar dan dahsyat itu”.

Seorang ekseget, William L. Lane, berpendapat bahwa menyamakan Yesus dengan seorang nabi seperti Yohanes Pembabtis atau Elia atau para nabi lain yang pernah hadir di sepanjang sejarah Israel menunjukkan kegagalan orang banyak untuk mengenali keistimewaan Yesus. Pendapat-pendapat itu nampaknya merupakan indikasi penolakan terhadap Yesus sebagai kepenuhan wahyu Allah dan pelaksana definitif karya penyelamatan Allah.


03. Di sepanjang sejarah, umat Israel pada umumnya, termasuk juga para murid Yesus, mengharapkan kehadiran seorang Mesias yang berperan sebagai pemimpin politis yang diutus Allah untuk membebaskan bangsa Israel dari penjajahan asing. Mesias diyakini berasal dari keturunan raja Daud yang akan melanggengkan tahta Daud dan mengembalikan umat menjadi umat Allah yang setia pada perjanjiannya dengan Allah. Bahkan Sang Mesias itu juga digambarkan adalah tokoh dunia yang bukan hanya memimpin bangsa Israel tetapi juga bangsa-bangsa lain agar menyembah Allah yang satu di gunung Sion. Petrus dan para murid pun mempunyai gambaran Mesias seperti itu.

Harapan ini dilatar-belakangi oleh situasi Israel yang selalu berada dalam penderitaan dan tekanan bangsa asing yang menjajah mereka. Karena itu ketika kekaisaran Romawi menguasai Israel, berulangkali muncul orang-orang yang dianggap sebagai Mesias, yang memimpin perjuangan untuk membebaskan dari penjajahan oleh kekaisaran Romawi. Umat Israel selalu mengharapkan kedatangan seorang Mesias yang agung, tangguh, tidak terkalahkan dan mampu membawa mereka kepada kemerdekaan politis. Maka ketika menyaksikan kuasa Yesus dalam melakukan berbagai mukjizat, harapan mereka kepada-Nya melambung. Mereka mengharapkan Yesus dari Nazaret inilah yang mampu membebaskan dari penjajahan Romawi dan memberikan kesejahteraan dengan kuasaNya. Kuasa itu telah ditunjukkan dengan menaklukkan alam dan menggandakan roti.

Harapan seperti itu pulalah kiranya yang ada dalam benak Petrus ketika dia mewakili para murid yang lain mengungkapkan pengakuan imannya bahwa Yesus bagi mereka adalah Mesias. Karena itu mereka sangat terkejut saat Yesus menyatakan: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari” (ay. 31).

Pernyataan itu sulit dipahami, maka Petrus langsung bereaksi dengan menarik Yesus ke samping dan menegur-Nya. Reaksi Petrus mewakili ketidakpahaman para murid bahkan semua orang Yahudi mengenai citra Mesias yang diwahyukan oleh Yesus. Dengan sangat tegas Yesus memarahi Petrus, "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." Dapat dibayangkan betapa terkejutnya para murid menyaksikan kemarahan Yesus. Gambaran Mesias yang penuh kuasa, kekuatan, kemuliaan duniawi, kudus dan menjadi utusan Allah seperti yang selama ini mereka idolakan ternyata disebut sebagai "pemikiran manusia". Bahkan Yesus menegur Petrus dan menyebutnya Iblis. Yesus tidak menolak sebutan Mesias bagi diri-Nya. Namun ada satu aspek dari Mesianitas Yesus yang tidak mudah dimengerti karena mengandung sejumlah ironi. Ironi tersebut adalah citra Mesias yang menderita, ditolak dan dibunuh oleh para tokoh agama. Bagaimana mungkin Sang Mesias yang menjadi utusan Allah ditolak oleh tokoh-tokoh agama?


04. Dalam Perjanjian Lama gelar “Anak Manusia” (Ibrani : "BEN ADAM" atau dalam bahasa Aram "BAR NASHA") dapat diartikan seorang manusia (lih. Ayb 25:6, Bil 23:19; Mzm 8:4; Sir 17:30), dengan segala keterbatasannya. Istilah itu juga dipakai untuk sebutan seorang nabi, seperti Yehezkiel, nabi yang mengalami banyak penderitaan dan kesulitan di masa pembuangan (lih. Yeh 2:1.3; 4:9; 5:1 dst). Mirip dengan gambaran akan Hamba Yahwe dalam kitab nabi Yesaya. Hamba Yahwe adalah gambaran seorang tokoh penuh iman yang harus menderita sengsara untuk keselamatan orang lain meskipun dia tidak melakukan kesalahan apapun bahkan mati dibunuh. Dia dapat bertahan dalam penderitaan karena percaya bahwa Tuhan Allah adalah kekuatannya. Dan karena kesalehan dan kesetiaannya itu ia tidak ditinggikan oleh Allah (Yes 50:5-9a, bacaan pertama).

Namun mengacu pada penglihatan Nabi Daniel, istilah “Anak Manusia” juga dipakai untuk seorang tokoh eskatologis yang meraja dalam kemuliaan untuk selama-lamanya, “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” (Dan 7:13-14). Kedua makna “anak manusia” itu disatukan dalam Diri Yesus. Dalam Dia kesusahan, penderitaan dan kematian menyatu dengan kekuasaan dan kemuliaan.


05. Mengikuti berarti berjalan di belakang yang diikuti. Jalan yang ditempuh oleh yang diikuti dan cara yang dipilih untuk menempuh jalan itu menjadi jalan dan cara yang harus dipilih oleh pengikutnya juga. Yesus tidak hanya menubuatkan penderitaan-Nya sendiri tetapi juga salib yang harus ditanggung oleh para pengikut-Nya. Bahkan dengan tegas Yesus menetapkan prasyarat untuk menjadi pengikut-Nya, “Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (ay. 34). Pertanyaan Yesus “Siapakah Aku menurut kamu?” tidak membutuhkan jawaban verbal tetapi jawaban nyata dalam tindakan seperti yang ditegaskan oleh Santo Yakobus dalam suratnya yang dibacakan hari ini bahwa iman tanpa disertai perbuatan pada hakekatnya mati.


06. Menyangkal diri dan memikul salib berarti hidup bebas lepas dengan melepaskan beban hidup yang membuat langkah hidup ini menjadi berat dan menjalani hari demi hari dengan keikhlasan. Beban itu bisa berupa kenangan yang menyakitkan atau kegagalan. Membersihkan pikiran, melepaskan kekawatiran dan prasangka buruk, ikhlas menerima kenangan pahit dan tidak menyimpannya tetapi membiarkan hal-hal itu berlalu akan menjadikan kita memiliki banyak ruang dan waktu untuk mengalami kebahagiaan.


07. Menyangkal diri maksudnya melawan kecenderungan diri yang mengarah kepada dosa, yang membawa kita kepada kebinasaan. Melatih tersenyum ramah yang berasal dari ketulusan hati dengan berusaha mengubah apa yang kita rasakan di dalam hati, memandang hidup dengan positif, melihat sisi baik dari setiap pribadi yang dijumpai atau peristiwa yang dialami, berusaha untuk melakukan dan menjadi yang terbaik adalah bentuk-bentuk konkret menyangkal diri. Kebahagiaan itu sebenarnya sederhana. Hanya membiarkan diri kita merasa bahagia dan percaya pada diri sendiri, bahwa kita dapat memiliki kehidupan yang berharga.

Belajar menerima kenyataan dengan tenang, belajar menghadapi krisis dengan ikhlas dan lebih memilih bekerja keras daripada mengeluh merupakan bentuk-bentuk konkret memanggul salib. Mengeluh dan menyerah adalah halangan yang akan mencegah datangnya keberhasilan dan kebahagiaan. Menerima kegagalan dengan tenang adalah cara cerdas mengelola pengalaman negatif. Mengeluh tidak dapat mengubah kenyataan, hanya kerja keras yang bisa membawa kembali harapan. Meskipun tidak semua mimpi dapat menjadi kenyataan, namun impian indah dapat membawa keindahan pada hidup kita. Dengan pemahaman ini menyangkal diri dan memanggul salib merupakan sebuah keharusan dan jalan satu-satunya menuju kebahagiaan.

Pada kesempatan lain Yesus mengingatkan, "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.” (Luk 9:62). Sabda ini mengingatkan kita untuk mengambil tindakan dengan cepat dan sigap, tanpa ragu-ragu. Setelah mengambil keputusan, jangan ragu untuk melaksanakannya. Melangkah maju, mengarahkan pandangan ke masa depan dan jangan menoleh ke belakang. Kesempatan muncul sekejab dan hanya kecepatan dan ketegasan yang dapat menangkapnya. Bila merasa yakin bahwa tindakan kita baik, bertindaklah secepat bisa melakukannya, jika Anda melihat peluang yang baik, tangkaplah. Keraguan akan mengakibatkan penyesalan dalam hidup.

Berkah Dalem.



Minggu 13 September 2015.
Minggu Biasa XXIV
Yes 50:5-9a; Mzm 116:1-2,3-4,5-6,8-9; Yak 2:14-18; Mrk 8:27-35

“Ad maiorem natus sum - Aku dilahirkan untuk hal-hal yang lebih luhur".
Inilah panggilan dasar yang saya ingat ketika pernah diminta memimpin acara rohani di Group 2 - Kandang Menjangan Kopassus Kartasura.

Sebenarnya, kitapun juga dipanggil sebagai "kopassus", yakni "komando pasukannya Yesus" dengan "three costs of discipleship", 3 tuntutan kemuridan yang dikemukakan Yesus, yakni "sangkuli": antara lain:

1."SANG"kal diri:
Ia mengajak kita untuk mengosongkan diri, lepas dari keterikatan pada harta dan gegap gempita/cinta dunia. Ia memberi teladan pengosongan diri (kenosis), yang “menganggap diri sendiri tak ada”, membiarkan diri “terlupakan" demi Tuhan, tidak lagi egois-narsis dan autis tapi hidup berpola “kristus-sentris”. Dengan kata lain: Yesus mengajak kita menomorsatukan kehendak Allah dimana hal-hal sorgawi jauh lebih penting daripada hal-hal duniawi. Kita akan memperoleh "hidup kekal" karena kita tidak begitu mengindahkan dunia ini dan kita bersedia mengorbankannya semata-mata demi Tuhan. (Mat 16:24-25; Mrk 8:34-35).

2.pi"KUL" salib:
Kita diajak untuk siap menghadapi semua resiko/kemungkinan, seperti dialami Yesus karena kesetiaan iman kepada Allah. Memikul salib juga merupakan salah satu cara kita untuk "mengenakan Kristus" secara real setiap hari yang bisa diartikan bahwa perjuangan iman ini butuh konsistensi untuk mematikan “HEM - Hedonisme-Egoisme dan Materialisme”.

3."I"kuti Tuhan:
Petrus yang tadinya dipuji Yesus kini disebut sebagai iblis, "vade retro satana - enyahlah iblis!" Hal ini terjadi karena ia menjadi batu sandungan bagiNya karena hanya mengikuti kemauan sendiri dan bukan kemauanNya Tuhan.Indahnya, kata “mengikut Aku” dalam bahasa Yunani, ”apisw”, artinya: “di belakang”, "menjadi murid/pengikut/pergi bersamanya."
Nah, bukankah kalau kita berani mengikuti Tuhan kita juga harus berani "ada di belakangNya", ikut dalam sengsara dan wafatNya supaya layak juga untuk bangkit bersamaNya? Inilah jalan iman bahwa penderitaan mendahului kemuliaan, kasih Allah yang mulia mewujud melalui salib yang hina.Yesus sendiri berbicara tentang kematian-Nya sebagai suatu kemuliaan abadi dan bukan sebagai tragedi.

“Ikan louhan di Kramat Jati – Jadilah murid Tuhan sepenuh hati."

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux! @RomoJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0

NB:
Holy Feast/ Misa Perayaaan Bunda Maria Fatima.
"MOM - Mary Our Mother"
Minggu,13 Sept 2015.
@Lapangan Sekolah Gembala Baik Jatinegara Jakarta Timur
18.00 - selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar