Ads 468x60px

Jumat, 03 Pebruari 2017

Pekan Biasa IV
Ibr 13:1-8;Mzm 27:1,3,5,8b-9abc;Mrk 6:14-29


“Virtus stat in medio - Keutamaan itu berada di tengah”.

Itulah salah satu filosofi introspeksi yang saya tulis dalam buku “BBM” (RJK, Kanisius): Ia tidak condong ke kiri/kanan karena ia tidak berlebihan, contohnya, keberanian adalah keutamaan: Ia ada di antara kepengecutan dan kenekatan.


Hari ini, kita juga belajar filosofi introspeksi dari Herodes yang mempunyai kekuasaan tapi tidak memiliki keutamaan karena mudah mengorbankan orang lain. Herodes yang dimaksud adalah Herodes Antipas, anak termuda dari Herodes Agung dan Maltake, yang mewarisi wilayah Galilea dan Perea. Dicatat bahwa Yesus menjulukinya 'si serigala' (Lukas 13:31).

Secara ideal, nama “HERO”des dan ”HERO”dias sebenarnya menuntut mereka hadir sebagai “HERO” (pahlawan), tapi secara real mereka malahan menjadi “ZERO”, pecundang. Mereka adalah keluarga raja, dan dengan kuasa kerajaan yang dimilikinya bisa punya semangat hidup yang “heroik”, tapi yang mereka lakukan justru semangat hidup yang "tragedik".

Secara real, adapun tiga sikap buruk mereka, antara lain:
1.Sakit hati: 
Herodes 'senang' mendengarkan Yohanes Pembaptis. Di sisi lain, ia marah karena Yohanes Pembaptis berani menegurnya. Itu sebabnya Herodes kecewa dan memenjarakan Yohanes Pembaptis, tapi tidak sampai membunuhnya.
Selain itu, warta Yohanes Pembaptis ternyata juga menimbulkan sakit hati Herodias. Ia menyimpan dendam dan ingin menghancurkan hidup Yohanes Pembaptis, karena itulah ia juga tega “memperalat” kepolosan anaknya untuk memuaskan dendam dan sakit hatinya.

2. Congkak hati: 
Herodes tampil sebagai raja yang sombong dan suka berpesta. Ia sering memamerkan kuasa dan”harta” nya kepada orang banyak supaya dikagumi dan dihormati.

3. Tidak berhati-hati: 
Herodes tidak “eling lan waspada”. Dalam suasana pesta pora, ia terlena. Ia banyak omong dan mudah mengobral janji. Ia lebih mementingkan gengsinya sebagai Raja karena itu yang menjadi pusat hidupnya.

Ya, karena tidak mawas diri, ia mudah mengorbankan kebenaran. Ia korbankan nyawa Yohanes Pembaptis yang jelas-jelas bersih tangannya dan murni hatinya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berhati-hati dengan omongan dan tindakan kita juga?

“Carilah kawan dengan senyuman - Jadilah pahlawan dalam iman.”

Salam HIKers,
Tuhan memberkati & Bunda merestui
Fiat Lux - Be the Light -
Jadilah Terang!
(Gen 1:3)



NB:
1.“Veritas et humilitas – Kebenaran dan kerendahan hati.”
Inilah dua keutamaan dasar yang ditampakkan lewat figur St. Yohanes: "Mereka akan memerangi engkau, tetapi tidak akan mengalahkan engkau, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman Tuhan."

Satu hal yang pasti: Memperjuangkan kebenaran seringkali penuh risiko. Maka, untuk menjalankannya, perlulah dibarengi dengan kerendahan hati seperti yang dilakukan Yohanes Pembaptis: “Aku membaptis kamu dengan air. Tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal. Dia yang datang kemudian daripadaku. Membuka tali kasutNya pun aku tak pantas". Dua semangat dasar inilah yang membuatnya tidak takut menghadapi risiko, sekalipun harus mengorbankan hidup atau nyawanya sendiri.

Adapun pola “3 S” yang mesti hidup kalau kita mau terus memperjuangkan kebenaran dan kerendahan hati, al:

A. Sederhana:
Yohanes Pembaptis sendiri adalah anak dari Elisabet, saudara sepupu Maria, ibu Yesus. ayahnya, Zakharia adalah seorang imam. Yohanes kerap disimbolkan dengan seorang pertapa mengenakan pakaian dari bulu domba. Masa kecilnya tidak banyak diketahui, kecuali ketika masih dalam kandungan Elisabet, ia melonjak kegirangan sewaktu Maria berkunjung ke rumah ibunya. Ia kerap hanya memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, dan makanannya hanyalah belalang dan madu hutan (Markus 1:6). Hidupnya begitu sederhana bukan?
B.
B. Sabar:
Tak lama setelah pembaptisan Yesus, Yohanes dipenjarakan, karena mengecam pernikahan Raja Herodes Antipas dengan Herodias, isteri saudara sepupunya. Kisah ini tercatat dalam ketiga Injil Sinoptik: Matius 14:1-12, Markus 6:14-29, dan Lukas 9:7-9. Sebelum dipenjara, Yohanes muncul sebagai pengkhotbah di tepi Sungai Yordan dan dengan sabar terus berseru, "Bertobatlah kerajaan Allah sudah dekat. Luruskanlah jalan Tuhan!

C. Setia:
Dalam Katekismus Gereja Katolik, bab II (Misteri Masa Kecil dan Kehidupan Yesus yang Tersembunyi), nomor 523, dikatakan bahwa, “Yohanes Pembaptis adalah perintis Tuhan yang langsung; ia diutus untuk menyiapkan jalan bagi-Nya. Sebagai "nabi Allah yang mahatinggi" (Luk 1:76) Ia menonjol di antara semua nabi. Ia adalah yang terakhir dari mereka dan sejak itu Kerajaan Allah diberitakan. Ia sudah bersorak gembira dalam rahim ibunya mengenai kedatangan Kristus dan mendapat kegembiraannya sebagai "sahabat mempelai" (Yoh 3:29), yang ia lukiskan sebagai "Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia" (Yoh 1:29). Ia mendahului Yesus "dalam roh dan kuasa Elia" (Luk 1:17) dan memberikan kesaksian untuk Dia melalui khotbahnya, pembaptisan pertobatan, dan akhirnya melalui mati syahidnya.”

Dkl: Pada zaman sekarang, sangat dibutuhkan orang-orang seperti Yohanes Pembaptis yang setia untuk berani memperjuangkan kebenaran. Kesetiaan kita akan diperteguh oleh janji kesetiaan Tuhan sendiri yang selalu menyertai kita.

“Cari jala di desa Jenar - Maju terus membela yang benar.”


2. “Veritas - Kebenaran!”
Pemberitaan kebenaran iman dapat membawa aneka-ria resiko. Apa yang terjadi pada Yohanes adalah buktinya. Herodes menyuruh penjaganya untuk memenggal kepala Yohanes Pembaptis walaupun Herodes tahu bahwa tindakannya itu salah.

Raja Herodes yang dimaksudkan disini adalah Herodes Antipas, putra Herodes Agung dan raja seperempat wilayah Galilea dan Perea.

Adapun hubungan pernikahan Herodes memalukan karena Herodias adalah istri dari paman tirinya (Herodes Filipus I), tap Herodias ini meninggalkan suaminya untuk menikah dengan paman tiri yang lain/saudara sekandung suaminya sendiri, yakni Herodes Antipas.

Herodes Antipas sendiri sudah menikah dengan anak perempuan Aretas, raja di Arab, tapi istri ini diusir pulang olehnya. Itu sebabnya, Yohanes pernah menegornya berkali-kali sehingga Herodias menaruh dendam kepada Yohanes.

Secara harafiah dikatakan bahwa Herodias terus membenci Yohanes. Berbeda dengan Herodes, Herodias tidak tertarik kepada Yohanes dan khotbah-khotbahnya; justru sebaliknya, dia menunggu kesempatan untuk membunuh Yohanes.

Nah, kemartiran Yohanes sendiri membuatnya sejajar dengan para nabi yang dibunuh oleh bangsa mereka sendiri. (Mat 5:12, 23:29-36 dll.)

Bagi kita?
Resiko yang dihadapi juga nyata. Mungkin bukan kehilangan kepala, tapi kesempatan promosi dalam kerja, status sosial di masyarakat, rasa aman dll. Jelasnya, ada konsekuensi: perlawanan, aniaya, penjara, bahkan mungkin nyawa. Namun ini bukan alasan bagi kita untuk merasa takut.
Ini justru menjadi penghiburan karena merupakan suatu kehormatan bagi kita untuk ambil bagian dalam penderitaanNya dan untuk tetap berani menjadi orang beriman yang militan mewartakan kebenaranNya karena "barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya" (Mrk. 8:35).

"Makan bakut di Kalimati - Jangan takut Tuhan berkati."



3."Oase - Mata air."
Inilah nama sebuah siaran rohani di radio Cakrawala, 98.3 FM, yang diisi oleh beberapa imam KAJ setiap paginya, jam 05.30-06.30.

Adapun St Yohanes Pembabtis hadir sebagai "oase" yang meneguhkan harapan, menguatkan iman dan menyegarkan kasih kita. Ia membangunkan semangat kemartiran (kesaksian) kita di tengah sesama dan semesta.

Nah, "pancasila iman" yang bisa kita lihat dan dapat dari figur nya sebagai "oase", antara lain:

A.Kesucian: 
Ia dipenuhi dengan Roh Kudus sehingga bukan hanya "bahasanya", tapi hidup dan tindakannya selalu berbuah Roh Kudus.

B.Keadilan: 
Ia menyapa dan mengajak semua orang untuk bertobat. Seruan kenabiannya tidak pandang bulu dan tidak pilih kasih.

C.Keberanian: 
Karena kritik dan kebenaran yang disampaikannya, keluarga Herodes sakit hati dan menaruh dendam sampai akhirnya memenggal kepalanya setelah beberapa saat dipenjarakan. Inilah resiko kenabian, bukan?

D.Kristus sentris: 
Ia tidak mau menonjol sendirian. Ia selalu terarah dan tertuju kepada Kristus. Hatinya tidak egois tapi selalu "humilis", rendah hati karena sadar diri 100% sebagai "instrumentum cum Deo", alatnya Tuhan.

E.Konsistensi: 
Ia konsisten sebagai nabi. Ia selalu mewartakan apa yang benar dan apa yang baik, jujur dan tidak takut menanggung resiko karena semuanya total hanya untuk Tuhan.
"Makan lotis di warung indomie - St Yohanes Pembaptis doakanlah kami."


4."Nosce te ipsum - Kenalilah dirimu sendiri!"
Inilah kalimat yg tertulis di gerbang pintu masuk Kuil Apollo Yunani. Inilah juga yg menjadi ajakan Yohanes ketika menjawab pertanyaan banyak orang Yahudi hari ini: ‘Siapakah Engkau?’

Adapun Yohanes mewartakan identitas dan kualitasnya secara tulus dan lurus dengan tiga jalan iman, yakni:

A.“Aku bukan Mesias!": 
Ia mewartakan "veritas", kebenaran diri yang asli dan tidak mengada-ngada, yang tulus dan mengakui keterbatasan diri.

B."Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun": 
Ia mewartakan "humilitas", kerendahan hati yang membuatnya sadar bahwa hidupnya adalah "instrumentum cum Deo", sebuah "suara" atau "alat" dalam rencana karya Allah yang lebih besar.

C."Luruskanlah jalan Tuhan”: 
Ia mewartakan "simplicitas", sebuah kesederhanaan hidup dengan terbiasa hidup setia dan lurus dalam nama Tuhan, tidak menjadi orang yang "EGP-Emang Gue Pikirin" atau "HIV-Hemang Ike Vikirin", tidak menjadi orang yang penuh dengan ketertutupan dan pergunjingan tapi orang yang penuh dengan keterbukaan dan persahabatan.

Ya, semoga di hari baru ini, kita juga memiliki semangat ala Yohanes, yakni "kebenaran - kerendahan hati - kesederhanaan dalam kata dan tindakan nyata kita setiap hari karena diyakinkan dengan kata-kata Yesus sendiri bahwa Ia senantiasa menyertai kita sampai kepada akhir zaman (Mat 28,20).

"Cari baju di Bali - Mari maju bersama Yang Ilahi."


5.Peringatan St.Blasius,
Uskup dan Martir.
“Semoga berkat doa St Blasius, Allah membebaskan Saudara dari penyakit tenggorokan dan penyakit-penyakit lain. Amin.”
Ia adalah seorang Uskup di Sebaste Armenia, yang menerima mahkota kemartiran di bawah kekuasaan Licinius (316 M).
Dalam masa penganiayaan Licinius, Blasius pergi dan hidup sebagai pertapa dalam sebuah gua.
Binatang2 liar datang mengunjunginya, dan Blasius menyembuhkan mereka yang sakit dan terluka.
Suatu hari, sekelompok pemburu menemukan Blasius dan menangkapnya.
Sementara di penjara, Blasius menyembuhkan seorang anak laki-laki yg tercekik nyaris mati akibat tulang ikan yg tersangkut di tenggorokannya.
Juga, perempuan yang babinya pernah diselamatkan datang membawakan lilin-lilin untuk Blasius agar selnya mendapatkan penerangan dan Blasius dapat membaca Kitab Suci.
Pada akhirnya, Blasius didera dengan sisir besi dan dipenggal kepalanya.
Pada abad ke8, terdapat penghormatan kepada St Blasius di Eropa.
Ia juga dihormati sebagai salah seorang dari “14 Penolong Kudus,” yang al:
St Dionisius (sakit kepala, rabies),
St Erasmus (sakit perut, kram),
St Blasius (penyakit tenggorokan),
St Barbara (kilat, api, ledakan, kematian yg tiba-tiba),
St Margareta (godaan nafsu),
St Katarina Alexandria (filsuf dan murid serta tukang roda),
St Georgius (para prajurit),
St Achatius dan St Eustace (pemburu),
St Pantaleon (tuberculosis),
St Giles (epilepsi, sakit jiwa, kemandulan),
St Cyriac (kerasukan setan),
St Vitus (epilepsi),
St Kristoforus (mereka yg bepergian).
Satu alasan kepopuleran St Blasius muncul dari kenyataan bahwa ia adalah seorang dokter yang menyembuhkan. Sebab itu, mereka yang sakit, teristimewa yang terjangkit penyakit-penyakit tenggorokan, memohon perantaraannya.
Perlahan, muncul kebiasaan memberikan berkat St Blasius, di mana imam memegang dua lilin yg saling bersilang di atas kepala umat/menyentuhkannya pada leher umat sambil berkata:
“Semoga berkat doa St Blasius, Allah membebaskan Saudara dari penyakit tenggorokan dan penyakit-penyakit lain. Amin.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar