Ads 468x60px

Sabtu 5 September 2015

Sabtu Imam
Pekan Biasa XXII
Kol 1:21-23; Mzm 54:3-4,6,8; Luk 6:1-5

“Audiatur et altera pars - Dengar semua sisi!” 
Ini adalah sebuah ungkapan yuridis atau hukum yang mengajak kita menjadi orang bijaksana dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Yesus sendiri kerap disebut sebagai “Sang Filsuf” (Yun: philo – Sophia: pecinta kebijaksanaan), karena kebijaksanaan ilahi yang diwartakan dan dikerjakanNya dalam menghadapi pelbagai orang yang licik, penuh intrik dan taktik.
Hari inipun, kita juga diajak menjadi “pecinta kebijaksanaan” dalam hidup sehari hari dengan tiga sikap dasar yang penuh dengan ketulusan hati dan budi, al:

1. Humanitas:
Hukum yang “Hadir Untuk Kesejahteraan Umat Manusia” dengan pelbagai peraturan sebenarnya berkewajiban untuk membangun manusia (“human”) seutuhnya. Dkl: Manusia dihadirkan sebagai subyek hukum, dimana hukum ada untuk manusia dan bukan manusia untuk hokum, karena tepatlah apa yang banyak tertulis dalam kitab hukum kanonik/codex iuris canonici, “salus animarum suprema lex – hukum yang terutama adalah keselamatan jiwa jiwa.” Tuhan tidak pernah memisah-misahkan apalagi mengotak-kotakkan umatNya. Bukankah kita sendirilah yang kerap malah mengotak-kotakkannya?

2. Integritas”:
“Bene diagnoscitur, bene curatur:Yang didiagnosis dengan baik akan diobati dengan baik.” Inilah yang kita lihat ketika pada suatu hari Sabat Yesus dan murid-murid-Nya berjalan di ladang gandum. Para murid memetik bulir-bulir gandum, menggisarnya dengan tangan, lalu memakannya. Tetapi beberapa orang Farisi yang “sok legalis” berkata: “Mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Maka Yesus menjawab, “Tidakkah kalian baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan para pengikutnya lapar? Ia masuk ke dalam rumah Allah dan mengambil roti sajian. Roti itu dimakannya dan diberikannya kepada para pengikutnya. Padahal roti itu tidak boleh dimakan, kecuali oleh para imam.”
Inilah dimensi hukum yang menampilkan nilai integritas (keutuhan), dimana iman di-integrasikan dengan kehidupan harian dan sebaliknya kehidupan harian ter-integrasi dengan iman yang dihayatinya: “Bukankah semua cara di dunia dapat menjadi sebuah kesempatan untuk berjumpa dengan Tuhan?"

3. Kristianitas:
Ketika orang Farisi menegur dan menghakimi, Yesus kembali berkata: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Kalau orang-orang Farisi melakukan suatu tindakan dan menilai tindakan orang lain hanya berdasarkan aturan "boleh dan tidak boleh", maka Yesus melakukannya karena kasih yang merupakan intisari iman kristiani.

Dkl: Kasih kepada Tuhan menjadi dasar dan sumber segala doa dan karya hidup kita. Kalau dulu, kita terlalu sering mengasihi benda dan memanfaatkan orang, seharusnya kita kini belajar memanfaatkan benda dan mengasihi orang sehingga nama Tuhan semakin dimuliakan dan jiwa sesama semakin diselamatkan.

“Cari galah di Singaparna - Jadilah orang yang bijaksana.”



"Pax et bonum – Damai dan kebaikan"
Inilah yang selalu dibawa Yesus dalam setiap hukumNya. Ia menjadi "HUKUM" yang hidup, yang selalu "Hadir Untukk Keselamatan Umat Manusia." Adapun, tindakan para muridNya yang memetik dan memakan gandum sebenarnya bukanlah pencurian yang melanggar hukum, sebab hukum Yahudi memang mengijinkan orang yang sedang dalam perjalanan memetik gandum milik orang lain dengan tangan (Ul 23:25).

Di lain segi, orang-orang Farisi selalu menyalahgunakan hukum demi kepentingannya. Mereka sengaja mencari-cari kesalahan Yesus dan para muridNya dengan dalil hukum dimana hukum sabat mereka jadikan dasar karena tindakan itu dilakukan pada hari sabat.Menurut mereka, larangan memetik gandum ini termasuk salah satu dari 39 larangan sabat yang dimiliki orang Yahudi.

Dari sini, kita bisa belajar bahwa "hukum" itu membawa beberapa nilai mendasar, antara lain:

1.Kasih.
Yesus selalu mendasarkan hidupNya pada nada dasar C, Cinta, karena baginya hukum itu harus didasari oleh konteks kasih kepada sesama, dan bukan kebencian terhadap yang lainnya.

2.Kemanusiaan.
Gereja mengatakan, "salus animarum suprema lex - hukum tertinggi adalah keselamatan jiwa-jiwa", jelasnya yang menjadi prioritas adalah jiwa manusianya bukan melulu berhenti pada aturan tertulis yang kadang disalahgunakan demi kepentingan pihak yang berkuasa.

3.Ketulusan.
Kita diajak mempunyai "intentio pura", tulus, bukannya "intentio pura-pura - yang penuh akal bulus.
Ya, karena de facto hukum itu mudah dijadikan alat/instrumen strategis untuk maksud baik/maksud buruk, tergantung pribadinya. Disinilah, ketulusan hati menjadi salah satu dasar hukum ilahi.

"Ada Nana ada Nina - Jadilah bijaksana dan sederhana."

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0.


NB:
MOM - Mary Our Mother - Maria Ibu Kita Semua.
Holy Feast "HUT" Bunda Maria.
Selasa 8 Sept 2015
18.00 - 20.00.
MAP - Misa Adorasi Prosesi Mawar.
@Gereja St Yohanes Bosco Sunter Jakarta.
Datanglah dan kamu akan melihat NYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar