Ads 468x60px

Jumat 8 Januari 2016

Sesudah Epifani
1Yoh 5:5-13; Mzm 147:12-13,14-15,19-20; Luk 5:12-16

“Spes et misericordia – Harapan dan belaskasihan”.
Itulah core values, nilai dasar hari ini. Bicara soal kusta, dalam ranah medis, disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Dalam ranah biblis, kusta disebabkan orang dosa. Dunia kita juga punya kusta-kusta modern: “HEM-Hedonis Egois dan Materialis”, juga ketika hati kita pernah intrik - taktik-konflik dan hal-hal problematik: iri hati-benci-gosipan/prasangka-amarah dan dendam yang kekanak-kanakan.

Adapun 3 sikap supaya kita selalu mempunyai harapan-belaskasihan dan terhindar dari kusta rohani, antara lain:

1.Berharap: 
Dalam dunia Kitab Suci Perjanjian Lama, orang kusta tak boleh mengikuti ibadat dan dianggap najis. Meski sudah sembuh, mereka baru diterima setelah dnyatakan sembuh dalam upacara dan cuma imamlah yg berhak menyatakan "najis"/"tahir" (Bdk: Im 14:2-32). Hari ini, ditampilkan orang kusta yang tersungkur dan mendekati Yesus dengan rendah hati. Ada harapan antara lain: “providenta divina-pnyelenggaraan ilahi”: “Jika Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku”. Baginya, “dum spiro, spero” - selama masih bernafas, aku selalu berharap.” Adakah harapan iman kita di tahun baru ini? Bukankah harapan berarti mimpi dan mimpi berarti pekerjaan?

2.Berbelaskasihan: 
Bagi banyak orang, kusta menjadi tanda dosa dan pengucilan dari sosialita, tapi tidak bagi Yesus. Ia sudi mengulurkan tanganNya: Ia menyembuhkan membersihkan orang kusta dr dosa. Sikap berbelaskasihan inilah yg tdk dimiliki para imam krn mrk cm bertugas memeriksa apkh org itu “tahir”/“najis.” Sebaliknya, lewat Yesus, kita menemukan "imam agung", yang mengampuni dan yang berbelaskasihan. Sudahkah kita juga mau mengulurkan tangan dan berbelaskasihan kepada sesama?

3.Berdoa: 
"Domine, doce nos orare-Tuhan ajarlah kami berdoa”. 
Setelah Yesus sibuk berkarya, ia tak lupa masuk dalam ruang hening dan mempersembahkan semuanya: “Ia mengundurkan diri dan berdoa” (1 Yoh 5:5-13; Luk 5:12-16). "Labora et ora": bekerja dan berdoa. Sudahkah kita juga mempunyai waktu untuk berdoa secara pribadi dan mempersembahkan segala usaha dan karya kita kepada Allah?

“Cari usus di Pasar Ikan, bersama Yesus kita pasti disembuhkan".

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux!@RmJostKokoh
Pin HIK: 7EDF44CE/54E255C0


NB:

1. 
"Gratias agimus tibi - Kami bersyukur kepadaMu!"
Bisa jadi, inilah seruan iman si kusta ketika ditahirkan Yesus. Yesus sendiri punyai dua pola syukur yang akrab disebut, "ora et labora", dokar-doa dan kerja.

A.Bekerja:
Dalam tradisi biblis, kusta itu penyakit yang “menyeramkan” karena para penderita tak boleh ikut ibadat (dianggap najis). Ia baru akan diterima setelah dinyatakan sembuh dalam ibadat yang hanya dapat dilakukan para imam, yang berhak menyatakan "najis"/"tahir" (Im 14:2-32). Padahal, hampir semua upacara keagamaan dipusatkan pada Bait Allah di Yerusalem.
Dengan kata lain : Penegasan sudah tahir/masih najis praktis hanya dilakukan di Bait Allah, sehingga orang kusta itu akan benar-benar terkucil. Indahnya, karya Yesus mentahirkan itu tidak hanya fisiknya saja tapi sekaligus membersihkannya dari dosa. Ia menembus batas geososial yang dipetakan oleh imam-imam Yahudi.

Dalam perjumpaan dengan Yesus yang berkarya, kita menemukan bahwa pintu kerahiman bekerja. Allah yang dihadirkan oleh karya Yesus adalah Allah yang tak mengucilkan tapi Allah yang membebaskan, yang berwajah kasih.


B.Berdoa:
Kerja Yesus juga sarat dengan doa, antara lain: Ketika Roh Kudus turun di Yordan, Ia sedang berdoa (Luk 3:21); Ia menyepi dan berdoa (Luk 5:16). Ia berdoa semalam-malaman (Luk 6:12);
Ia berdoa seorang diri (Luk 9:18); Ia mendaki gunung untuk berdoa (Luk 9:28); Pemuliaan-Nya terjadi sementara Ia sedang berdoa (Luk 9:29) dan Ia berdoa sebelum mengajarkan Doa Bapa Kami (Luk 11:1).
Di Getsemani, Ia bersungguh-sungguh berdoa (Luk 22:44); di kayu salib Ia mendoakan org lain (Luk 23:34); dan perkataan terakhir yang diucapkanNya adalah sebuah doa (Luk 23:46).
Ia juga berdoa di banyak tempat (Yoh 11:41-42, Yoh 17:1-26).

"Dari Tarsus ke Miami -Tuhan Yesus sembuhkan kami." (@RmJostKokoh).


2. "Sanitas Scientas Sanctitas - Kesehatan Kecakapan Kesucian".
Inilah salah satu semangat dan harapan yang menjadi motto ketika kami masuk seminari pada tahun 90an. Kita juga diajak untuk "sehat-cakap dan suci" dengan belajar dari sikap orang kusta yang ditahirkan dan sikap Yesus yang mentahirkan pada bacaan hari ini.
Secara medis, kusta sendiri disebabkan oleh bakteri mycroleprae, tapi secara biblis dan sosiologis-para penderita kusta kerap disingkirkan karena dianggap najis dan mendapat kutukan/hukuman dari Tuhan. Mereka mengalami "trilogi penyaliban", stigmatisasi/dicap buruk, marginalisasi/disingkirkan dan victimisasi/dikorbankan.

Adapun tiga sikap dasar yang bisa kita lihat dan buat, antara lain:

A.Kesadaran: 
Ketika melihat Yesus, tersungkurlah si kusta dan memohon, "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." Ia penuh dengan kesadaran diri sebagai orang berdosa yang hanya melulu mengandalkan Tuhan. Ia tersungkur, sebuah tanda hormat bakti dan sembah sujud yang mendalam sekaligus pengakuan akan kuasa Yesus.

B."Kerahiman": 
Yesus mengulurkan tanganNya-menjamah orang itu dan berkata, "Aku mau, jadilah engkau tahir!" Seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya. Ia mudah tergerak hatinya oleh belaskasihan, terlebih pada orang yang menjadi "korban" dalam kehidupan harian mereka. Ia menjadi pribadi yang mau turun tangan dan terlibat untuk mengusahakan kebaikan (bonum) di tengah banyak keburukan hidup (malum).

C."Kesaksian": 
Orang kusta menjadi tahir karena dikasihiNya. Pengalaman dikasihiNya inilah yang menjadi dasar kekuatan hidup ke depannya bahwa orang kusta ini tidak berjalan sendirian. Pengalaman dicintai dan ditahirkan inilah yang bisa diwartakannya kepada banyak orang. Bukankah kita juga banyak mengalami kasih dan kesembuhan dariNya? Sudahkah mensyukurinya?

"Cari usus di kompleks Persami-Tuhan Yesus sembuhkanlah kami!"
Tuhan memberkati + Bunda merestui.
Fiat Lux! (@RomoJostKokoh).


3."Bona diagnosis bona curatio - Diagnosa yang baik adalah juga obat yang baik."
Inilah salah satu kutipan medis dalam bahasa latin yang secara tidak langsung mengajak kita untuk memilih dan memilah secara bijaksana. Hal ini juga berlaku dalam pemahaman terhadap hukum ilahi, karena sebenarnya hukum itu mempunyai arti yang baik, yakni: "Hadir Untuk Keselamatan Umat Manusia."

De facto, di tengah banyak orang yang menyalahgunakan hukum demi kepentingannya sendiri, Tuhan mengajak kita melihat esensi bukan dekorasinya, melihat inti dan bukan aturannya belaka, karena tepatlah kataNya: "Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang melainkan yang keluar dari mulut!" Dengan kata lain: Ia mengajak kita untuk menjadi orang yang tulus hati dan tidak suka menyakiti, yang selalu mau memahami dan tidak suka menghakimi. Ia menegur orang yang mudah menganggap orang lain "najis".
Adapun yg kerap dicap najis, antara lain: pemungut cukai-pendosa-orang kusta, wanita dan penyakitan, mayat dll) padahal sebenarnya "menyentuh" sesuatu yg najis itu tidak membuat orang menjadi "najis" karena Gereja bukan hanya "museum orang kudus tapi juga rumah sakit buat para pendosa". Itulah sebabnya, Yesus "berani kotor": Ia menyentuh dan mentahirkan org kusta (Luk 5:12-16), membiarkan diri disentuh wanita yang sakit pendarahan (Luk 8:44-48). Ia juga menyentuh mayat dan membangkitkan orang mati (Luk 7:14; 8:54). BagiNya, juga tidak ada makanan yang haram dan menajiskan, sebab hal yang menajiskan bukanlah makanan yg masuk ke mulutnya tapi hal-hal jahat yang keluar dari mulutnya: gosipan-umpatan-celaan-hinaan-sumpah serapah dan aneka ria ungkapan kebencian/kemarahan yang lainnya.

Disinilah kita diajak menjadi orang yang benar-benar beriman, tidak terkungkung oleh aturan-aturan yang kadang malahan "meng-kerdil-kan" kualitas hidup beriman dan akal sehat kita.

"Bang Maman cari celana-Jadilah orang beriman yang bijaksana."

Tuhan memberkati+Bunda merestui.
Fiat Lux! (@RomoJostKokoh).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar